Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6098 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
Jakarta : IHC, 2008
365.6 PAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
"ABSTRAK
Halaman Pidana penjara merupakan jenis pidana yang paling banyak digunakan untuk menanggulangi kejahatan. Selama tahun 1997 pidana penjara yang dijatuhkan sebauyak 59.672 yang terdiri dari 58.195 terhadap pelaku tindak pidana laki-Iaki dan 1.477 pelaku tindak pidana perempuan. Pidana penjara sebagai suatu. derita diharapkan rnanfaatnya untuk mencegah kejahatan memenuhi rasa keadilan dan sebagai cara untuk memperbaiki atau membina pelaku kejahatan.
Pidana penjara pada masa pemerintahan kolonial Belanda merupakan reaksi negara akibat adanya suatu tindak pidana dan diformulasikan ke dalam undang-undang hukum pidana, pelaksanaan pidana penjara lebih banyak menggunakan pendekatan keamanan, karena tujuan .pidana untuk pembalasan. Setelah Indonesia merdeka, keadaan ini masih berlangsung, sehingga DR. Sahardjo terdorong untuk menghapuskan penderitaan orang-orang di Penjara, pemikirannya dituangkan pada saat menerima gelar Doctor Honoris Causa di Universitas Indonesia dalam llmu-hukum tanggal 5 Juli 1963.dengan judul : ?Pohon Beringin Pengayoman Hukum Pancasila Manipol/Usdek?.
Menurutnya tujuan pidana penjam adalah sebagai knnsep sangat manusiawi. Pelaksanaan pemikiran tersebut diimplementasikan ke dalam undang-undang RI nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Dalam pelaksanaannya tidak membawa perbaikan terhadap orang-orang di penjara, lembaga pemasyamkatan nidak potensial sebagai tempat rehabilitasi narapidana. Dari kenyataan demikian pelaksanaan pemasyarakatan perlu diperbaharui agar tujuan penjatuhan pidana berupa pemasyarakatan dapat terwujud.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah, ketentuan pidana penjara apakah telah berorientasi pada konsep pemasyarakatan, pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara apakah menunjang kebijakan penanggulangan kejahatan, pandangan masyarakat dan penegak hukum terhadap pidana penjara, faktor yang memiliki keterkaitan dalam upaya mengimplementasikan sistem pemasyarakatan, upaya yang diajukan bagi pembaharuan pemasyrakatan di Indonesia.
Berdasarkan hasil peneiitian, pemasyarakatan sebagai tujuan pidana sebagaimana dalam undang-undang RI nornor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, dalam pelaksanaannya belum bemjalan efekiitl pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan belum menjamin bekas narapidana diterima rnasyamkat karena pembinaan sangat terbatas sehingga tidak cukup bekal berkornpetisi di masyaxakat. Kecenderungan buruknya pelayanan pembinaan narapidana, terbukti banyaknya peristiwa buruk yang
terjadi di lembaga pemasyarakatan, sehingga pemasyarakan sebagai tujuan pidana penjara menjadi ?tertunda? sehingga sulit untuk menunjang kebijakan penanggulangan kejahatan.
Menurut pandangan masyarakat pidana penjara yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan dianggap tidak memenuhi rasa keadilan mereka yang dirugikan akibat kejahatan. Pidana penjara harus mengandung suatu pembalasan yang setimpal dengan kerugian yang ditimbulkan, pidana penjam harus membuat pelakunya menjadi jera, tobat.
Menurut pandangan penegak hukum pidana penjara lebih dipahami untuk melindungi masyarakat, pidana penjara salah satu sarana untuk merehabilitasi pelaku kejahatan. Sebagai suatu derita, pidana penjara diyakini bertujuan untuk pembalasan maupun menjerakan pelaku, Serta melindungi kepentingan negara dan masyarakat.pidana penjara dianggap suatu cara untuk melakukan pembinaan.
Faktor yang erat kaitannya dengan implentasi sistem pemasyarakatan sebagai faktor penentu adalah kualitas pembinaan. Pembinaan yang diterapkan sepatutnya menjadikan narapidana memiliki kesadaran hukum. Untuk itu petlu didukung petugas yang profesional dan pendidikan keterampilan. peraturan perundang-undangan, infrastruktur, dan penghargaan atas hak-hak nampidana seperti pemberian insentif.
Reorientasi sistem pembinaan, perlu disempumahn antara lain pendidikan keterampilan, pendidikan agama dan diberikan hak-haknya, serta perlu dibina dengan memanfaarkan tenaga ahli (behavorial scientist) maupun orientasi dirumah singgah. Penegak hukum menjadi penentu apakah pidana peniara akan menjadi pemasyarakatan atau pemenjataan. Penegak hukum harus memahami dijatuhkan pidana penjara bukan bertujuan pembalasan, tetapi mempunyai tujuan khusus yaitu mengembalikan narapidana ke masyarakat. Oleh karen itu, pembentuk undang-undang saatnya merumuskan di dalam RUU KUHP yang memberikan kewenangan kepada Hakim agar dalam keputusannya mencantumkan teori hukuman apa yang dijadikan dasar penjatuhan hukuman. Hakim diberi kebehasan mempertimbangkan kerugian yang diderita korban dan korban tidak keberatan atas pidana yang dijatuhkan. Hakim saatnya mempertimbangkan pemberian ganti kerugiau dan pemenuhan kewajihan adat.
Rekomendasi, perlu pembaharuan falsfah pemidanaan, dalam hal ini harus ditegaskan kembali makna dan tujuan pidana penjara, untuk itu perlu ada kesamaan pemahaman antara penegak hukum, petugas pemasyarakatan serta pembentuk undang- undang (legislator) maupun masyarakat mengenai makna dan tujuan pidana penjam.Perlu kejelasan arah dan apa tujuan pidana penjara yang hendak dicapai, perlu penggantian dan penarnbahan infrastruktur untuk mendukung proses pemasyarakatan, serta meningkatkan kemampuan petugas dan penegakaan disiplin dan tanggung jawab dengan mengaplikasikan ilmu pemasyarakatan. Amandemen UU RI No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Swastanisasi dalam mengelola lembaga pemasyarakatan, mendirikan rumah singgah dengan melibatkan kalangan perguman tinggi dan masyarakat, mengembangkan penjara terbuka (open prison). Jaminan perlindungan hukum kepada bekas narapidana dan perlu merevitalisasi peran dan sumbangan akademi ilmu pemasyarakatan dalam pengembangan pemasyarakatan narapidana."
2004
D1028
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
"ABSTRAK
Halaman Pidana penjara merupakan jenis pidana yang paling banyak digunakan untuk menanggulangi kejahatan. Selama tahun 1997 pidana penjara yang dijatuhkan sebauyak 59.672 yang terdiri dari 58.195 terhadap pelaku tindak pidana laki-Iaki dan 1.477 pelaku tindak pidana perempuan. Pidana penjara sebagai suatu. derita diharapkan rnanfaatnya untuk mencegah kejahatan memenuhi rasa keadilan dan sebagai cara untuk memperbaiki atau membina pelaku kejahatan.
Pidana penjara pada masa pemerintahan kolonial Belanda merupakan reaksi negara akibat adanya suatu tindak pidana dan diformulasikan ke dalam undang-undang hukum pidana, pelaksanaan pidana penjara lebih banyak menggunakan pendekatan keamanan, karena tujuan .pidana untuk pembalasan. Setelah Indonesia merdeka, keadaan ini masih berlangsung, sehingga DR. Sahardjo terdorong untuk menghapuskan penderitaan orang-orang di Penjara, pemikirannya dituangkan pada saat menerima gelar Doctor Honoris Causa di Universitas Indonesia dalam llmu-hukum tanggal 5 Juli 1963.dengan judul : ?Pohon Beringin Pengayoman Hukum Pancasila Manipol/Usdek?.
Menurutnya tujuan pidana penjam adalah sebagai knnsep sangat manusiawi. Pelaksanaan pemikiran tersebut diimplementasikan ke dalam undang-undang RI nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Dalam pelaksanaannya tidak membawa perbaikan terhadap orang-orang di penjara, lembaga pemasyamkatan nidak potensial sebagai tempat rehabilitasi narapidana. Dari kenyataan demikian pelaksanaan pemasyarakatan perlu diperbaharui agar tujuan penjatuhan pidana berupa pemasyarakatan dapat terwujud.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah, ketentuan pidana penjara apakah telah berorientasi pada konsep pemasyarakatan, pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara apakah menunjang kebijakan penanggulangan kejahatan, pandangan masyarakat dan penegak hukum terhadap pidana penjara, faktor yang memiliki keterkaitan dalam upaya mengimplementasikan sistem pemasyarakatan, upaya yang diajukan bagi pembaharuan pemasyrakatan di Indonesia.
Berdasarkan hasil peneiitian, pemasyarakatan sebagai tujuan pidana sebagaimana dalam undang-undang RI nornor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, dalam pelaksanaannya belum bemjalan efekiitl pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan belum menjamin bekas narapidana diterima rnasyamkat karena pembinaan sangat terbatas sehingga tidak cukup bekal berkornpetisi di masyaxakat. Kecenderungan buruknya pelayanan pembinaan narapidana, terbukti banyaknya peristiwa buruk yang terjadi di lembaga pemasyarakatan, sehingga pemasyarakan sebagai tujuan pidana penjara menjadi ?tertunda? sehingga sulit untuk menunjang kebijakan penanggulangan kejahatan.
Menurut pandangan masyarakat pidana penjara yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan dianggap tidak memenuhi rasa keadilan mereka yang dirugikan akibat kejahatan. Pidana penjara harus mengandung suatu pembalasan yang setimpal dengan kerugian yang ditimbulkan, pidana penjam harus membuat pelakunya menjadi jera, tobat.
Menurut pandangan penegak hukum pidana penjara lebih dipahami untuk melindungi masyarakat, pidana penjara salah satu sarana untuk merehabilitasi pelaku kejahatan. Sebagai suatu derita, pidana penjara diyakini bertujuan untuk pembalasan maupun menjerakan pelaku, Serta melindungi kepentingan negara dan masyarakat.pidana penjara dianggap suatu cara untuk melakukan pembinaan.
Faktor yang erat kaitannya dengan implentasi sistem pemasyarakatan sebagai faktor penentu adalah kualitas pembinaan. Pembinaan yang diterapkan sepatutnya menjadikan narapidana memiliki kesadaran hukum. Untuk itu petlu didukung petugas yang profesional dan pendidikan keterampilan. peraturan perundang-undangan, infrastruktur, dan penghargaan atas hak-hak nampidana seperti pemberian insentif.
Reorientasi sistem pembinaan, perlu disempumahn antara lain pendidikan keterampilan, pendidikan agama dan diberikan hak-haknya, serta perlu dibina dengan memanfaarkan tenaga ahli (behavorial scientist) maupun orientasi dirumah singgah. Penegak hukum menjadi penentu apakah pidana peniara akan menjadi pemasyarakatan atau pemenjataan. Penegak hukum harus memahami dijatuhkan pidana penjara bukan bertujuan pembalasan, tetapi mempunyai tujuan khusus yaitu.mengembalikan narapidana ke masyarakat. Oleh karen itu, pembentuk undang-undang saatnya merumuskan di dalam RUU KUHP yang memberikan kewenangan kepada Hakim agar dalam keputusannya mencantumkan teori hukuman apa yang dijadikan dasar penjatuhan hukuman. Hakim diberi kebehasan mempertimbangkan kerugian yang diderita korban dan korban tidak keberatan atas pidana yang dijatuhkan. Hakim saatnya mempertimbangkan pemberian ganti kerugiau dan pemenuhan kewajihan adat.
Rekomendasi, perlu pembaharuan falsfah pemidanaan, dalam hal ini harus ditegaskan kembali makna dan tujuan pidana penjara, untuk itu perlu ada kesamaan pemahaman antara penegak hukum, petugas pemasyarakatan serta pembentuk undang- undang (legislator) maupun masyarakat mengenai makna dan tujuan pidana penjam.Perlu kejelasan arah dan apa tujuan pidana penjara yang hendak dicapai, perlu penggantian dan penarnbahan infrastruktur untuk mendukung proses pemasyarakatan, serta meningkatkan kemampuan petugas dan penegakaan disiplin dan tanggung jawab dengan mengaplikasikan ilmu pemasyarakatan. Amandemen UU RI No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Swastanisasi dalam mengelola lembaga pemasyarakatan, mendirikan rumah singgah dengan melibatkan kalangan perguman tinggi dan masyarakat, mengembangkan penjara terbuka (open prison). Jaminan perlindungan hukum kepada bekas narapidana dan perlu merevitalisasi peran dan sumbangan akademi ilmu pemasyarakatan dalam pengembangan pemasyarakatan narapidana."
2004
D702
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Y.W. Sunindhia
Jakarta: Bina Aksara, 1988
346.046 SUN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ris`an Rusli
Jakarta : Rajawali, 2013
297.74 RIS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
"Hampir di sepanjang sejarah hukum Pidana menunjukkan, problema mendasar yang terjadi dalam penanggulangan kejahatan adalah : Membina pelanggar hukum. Sebagai pelaku kejahatan, kerapkali diperhadapkan kepada berbagai pilihan, salah satu di antaranya adalah mentaati hukum. Ketaatan pada hukum dengan tidak melakukan kejahatan ulang setelah selesai menjalani hukuman merupakan indikator adanya perubahan sikap perilaku. Pembinaan pelanggar hukum (Treatment of offenders) di dalam Negara Hukum seperti Indonesia, tidak saja menjadi tanggung jawab keluarga, atau masyarakat semata. Di dalam kenyataan Pemerintah melalui Garis-garis Besar Haluan Negara telah menunjukkan keseriusan akan pentingnya pembinaan Manusia Indonesia Seutuhnya. Hal ini terlihat pada Garis-garis Besar Haluan Negara 1988-1993 yang telah ditetapkan MPR dengan Ketetapan Nomor II/MPR/1988. Di dalam Bab IV butir kedelapan mengenai Kesejahteraan Sosial ditegaskan lebih lanjut :
Pelayanan kesejahteraan sosial perlu di tingkatkan secara lebih terpadu melalui upaya pemberian bantuan dan santunan serta upaya rehabilitasi sosial. Pemberian bantuan dan Santunan Sosial bagi fakir miskin, anak-anak terlantar, yatim piatu, orang lanjut usia yang tidak mampu, korban bencana alam dan musibah lainnya serta rehabilitasi social bagi mereka yang tersesat terus di lanjutkan dan dilaksanakan sebagai upaya Pemerintah, Lembagalembaga Sosial dan masyarakat dan pada umumnya. Dalam hubungan ini dilanjutkan pula usaha-usaha untuk membantu penyandang cacat agar dapat memperoleh kesempatan kerja sesuai kemampuannya.
Memperhatikan isi dan makna Garis-garis Besar Haluan Negara tersebut, jelas terlihat adanya usaha untuk melakukan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, khususnya bagi pelanggar hukum melalui rehabilitasi sosial bagi mereka yang tersesat. Di rumuskannya suatu usaha Pelayanan Kesejahteraan bagi pelanggar hukum dengan istilah orang yang tersesat menunjukkan adanya suatu gejala baru yang positif dalam memperlakukan pelanggar hukum. Dengan demikian Pelanggar hukum tidak lagi di lihat sebagai manusia yang harus disingkirkan maupun di jatuhi hukuman tanpa memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan. Pelanggar hukum itu dilihat dan dipahami maupun diperlakukan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang harus di bina dibimbing ke jalan yang benar agar kaiak dapat menjadi warga yang sadar dan taat pada Hukum. Usaha selanjutnya yang diprioritaskan oleh Pemerintah untuk membina pelanggar hukum adalah melalui Lembaga Pemasyarakatan. ?"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartum Setiawan
"Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan sistem pemasyarakatan di Nusakambangan yang berlaku sejak tanggal 27 April 1964. Tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah agar narapidana yang telah menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (LP) dapat hidup mandiri dan dapat diterima oleh masyarakat. Sistem ini bukan hanya berlaku bagi narapidana criminal, tetapi juga tahanan politik di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan. Penulisan ini diawali tahun 1964. ketika sistem ini mulai diberlakukan di Indonesia. Sedangkan pembahasan diakhiri pada tahun 1985, ketika Menteri Kehakiman RI memutuskan untuk menutup lima LP dari sembilan LP di Nusakambangan dikarenakan berbagai kendala yang muncul, seperti kondisi fisik bangunan yang sudah tidak memadai untuk dijadikan sebagai Lembaga Pemasyarakatan. Pengumpulan data yang dilakukan selama penelitian ini adalah dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari heuristic, kritik, interpretasi, dan histiografi. Pencarian data dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran pelaksanaan sistem pemasyarakatan di pulau Nusakambangan. Penelitian ini juga membahas perbedaan pembinaan terhadap tahanan politik dan criminal. Mereka yang sedang menjalani pembinaan di pulau Nusakambangan akan terisolisasi secara geografis, tetapi juga mengisolisasi antara manusia dengan manusia yang lain. Hal ini tebukti dari penciptaan Nusakambangan sebagai suatu daerah berbahaya (danger area) yang harus dijauhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Bergumul dengan sesama napi kelas berat adalah sebagai suatu tindakan terhadap penciptaan ruang-ruang kekerasan. Bahkan kekerasan akan melahirkan suatu konspirasi untuk melakukan kejahatan yang lebih besar lagi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarjati Hartono
Bandung: Alumni, 1978
346.043 SUN b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 2002
343.09 IND g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Burhanuddin Daya
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990
297.65 BUR g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>