Ditemukan 187147 dokumen yang sesuai dengan query
Sutan Takdir Alisjahbana
Jakarta: Dian Rakyat, 1988
959.8 SUT r
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Graciela Thalia
"Film Under the Hawthorn Tree karya Zhang Yimou berlatar waktu Revolusi Kebudayaan dan mengisahkan tentang kehidupan Jingqiu, seorang pemuda terpelajar yang memiliki ayah berhaluan kanan dan ibu seorang kapitalis, sehingga harus berjuang keras agar tidak bernasib sama seperti orang tuanya. Prosesnya dalam membangun karier jauh lebih rumit dan berliku-liku dibanding tokoh-tokoh pemuda lain seusianya. Penelitian-penelitian terdahulu tentang film ini sebagian menitikberatkan pada aspek percintaan, hubungan keluarga, hubungan pertemanan, dan perasaan. Penelitian ini akan lebih berfokus pada latar belakang sejumlah tokoh dalam film Under the Hawthorn Tree, yang terbagi menjadi kategori merah dan kategori hitam, beserta dampak-dampak yang mereka terima pada masa Revolusi Kebudayaan. Hasil dari penelitian ini adalah dampak yang diterima antara tokoh-tokoh berlatar belakang kategori merah dengan tokoh-tokoh kategori hitam ternyata sangat berbeda. Perbedaan dampak antara kedua kategori ini pula yang menjadi alasan mengapa tokoh-tokoh berlatar belakang kedua kategori ini sulit untuk menjalani hidup berdampingan secara nyaman.
Zhang Yimou's Under the Hawthorn Tree is set during the Cultural Revolution and tells the story of Jingqiu, an educated youth who had a rightist father and capitalist mother, and had to fight hard to avoid the same fate as her parents. The process of building her career is far more complicated and tortuous than other youths of her age. Previous studies on this movie focused on aspects of romance, family relationships, friendships, and feelings that exist between the characters. This research will focus more on the character’s background in the Under the Hawthorn Tree movie, who are divided into red categories and black categories, along with the impacts they received as people from the red categories or black categories during the Cultural Revolution. The result of this study is the impacts received between characters with a red category background and those with black categories are very different. The big difference in terms of impact between the two categories is also the reason why it is difficult for the characters from these two categories to coexist comfortably."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Armand Eugene Richir
"
ABSTRAKTujuan penulisan skripsi ini adalah untuk nenggambarkan secara jelas peristiwa Revolusi Kebudayaan (1965-1969), yang menitik beratkan pada pertentangan antara Mao Zedong dan Liu Shaogi. Revolusi Kebudayaan adalah suatu revolusi untuk mentransformasikan pera_daban bangsa dan untuk merubah sikap manusia agar tercipta seorang manusia kolektif yang sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada perjuangan kelas, garismassa, dan pendekatan Maois menuju transformasi sosialis.Dalam perkembangan selanjutnya Revolusi Kebudayaan yang dilancarkan oleh - Mao lebih merupakan suatu kekuatan untuk menghancurkan bangunan atas atau penguasa Partai yang mengambi] jalan kapitalis..Periode tahun 1965 merupakan periode pengkonsolidasian kediktatoran proletar.'Periode tahun 1966-1969 merupakan periode persaingan atau perebutan ke_kuasaan (power struggle) antara elit politik dan penguasa di Cina. Pada perio_de ini Mao mencari dukungan di luar Partai seperti Pengatral Merah, yaitu para pemuda-pemudi yang diorganisir menjadi kelompok yang bersifat militer dan mili_tan. Selain itu, Mao juga mengandalkan kekuatan Tentara Pembebasan Rekyat/TPR yang ditandai dengan pembentukan Komite Revolusioner. Kekuatan-kekuatan Pengawal Merah dan TPR digunakan Mao untuk membangun kembali supremasi otoritasnya dan memastikan keabadian ideologi serta pemikiran Mao yang mulai memudar pada awal Revolusi Kebudayaan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Revolusi Kebudayaan sesungguhnya dirancang oleh Mao untuk memurnikan gagasan ideologi dan menciptakan masyarakat sosialis berdasarkan pikiran-pikiran Mao. Namun, jalan yang ditempuh untuk men_capai tujuan itu secara tak terelakkan harus melalui perebutan kekuasaan...
"
1986
S12831
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
N. Ika M. Sukarno
"Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menggambarkan secara jelas mengenai Lin Biao, menitikberatkan pada peranan Lin Biao dalam Revolusi Kebudayaan dan sepak terjangnya sesudah revolusi berakhir hingga ia meninggal dunia. Lin Biao adalah seorang panglima perang yang tangguh, di mana ia dikenal ahli dalam strategi peperangan. Titik awal karir Lin Biao dimulai setelah ia lulus dari Akademi Militer Whampoa tahun 1926. Selama Revolusi Kebudayaan berlangsung, Lin Biao selalu berada di belakang Mao. Pidato-pidato dan perkataan-perkataan Mao selalu ia dengungkan dalam setiap pertemuan massa. Dengan cara ini, ia menarik massa untuk turut serta dalam Revolusi Kebudayaan. Lin Biao juga merupakan orang yang menggerakkan Pengawal Merah. Setelah keadaan negara menjadi sangat kacau, Lin Biao menggunakan Tentara Pembebasan Rakyat yang berada di bawah pengaruhnya untuk mengamankan situasi. Hasilnya adalah kepercayaan Mao padanya bertambah dan Lin Biao diangkat secara resmi menjadi ahli waris dan penerus Mao. Setelah pengangkatan itu, Mao merasa pengaruh Lin Biao terlalu besar, sehingga ia merasa perlu menantangnya dengan maksud agar pengaruhnya berkurang. Di lain pihak, Lin Biao merasakan kekuatannya cukup kuat untuk dapat menggeser Mao. la dan kelompoknya menyusun rencana dan membangun kekuatan untuk menggulingkan Mao. Rencana ini rupanya tercium oleh Mao, sehingga sebelum Lin Biao melaksanakan impiannya, Mao sudah terlebih dahulu memusnahkan Lin Biao pada tanggal 12 September 1971"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Andrew Jonathan
2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Sarah Purnama Sari
"Makalah ini membahas tiga puisi yang dibuat oleh penyair modern Tiongkok, Bei Dao (北岛). Ketiga puisi ini termasuk ke dalam kategori Puisi Bebas (新诗 Xin Shi/自由诗 Ziyou Shi) yang beraliran Puisi Kabut (朦胧诗Menglong Shi), ditulis Pasca Revolusi Kebudayaan pada tahun 1976-1978. ?Puisi Kabut‟ adalah puisi yang mendapat pengaruh Barat dan tidak mengikuti aturan puisi lama. Isi dari puisi ini tidak tampak jelas, namun memiliki makna yang dalam. Ketiga puisi ini akan dianalisis melalui teori struktural dengan fokus pada tema dan pesan yang terkandung dalam puisi.Makalah ini membahas tiga puisi yang dibuat oleh penyair modern Tiongkok, Bei Dao (北岛). Ketiga puisi ini termasuk ke dalam kategori Puisi Bebas (新诗 Xin Shi/自由诗 Ziyou Shi) yang beraliran Puisi Kabut (朦胧诗Menglong Shi), ditulis Pasca Revolusi Kebudayaan pada tahun 1976-1978. ?Puisi Kabut‟ adalah puisi yang mendapat pengaruh Barat dan tidak mengikuti aturan puisi lama. Isi dari puisi ini tidak tampak jelas, namun memiliki makna yang dalam. Ketiga puisi ini akan dianalisis melalui teori struktural dengan fokus pada tema dan pesan yang terkandung dalam puisi.
This journal discusses the analysis of three poems by Bei Dao (北岛), a modern Chinese poet. His poems are known as a Free Verse poem (新诗 Xin Shi/自由诗 Ziyou Shi ) and classified as Misty Poem (朦胧诗 Menglong Shi). These selected poems were written at post-Cultural Revolution era in 1976-1978. The characteristics of Misty Poem are these poem has influenced by Western poetry, inconvensional. These poems are enigmatic, the message is not clearly shown in the dictions. Therefore, by using the theory of structural, author aims to analyze his poems with focus on the theme and the message that expressed in the poems."
Depok: [Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia], 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Heng, Liang
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989
951 HEN at;951 HEN at (2)
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Ervina Noviyanti
"
ABSTRAKDazibao telah mengukuhkan posisinya sebagai sebuah sarana komunikasi dan propaganda politik utama pada era Revolusi Kebudayaan. Hal ini terlihat dari antusiasme masyarakat terhadap dazibao dan upaya pemerintah dalam menjadikan dazibao sebagai sarana untuk memobilisasi massa. Dampak pemanfaatan dazibao sebagai sarana untuk memobilisasi massa terlihat paling signifikan pada perkembangan salah satu elemen paling penting dalam Revolusi Kebudayaan, yaitu Pengawal Merah. Berangkat dari hal tersebut, artikel ini berupaya menganalisis dua dazibao yang berhasil meningkatkan jumlah dan gerakan Pengawal Merah secara signifikan. Analisis terhadap dua dazibao tersebut dilakukan untuk mendeskripsikan dazibao sebagai sarana penggalangan Pengawal Merah, yang disertai dengan analisis pengaruh Mao Zedong dan perkembangan sosial-politik saat itu. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan sejarah yang mencakup tahapan heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil analisis menunjukkan bahwa dazibao memiliki peran yang sangat signifikan sebagai sarana dalam penggalangan Pengawal Merah pada Revolusi Kebudayaan.
ABSTRACTDazibao has confirmed its position as the main political communication and propaganda medium during the Cultural Revolution. This can be seen from the enthusiasm of the mass towards dazibao and the government's attempt to make it as a mass mobilizing medium. The impact of the utilization of dazibao was seen to be the most significant on the development of one of the most important elements in the Cultural Revolution, the Red Guards. Based on that point, this article analyzed the two dazibao that emerged at the beginning of the Cultural Revolution and significantly increased the number and movement of the Red Guards. Analysis of the two dazibao conducted to describe dazibao as a Red Guards mobilizing medium, which followed by an analysis of the influence of Mao Zedong and socio-political developments at that time. This article was carried out through historical approach that contains heuristic, verification, interpretation, and historiography steps. The analysis showed that dazibao has a very significant role as a Red Guards mobilizing medium during the Cultural Revolution.
"
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Leressae
"Sebagai salah satu bentuk kesusastraan, puisi mengalami masa-masa keemasan di Cina. Puisi samar atau Menglongshi merupakan salah satu jenis puisi di Cina yang sulit diinterpretasikan maknanya dan muncul pada masa Revolusi Kebudayaan (1966-1976). Bei Dao adalah salah satu penyair yang menulis puisi samar berjudul “Xuanyan (Deklarasi)” pada masa itu. Revolusi kebudayaan membuat Bei Dao dan para penyair puisi samar lainnya tidak bebas berekspresi sehingga harus menggunakan berbagai simbol untuk menyembunyikan makna sebenarnya dalam puisi mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna situasi zaman yang terkandung di dalam puisi “Xuanyan (Deklarasi)” karya Bei Dao melalui simbol-simbol yang dituangkan ke dalam puisi ini. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu menganalisis puisi “Xuanyan (Deklarasi)” dan melakukan interpretasi untuk mendapatkan makna simbolik dari puisi ini. Penelitian ini mendapati hasil bahwa puisi “Xuanyan (Deklarasi)” memiliki makna simbolik tentang kritik dan penolakan Bei Dao terhadap segala propaganda dalam Revolusi Kebudayaan.
As a form of literature, poetry experienced golden times in China. Misty poetry or Menglongshi is a type of poetry in China that is difficult to interpret and emerged during the Cultural Revolution (1966-1976). Bei Dao was one of the poets who wrote the misty poem “Xuanyan (Declaration)” at that time. The cultural revolution made Bei Dao and other misty poets not free to express themselves, so they had to use various symbols to hide the true meaning in their poetry. This study aims to find out the meaning of the current situation contained in the poem "Xuanyan (Declaration)” by Bei Dao through the symbols that are poured into this poem. The research method used is descriptive qualitative, namely analyzing the poem "Xuanyan (Declaration)" and interpreting it to get the symbolic meaning of this poem. This study found that the poem "Xuanyan (Declaration)" has a symbolic meaning about Bei Dao's criticism and rejection of all propaganda in the Cultural Revolution."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Brinton, Crane, 1898-1968
Jakarta: Bhratara, 1962
303.64 BRI a
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library