Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45671 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lubnah Aljufri
"Perjanjian Pengikatan Jual Beli hak merupakan salah satu bentuk perikatan yang lahir karena kebutuhan masyarakat, hal karena belum dapatnya dipenuhi syarat -syarat untuk melaksanakan jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat dihadapan Notaris merupakan perjanjian yang diangkat dan dibuat dari Konsepsi KUHPerdata yang merupakan kesepakatan para pihak mengenai hak dan kewajiban yang dibuat berdasarkan Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata sehingga dapat memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang membuatnya. Tesis ini membahas mengenai kekuatan hukum perjanjian pengikatan jual beli, diambil contoh berupa Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 120/Pdt.G/2009/PN. Dpk.
Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimanakah kekuatan hukum perjanjian pengikatan jual beli. Bagaimana kekuatan hukum Akta Jual Beli yang telah dibuat oleh dan antara Penggugat dengan Tergugat II dan Mengapa Pengadilan Negeri Depok menyatakan bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli antara Tergugat II dengan Tergugat I adalah sah (Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 120/Pdt.G/2009/PN. Dpk). Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian secara yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif. Kesimpulan Perjanjian Pengikatan Jual Beli mempunyai kekuatan pembuktian sempurna apabila perjanjian tersebut dibuat dihadapan Notaris dan dalam bentuk yang telah ditetapkan oleh undang - undang yang menyebabkan akta tersebut menjadi akta otentik. Maka akta itu harus dianggap sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Sale and Purchase Agreement rights is one form of engagement that was born because of the needs of the community, failure by it because it has not fulfilled the requirements to carry out before the sale and purchase of Land Deed Makers Officials (PPAT). Sale and Purchase Agreement made before a notary is appointed and made treaties of Conception Book of the Civil Code Act which is the agreement of the parties regarding the rights and obligations made under Section 1320 in conjunction with Article 1338 Book of the Civil Code Act so as to provide legal certainty and protection law for the parties who made it. This thesis discusses the legal force binding sale and purchase agreement, a sample taken Depok District Court Decision No. 120/Pdt.G/2009/PN. DPK.
The issue in this thesis is how the force of law binding sale and purchase agreement. How does the force of law Deed of Sale and Purchase which has been made by and between Plaintiff by Defendant II and Why Depok District Court stated that the Sale and Purchase Agreement between Defendants Accused II with I is a legitimate (Depok District Court Decision No. 120/Pdt.G/2009/PN . DPK). To answer these problems the research methods used in juridical normative by nature descriptive research. Conclusion Sale and Purchase Agreement have the force of proof if the agreement is perfect, made before Notary and in a form specified by the laws that cause such deed to be authentic deed. Then the deed must be regarded as authentic deed, unless it can be proven otherwise.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21771
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Sinddhisar Smaratungga
"Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu diantaranya adalah dengan melakukan jual beli. Peralihan tanah dengan jual beli dapat dilakukan dengan membuat akta jual beli atau dengan membuat perjanjian dihadapan Notaris. Salah satu kewajiban dari Notaris dalam membuat akta perjanjian pengikatan jual beli adalah perlu melalukan pemeriksaan atas keabsahan dari surat-surat yang diperlukan. Apabila Notaris tidak memperhatikan dan menerapkan prinsip kehati-hatian disini, akan menimbulkan kerugian bukan hanya bagi para pihak terkait, melainkan terhadap akta yang dibuatnya, yaitu dapat batal demi hukum atau dapat dibatalkannya akta tersebut. Penelitian ini membahas bagaimana akibat hukum yang timbul dari perjanjian pengikatan jual beli dengan objek tanah negara yang dilakukan oleh perseorangan dan bentuk pertanggungjawaban dari Notaris atas batalnya perjanjian pengikatan jual beli yang dibuatnya berdasarkan Putusan Nomor 760/Pdt.G/2020/PN. Sby. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitik, dan bersumber pada data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, bahwa ditemukan adanya tanah negara yang dijual oleh perseorangan, atau terdapat tanah yang dijadikan objek dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut merupakan tanah negara, sehingga perjanjian pengikatan jual beli tersebut dinyatakan batal demi hukum. Notaris sebagai pihak yang diberi wewenang dapat dikenakan sanksi yaitu sanksi administrasi, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Sanksi yang dikenakan kepada Notaris dalam penelitian ini berupa sanksi perdata dengan mengembalikan uang jasa yang diterimanya. Untuk menghindari kesalahan yang dibuat oleh notaris, sebaiknya sebelum membuat akta perjanjian pengikatan jual beli, notaris memastikan bahwa tanah yang menjadi obyek dalam perjanjian tersebut tidak bermasalah, di kantor Badan Pertanahan Nasional setempat.

Transfer of land rights can be done in various ways. One of them is by buying and selling. The transfer of land by buying and selling can be done by making a deed of sale or by making an agreement before a notary. One of the obligations of a notary in making a deed of sale and purchase agreement is the need to check the validity of the required documents. If the Notary does not pay attention to and apply the precautionary principle here, it will cause harm not only to the parties concerned, but also to the deed he made, which can be null and void by law or the deed can be canceled. This study discusses how the legal consequences arising from the Sale and Purchase Binding Agreement with the State Land object are carried out by individuals and the form of liability from the Notary for the cancellation of the Sale and Purchase Binding Agreement made based on Decision Number 760/Pdt.G/2020/PN. Sby. To answer these problems, this research uses a normative juridical method with descriptive analytical research type, and is sourced from secondary data in the form of primary legal materials and secondary legal materials with a qualitative approach. Based on the research that has been done, it is found that there is state land sold by individuals, or there is land that is used as the object in the sale and purchase agreement which is state land, so that the sale and purchase binding agreement is declared null and void. Notaries as authorized parties can be subject to sanctions, namely administrative sanctions, civil sanctions and criminal sanctions. Sanctions imposed on Notaries in this study are in the form of civil sanctions by returning the service fees they receive. To avoid mistakes made by a notary, preferably before making a deed of binding sale and purchase agreement, the notary ensures that the land is the object of the agreement is not problematic, at the local National Land Agency Office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Nedira Syahla
"Kreditur pemegang hak tanggungan memiliki kekuatan hukum yang kuat dalam hal perlindungan atas pengembalian piutangnya dengan dilekatkannya hak jaminan pada objek jaminan yang dibuktikan dengan terbitnya sertipikat hak tanggungan dengan dilakukannya pendaftaran atas hak tanggungan yang didasarkan atas perjanjian pokok berupa perjanjian kredit. Dalam hal adanya sengketa pada objek hak tanggungan yang mengakibatkan pembebanan hak tanggungan atas objek jaminan suatu piutang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum, sementara pembebanan hak tanggungan yang dibuktikan dengan adanya sertipikat hak tanggungan sudah memiliki kekuatan hukum yang kuat. Berdasarkan hal tersebut terdapat rumusan masalah berupa Akibat Hukum atas Akta Pengikatan Jual Beli yang Dinyatakan Batal Demi Hukum pada Objek Telah dibebankan Hak Tanggungan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 206/Pdt.G/2020/PN Dpk dan Perlindungan Hukum Pemegang Hak Tanggungan yang mana Kepemilikan atas Objek Dinyatakan Batal Demi Hukum. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif yang mengacu pada analisa norma hukum dengan tujuan guna menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dengan tipe penelitian deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian deskriptif analisis tersebut memuat simpulan bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 206/Pdt.G/2020/PN Dpk dengan dinyatakannya Akta Pengikatan Jual Beli batal demi hukum, maka segala seuatu ataupun perbuatan yang didasarkan pada akta tersebut secara otomatis cacat hukum, serta dengan batalnya Akta Pengikatan Jual Beli tidak selalu menyebabkan jual beli batal, dan dengan batalnya hak tanggungan tidak menyebabkan hapusnya perjanjian kredit. Seorang notaris dan PPAT diwajibkan menjalankan jabatannya sesuai dengan UUJN serta Pemegang hak tanggungan juga dapat melakukan pemblokiran terhadap objek yang dibebankan hak tanggungan dalam hal adanya upaya pembatalan hak tanggungan yang dijadikan jaminan atas suatu utang.

Mortgage creditor have strong legal force in terms of protection for the return of their recivables by attaching collateral rights to collateral objects as evidenced by the issuance of mortgage certificates by registering mortgage rights based on the principal agreement in the form of a credit agreement. However, in the event that there is a dispute over the object of mortgage which results in the imposition of mortgage on the object of collateral for a receivable, it is stated that it has no legal force, while the imposition of mortgage rights as evidenced by the existence of a mortgage certificate already has strong legal force. Based on this, there is a formulation of the problem in the form of legal consequences for the Sale and Purchase Binding Deed which is declared null and void on the object that has been charged with a Mortgage based on Depok District Court Decision Number 206/Pdt.G/2020/PN Dpk and Legal Protection for Mortgage Holders which Ownership on Objects Declared Null By Law. This study uses a form of normative juridical research that refers to the analysis of legal norms with the aim of finding the truth based on scientific logic with a descriptive analytical research type. Based on the results of the descriptive research analysis, it contains the conclusion that based on the Decision of the Depok District Court Number 206/Pdt.G/2020/PN Dpk by declaring the Sale and Purchase Binding Deed null and void, then anything or action based on the deed is automatically legally flawed, as well as the cancellation of the sale and purchase agreement does not always cause the sale and purchase to be cancelled, and the cancellation of the mortgage does not cause the abolition of the credit agreement. A notary and PPAT are required to carry out their positions in accordance with the UUJN and the holder of a mortgage right can also block objects that are subject to mortgage rights in the event of an attempt to cancel mortgage rights which are used as collateral for a debt."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Letezia Sihol Cynthia
"Penelitian ini menganalisis keabsahan akta jual beli yang dibuat berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli sebagai perjanjian simulasi yang dibuat secara notariil. Penelitian ini mengidentifikasi keabsahan perjanjian pengikatan jual beli dilihat dari terpenuhi atau tidaknya syarat sah perjanjian serta akibat dari perjanjian simulasi bagi akta jual beli yang didasarkan pada perjanjian pengikatan jual beli dengan dihubungkan dengan kasus dalam Putusan Mahkamah Agung No. 785 K/Pdt/2012. Penelitian ini menggunakan metode penelitian preskriptif kualitatif yang melakukan analisis terhadap suatu masalah dihubungkan dengan norma-norma hukum yang ada dan berlaku dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang utuh atas permasalahan yang diteliti, dengan merujuk kepada peraturan terkait, serta untuk memberikan saran atas permasalahan yang diteliti.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat sebagai bagian dari perjanjian simulasi tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sehingga tidak sah dan tidak mengikat para pihak. Perjanjian pengikatan jual beli ini tidak memenuhi syarat objektif perjanjian yaitu sebab (kausa) yang halal karena dalam perjanjian simulasi yang tercipta adalah kausa yang palsu karena adanya perbedaan kausa antara apa yang sebenarnya diinginkan oleh para pihak dengan apa yang dituangkan oleh para pihak dalam bentuk perjanjian. Selain itu dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 785 K/Pdt/2012 ini, perjanjian simulasi juga dibuat atas dasar keadaan memaksa dan penipuan, sehingga perjanjian simulasi ini juga tidak memenuhi syarat subjektif perjanjian yaitu adanya cacat terkait kata sepakat yang diberikan oleh para pihak. Hal ini mengakibatkan akta jual beli yang dibuat berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli ini juga menjadi tidak sah dan tidak mengikat para pihak.

This research analyzes the legality of a sale purchase deed, which is executed based on a sale purchase committment agreement as a simulation agreement made in public form or notary deed. This research identifies the validity of a sale purchase committment agreement, whether it satisfies the requirements of the legality of an agreement, as well as the impact of simulation agreement to sale purchase agreement executed based on a sale purchase committment agreement, related to Supreme Court Decision No. 785 K/Pdt/2012. This research is using prescriptive qualitative research method, which is analyzing a problem by using the applicable and existing legal norms, aiming to obtain a comprehensive description of a problem, by referring to related laws and regulations, and also to give an advice for such problem.
This research concludes that a sale purchase committment agreement, which is made as a part of a simulation agreement, does not satisfy the requirements of an agreement, and as a result it is not valid and is not binding the parties to the agreement. The sale purchase committment agreement does not satisfy the objective requirement of an agreement, which is the permitted cause (kausa yang halal), because a simulation agreement leads to a fictitious cause, as there will be a difference between what is intended by the parties and what is actually written under the agreement. In addition, pursuant to Supreme Court Decision No. 785 K/Pdt/2012, the simulation agreement under this decision is made under a fraudulent condition, and therefore this simulation agreement does not satisfy the subjective requirement of an agreement, which is consent of the individuals who are bound thereby. Consequently, the sale purchase deed executed based on the sale purchase committment agreement, will be invalid and not bind the related parties."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Mutia
"Tesis ini membahas mengenai pembuatan perjanjian simulasi yaitu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan kausa palsu. Permasalahan bermula dengan dibuatnya PPJB sebagai jaminan atas hutang piutang perseorangan dengan jaminan hutang berupa tanah seharusnya tidak dilakukan oleh Notaris. Hasil penelitian menunjukkan, menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan suatu jaminan hutang berupa tanah dapat diberikan Hak Tanggungan dengan dibuatnya APHT dengan dilakukan perjanjian pokok terlebih dahulu. Metode penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dan menggunakan data sekunder dengan pendekatan kualitatif untuk metode analisis.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perjanjian simulasi tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dan mengakibatkan perjanjian batal demi hukum dan kelalaian yang dilakukan bagi pihak pembeli yang dirugikan mengakibatkan tidak berlakunya asas itikad baik bagi pembeli sesuai dengan ketentuan SEMA Nomor 4 Tahun 2016 sehingga pembeli tidak dapat mendapat haknya kembali dengan kata lain perjanjian itu dianggap tidak pernah ada, tidak mempunyai kekuatan dan akibat hukum, serta tidak memiliki daya eksekusi.
Sehingga penelitian ini memberi saran bagi Notaris yang hendak membuatan suatu perjanjian wajib menolak membuat akta sepanjang perbuatan atau keterangan yang disampaikan para pihak bertentangan dengan aturan hukum dan bagi para pihak yang hendak melakukan suatu perjanjian harus sepenuhnya paham akan akibat hukum dari perjanjian yang dibuat dan tidak mengedepankan kepraktisan dalam pembuatan perjanjian yang mengenyampingkan konstruksi hukum yang berlaku.

This thesis discusses the making of a simulation agreement, namely the Binding of Sale and Purchase Agreement (PPJB) with fake causes. The problem began with the making of the PPJB as collateral for individual debt with a guarantee for debt in the form of land should not be done by a notary. The results of the study showed that according to Law Number 4 of 1996 concerning Underwriting Rights, a debt guarantee in the form of land could be given by the Underwriting Right by making an APHT with the principal agreement being made first. This research method uses a normative juridical form of research and uses secondary data with a qualitative approach to the analysis method.
The results of the study concluded that the simulation agreement did not meet the legal requirements of the agreement in accordance with Article 1320 of the Civil Code and resulted in a null and void agreement and negligence for the injured party which resulted in the invalidation of good faith principles for the buyer in accordance with the provisions of SEMA Number 4 of 2016 can get their rights back in other words the agreement is considered to never exist, has no legal power and consequences, and has no execution power.
So this research provides advice for the Notary who wants to make an agreement must refuse to make a deed as long as the actions or information submitted by the parties are contrary to the rule of law and for those who want to do an agreement must fully understand the legal consequences of the agreement made and not prioritize practicality in making agreements that excludes the construction of applicable law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Ruth Merida
"Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: PEMBATALAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DI BAWAH TANGAN TERKAIT PEMENUHAN SYARAT SUBYEKTIF BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MALANG NOMOR 12/PDT.G/2017/PN MLG. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

The Sale and Purchase Agreement as a preliminary agreement because the sale and purchase cannot be carried out due to certain reasons. The implementation of an agreement is a mutual legal action that requires the cooperation of two or more parties to bring the legal consequences. This research discusses the fulfillment of the subjective requirements of the Underhand Sale and Purchase Binding Agreement based on the decision of the Malang District Court Number 12/PDT.G/2017/PN MLG. The research in this thesis is a normative juridical study using descriptive typology using secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. This research uses a descriptive data analysis method with a qualitative approach. The result of this research is an agreement that made based on the provisions of the Civil Code, the first requirement of the agreement is regarding the deal. Some case that must be considered as the requirement for an agreement that can be canceled are the non fulfillment of subjective conditions due to fraud, where fraud is always considered as a condition that can be canceled in an agreement. Prosecution of cancellation must be carried out through the court therefore it is the judge's decision to cancel the agreement. Based on Article 1321 of the Civil Code, no agreement has the power if it is given because of a mistake or obtained by coercion or fraud."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frita Sofia Haryana
"Keberadaan lembaga notaris dilandasi oleh kebutuhan masyarakat dalam membuat akta otentik. Sebagaimana Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, akta otentik yang diterbitkan notaris memberikan jaminan kepastian hukum. Dalam Pasal 1868 KUHPerdata dikatakan bahwa akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Fungsi akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna di pengadilan. Konsekuensi yuridisnya adalah setiap akta otentik yang dibuat oleh notaris harus dianggap akta yang sah sepanjang tidak ada pihak lain yang membuktikan sebaliknya. Pada praktiknya masih ditemukan adanya salinan akta yang dibuat notaris tanpa adanya minuta akta. Berdasarkan pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, notaris wajib membuat minuta akta dan menyimpannya sebagai protokol notaris. Dalam hal ini, pihak yang dirugikan dalam pembuatan salinan akta tanpa adanya minuta akta dapat meminta pertanggungjawaban kepada notaris secara administratif, perdata maupun pidana. Permasalahan tersebut menyebabkan penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan pembuatan salinan akta pengikatan jual beli tanpa adanya minuta akta dengan menggunakan penelitian yuridis normatif dan pendekatan deskriptif analitis dengan metode penelitian kepustakaan untuk kemudian menghasilkan data kualitatif.

The existence of notary institution is based on the needs of the community in making authentic deeds. As in Article 15 paragraph (1) of Law Number 2 Year 2014 concerning Amendments of Law Number 30 Year 2004 concerning the Position of Notary Public, an authentic deed issued by a notary provides guarantee of legal certainty. In Article 1868 of the Civil Code, it is stated that an authentic deed is a deed which is in the form determined by law, made by or in front of public officials who are in power for it at the place where the deed was made. The function of an authentic deed is perfect evidence in court. The juridical consequence is that every authentic deed made by a notary must be considered a valid deed as long as no other party proves otherwise. In practice, there are founded notary made copies of deeds without a minute deed. Based on article 16 paragraph (1) of Law Number 2 Year 2014 concerning Amendments of Law Number 30 Year 2004 concerning the Position of Notary Public, notaries are obliged to make a minute deed and keep it as a notary protocol. In this case, the party who is aggrieved in order to making copy of deed without minute deed by notary may ask the responsibility of notary either administrative, civil and criminal responsibility. These problems caused the authors interested in further research on the problem of making copy of sale and purchase binding deeds without any minute deeds using normative juridical research and analytical descriptive approaches with library research methods which produce qualitative data."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhona Indah Lestari
"Jual beli tanah secara adat masih sering terjadi khususnya di daerah yang belum terdapat banyak PPAT. Peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan di hadapan pejabat berwenang dapat menimbulkan berbagai permasalahan di kemudian hari oleh karena tidak ada bukti autentik sebagai bukti yang sah. Salah satu permasalahan yang dapat timbul adalah ketika kemudian hari ternyata pembeli yang telah melakukan jual beli hak atas tanah secara adat mendapati bahwa objek tanahnya ditempati pihak ketiga yang telah melakukan jual beli di hadapan PPAT. Dalam penelitian ini dianalisis dan ditelaah mengenai penerapan asas terang dalam jual beli secara adat dan kekuatan hukum jual beli tanah yang dilakukan secara adat ketika adanya jual beli dengan PPAT serta akibat hukum dari sertipikat yang telah terbitkan dengan menggunakan studi kasus dalam Putusan Nomor 135 K/Pdt/2021. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jual beli tanah yang dilakukan secara adat tersebut asas terangnya tidak terpenuhi jika dilihat dari sisi hukum adat maupun hukum tanah nasional. Meskipun dalam jual beli tersebut telah memenuhi prinsip-prinsip hukum adat lainnya yaitu tunai juga riil. Berdasarkan bukti yang telah diberikan di pengadilan, Hakim menyatakan jual beli secara adat tersebut sah dan mengikat secara hukum dan akta jual beli yang dibuat di hadapan PPAT setelahnya menjadi batal demi hukum. Akta yang dibuat oleh PPAT dinyatakan tidak mengutamakan asas kehati-hatian dan pihak ketiga bertentangan dengan asas kepatutan, serta tidak bersikap hati-hati dalam mencari tahu kepastian dari pemilik tanah, sehingga akta tersebut menjadi batal demi hukum. Batalnya akta jual beli tersebut tidak serta merta membatalkan sertipikat, karena harus ada permohonan pembatalan terlebih dahulu oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagai dasar pembatalan sertipikat.

Customary land buying and selling still often occurs, especially in areas where there are not many PPATs. Transfer of land rights that is not carried out in the presence of an authorized official can cause various problems in the future because there is no authentic evidence as valid evidence. One of the problems that can arise is when later it turns out that the buyer who has carried out the customary sale and purchase of land rights finds that the land object is occupied by a third party who has carried out the sale and purchase before the PPAT. In this research, the application of the principle of clarity in customary buying and selling is analyzed and studied and the legal strength of land buying and selling carried out customarily when there is a sale and purchase with a PPAT as well as the legal consequences of certificates that have been issued using case studies in Decision Number 135 K/Pdt /2021. This research uses a doctrinal method with an explanatory research type. The results of the research show that the principles of buying and selling land carried out according to custom are clearly not fulfilled when viewed from the perspective of customary law and national land law. Even though the buying and selling has complied with other customary law principles, namely cash is also real. Based on the evidence provided in court, the judge declared that the customary sale and purchase was valid and legally binding and the sale and purchase deed made before the PPAT was subsequently null and void. The deed made by PPAT was stated to not prioritize the principle of prudence and the third party was contrary to the principle of propriety, and was not careful in seeking confirmation from the land owner, so that the deed became null and void. The cancellation of the sale and purchase deed does not necessarily cancel the certificate, because there must be a request for cancellation first by the interested party by attaching a court decision that has permanent legal force as the basis for canceling the certificate."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dheandy Dwisaptono
"Notaris sebagai pejabat umum seharusnya dapat memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para pihak dalam pembuatan suatu akta. Akta-akta yang dibuat oleh Notaris merupakan alat bukti autentik terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Namun, sering ditemukan Notaris melakukan pelanggaran dengan menyalahgunakan jabatannya untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau pihak lain. Salah satunya adalah kasus Notaris di Bali yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Denpasar dengan Nomor 1460/Pid.b/2019/PN.Dps tanggal 11 Maret 2020. Dalam kasus ini, seorang Notaris melakukan tindak pidana penipuan. Akibat dari perbuatannya tersebut, Notaris harus bertanggungjawab atas perbuatannya tersebut. Perbuatan tersebut juga menimbulkan kerugian bagi penghadapnya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tanggung jawab notaris terhadap pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa menjual yang dibuat secara melawan hukum terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1460/Pid.b/2019/PN.Dps. Penelitian ini dilakukan dengan bentuk penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data primer, data sekunder dan data tersier dengan pengumpulan data melalui studi dokumen. Hasil penelitian ini adalah Notaris tidak menjalankan kewajiban jabatannya secara jujur dan amanah sehingga mengakibatkan akta-akta yang dibuatnya menjadi cacat hukum dan kehilangan keautentikannya. Akibatnya, Notaris tersebut harus bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Notaries as public officials should be able to provide legal protection and legal certainty for the parties in making a deed. Deeds made by Notaries are authentic evidence of legal acts committed by the parties. However, notaries often find violations by abusing their position to benefit themselves and / or other parties. One of them is the case of a Notary in Bali which has been decided by the Denpasar District Court with Number 1460 / Pid.b /2019/PN.Dps dated March 11, 2020. In this case, a Notary had committed a criminal act of fraud. As a result of his actions, the Notary must be responsible for his actions. These actions also cause harm to the person. Therefore, the authors are interested in conducting research on the responsibility of the notary for the making of the sale and purchase agreement and the power to sell which was made illegally against the Denpasar District Court Decision Number 1460/Pid.b/ 019/PN.Dps. This research was conducted in the form of normative legal research. The data used are primary data, secondary data and tertiary data with data collection through document study. The result of this research is that notaries do not carry out their duties in an honest and trustworthy manner, resulting in legal defects and loss of their authenticity. As a result, the Notary must be held accountable for his actions based on Law Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning Notary Position, Notary Code of Ethics and the Criminal Code"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rysti Hening Hendrastiti
"Penelitian ini membahas mengenai Putusan Pengadilan Negeri Gianyar Nomor 10/Pdt.G/2018/PN.Gin, yang mana terdapat gugatan terhadap Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Kuasa Menjual diluar pengetahuan dari salah satu pihak, dan Akta Kuasa Menjual tersebut juga dibuat oleh Notaris dimana pihak pembeli belum melakukan pelunasan kepada penjual, selain hal tersebut, Notaris dalam membuat aktanya juga melakukan rekayasa tanggal serta mencantumkan keterangan yang tidak benar mengenai tempat penandatanganan akta. Permasalahan yang akan diambil adalah mengenai akibat hukum dari akta yang dibuat secara melawan hukum serta tanggung jawab notaris dan akibat hukum terhadap pembatalan akta-akta yang dibuatnya. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan tipologi penelitian deskriptif analitis, yang menggunakan data sekunder serta alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Hasil penelitian diperoleh bahwa Putusan PN Nomor 10/Pdt.G/2018/PN.Gin telah sebagian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan telah menyatakan notaris terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, yang berakibat akta notaris menjadi batal demi hukum, serta pelanggaran atas kebenaran formal akta memiliki akibat hukum akta autentik tersebut kehilangan keautentisitasannya. Dengan adanya pembatalan akta notaris memiliki akibat hukum bahwa kembalinya hubungan hukum serta penguasaan objek perjanjian menjadi seperti tidak pernah terjadi perjanjian.

This study discusses the Decision of the Gianyar District Court Number 10/Pdt.G/2018/PN.Gin, where there is a lawsuit against a Notary who commits an unlawful act in the matter of making a Deed of Conditional Sale and Purchase Agreement (PPJB) and a Selling Authorization Deed without the knowledge of one of the parties, and the Selling Authorization Deed is also made by a Notary where the buyer has not paid off to the seller, other than this, the Notary in making the deed also includes incorrect date and includes incorrect information about the place of signing of the deed. The problems that will be taken are about the legal consequences of the deeds made in an unlawful manner and the responsibility of the notary and the legal consequences of the cancellation of the deeds he made. This study uses normative juridical research, using descriptive analytical research typology, which uses secondary data and data collection tools used are document studies. The results showed that the PN Decision Number 10/ Pdt.G/2018/PN.Gin had been partially in accordance with statutory provisions and had stated that the notary was proven to have committed an unlawful act, which resulted in the notary deed being null and void, and violation of formal truth the deed has the legal effect that the authentic deed loses its authenticity. With the cancellation of the notary deed, there is a legal consequence that the return of legal relations and the control of the object of the agreement are as if there had never been an agreement."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>