Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68411 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendya Perbangkara
"ABSTRAK
Perkembangan CT scan generasi multislice yang begitu pesat membuat pemeriksaan CT angiografi coroner sering dilaksanakan, akan tetapi pemberian informasi tentang dosis yang di terima pasien masih jarang dilakukan. Sehingga perlu dilakukan estimasi dosis pasien pada pemeriksaan CT angiografi coroner untuk mengetahui nilai dosis yang diterima oleh organ-organ yang sensitive terhadap radiasi seperti esophagus, paru-paru, payudara (pada wanita) dan jantung. Estimasi dosis dilakukan menggunakan program imPACT® dengan nilai nCTDIw didapat dari hasil pengukuran mengunakan detector pencil ion chamber menggunakan phantom acrilic 32 cm. Dari hasil estimasi di dapat dosis ekivalen yang diterima jantung 110 mSv ? 140 mSv, dosis efektif esophagus (thymus) 2,9 mSv ? 5.7 mSv, dosis efektif paru-paru 10 mSv -14 mSv, dosis efektif payudara 10 mSv ? 13 mSv dan total dosis efektif berkisar antara 31 mSv ? 42 mSv. Mengingat nilai total dosis efektif yang diterima pasien cukup tinggi, maka pasien CT angiografi coroner harus mendapatkan justifikasi yang kuat.

ABSTRACT
The Fast development of CT generation makes CT angiography coroner examination more frequence to be done, but the dose information of patient is rarely to be done. So it require to make patient dose estimation on CT angiography coroner examination. In order to know the dose receive by sensitive organ set of oesophagus, lung, brest and heart. Dose estimation is done using imPACT® program, using CTDI value obtain measurement using acrylic phantom with 32 cm diameter. From dose calculation the dose equivalent by heart is between 110 mSv - 140 mSv, and effective dose for oesophagus 2.9 mSv ? 5.7 mSv, lung 10 mSv ? 14 mSv and total effective dose between 31 mSv ? 42 mSv. Because effective dose receive by patient is very high, the CT angiography coroner patient must have a very strong justification. "
Universitas Indonesia, 2011
S651
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elia Soediatmoko
"Pemeriksaan CT scan kepala sudah menjadi pemeriksaan rutin untuk kasus sakit kepala. Namun informasi dosis radiasi pemeriksaan CT scan kepala belum banyak diketahui. Informasi akan dosis ini sangatlah penting karena adanya organ yang sensitif terhadap radiasi seperti kelenjar thyroid, kelenjar air ludah, lensa mata dan otak kepala. Untuk mengetahui estimasi nilai dosis di organ kepala tersebut digunakan software ImPACT CT patient Dosimetry Calculator yang mengunakan nilai nCTDIw yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan detektor bilik ionisasi pensil berukuran 100 mm dengan obyek phantom CTDI berukuran 160 mm sebagai salah satu faktor penghitungan. Dari 15 pasien diestimasi dosis ekivalen untuk dosis ekivalen thyroid 0.072 mSv - 0.33 mSv, Kelenjar air ludah berkisar 0.66 mSv - 0.8 mSv, otak kepala 0.66 mSv -0.8 mSv, Sedang untuk lensa mata dinyatakan dalam dosis organ karena alasan deterministik kemungkinan terjadinya katarak pada lensa mata karena radiasi, yakni sebesar 75 mGy - 91 mGy, serta total dosis efektif 3 mSv - 3.7 mSv, pada parameter uji 120 kV 300 mAs. Besar nilai dosis dipengaruhi oleh mAs, panjang scan dan pitch, sehingga proteksi radiasi terhadap organ thyroid harus dilakukan.

Head CT scan has become a rutin procedure to rule out headache symptoms, but dose radiation influences is yet to be known . Information dose of head CT scan is very important because there are organ at risk such thyroid, saliva glands,brain and eye lens. Using nCTDIw values obtained from the measurement of 100 mm pencil ionization chamber on 16 cm CTDI phantom, combined with 15 patient data obtained from DICOM data patient, and estimated dose using imPACT CT patient dose calculator, estimated equivalent dose are, for thyroid 0.072 mSv - 0.33 mSv, saliva glands 0.66 mSv - 0.8 mSv, brain 0.66 mSv-0.8 mSv and the eye lens are mention in organ dose because of deterministic reason of cataract formation rather than for effective dose calculation are 75 mGy - 91 mGy and estimated total dose effective are 3 mSv - 3.71 mSv at 120 kV 300mAs. The dose value is influenced by mAs, lenght of scan and pitch, for futher attention of radiation protection for thyroid gland area must be done."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S947
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Taopik
"Dosis radiasi yang diterima pasien pada pemeriksaan CT. Scan tidak boleh melebihi nilai dosis referensi yang telah ditentukan, sehingga perlu dilakukan evaluasi nilai dosis . Studi ini menganalisa dosis pasien pada pemeriksaan CT. Scan di RS. Husada Jakarta, Perkiraan dosis pasien ( CTDI dan DLP ) yang langsung ditampilkan pada monitor CT setiap selesai pemeriksaan akan diketahui ketepatan nilainya dengan pengukuran langsung menggunakan pencil ion chamber yang ditempatkan pada objek phantom dan dibandingkan dengan nilai dosis referensi yang telah ditetapkan, sehingga diharapkan pasien mendapatkan informasi nilai dosis yang sebenarnya. Kemudian dilakukan juga analisa variasi parameter kV, mA, dan pitch untuk menentukan berapa nilai parameter optimum untuk mendapatkan nilai dosis pasien (CTDI) yang minimum dengan kualitas pencitraan hasil CT. Scan yang baik guna menunjang diagnosa. pengukuran langsung dengan menggunakan head dan body phantom, menunjukkan nilai CTDI tidak melebihi nilai dosis referensi yang ditetapkan, namun tampilan dimonitor tidak menunjukkan kesesuaian. variasi parameter yang dilakukan dapat menentukan parameter pitch, kV, dan mA yang tepat pada setiap pemeriksaan khususnya pasien dewasa pada objek kepala, perut, dan paru - paru.

Evaluation of dose values is needed because radiation dose for patients who undergone on a CT examination do not allow to exceed reference dose values. This study analyzed patients dose on CT Scan examinations at Husada Hospital, Jakarta. Estimation of patients dose ( CTDI and DLP ) which display directly on CT monitor every the end of examination will be known accuracy of values with measuring directly used ion chamber pencil that was placed in phantom object and it was compared with reference dose values. The purpose of this step is intended to give dose values information actually for patient. In this study also analyzed parameter variation of kV, mA, and pitch in order to determine optimum parameter values to get minimum patient dose values (CTDI) with good quality of CT Scan image result to support diagnostic. Measuring directly used head and body phantom had indicated that CTDI values do not exceed reference dose values, however patients dose values that displayed on CT monitor do not indicate suitability with reference dose values. Parameter variation which had done, it could determine parameter of pitch, kV, and mA exactly in every examination especially for adult patients on object of head, abdomen, and thorax."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S29331
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widha Nurika
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S29484
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdi Sahal
"Pesawat angiografi rotasi 3 dimensi digunakan dalam radiologi intervensi, kardiologi intervensi dan bedah invasif minimal yang dapat memvisualisasikan pembuluh darah, dan mengevaluasi anatomi tubuh yang lebih rumit dengan dosis radiasi yang lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan estimasi dosis radiasi yang masuk ke dalam tubuh pasien yang dibandingkan dengan dosis ambang yang dapat diterima. Penelitian dilakukan dengan menggunakan phantom rando jenis wanita di dua instalasi cathlab dengan jenis pesawat yang berbeda. Pengukuran dosis dilakukan dengan menggunakan TLD pada mata, tiroid, spinal cord, payudara dan gonad pada mode preset yang berbeda untuk kepala dan abdomen.
Hasil penelitian menunjukkan pada pesawat 1, dosis yang diterima untuk pengukuran kepala pada mode 5sDR Head berkisar antara 1,17 mGy-3,68 mGy dan pada mode 5sDR Head Care berkisar antara 0,58 mGy-1,15 mGy. Sedangkan untuk pengukuran abdomen pada mode 5sDR Body dosis yang diterima adalah berkisar antara 0,50 mGy-0,85 mGy dan pada mode 5sDR Body Care berkisar antara 0,55 mGy-0,79 mGy. Pada pesawat 2, dosis yang diterima untuk pengukuran kepala pada mode Carotid Prop Scan berkisar antara 2,20 mGy-3.71 mGy dan mode Carotid Roll Scan berkisar antara 2,02 mGy-4,59 mGy. Sedangkan dosis yang diterima untuk pengukuran abdomen pada mode Abdomen Prop Scan berkisar antara 0,44 mGy-2,34 mGy dan pada mode Abdomen Roll Scan berkisar antara 0,43 mGy-1,30 mGy. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semua mode preset tidak memberikan dosis yang mendekati dosis ambang untuk setiap titik pengukuran.

Three dimensional Rotational Angiography 3DRA is mostly used in interventional radiology, interventional cardiology, and minimal invansive surgery to visualize blood vessels, and more complicated anatomy with more visual capacity than the previous generation. The rotating nature of image acquisition with suspected high radiation dose requires dose estimation. This study was aimed to measure radiation dose in 3DRA and compare it to the thresholds for deterministic risks. Measurement using TLDs were carried out on female Rando phantom in two angiography suites with different device types, with the organ of interest being eyes, thyroid, spinal cord, breast and gonad. Different preset modes for head and abdomen were employed for comparison.
The result for device 1 showed that dose on 5sDR Head mode ranged from 1,17 mGy 3.68 mGy and in 5sDR Head Care mode ranged from 0,58 mGy 1,15 mGy while the measured dose on the body in 5sDR Body mode ranged from 0,50 mGy 0,85 mGy and in 5sDR Body Care mode ranged from 0,55 mGy 0.79 mGy. On device 2, the result showed the measured dose on the head in carotid prop scan mode ranged from 2,20 mGy 3.71 mGy and in carotid roll scan mode ranged from 2,02 mGy 4,59 mGy while the measured dose on the body in abdomen prop scan mode ranged from 0,44 mGy 2,34 mGy and in abdomen roll scan mode ranged from 0,43 mGy 1,30 mGy. The study presents that all preset modes do not deliver near threshold doses for each measurement point.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinayawati
"ABSTRAK
Radiografi dental panoramik merupakan teknik pencitraan untuk mendapatkan gambaran daerah mandibula dan seluruh dental dalam satu film. Telah dilakukan pengukuran dose-area product (DAP) dan dosis kulit phantom pada pemeriksaan dental panoramik dengan menggunakan TLD. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan variasi kondisi pengukuran sebanyak 4 variasi tegangan tabung yaitu 66 kV, 68 kV, 70 kV dan 72 kV dengan penggunaan mA tetap yaitu 3 mA dengan waktu paparan rata-rata 19 detik. Pengukuran DAP diperoleh dengan melakukan pengukuran output pesawat tanpa phantom mengguanakn TLD yang diletakkan pada slit sekunder yang sejajar dengan sumber berkas sinar-x. Hasil pengukuran diperoleh nilai yang bervariasi yaitu pada tegangan tabung 66 kV (80.554 mGy cm2), 68 kV (83.376 mGy cm2), 70 kV (93.154 mGy cm2), 72 kV (93.096 mGy cm2). Pengukuran dosis kulit dilakukan dengan meletakkan TLD di 4 lokasi penyinaran, yaitu : daerah kiri dagu (titik A), tengah dagu (titik B), kanan dagu (titik C) dan slit (titik D). Berdasarkan data pengukuran, dosis kulit pada titik B menerima dosis exit pada saat berkas sinar-x melewati TLD di titik B sedangkan dosis pada titik D menerima dosis exit selama pemeriksaan dental panoramik. Dosis kulit pada titik A dan C memperoleh dosis entrance dan exit. Metode untuk mengetahui estimasi dosis pasien pada pemeriksaan dental panoramic yang perlu dilakukan yaitu mengatahui output pesawat tanpa phantom dan distribusi dosis exit dengan phantom yang diukur selama penyinaran.

ABSTRACT
Panoramic dental radiography is the imaging technique to get an overview of the mandible and entire dental area in the one film. Measurements have been carried our dose-area product (DAP) and the phantom skin dose in panoramic dental examination using the TLD. Measurements were made using a variation of the measurement conditions as much as 4 variation of tube voltage is 66 kV, 68 kV, 70 kV and 72 kV with the use of fixed 3 mA with an average exposure time of 19 seconds. DAP measurements obtained by measuring the radiation output without phantom using TLD placed on the secondary slit parallel to the x-ray beam source. Measurement result obtained by varying the value of the tube voltage of 66 kV (80,554 mGy cm2), 68 kV (83,376 mGy cm2), 70 kV (93,154 mGy cm2), 72 kV (93,096 mGy cm2). Skin dose measurements made with TLD placed at 4 locations irradiation, namely : the left chin area (point A), middle chin (point B), right chin (point C) and slit (point D). Based on the measurement data, the skin dose at point B receives the exit dose at the time of x-ray beam through the TLD at point B while the dose at point D received the exit dose during panoramic dental examination. Skin dose at point A and C gain entrance and exit doses. Estimation method to determine patient dose in panoramic dental examination needs to be done is to move on the radiation output without the phantom and the phantom exit dose distributions measured during irradiation."
Universitas Indonesia, 2011
S677
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Yuni Lestari
"Terdapat kekhawatiran yang tumbuh di masyarakat umum serta bidang medis dan scientist tentang paparan radiasi dari prosedur sinar-x diagnostik dalam kasus wanita hamil yang menjalani pemeriksaan radiografi dimana embrio/janin berada dekat ataupun masuk dalam lapangan radiasi, misalnya pemeriksaan radiografi thoraks dan abdomen. Penelitian ini dilakukan untuk estimasi dosis janin pada pemeriksaan thoraks dan abdomen untuk kepentingan penilaian risiko janin dan manfaat pada review justifikasi. Estimasi dosis janin didapatkan dengan mengalikan antara Normalized Uterine Dose (NUD) dengan Entrance Surface Dose (ESD). NUD didapatkan dari kalkulasi software Xdose, sedangkan ESD didapatkan dari hasil bacaan Thermoluminescence Dosimetry (TLD) yang diletakkan pada titik berkas utama permukaan phantom posterior dengan tebal phantom 17 cm untuk pemeriksaan thoraks dengan arah penyinaran posterior-anterior dan pada titik berkas anterior permukaan phantom untuk pemeriksaan abdomen dengan arah penyinaran anterior-posterior. ESD juga bisa didapatkan dari hasil perkalian antara incident air kerma dengan backscatter factor. Pemeriksaan thorak dilakukan dengan tegangan tabung 55, 60, 66, 70 dan 77 kV dengan beban tabung 10 mAs sedangkan pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tegangan tabung 60, 66, 70, 77, 81 dan 85 kV dengan beban tabung 10 mAs. Dosis janin yang didapat pada pemeriksaan thoraks antara 1,92x10-5 ? 2,79x10-5 mGy sedangkan pada pemeriksaan abdomen dosis janin yang didapat antara 0,054 ? 0,975 mGy. Dosis janin yang didapat masih berada dibawah nilai batas dosis menurut The International Commission on Radiological Protection (ICRP) yaitu 100 mGy.

There has been growing concern on public, as well as scientific and medical communities, about radiation exposures from diagnostic X-ray procedures in the case of pregnant women who undergo radiological examinations when the embryo/fetus is near or included in the X-ray field, for example thorax and abdomen radiographic examinations. This research was conducted to estimate fetal doses in thorax and abdomen examination for risk-benefit considerations as justification review. Fetal doses estimation were obtained by multiplying Normalized Uterine Dose (NUD) with Entrance Surface Dose (ESD). NUDs were obtained using calculation software XDose while ESDs were obtained from Thermoluminescence Dosimetry (TLD) placed on the posterior center beam of phantom surface with 17 cm thickness for thorax examinations posterior-anterior projection and on anterior center beam of phantom surface for abdomen examinations anterior-posterior examinations. ESD can also be obtained by multiplying incident air kerma with backscatter factor. Thorax examination performed with a tube voltage of 55, 60, 66, 70 and 77 kV and 10 mas, while the abdominal examination performed with a tube voltage of 60, 66, 70, 77, 81 and 85 kV and 10 mas. From thorax examination fetal doses between 1.92 x10-5 to 2.79 x10-5 mGy and from abdomen examination fetal doses between 0.054 to 0.975 mGy. Fetal doses obtained were less than the dose limit value according to The International Commission on Radiological Protection (ICRP) of 100 mGy. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S814
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurdina Gita Pratiwi
"Pada tindakan kardiologi intervensional, dosis yang diterima pasien relatif lebih tinggi, sedangkan pekerja radiasi akan menerima dosis hambur yang kualitasnya relatif lebih rendah. Namun, pekerja menerima dosis kumulatif dari seluruh tindakan kardiovaskuler yang dilakukannya selama bertahun-tahun. Oleh karenanya, tujuan penulisan ini akan difokuskan untuk mengestimasi distribusi radiasi hambur pada pekerja radiasi tanpa perisai pelindung di Cath Lab. Laju dosis hambur diukur menggunakan detektor survey unfors Xi. Detektor diletakkan pada 6 posisi berbeda di sekitar fantom. Setiap posisi memiliki sebelas titik pengukuran dari 25 sampai 175 cm di atas lantai dengan interval 15 cm, sebagai ilustrasi ketinggian parsial organ pekerja.
Secara eksperimen, fantom rando diradiasi dengan fluoroskopi pada kondisi 88-93 kV dan 5.7-9.4 mA berdasarkan variasi kemiringan gantry dan ukuran lapangan. Phillips C-arm divariasikan pada Kemiringan gantri 0o PA projection, 20o dan 30o Caudal, 20o dan 30o Cranial, dan 40o dan 50o Left Anterior Oblique dan Flat Panel Detector (FPD) pada 20x20 dan 25x25 cm2. Secara umum, laju dosis tertinggi terdapat pada daerah pinggang pekerja (100 cm) dan terendah pada daerah kepala pekerja (175 cm) yaitu berturut-turut sebesar 2.49 mGv/jam dan 0.02 mGy/jam. Data pengamatan menunjukan bahwa fraksi hambur berada pada rentang 0.001–0.060% dari dosis primer di isocenter. Laju dosis hambur cenderung meningkat pada setiap peningkatan sudut kemiringan gantri di semua posisi. Semakin besar luas FPD maka akan menurunkan nilai fraksi dosis hambur yang juga akan meminimalkan laju dosis hamburnya.

In Interventional Cardiology, dose received by the patient is relatively higher, while the occupational would receive scattered radiation dose whose quality is relatively lower. However, the occupational received accumulative doses of all cardiovascular procedures were done over the years. Therefore, the purpose of this paper will focus to estimate the distribution of scattered dose to occupational without any protective shielding in the Cath Lab. The scattered dose rate was measured by using survey detector of Unfors Xi. The detector was placed at 6 different positions around the phantom. Each measurement position has eleven points from 25 to 175 cm above the floor with increment of 15 cm as the illustration of partial height of occupational organ.
Experimentally a Rando phantom was irradiated by automatic pulsed fluoroscopy with condition varies in the range of 88-93 kV and 5.7-9.4 mA depend on gantry tilt and field size. The Phillips C-arm gantry tilt was varied at 0o PA projection, 20o and 30o Caudal, 20o and 30o Cranial, and 40o and 50o Left Anterior Oblique, and also Flat Panel Detector (FPD) was varied at 20x20 and 25x25 cm2. Generally, the greatest dose rate was known at level corresponding to Waist (100 cm) of occupational and the lowest at Head areas (175 cm) of occupational which is 2.49 mGv/h and 0.02 mGy/h, respectively. The given data showed that the scattered fractions are in the range of 0.001-0.060% from its primary dose at isocenter. The scattered doses tend to increase with gantry tilt for all positions. Increasing field size of FPD will decreased the scattered fraction from its dose at isocenter, and also it affects the scattered dose rate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S53512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misbahul Munir
"Penyakit atau gangguan pada rongga perut merupakan salah satu penyakit yang sering diderita pasien dengan keluhan di daerah perut. Alat diagnostik untuk memeriksa gangguan atau penyakit pada rongga perut antara lain menggunakan CT Scan. Pemeriksaan CT Scan whole abdomen 3 fase banyak dijumpai dibeberapa rumah sakit yaitu untuk melihat jalannya obat kontras pada fase arteri, vena dan delay. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi besarnya dosis radiasi, faktor resiko yang akan timbul setelah pemeriksaan serta menganalisa faktor yang menyebabkan besarnya nilai dosis yang diterima pasien. Pada penelitian ini, tahapan-tahapan yang dilakukan yaitu uji kesesuaian pesawat CT Scan untuk lingkup kualitas citra, akurasi CTDIvol antara konsol pesawat terhadap pengukuran. Dalam penelitian ini dilakukan juga estimasi dosis pada 25 pasien dengan menggunakan program imPACT CT Dosimetry. Pesawat CT Scan yang digunakan memenuhi syarat uji kesesuaian alat berdasarkan standar Australia Barat dan British Columbia CDC. CTDIvol pengukuran dibandingkan dengan CTDIvol pada pesawat CT Scan terdapat perbedaan sebesar 4,62 ? 9,40%. Organ yang paling besar mendapatkan dosis ekivalen adalah ginjal yaitu berkisar dari 32 mGy ? 140 mGy, dan dosis efektif diseluruh tubuh berkisar dari 15 mSv - 64 mSv. Potensi resiko tertinggi yang diterima oleh pasien dengan dosis efektif diseluruh tubuh 64 mSv adalah sebesar 0,32%. Penggunaan mode AEC merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi dosis radiasi yang diterima oleh pasien pada saat pemeriksaan CT Scan whole abdomen 3 fase.

Abdominal disease or disorder is a common problem occured in a patient with abdominal symptom. One of diagnostic equipment being used to diagnose the abdominal disorder is CT Scan. A whole abdomen CT scan 3 phase examination is often taken in many hospitals to see the passage of contrass agent in arterial, vein and delayed. The aim of this study is to calculate radiation dose, risk factor that will arise after the examination and also to analyze factors that effect the amount of dose received by patient. During the study several steps are taken which are compliance test of CT equipment on image quality and CTDIvol display accuracy against measurement. In this study we also estimate the dose on 25 patients using imPACT CT dosimetry software. The CT Scan equipment is passed the Western Australia and British Columbia CDC standard. Comparison between measured CTDIvoI and console show 4,62% - 9,40% difference. The organ that received highest equivalent dose is kidney 32 mGy- 140 mGy with total body effective dose between 15 mSv - 64 mSv. The highest potential risk patient received with total body effective dose 64 mSv is 0,32%. Application of AEC is one of the factor to reduce radiation dose patient received in examination with CT Scan whole abdominal 3 phase.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1262
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anglin Andhika Maharani
"CT-scan abdomen merupakan opsi dalam penegakan diagnosis terkait dengan dugaan penyakit yang diderita pasien menggunakan radiasi pengion, namun resiko radiasi pada organ sensitif di sekitar area abdomen dapat menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Maka dari itu, dilakukan penelitian untuk menunjukkan seberapa besar dosis radiasi yang diterima organ sensitif (gonad, payudara, tiroid dan mata) pada pelaksanaan pemeriksaan CT abdomen, dengan fantom rando sebagai objek pemeriksaan dan TLD rod sebagai penangkap radiasi. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan memvariasikan kV (80,120 dan 140) dan nilai pitch (4,6 dan 8). Dosis radiasi terbesar didapatkan pada gonad dengan 7,67 mGy dan terendah pada tiroid kanan dengan 0,01 mGy. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan CT-scan abdomen tidak menimbulkan efek langsung.

CT-scan for abdomen area is an examination option in diagnosis that related to patient’s disease, but the radiation risk that appears on sensitive organs near abdomen area need to be concern. Therefore, a research was done to show how much radiation dose for organs received (gonad, breasts, thyroids, and eyes) in CT-scan examination for abdomen, using rando phantom as an object and TLD rod as dosemeter. The variation of examination was done for kV (80, 120, and 140) and pitch (4, 6, and 8). The result show that gonad had received the highest radiation dose with 7,674 mGy (tube’s voltage was 140 kV, pitch 6). So, it can be concluded that examination with CT-scan did not give deterministic effect to sensitive organs."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55873
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>