Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19968 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Berlinda Adi Puspita
"Arsitektur hadir sebagai ruang yang dinikmati secara visual. Persepsi visual berkaitan dengan penglihatan yang memerlukan cahaya untuk melihat sempurna. Hal ini bertolak belakang dengan kegelapan yang merupakan keadaan kurang cahaya sehingga tidak mampu menstimulasi mata. Pembahasan dilakukan dengan mengkaji potensi kegelapan dan kemampuan adaptasi manusia dalam kegelapan melalui literatur dan kasus. Berdasarkan studi diperoleh bahwa mata tetap memperoleh informasi dalam kegelapan. Kemampuan benda menyimpan energi cahaya dan memancarkannya saat gelap memberikan informasi yang diterima setelah mata beradaptasi. Perubahan elemen ruang yang terjadi bertahap memberikan pengalaman ruang yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, kegelapan memiliki potensi untuk menghadirkan pengalaman ruang yang dinamis.

Architecture exists as space that can be enjoyed visually. Visual perception is related to sight that requires light to see perfectly. This is in contrast with the condition of darkness where there is less light to stimulate the eyes. The study is based on literature and cases that explore the potential of darkness and human visual adaptation in darkness. Based on the study, the eyes still get information in the dark. The ability of solid things to absorb energy from light and emit them in the dark gives information that can be accepted after the visual adaptation. The change of elements in the space gives a different experience. Thus, darkness has the potential to bring up a dynamic spatial experience. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S726
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Pertemuan sebagian besar masyarakat, dengan kemampuan fisik dan kebutuhan yang berbeda, di ruang perkotaan akan memunculkan kegiatan, obyek, dan tempat yang beragam dan berbeda-beda. untuk mendapatkan kualitas ruang perkotaan yang baik, kebutuhan akan akses yang mudah dan mampu menawarkan pilihan-pilihan terhadap keragaman dan perbedaan menjadi penting. Pengaturan informasi-informasi tentang kegiatan, obyek, dan tempat beragam dan berbeda akan diperlukan untuk memudahkan pengguna dalam berorientasi dan berkegiatan di ruang perkotaan juga menjadi prasyarat bagi ruang perkotaan yang baik. Tulisan ini merupakan studi teoritis yang berupaya mengeksplorasi sejauh mana elemen tata informasi dapat menjadi penentu terbentuknya ruang perkotaan yang baik atau ruang perkotaan yang aksesibel."
720 JAKUAJ 1:1 (2003)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anggia Agri Shafira
"Skripsi ini ditulis dalam rangka mengkaji apa saja elemen pada stage lighting yang berperan sebagai pembentuk ruang multiprogram di panggung pertunjukan berjenis proscenium. Panggung proscenium sendiri merupakan sebuah panggung yang umum digunakan untuk berbagai macam pertunjukan dan dapat menjadi tempat untuk beberapa jenis yang berbeda seperti tari, teater, dan musik. Cahaya berperan sebagai elemen independen yang dapat dikontrol dalam rangka membuat ruang temporal pada stage lighting.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini berupa pengkajian literatur dari buku dan jurnal yang membahas tentang stage lighting secara umum. Stage lighting pada panggung berbentuk proscenium, stage lighting general pada pertunjukan tari, teater, dan musik. Selain itu terdapat studi preseden terkait aplikasi teori stage lighting yang ditunjang dengan kuesioner sebagai data pendukung yang bersifat kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa elaborasi antara jenis elemen pada tata cahaya seperti jenis lampu, jumlah lampu, variabel, dan filter akan menghasilkan sebuah desain ruang. Hal menarik yang ditemukan adalah desain ruang dapat dibentuk oleh berbagai jenis lampu yang berbeda. Selain itu, desain ruang yang berbeda dapat pula dibentuk oleh jenis lampu yang sama. Medium yang sama berupa cahaya dapat menghasilkan berbagai macam desain ruang yang berbeda.

This thesis was written to examine what elements of the stage lighting that play a role in forming multiprogram space on the stage of the proscenium type. The proscenium stage itself is a stage that is commonly used for a variety of performances and can be a place for several different types such as dance, theater, and music. Light acts as an independent element that can be controlled to create a temporal space on stage lighting.
Data collection methods used in writing this thesis in the form of a literature review of books and journals that discuss stage lighting in general. Stage Lighting in the form of the proscenium, general stage lighting in dance, theater, and music performances. Besides, there are precedent studies related to the application of the stage lighting theory which is supported by questionnaires as supporting qualitative data.
Based on the results of the study, it was concluded that the elaboration between types of elements in the lighting system such as the type of lamp, the number of lights, variables, and filters will produce a design space. The interesting thing found is that the design of space can be formed by a variety of different types of lights. Besides, different spatial designs can also be formed by the same type of lamp. The same medium in the form of light can produce a variety of different spatial designs.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrellita Tjahyadiguna
"Cermin... satu kata yang melukiskan sebuah benda, kita biasa memandangnya ketika kita merapikan wajah kita. Merapikan rambut atau melihat apakahada sesesuatu yang salah pada wajah kita. Apakah yang membuat kita membutuhkan alat ini? kita bisa melihat orang lain, semua benda di alam ini, tetapi apakah kita bisa melihat punggung belakang diri kita sendiri? Mata kita tidak mampu untuk melihat diri kita sendiri?
Cermin menampilkan benda persis sama seperti benda itu ada. Tak peduli cantik atau buruk, rapi atau berantakan, cermin adalah benda yang menampilkan kejujuran.
Arsitektur... ruang.... dan permasalahannya... tidak akan pernah habis selama manusia masih hidup dalam dunia. Permasalahan yang kadang kala terjadi di kota besar adalah terbatasnya lahan yang ada sehingga ruang yang tersediapun tidak memadai. Bila ruang sudah terasa sempit dan penambahan jumlah ruang atau besaran ruang sudah tidak memungkinkan, maka salah satu cara yang diambil adalah mengubah kesan ruang.
Dari berbagai macam cara mengubah kesan ruang, pemakaian cermin merupakan satu pilihan yang sering kali dipakai oleh sang arsitek untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Sifatnya yang memantulkan setiap benda yang ada di depannya, dipergunakan untuk memantulkan ruang, cahaya dan juga warna. Hal yang menarik adalah cermin seringkali diletakkan pada ruang-ruang dalam yang semula hanya diperuntukkan sebagai pemanis ruang. Tetapi baik itu disengaja (dirancang) ataupun tidak, ternyata peletakan cermin tersebut mempengaruhi suasana dan memberikan nilai tersendiri bagi ruang tersebut.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Telaumbanua, Irwan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S47941
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anom Kurnia Nugraha
"Kota adalah sebuah wadah hidup manusia, yang memiliki identitas yang berbeda antara satu dengan lainnya. Identitas kota dibentuk oleh ruang yang ada di dalamnya.
Setiap ruang akan memberikan identitasnya sehingga terbentuk satu kesatuan identitas kota. Ada ruang yang tidak dapat memberikan identitasnya kepada kota. Ruang ini disebut sebagai ruang negatif kota. Ada tidaknya elemen yang membentuk lingkungan fisik kota akan menentukan terbentuknya identitas ruang. Interaksi antar elemen pun sangat mempengaruhi terbentuknya identitas ruang oleh karena itu, terbenmknya ruang negatif tidak terlepas dari elemen yang membentuk lingkungan fisik kota dimana ruang tersebut berada.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S47890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herendraswari K.W.
"Rumah susun yang dibangun oleh pemerintah karena keterbatasan lahan di DKI Jakarta menuntut penghuninya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Pola bermukim secara vertikal menuntut penghuninya untuk hidup bersama dengan penghuni lainnya dalam satu bangunan, berinteraksi, bersosialisasi dengan lingkungannya. Hal tersebut membuat penghuninya memiliki perasaan senasib, dan cenderung memiliki gaya hidup yang sama. Karena adanya persamaan itulah, maka timbul berbagai kepentingan yang sama dengan tujuan yang sama pu1a. Untuk mewujudkan berbagai tujuannya, maka penghuni melakukan berbagai aktivitas, termasuk di dalamnya adalah berorganisasi, berkumpul untuk mengutarakan berbagai aspirasinya. Hal tersebut membuat mereka memiliki ikatan-ikatan di antara warga komunitas. Untuk melakukan berbagai aktivitas yang dilakukan secara bersama-sama, mereka membutuhkan tempat-tempal umum, yang disebut dengan ruang umum. Namun apakah ruang-ruang yang bersifat umum yang disediakan oleh pengelola rumah susun tersebut dapat memfasilitasi, memotivasi warganya untuk datang dan berkegiatan didalamnya. Apakah ruang publik yang tercipta dengan baik, indah, terawat, diciptakan untuk memberikan kesan dan suasana yang ingin diwujudkan dapat membentuk dan menggerakkan warganya untuk melakukan kegiatan berkomunitas?,ataukah hanya ruang umum yang sederhana, tidak terawat, kotor, yang dapat memfasilitasi kebutuhan warga komunitas? Dengan mengkaji dua rumah susun di Jakarta Pusat dengan kondisi ekonomi yang berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa ruang umum yang tercipta dengan baik, indah, terawat, belum dapat dikatakan dapat membentuk, menggerakkan komunitas di rumah susun. Ruang umum yang sederhana, minimalis, justru dapat memenuhi kebutuhan hidup warga komunitasnya. Hal ini disebabkan karena gaya hidup yang berbeda di kedua rumah susun tersebut. Warga yang tingkat ekonominya lebih tinggi, dengan jam kerja yang padat, dengan ikatan komunitas di lingkungan pekerjaan lebih kuat, menyebabkan warga hidup individualis, tidak dapat bersosialisasi di lingkungan tempat tinggalnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Karindhiya Syahira
"Tulisan ini mengeksplorasi penggunaan framing dalam kehidupan sehari-hari untuk menciptakan theatricality. Theatricality adalah sebuah process of gaze yang diinisiasi oleh sebuah framing sehingga dapat menjadikan kejadian apapun dapat diingat oleh siapapun yang melihat. Dengan adanya theatricality, spektator dapat menangkap fragmen memori akan semua informasi yang ada pada saat itu, seperti tempat, pelaku, kejadian, dan lainnya melalui framing. Framing memiliki berbagai macam metode serta pemicu dalam pengaplikasiannya, serta kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Walaupun fenomena tersebut terjadi umumnya dalam pertunjukkan teater, theatricality dapat juga terjadi dalam keseharian. Ruang publik adalah salah satu ruang yang digunakan dalam keseharian manusia untuk berbagai kegiatan. Kejadian yang dilihat untuk theatricality dalam keseharian tidak perlu berupa sesuatu hal yang signifikan, yang penting berbeda dari biasanya. Dengan adanya berbagai kegiatan dalam sebuah ruang publik, kejadian yang dilihat dengan framing para pengunjung sebagai spektator akan beragam pula. Stadion Gelora Bung Karno adalah salah satu ruang publik yang menghasilkan beragam macam framing dengan juxtaposisi sebagai pemicu. Framing yang ada dipengaruhi oleh beragam faktor external yang dapat mempengaruhi metode yang dipakai sehingga membuat sebuah memori tersendiri bagi sang spektator.

This study explores the use of framing in producing theatricality in daily lives. Theatricality is a process of gaze initiated by framing that could make any occurrences memorable by the spectator. With theatricality, the spectator could capture fragments of memories that contain information that existed at that time, such as place, event, subject, and others through framing. Framing itself has a variety of methods with its strengths and weaknesses. Even though theatricality occurs mainly in theater, it could also occur in everyday life. Public space is one of the spaces that humans use in everyday life for numerous activities. Occurrences captured by theatricality do not have to be a significant event, but what is essential is it is distinct from the usual. Many activities in public spaces bring out many occurrences that its spectators can capture. Gelora Bung Karno Stadium is one of the public spaces that produce various types of framing with juxtaposition as its trigger. The framing itself is heavily influenced by external factors that can influence the method to produce a memory for the spectator."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisha Putri Ramadhanti
"ABSTRACT
Pameran keliling harus dapat memamerkan informasi dengan cara yang sama di tempat yang berbeda-beda dan hal ini menjadi faktor utama yang mempengaruhi proses mendesain pameran keliling. Sehingga, keseimbangan antara kebutuhan representasi pameran yang spesifik dan kebutuhan untuk dapat berpindah-pindah sangat penting untuk diperhatikan. Strategi yang spesifik hadir untuk membentuk elemen arsitektural pameran keliling yang bersifat portabel dengan memanfaatkan material yang spesifik pula yakni plywood. Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, penulis melakukan analisis secara langsung di Pameran Pink Floyd: The Mortal Remains yang berlokasi di London; wawancara online dengan pihak penyelenggara pameran terkait dan menganalisis video konstruksi pameran terkait. Berdasarkan studi kasus yang telah dilakukan, sistem konstruksi modular yang bersifat repetitif serta berbentuk frame dan panel dan juga dipasang menggunakan metode dry-assembly menjadi strategi yang utama ketika membentuk elemen arsitektural pameran yang dapat berdiri sendiri dan bersifat independen dari konteksnya. Hal ini dilakukan agar modul-modul dapat dilepas pasang secara efisien dan dipindahkan ke lokasi selanjutnya secara flat-packed. Dampak dari penggunaan plywood yang sedemikian rupa adalah pameran dapat dibangun tepat waktu 2 minggu pameran berhasil dipindahkan ke lokasi selanjutnya secara efektif hal yang tidak dapat dihindari adalah perlunya penyesuaian dengan cara memproduksi ulang beberapa modul untuk disesuaikan dengan konteks yang baru.

ABSTRACT
A travelling exhibition is slightly different with a general one, because a travelling exhibition has to represent a story in a specific way and also focus on the portability function of the exhibition itself. In order to achieve those needs, a specific strategy has to be used to utilize a specific material in this case is plywood to build a portable architectural element of the travelling exhibition. An analysis of a travelling exhibition called Pink Floyd The Mortal Remains in London 2017 was done and it turns out, modular system and dry assembling method was used to create the exhibition. Framing and panel method and repetitive module method were also used to utilize the material. These module was turned into to be flat packed when being transported to the next exhibition location. In conclusion, those strategies helped the travelling exhibition to be assembled effectively in 2 weeks. Portable construction that was used to create the exhibition was also compatible with three Vitruviuss design aspect firmitas, utilitas, and venustas based on J. Postell view point. Apparently, some adjustment still has to be done by producing a custom module for the new context. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harishazka Fauzan
"ABSTRAK
Kemunculan Anamorphic Art tercatat pada sejarah yang tertuang pada Codex Atlanticus 1485 , sebagai sebuah cara lain untuk membuat suatu karya seni visual dengan satu sudut pandang tertentu. Eksplorasi seniman dengan metode ini sudah terjadi sejak jaman Renaissance, dalam bentuk lukisan fresco di langit-langit gereja St. Igantius-nya Andrea Pozzo, hingga Felice Varini saat ini.Anamorphic Art bisa dilibatkan dan akan menjadi suatu pengalaman ruang tersendiri apabila diterapkan di dalam ruang interior. Skripsi ini mencoba untuk mengulas pengalaman ruang interior yang tercipta oleh elemen ruang yang berasal dari karya Felice Varini. Dengan melakukan perbandingan dalam studi kasus akan didapatkan faktor apa saja yang mempengaruhi karya Felice Varini untuk dapat menghasilkan pengalaman ruang yang tidak biasa.

ABSTRACT
The emergence of Anamorphic Art is recorded in the Codex Atlanticus 1485 , as a method to create visual artworks based on a particular point of view. Varioud artists have been experimenting with this method, from the time of the Renaissance, in the form of frescoes on the ceiling of the Church of St. Igantius by Andrea Pozzo, to Felice Varini in the contemporary era.Anamorphic Art could be utilized and could offer a different experience when applied in interior space. This thesis attempts to describe the experience of interior space created by the elements of Felice Varini rsquo s works. By doing comparative case studies, factors that affects particular spatial experience in Felice Varini rsquo s works will be obtained. "
2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>