Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109827 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Galuh Indah Mutia Sari
"Dendrobium lasianthera J.J.Sm merupakan anggrek endemik Papua yang terancam punah sehingga perlu dilakukan perbanyakan melalui teknik kultur in vitro. Pencokelatan eksplan harus diatasi sebelum melangkah ke perbanyakan tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pretreatment terhadap pencokelatan eksplan. Eksplan daun berukuran ± 8 mm x 5 mm diperoleh dari bibit botolan dan sebanyak 15 eksplan ditanam dalam 1 botol kultur berisi medium ½MS (Murashige dan Skoog 1962) modifikasi + 1 mgl-1 NAA + 0,1 mgl-1 BAP.
Beberapa pretreatment yang diujikan ialah eksplan langsung ditanam setelah dipotong (L) (kontrol), eksplan dipotong di dalam air (DA), dan eksplan direndam selama 10 menit di dalam air setelah dipotong (DR). Pencokelatan eksplan cenderung lebih sedikit terjadi pada pretreatment L (1,23 ± 1,56), diikuti pada DA (2,56 ± 1,90), dan DR (4,20 ± 2,04). Namun, eksplan hijau cenderung lebih banyak pada DA (8,60 ± 1,58) dibandingkan pada L (8,00 ± 1,73) dan DR (4,20 ± 2,39). Pemutihan eksplan juga terjadi pada masing-masing pretreatment.

Dendrobium lasianthera J.J.Sm is an endangered orchid native from Papua. Therefore, the in vitro propagation is necessary to do the conservation of it. Browning is a problem that must be solved before doing the in vitro propagation. This study was carried out to observe the effect of pretreatment on explants browning. Leaf explants (8 mm x 5 mm) were excised from sterile seedling, and 15 explants cultured on ½ MS (Murashige and Skoog 1962) modified medium + 1 mgl-1 NAA + 0,1 mgl-1 BAP.
Pretreatments that examined are, explants are directly planted after excising (L) (control), explants were excised in the water (DA), and explants were soaked for 10 minutes in the water after excising (DR). Pretreatment L could reduce explants browning (1,23 ± 1,56), than DA (2,56 ± 1,90), and DR (4,20 ± 2,04). However, the highest green explants was showed in DA (8,60 ± 1,58) than in L (8,00 ± 1,73) and DR (4,20 ± 2,39). In addition, explants bleaching occured in each pretreatment.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1146
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Heikal
"Pengaruh arang aktif terhadap pencokelatan pada kultur daun Dendrobium lasianthera J.J.Sm telah diteliti di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui respons eksplan terhadap penambahan arang aktif pada medium ½ MS (Murashige dan Skoog) modifikasi dan untuk mengetahui konsentrasi arang aktif yang tepat dalam mengurangi pencokelatan pada kultur daun Dendrobium lasianthera. Pemberian arang aktif pada medium ½ MS modifikasi dibagi menjadi empat kelompok: Kontrol (K =0%), Perlakuan 1 (P1 = 0,1%), Perlakuan 2 (P2 = 0,2%), dan Perlakuan 3 (P3 =0,3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan arang aktif 1%, 2%, dan 3% dapat mengurangi pencokelatan, yaitu 10% eksplan mengalami pencokelatan, 78% eksplan tetap hijau, dan 12% eksplan mengalami bleaching. Konsentrasi arang aktif 3 g/l cenderung lebih baik dalam mengurangi pencokelatan.

The effect of activated charcoal to browning in leaf culture of Dendrobium lasianthera J.J.Sm were studied in the Laboratory of Plant Physiology at Department of Biology. This study was aimed to know the respons of explants and to determine the best concentration of activated charcoal to minimize the browning. Treatment of activated charcoal in ½ MS medium divided into four group: Control (K = 0%), Treatment 1 (P1 = 0,1%), Treatment 2 (P2 = 0,2%), and Treatment 3 (P3 = 0,3%). Explant responded by browning (10%), staying green (78%), and bleaching (12%). The result showed that activated charcoal 1%, 2%, and 3% can minimize the effect of browning. The best result were obtained with ½ MS medium supplemented with 3 g/l activated charcoal."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S681
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Kusmianto
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui respons eksplan potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. terhadap perlakuan 1 (1 mgl-1 TDZ), perlakuan 2 (1,5 mgl-1 TDZ dan 7,5 mgl-1 BAP), perlakuan 3 (2 mgl-1 TDZ dan 7,5 mgl-1 BAP), perlakuan 4 (1,5 mgl-1 TDZ dan 10 mgl-1 BAP), dan perlakuan 5 (2 mgl-1 TDZ dan 10 mgl-1 BAP) dalam menginduksi tunas. Penelitian dilakukan di laboratorium Khansa Orchids Cimanggis Depok (september 2007--April 2008). Dua puluh lima potong daun dikultur pada 1 botol sampel perlakuan. Data yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan cenderung menghasilkan respons pembentukan protocorm like bodies (plb) dan tunas pada eksplan. Data tersebut juga menunjukan bahwa pada perlakuan 2, 3, dan 4 terdapat sinergisme antara TDZ dan BAP, sedangkan perlakuan 5 tidak menunjukkan adanya sinergisme. Perlakuan 3 (2 mgl-1 TDZ dan 7,5 mgl-1 BAP) cenderung menghasilkan jumlah plb dan tunas terbanyak (49,1 ± 44,7 per botol), dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Eksplan mengawali respons induksi tunas dengan membengkak, dan kemudian membentuk plb atau tunas."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S31535
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi NAA
(Naphthaleneaceticacid) dan Kinetin (6-furfurylaminopurine) terhadap
pertumbuhan akar adventif pada kultur in vitro daun Centella asiatica (L.) Urban
(pegagan) pada bulan Mei--Oktober 2007. Eksplan daun pegagan urutan ke-1
dengan ukuran 1 cm2 ditanam pada medium Murashige & Skoog (1962)
modifikasi, dengan penambahan empat macam kombinasi NAA dan Kinetin.
Ke empat macam kombinasi tersebut adalah NAA 4 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M0),
NAA 3 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M1), NAA 5 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M2), dan NAA
6 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M3). Kultur daun diinkubasi pada fotoperiodisitas 16
jam selama 40 hari. Akar adventif dibentuk secara tidak langsung dari kalus
yang bertekstur kompak. Pembentukan akar adventif terjadi pada minggu ke-3
hingga akhir pengamatan. Medium M0, M1, M2, dan M3 mampu mendukung
pembentukan akar adventif. Medium M1 merupakan medium yang lebih baik
dibandingkan medium kontrol (M0) berdasarkan persentase eksplan yang
membentuk akar adventif per perlakuan (58,3%) dan rata-rata hari inisiasi akar
adventif (hari ke-24). Medium M3 merupakan medium yang lebih baik
dibandingkan medium kontrol (M0) berdasarkan rata-rata berat basah akar
adventif (359,2 mg) dan rata-rata berat kering akar adventif (11,7 mg).
Hasil pengamatan mikroskopis terhadap akar adventif pegagan yang
tumbuh secara in vitro maupun akar pegagan yang tumbuh secara in vivo
menunjukkan kesamaan. Secara morfologi terdapat tudung akar, primordia
8
akar lateral, dan akar lateral. Secara anatomi terdapat epidermis, korteks, dan
jaringan pembuluh. Analisis kualitatif terhadap senyawa terpenoid, steroid,
saponin, dan fenolik menunjukkan bahwa akar adventif pegagan yang tumbuh
secara in vitro mengandung senyawa terpenoid dan steroid."
Universitas Indonesia, 2007
S31475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Browning Problems in Tissue Culture. Sri Hutami. Several tropical plant species contain high concentrations of phe- nolic compounds, which become oxidised when their cells are wounded or when the plant parts become senescences. In tissue culture, the phenolic compounds usually leach into the medium from the cut surfaces of explants. The phenolic compounds caused the culture medium turns to dark brown in colour due to oxidation. This is detrimental to the culture, because it causes the isolated tissue fails to grow. The browning of tissue culture and the medium can often be prevented by one of the several different approaches, such as by removing the phenolic compounds produced, modi- fying the redox potential, inactivating phenolase enzymes, reducing phenolase activity and substrate availability, as well as pre-treatments by soaking and preconditioning on a basal medium."
JURAGBIO 4 (2) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Ratna
"ABSTRAK
Salah satu cara untuk mendapatkan tanaman varietas unggul adalah inelalui mutasi imbas dengan inempergunakan iradiasi sinar gamma. Dalam penelitian ini telah dilakukan pemberian iradiasi sinar gamma terhadap eksplan daun nicotien tubacos var. Deli-4 yang ditanam pada medium MS tnodifikasi. Penelitian bertujuan untuk inengainati pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap morfogenesis ekspian daun tembakau. Dosis yang diberikan adalah 2, 4, 6, 8, ' 10 dan 12 Gy dengan laju dosis 45,11342 krad/jam. Parameter yang diukur adaiah juiniah, panjang daun dan berat basah tunas serta berat basah ruinpun tunas yang dianiati pada minggu ke-4, ke-6 dan ke78. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma dapat inenghatnbat inorfogenesis ekspian daun teinbakau dengan dosis yang paling menghambat adalah 10 dan 12 Gy, sedangkan dosis yang kurang menghambat adaiah 2-8 Gy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusuma Kariyana
"The research was conducted to determine the effect of ascorbic acid (50 mgl-1, 100 mgl-1, 200 mgl-1) and activated charcoal (0.5 gl-1, 1 gl-1, 2 gl-1) independently with different light duration (4 weeks in darkness, 2 weeks in darkness followed by 2 weeks in 16 hours light and 4 weeks in 16 hours light) on shoot regeneration. Explants of banana cultivar Barangan (Musa acuminata L.) were planted on MS basal media supplemented with 1.6 mgl-1 IAA, 4.0 mgl-1 BAP and cultured for 4 weeks. After 4 weeks, explant browning level was evaluated. Explants were then cut vertically into two pieces and planted on the same media to induce shoot regeneration. After 4 weeks in shoot regeneration media, number of shoot, colour of shoot and height of shoot were evaluated. MS media supplemented with 1.6 mgl-1 IAA and 4.0 mgl-1 BAP without ascorbic acid and activated charcoal in darkness for 4 weeks was the most suitable media for shoot regeneration. The shoot regeneration gave average of 10,4 shoots per explant.

The research was conducted to determine the effect of ascorbic acid (50 mgl-1, 100 mgl-1, 200 mgl-1) and activated charcoal (0.5 gl-1, 1 gl-1, 2 gl-1) independently with different light duration (4 weeks in darkness, 2 weeks in darkness followed by 2 weeks in 16 hours light and 4 weeks in 16 hours light) on shoot regeneration. Explants of banana cultivar Barangan (Musa acuminata L.) were planted on MS basal media supplemented with 1.6 mgl-1 IAA, 4.0 mgl-1 BAP and cultured for 4 weeks. After 4 weeks, explant browning level was evaluated. Explants were then cut vertically into two pieces and planted on the same media to induce shoot regeneration. After 4 weeks in shoot regeneration media, number of shoot, colour of shoot and height of shoot were evaluated. MS media supplemented with 1.6 mgl-1 IAA and 4.0 mgl-1 BAP without ascorbic acid and activated charcoal in darkness for 4 weeks was the most suitable media for shoot regeneration. The shoot regeneration gave average of 10,4 shoots per explant.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh eksplan anak daun
majemuk dan tangkai daun majemuk terhadap induksi kalus Murraya
paniculata (L.) Jack. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA-UI, Depok selama 6 bulan (Oktober
2004--April 2005). Penelitian bersifat eksperimental dengan 6 macam eksplan
yaitu anak daun pertama (K1), kedua (K2), dan ketiga (K3); tangkai daun
majemuk pertama (K4), kedua (K5), dan ketiga (K6). Eksplan ditanam pada
medium MS (1962) + 1,5 mgl-1 2,4-D + 0,5 mgl -1 Kinetin + 30 gl -1 gula pasir
+ 8 gl-1 agar + 150 ml air kelapa. Persentase terbesar terbentuknya kalus
terdapat pada eksplan K4 (52,63 %), sedangkan yang terkecil dijumpai pada
eksplan K2 (15,78 %). Waktu inisiasi kalus tercepat terdapat pada eksplan
K5 (15,62 hari), yang paling lambat pada eksplan K2 (37,3 hari). Eksplan K5
mempunyai rata-rata berat basah dan berat kering paling besar dibandingkan
eksplan lainnya. Dengan demikian eksplan tangkai daun majemuk kedua
(K5) yang dapat digunakan untuk induksi kalus dalam penelitian selanjutnya."
Universitas Indonesia, 2005
S31375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Dewa Putu Wibisana Wikananda
"

Tanaman Hevea brasiliensis merupakan tanaman yang banyak ditanam di Indonesia, karena lateks yang bernilai ekonomi tinggi. Alternatif metode konvensional budidaya H. brasiliensis adalah dengan metode kultur in vitro. Namun, penelitian kultur in vitro memiliki hambatan berupa rentannya kontaminasi, baik dari eksplan, medium, dan alat bahan yang diapaki. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengoptimasi dan memilih antara enam jenis sterilan dan kombinasinya yang paling efektif terhadap kontaminasi dalam kultur tangkai daun H. brasiliensis. Hipotesis yang diajukan adalah perlakuan perendaman dengan NaOCl 5,25%, H2O2 20%, dan alkohol 70% selama masing-masing lima menit adalah perlakuan sterilisasi paling efektif dalam menghadapi kontaminasi. Eksplan tangkai daun diberi lima perlakuan dan satu kontrol, yakni kontrol dengan perendaman NaOCl 5,25%, perlakuan 1 dengan perendaman NaOCl 5,25% dan H2O2 20%, perlakuan 2 dengan perendaman NaOCl 5,25% dan alkohol 70%, perlakuan 3 dengan   perendaman NaOCl 5,25% dua kali dan H2O2 20%, perlakuan 4 dengan perendaman NaOCl 5,25%, alkohol 70%, dan H2O2 20%, dan perlakuan 5 dengan perendaman NaOCl 5,25% dua kali dan alkohol 70%.  Empat perlakuan memiliki efektivitas dalam mencegah kontaminasi, yakni perendaman dengan NaOCl 5,25% dan H2O2 20%, perendaman dengan NaOCl 5,25% sebanyak dua kali dan H2O2 20%, perendaman NaOCl 5,25%, alkohol 70%, dan H2O2 20%, serta perendaman NaOCl 5,25% dua kali dan alkohol 70%. Sementara itu, perlakuan NaOCl 5,25% dan alkohol 70% berhasil menahan pencokelatan pada persentase 50% di minggu kedelapan. Oleh karena itu, perlakuan yang lebih baik dalam mengurangi kontaminasi dan pencokelatan adalah perendaman dengan NaOCl 5,25% dan alkohol 70%.


Hevea brasiliensis is a plant that is widely grown in Indonesia, because its latex has high economic value. An alternative to the conventional method of cultivating H. brasiliensis is the in vitro culture method, but this method has a disadvantages, especially its risk to contamination from explant, medium, and tools. So, the aim of this research is to optimize and select between six types of sterilants and their combinations that are most effective against contamination in the culture of H. brasiliensis leaf stalks. The hypothesis proposed is that soaking treatment with 5.25% NaOCl, 20% H2O2 and 70% alcohol for five minutes each is the most effective sterilization treatment in dealing with contamination. Petiole explants were given five treatments and one control, namely control by immersion in 5.25% NaOCl, treatment 1 by immersion in 5.25% NaOCl and 20% H2O2, treatment 2 by immersion in 5.25% NaOCl and 70% alcohol, treatment 3 by soaking in 5.25% NaOCl twice and 20% H2O2, treatment 4 by soaking in 5.25% NaOCl, 70% alcohol and 20% H2O2, and treatment 5 by soaking in 5.25% NaOCl twice and 70% alcohol.  Four treatments were effective in preventing contamination, namely soaking with 5.25% NaOCl and 20% H2O2, soaking twice with 5.25% NaOCl and 20% H2O2, soaking with 5.25% NaOCl, 70% alcohol, and 20% H2O2 %, as well as soaking twice in 5.25% NaOCl and 70% alcohol. Meanwhile, treatment with 5.25% NaOCl and 70% alcohol succeeded in preventing browning at a percentage of 50% in the eighth week. Therefore, a better treatment in reducing contamination and browning is soaking with 5.25% NaOCl and 70% alcohol.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>