Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165526 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moh. Frans Yoga Sugama
"Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan hak atas tanah dan pendaftaran tanah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No 24 tahun 1997 sebagai penyempurnaan dari PP no 10 di 1961 tentang pendaftaran tanah, pendaftaran tanah di Indonesia menghasikan satu sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat dalam hal kepemilikan tanah dan pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hokum, tetapi dalam kenyataannya tidak dapat secara optimal dalam hal memberikan jaminan kepastian hukum kepadan seseorang, tidak adanya jaminan kepastian hokum yang mutlak yang diberikan oleh peraturan kepada pemegang hak atas tanah kemudian dapat menyebabkan timbulnya masalah dikemudian hari yang didasari dari tidak adanya kepastian hukum. Untuk dapat memberikan suatu kepastian hukum perlu dilakukan suatu perubahan peraturan hukum yang mendasar dan sistem pendaftaran tanah di Indonesia.

The registration of the land was an activity that was carried out to get the upper right of a land and the registration of the land in arranged of the main regulations of Agriculture and the Government Regulation no 24 in 1997 as the finishing from PP no 10 in 1961 about the registration of the land, the registration of the land in Indonesia produced one certificate as the authentication implement that was strong on ownership of a land and the registration of the purposeful land to give the assurance guarantee of the law but in matter of fact was not realized optimally in the matter gave the legal guarantee to someone. The nonexistence of the assurance guarantee of the absolute law that was given by regulations to the holder of land rights then will cause a problem that was caused in afterward the day because of the assurance of the law was the aim of the foundation of the Registration of this land. Then to be able to give the assurance law guarantee this needed to be carried out by a good change in the regulation and system available in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T21787
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Veratiwi
"ABSTRAK
Perkembangan zaman dan teknologi telah memasuki berbagai sektor lini kehidupan di masyarakat Indonesia saat ini, termasuk di dalam bidang pendaftaran tanah. Berbagai pengaturan mengenai pendaftaran tanah telah diundangkan dari waktu ke waktu yang dimana terakhir diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Namun demikian, permasalahan pendaftaran tanah masih kerap kita temukan di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu kasus yang dijumpai adalah adanya perbedaan sistem pemetaan yang digunakan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam rangka penerbitan sertipikat hak atas tanah khususnya tentang metode pemetaan manual dan digital, dimana pada akhirnya menyebabkan sengketa pertanahan. Sehubungan dengan hal tersebut, dampak yang ditimbulkan salah satunya adalah ketiadaan kepastian hukum bagi penanam modal yang akan berinvestasi di Indonesia yang tentu memiliki dampak domino terhadap perekonomian di Indonesia antara lain ketiadaan pembukaan lapangan kerja, mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak dan terhambatnya pemerataan pembangunan dan perekonomian di Indonesia. Setelah dilakukan penelitian oleh penulis, permasalahan pendaftaran tersebut disebabkan oleh karena belum adanya sinkronisasi dan kesamaan sistem pemetaan yang digunakan antar kantor pertanahan di Indonesia. Selain itu, masih belum adanya landasan hukum yang memaksa para pemilik sertipikat hak atas tanah untuk menyesuaikan wilayah dalam sertipikatnya ke dalam sistem pemetaan digital. Dengan masih belum sempurnanya sistem pendaftaran tanah di Indonesia saat ini, maka kehati-hatian dan penelitian yang mendalam sebelum melakukan transaksi pembelian atau akuisisi tanah sangat perlu dilakukan khususnya bagi penanam modal yang akan melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melakukan legal due diligence dengan memeriksa secara menyeluruh dan komprehensif seluruh data-data terkait dengan tanah yang akan dibeli.

ABSTRACT
The development of the era and technology has entered various sectors of the Indonesian societies 39 life recently, including in the field of land registration. Various regulations on land registration have been enacted from time to time which was lastly stipulated in the Government Regulation Number 24 of 1997. However, the issues of land registration are still often found in various regions in Indonesia. One of the cases encountered was different of mapping systems used by the National Land Agency for the issuance of land rights certificates, particularly in the transition from manual mapping method to digital mapping methods, which ultimately led to land disputes. In relation to this, one of the impact is the lack of legal certainty for investors who are going to invest in Indonesia which may raise a domino effect on the economy in Indonesia, among others, the absence of job openings, the reduction of state revenues from the tax sector and stranded the equity of development and economy in Indonesia. After conducting research by the writer, the registration issues may be caused by the lack of synchronization and harmonization of mapping system used among land offices in Indonesia. Furthermore, there is still no legal basis which forces the owners of land titles certificates to adjust the territory in their certificates into the digital mapping system. With the incomplete of the land registration system in Indonesia nowadays, prudent and thorough research prior to entering into a transaction of land purchase or acquisition is necessary to be conducted, especially for investors who will carry out their business activities in Indonesia. One of the ways that can be done is to do legal due diligence by checking thoroughly and comprehensively all the data related to the land to be purchased."
2017
T49148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Dalilah Albar
"Adanya pemalsuan identitas dalam jual beli tanah, menjadikan perlu adanya suatu perlindungan hukum yang kuat bagi pemilik tanah. Permasalahan pemalsuan identitas saat dilakukannya pembuatan akta jual beli tanah dihadapan PPAT, membuat pihak sebenarnya yang identitasnya dipalsukan mengalami kerugian materiil dan immateriil. Seperti dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 317/Pdt/2020/PT DKI, hakim justru mengabulkan gugatan dari penggugat selaku pembeli dari tanah, yang sebelumnya merupakan milik dari tergugat yang identitasnya dipalsukan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Doktrinal, artinya penelitian ini dilihat dari keseluruhan data sekunder hukum untuk menjawab permasalahan mengenai perlindungan hukum bagi pemilik tanah yang kehilangan hak nya berdasarkan Peraturan Pemerintah 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 dan Undang-Undang 27 Tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi, dan pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 317/Pdt/2020/PT DKI yang tidak membatalkan peristiwa jual beli yang berdasarkan pemalsuan identitas, serta peran dan tanggung jawab PPAT untuk mencegah terjadinya pemalsuan identitas. Hasil dari penilitian ini adalah bahwa Peraturan Pemerintan Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, telah memberikan perlindungan hukum yang bersifat preventif, sehingga perlu adanya perubahan yang mengatur mengenai sanksi-sanksi yang tegas terhadap penyalahgunaan identitas dalam peralihan hak atas tanah. Hakim seharusnya dalam memutuskan suatu perkara tidak hanya melihat pada satu permasalahan dan alat bukti saja, melainkan seharusnya melihat kepada seluruh aspek yang ada dalam suatu perkara. PPAT dalam jabatannya juga berperan untuk memberikan penyuluhan hukum, dan mencocokan identitas para pihak dengan yang asli dalam pembuatan akta, serta menolak pembuatan akta, jika diketahui ada itikad tidak baik dari para  pihak yang akan ada dalam akta tersebut, sehingga permasalahan seperti ini tidak terjadi lagi dimasa yang akan datang.

Legal Protection for Landowners Due to IdentityFalsification Based on PP 24/1997 concerning Land Registration and Law Number 27 of 2022 concerning Protection of Personal Data (Analysis of DKI Jakarta High Court Decision Number 317/Pdt/2020/PT DKI) The existence of falsification of identity in buying and selling land, makes it necessary to have a strong legal protection for land owners. The problem of falsification of identity when the sale and purchase deed of land was carried out before the PPAT, caused the real party whose identity was falsified to suffer material and immaterial losses. As in the Decision of the DKI Jakarta High Court Number 317/Pdt/2020/PT DKI, the judge actually granted the plaintiff's claim as the buyer of the land, which previously belonged to the defendant whose identity was falsified. This study uses a doctrinal research method, meaning that this research is viewed from all legal secondary data to answer questions regarding legal protection for landowners who have lost their rights based on Government Regulation 24 of 1997 concerning Land Registration jo. Government Regulation Number 18 of 2021 and Law 27 of 2022 concerning personal data protection, and judges' considerations in decision Number 317/Pdt/2020/PT DKI which do not cancel buying and selling events based on identity falsification, as well as PPAT's roles and responsibilities for prevent identity fraud. The result of this research is that Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration has provided preventive legal protection, so there is a need for changes to regulate strict sanctions against identity abuse in the transfer of land rights. Judges should not only look at one problem and evidence in deciding a case, but should look at all aspects of a case. The PPAT in his position also has the role of providing legal counseling, and matching the identity of the parties with the original in making the deed, and rejecting the making of the deed, if it is known that there is bad faith from the parties that will be in the deed, so that problems like this do not happen again in the future.

 

Key Words: Legal Protection of Land Owners, Deed of Sale and Purchase of Land, Officers who make Land Deeds, False Identity."

Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Riany
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektifitas peleksanaan pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 di Kabupaten Bekasi,serta kendala - kendala yang dihadapi.Dalam penelitian ini juga dibahas bagaimana peran Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam rangka mendukung tercapainya tujuan pendaftaran tanah. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan serta wawancara dengan Pejabat pada Instansi Pemerintah yang terkait.Kegiatan pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah menjadi prioritas dalam pelaksanaannya karena merupakan tujuan dalam pelaksanaannya karena merupakan tujuan Pemerintah maupun masyarakat. Pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah dirasakan belum memenuhi harapan tersebut. Kemudian dibuatlah perubahan untuk menyempurnakan peraturan pemerintah tersebut yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Namun betapa baiknya suatu peraturan dirancang dan ditetapkan yang akan menentukan pada akhirnya adalah pelaksanaannya. Peraturan Pemerintah yang baru ini kurang efektif pelaksanaannya di Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi, ini ditandai dengan belum dilaksanakannya beberapa pasal yang diamanatkan oleh peraturan tersebut. Pejabat Pembuat Akta Tanah turut berperan dalam mendukung pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marindi Cintyana
"Girik adalah alat bukti tanda membayar pajak. Sebelum berlakunya UUPA, hukum tanah yang berlaku bersumber hanya hukum adat. Girik digunakan oleh pemilik tanah sebagai tanda bukti hak atas tanah, karena hanya pemilik tanah yang wajib membayar pajak. Dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria terjadi perubahan secara fundamental di bidang hukum tanah dan hak- hak perorangan atas tanah yang berlaku di Indonesia. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat di Indonesia terutama di Jakarta yang menganggap Girik adalah bukti kepemilikan hak atas tanah. Girik tidak kuat untuk menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah apabila terjadi sengketa di Pengadilan. Oleh karena itu perlunya sosialisasi dari pihak pemerintah untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah adalah berupa Sertipikat, bukanlah Girik. Banyak masyarakat yang belum mengerti apa yang dimaksud dengan Girik, karena didalam literatur ataupun Perundangundangan mengenai pertanahan sangatlah jarang dibahas dan dikemukakan. Tanah Girik bukan merupakan bentuk kepemilikan hak sesuai dengan UUPA, melainkan hanya bukti pembayaran pajak tanah saja. Namun demikian , Petuk Pajak Bumi/ Landrentee, Girik, Pipil,Verponding Indonesia ini adalah salah satu bukti tertulis yang dapat didaftarkan sesuai dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Seperti permasalahan dalam penulisan tesis ini mengenai sengketa tanah girik yang telah mendapat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 166/PDT.G/2012/PN.JKT.PST. pemilik dari Girik C nomor 1349 tidak dapat membuktikan kepemilikannya yag sah di pegadilan, karena kurangnya alat bukti yang lain. Girik dapat menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah dengan didukung alat bukti yang lain yang menguatkan. Oleh sebab itu, perlunya sosialisasi yang dilakukan pemerintah agar masyarakat melakukan pendaftaran pertama kali atas tanah yang masih berstatus hak milik adat.

Girik is proof of payment of tax. Before Act Number 5 of 1960 regarding Agrarian Law, the prevailing law on land was bassed on common law. Girik used by the land owner as a proof of the land, because only a landholder who is obliged to pay taxes. Since Act Number 5 Year 1960 regarding Agrarian Law promulgated, land law and personal rights on land in Indonesia fundamentally changed.. In fact, Some of Indonesian people especially in Jakarta still thought that Girik is an evidenceof land ownership. Because of that, need for socialization of the government to tell people that the proof of ownership land rights is a Sertipikat. Many people do not understand what is referred about Girik, because in literature or regulations of land is very rarely discussed and presented about that.Girik certificate is not propietary right as pointed out in Basic Agrarian Law (UUPA). It only indicates tax payment receipt. Nevertheless, there are other [less formal] land certificate of Petuk Pajak Bumi, Landrentee, Girik, Pipil, verponding Indonesia that can serve as written evidence for land registration as provided for in Government Regulation (PP) No.24 of 1997 concerning Land Regisration. Shown in land dispute case on Court of Central JakartaDecision Number 166/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST. This research uses a method of a descriptive analysis with yuridis normative approach."
2015
T43965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audry Zefanya
"Pada praktiknya, peralihan hak atas tanah tersebut mengalami konvergensi antara keberlakuan hukum agraria nasional dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) serta peraturan-peraturan pelaksananya. Salah satu problem yang muncul ialah berkaitan dengan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yang didapatkan melalui proses hibah yang dilakukan tanpa akta pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan terjadi pada kurun waktu sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP Pendaftaran Tanah”). Dengan demikian, tesis ini hendak meneliti berkaitan dengan: (a) bagaimana hukum agraria Indonesia mengatur mengenai peralihan hak atas tanah melalui proses hibah yang dilakukan tanpa akta PPAT dan (b) bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yang didapatkan melalui proses hibah yang dilakukan tanpa akta PPAT dan terjadi pada kurun waktu sebelum berlakunya PP Pendaftaran Tanah. Adapun terhadap penelitian yang ada berikut menggunakan pendekatan studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri Limboto Nomor 2/Pdt.G/2021/PN.Lbo. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa UUPA memuat hibah atau penghibahan sebagai salah satu perbuatan yang ditempuh untuk memindahkan hak milik. Kebiasaan ini dikristalisasi sebagai hukum yang hidup dan, melalui sinkretisme hukum, dipadukan oleh hakim kepada konteks UUPA mengenai hibah (yang seharusnya harus dengan akta PPAT, tetapi menjadi tidak perlu dalam konteks sengketa Putusan Pengadilan Negeri (PN) Limboto No. 2/2021). Berlandaskan hal ini, surat penyerahan hibah tanpa akta PPAT pun dianggap oleh hakim sebagai persetujuan yang kemudian mengikat bagi pihak yang membuatnya dan sah di mata hukum.

In practice, the transfer of land rights experienced a convergence between the application of national agrarian law in Law (UU) Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Regulations (“UUPA”) and its implementing regulations. One of the problems that arise is related to legal protection for holders of land rights obtained through a grant process which is carried out without a certificate of land certificate maker (Land Deed Official or Pejabat Pembuat Akta Tanah-“PPAT”) and occurred in the period before the enactment of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration (“Government Regulation on Registration land"). Thus, this thesis aims to examine: (a) how Indonesian agrarian law regulates the transfer of land rights through a grant process carried out without a PPAT deed and (b) how legal protection for land rights holders is obtained through a grant process carried out without PPAT deed and occurred in the period before the enactment of the PP on Land Registration. As for the existing research, the following will use a case study approach to the Limboto District Court Decision Number 2/Pdt.G/2021/PN.Lbo. From this research, it was found that UUPA contains grants or grants as one of the actions taken to transfer property rights. This custom was crystallized as a living law and, through legal syncretism, was integrated by judges into the context of UUPA regarding grants (which should have been with the PPAT deed, but became unnecessary in the context of the disputed Limboto District Court Decision No. 2/2021). Based on this, the grant submission letter without the PPAT deed is also considered by the judge as an agreement which is then binding on the party who made it and is legal in the eyes of the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
U. Indrayanto
"Pemerintah memerlukan data penguasaan tanah untuk perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya. Dalam rangka menunjang keperluan Pemerintah itu, diselenggarakan inventarisasi yang dikenal dengan kegiatan Pendaftaran Tanah. Tujuannya adalah bidang-bidang tanah yang dikuasai dengan sesuatu hak dan dikenal dengan tanah hak atau persil yang kemudian diukur, dipetakan dan diselidiki proses penguasaan oleh pemegang haknya. Hasilnya berupa peta dan daftar yang memberikan penjelasan mengenai siapa pemegang haknya, letaknya, luas dan lain sebagainya. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum yang meliputi: kepastian hukum mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak (subyek hak); kepastian hukum mengenai lokasi, batas serta luas suatu bidang tanah hak (obyek hak); dan kepastian hukum mengenai hak atas tanahnya. Kepastian subyek dan obyek hak diperlukan untuk penyelenggaraan sistem keterbukaan/pengumuman mengenai hak atas tanah atau sistem publisitas. Pemerintah telah memiliki undang-undang yang mengatur tentang pertanahan/agraria yang biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria. Dari undang-undang ini telah menghasilkan peraturan pemerintah di bidang pendaftaran tanah yakni PP nomor 10 tahun 1961 dan kemudian disempurnakan oleh PP nomor 24 tahun 1997. Dari kedua PP ini bila ditinjau dari produk penerbitan sertifikat terdapat perbedaan yang signifikan, yang menandakan bahwa adanya perubahan pengaturan tentang pendaftaran tanah ke arah yang lebih baik."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
U. Indrayanto
"Under Indonesian land registration system the government has duty to accomplishing legal-cadaster through entire land in Indonesian territory. On the government interests the result of land registration is needed lo initiate development planning and the implementation. By this assumption the author here does analyze toward the revision government regulation which concerning on land registration. The initial regulation was under Govermnent regulation number l0 year 1961 which has been revised by the number 24 year 1997. Many significants aspects can be founded in the newlv regulation which regards on the effort to give legal certainty ahead the land owners. There are proved by the comprehensive procedurals, and also giving more opportunity to local people to reach land certificate in lesser written evidence. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-3-(Jul-Sep)2006-289
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Aziz
"Tesis ini membahas mengenai peralihan tanah belum bersertipikat terhadap Tanah Garapan dengan bukti Hak berupa Surat penyerahan tanah garapan dibawah tangan antara Sumamat dan Petrus naraheda tertanggal 22 April 1975 dan dicatat dalam register kelurahan klender Nomor 235 /12/06 dan penguasaan fisik berupa berdirinya Rumah Tinggal yang terletak di Jalan Pertanian Kelurahan Klender sebagaimana terlampir. Pada tahun 2015 dilakukan peralihan hak atas tanah dengan menggunakan Akta Notariil berupa Pemindahan dan Penyerahan Hak tertanggal 23-09-2015 (Duapuluhtiga September Duaribu limabelas) Nomor: 695 yang dibuat dihadapan Notaris Eddy Suparyono S.H., M.kn antara pihak penjual atau pihak Pertama yang merupakan ahli waris Petrus Naraheda yaitu Diana H.S., Diany Naraheda, Ir. Zigma Naraheda, Cosinus Naraheda dan Radius Naraheda dengan pihak pembeli atau pihak Kedua Nyonya Royhanah dan tuan Andrea Aziz. Dengan pertanyaan bahwa apakah peralihan hak atas tanah belum bersertipikat sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah j.o. Peraturan Menteri nasional Agraria Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Terhadap tanah yang belum memiliki hak atas tanah sebagaimana diatur oleh Undang-undang Pokok Agraria terutama tanah garapan dapat dilakukan dengan akta Notariil dikarenakan belum termasuk dalam tanah yang memerlukan peralihan hak yang harus dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah maka dari itu dalam peralihannya digunakan akta jual beli bangunan dan pengoperan hak adapun penggunaan akta Jual Beli Bangunan dan Pengoperan hak tersebut adalah untuk keperluan permohonan hak dan pendaftaran Pertama kali untuk mendapakan hak atas tanah yang baru sehingga tanah tersebut dapat didayagunakan dengan lebih leluasa diantaranya adalah dengan pemberian hak tanggungan atas tanah.

This thesis discusses the transfer of land to the Land that has not Cetified called tanah Garapan with evidence by the form of Letter of Rights under the hand delivery of arable land between Sumamat and Peter naraheda dated 22 April 1975 and recorded in the register sub Klender No. 235/12/06 and the mastery of the physical form of the establishment of House Live located in the Village Farm Road Klender as attached. In 2015 made the transition of land rights by using the form notarized deed of transfer of rights and Submission dated 23- 09-2015 (twenty-three September Twot housand Fifteenth ) Number 695 made by Public Notary Eddy Suparyono SH, M.kn between the seller or the First the heir Peter Naraheda that Diana HS, Diany Naraheda, Ir. Zigma Naraheda, Cosine Naraheda and Radius Naraheda by the buyer or the Second Mrs.Royhanah and Mr.Andrea Aziz. With the question that whether the transfer of land rights has not Cetified called tanah Garapan accordance with Government Regulation No. 24 of 1997 concerning land registration jo Regulation of the Minister of National Agrarian No. 3 of 1997 on the implementation of Government Regulation No. 24 of 1997 concerning land registration. On the ground that do not have land rights as stipulated by the Basic Law of Agrarian especially arable land can be done with a notary deed because not included in the soil that require transfer of right should be made by the Officer of the Land Deed therefore the transition used the deed of sale building and transfer rights as for the use of the deed Purchase Building and transfer of such rights is for the purposes of application for registration of rights and for the first time assigned the rights to the new land so that the land can be utilized more freely among them is the provision of security rights over land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>