Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203170 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dini Pratiningtyas
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara bullying dan school well-being pada siswa SMA di Jakarta. Bullying adalah perbuatan yang ditandai dengan adanya ketidakseimbangan kekuatan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih secara sistematis dan terencana terhadap satu orang atau lebih dengan tujuan untuk menyakiti, dan menimbulkan dampak fisik dan atau psikologis serta dipersepsikan akan berulang dan dirasakan mengancam oleh korban. Sementara school well-being didefinisikan sebagai penilaian seseorang terhadap diri mereka sendiri dan hubungannya dengan lingkungan sekolah, di mana individu tersebut dapat memuaskan aspek having, loving, dan being. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 579 siswa dari kelas XI yang berada pada rentang usia 14 tahun hingga 19 tahun. Kedua alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini merupakan adaptasi dari alat ukur yang telah digunakan sebelumnya oleh peneliti lain. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi pearson didapatkan koefisien korelasi sebesar -0,167 dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,01). Ini berarti terdapat hubungan negatif yang signifikan antara bullying dan school well-being pada siswa SMA di Jakarta. Dengan kata lain, semakin sering siswa mengalami bullying, baik dalam bentuk verbal, relasional, dan fisik , maka akan semakin negatif penilaian siswa terhadap sekolahnya dalam memenuhi aspek having. loving, dan being. Mayoritas partisipan ini mengalami perilaku bullying dalam bentuk verbal dan memiliki penilaian school well-being yang tinggi pada aspek being.

ABSTRACT
This study aims to find out correlation between bullying and school wellbeing at the high school students in Jakarta. Bullying is an act which is an imbalance of power, committed by one person or more in a systematic, planned for one person or more in order to hurt. The physical and or psychological impact of this action will be repeated all over again and the perceived threat felt by the victims. The school well-being defined as one's assessment of their own self and its relationship with the school environment, where individuals are able to satisfy aspects of having, loving, and being. Participants in this study are 579 students of class XI, who are in the age range 14 years to 19 years. The measurement used in this study is the adapted from previously used measuring instrument. Result from Pearson correlation coefficient is -0,167 with 0,000 (p < 0,01). This means that there is a significantly negative relationship between bullying and school well-being at the high school students in Jakarta. The majority of these participants experienced verbal bullying behavior and have higher school assessment of well-being on the aspect of being."
Lengkap +
2010
S3613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bani Sara Fatimah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3669
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Fauzia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3551
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Dwi Agustin
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3575
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini melibatkan hubungan antara school well-being dan keterlibatan dalam kegiatan belajar pada siswa SMA. Partisipan penelitian ini adalah 579 siswa SMA kelas 11 yang berda di 5 wilayah DKI Jakarta. Penelitian ini diukur dengan menggunakan alat ukur modifikasi yang telh dibuat oleh Konu (2002) dan Simatupang (2008). Keterlibatan dalam kegiatan belajar diukur berdasarkan instrumen RAPS-S (Research Assessment Package for Schools-Student Report) yang dikembangkan oleh institut for Research and Reform in Education (1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara school well-being dengan keterlibatan dalam kegiatan belajar. Selain itu, ditemukan pula bahwa seluruh aspek dalam school wee-being yang meliputi having, loving, dan well being juga berhubungan dengan keterlibatan dalam kegiatan belajar."
Lengkap +
JIPM 1:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Katarina Menik Astuti
"Setiap individu pasti melakukan kegiatan dan berada dalam setting tempat tertentu. Peristiwa dan pengalaman di suatu tempat memiliki kaitan dengan persepsi individu dan ikatan pada tempat tersebut. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara school well-being, bullying dan place attachment di Sekolah Menengah Atas dan antar ketiganya. Pengukuran school well-being mengadaptasi alat ukur school well-being (Anne Konu, 2002) dan pengukuran place attachment mengadaptasi alat ukur place attachment (Williams, 1989), sedangkan pengukuran bullying menggunakan pertanyaan terbuka mengenai situasi yang terjadi. Jumlah sampel penelitian ini adalah 133 orang yang merupakan mahasiswa tingkat pertama di Universitas Indonesia.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara school well-being, bullying dan place attachment maupun antar ketiganya, kecuali antara school well-being dan bullying. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa perubahan skor dari satu variabel dapat diikuti dengan perubahan skor pada variabel lainnya.
Hasil penelitian mengenai hubungan school well-being dan bullying dengan menggunakan partial correlation dan mengontrol place attachment yang tidak signifikan diasumsikan peneliti disebabkan oleh ikatan yang muncul dengan sekolah membuat persepsi kesejahteraan diri siswa tidak terpengaruh dengan perilaku bullying yang terjadi. Selain hasil diatas, didapatkan pula hasil bahwa bullying lebih sering terjadi di sekolah swasta dibandingkan dengan sekolah negeri dan well-being siswa yang bersekolah di luar Jabodetabek cenderung lebih tinggi dibandingkan di Jabodetabek.

Every individual must do activities and be in a certain place setting. Events and experiences in a place linked to individual perception and attachment to the place. Therefore, this study was conducted to determine the significant relationship between school well-being, bullying and place attachment in high school and intercorrelation between them. Measurements adapted the school well-being measure school well-being (Anne Konu, 2002) and measurement of place attachment measure place attachment adaptation (Williams, 1989), whereas measurements using open-ended questions about the bullying situation occurs. The study sample size was 133 people which is a first year student at the University of Indonesia.
The results of this study indicate that there is a significant relationship between school well-being, bullying and place attachment and between the three, but the school well-being and bullying. Based on the results of the study can be seen that the change in score of one variable can be followed by changes in scores on other variables.
Results of research on the relationship of well-being and school bullying by using partial correlation and place attachment control is not significant due to the researchers assumed that ties up with schools to make students self-perception of well-being is not affected by bullying behavior happened. In addition to the results above, also obtained results that bullying is more common in private schools compared to public schools and wellbeing of students who attend school outside Jabodetabek tend to be higher than in Jabodetabek.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47684
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haniva Az Zahra
"Prestasi akademik sebagai salah satu prediktor kesuksesan siswa di sekolah dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Konstruk yang menjelaskan faktor internal dan eksternal yang memengaruhi prestasi akademik ini adalah school well being, dikembangkan oleh Konu & Rimpelä (2002). Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara school well-being dengan prestasi akademik bagi siswa berbakat akademik. Penelitian dilakukan pada siswa kelas XI SMA program akselerasi di Jakarta. Sebanyak 52 siswa menjadi sampel penelitian ini. Penelitian dilakukan menggunakan kuisioner untuk mengukur school well-being siswa dan tes prestasi akademik yang menggunakan soal Ujian Akhir Nasional pada mata pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia.
Hasil analisis menunjukkan bahwa school well-being memiliki hubungan positif yang signifikan dengan prestasi akademik pada siswa berbakat akademik. Hasil analisis tambahan, menunjukkan bahwa dimensi having memiliki hubungan positif yang signifikan dengan prestasi akademik pada siswa berbakat akademik. Selain itu, dalam penelitian ini ditemukan perbedaan yang signifikan pada prestasi akademik siswa berdasarkan latar belakang pendidikan ibu. Ditemukan pula perbedaan yang tidak signifikan antara school well-being dengan jenis kelamin, school well-being dengan latar belakang pendidikan orang tua, prestasi akademik berdasarkan jenis kelamin, dan prestasi akademik berdasarkan latar belakang pendidikan ayah.

Academic achievement is predictor of student success in school, affected by internal and external factor. One construct that describes internal and external factor that affects academic achievement is a school well being by Konu & Rimpelä (2002). This research was conducted to examine the relationship between school well-being of academic achievement for students with academic gifted. The research was conducted on the students of class XI Acceleration Program in high school. Total sample comprised 52 students.
Result indicated that school well-being has a significant positive correlation with academic achievement in academic gifted students. In comparison, it was found thas just only having dimension of school well-being that has a significant positive correlation with academic achievement in academic gifted students. In addition, there was a significant difference in the academic achievement of students based on maternal education. Moreover, there are no significant differences between the school wellbeing by gender, school well-being based on parental education, academic achievement by gender, and academic achievement based on father's education.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45439
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatin Rohmah Nur Wahidah
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan growth mindset, school well-being, dan kegigihan. Partisipan yang terlibat adalah siswa kelas 12 sekolah menangah atas dari sekolah negeri dan sekolah swasta di daerah Purbalingga, Jawa Tengah (n=418). Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan pengumpulan data melalui tiga kuesioner, yaitu skala School Well-Being (32 aitem, α=0,853); skala Mindset (20 aitem, α=0,804); and Grit Scale for Children and Adult (12 aitem, α=0,774). Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif growth mindset terhadap school well-being, dan kegigihan terkonfirmasi sebagai mediator. Growth mindset pada siswa memprediksi school well-being, melalui pengembangan kegigihan. Oleh karena itu, pemberian intervensi dengan menyasar growth mindset dan kegigihan disarankan dapat dilakukan sekolah untuk meningkatkan school well-being siswa.

This study investigates the relationship between school well-being, growth mindset, and grit. The subjects involved in this study are students from grade 12 in high public and private schools in Purbalingga, Central Java (n=418). The research method used is quantitative method with data collection through three questionnaires, i.e., School Well-Being Scale (32 items, α=0,853); Mindset Scale (20 items, α=0,804); and Grit Scale for Children and Adult (12 items, α=0,774). Results indicated a positive affact growth mindset on school well-being and confirmed the mediating role of grit. Growth mindset in students predicts higher school well-being through the enhancement of grit. Thus, giving intervention of growth mindset and grit can be carried out by school to improve students’s school well-being."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T52009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Dwi Syafina
"Tujuan penelitian ini ingin melihat hubungan antara school belonging dan subjective well-being in school pada remaja awal di pesantren. Banyaknya peraturan dan tuntutan di pesantren bukanlah hal mudah untuk dijalani oleh para remaja awal. Mereka sangat rentan melakukan berbagai pelanggaran di sekolah yang merupakan indikator rendahnya subjective well-being in school. Padahal subjective well-being in school yang tinggi akan meningkatkan keberhasilan akademik dan membuat mereka memiliki kesehatan mental serta fisik yang baik. Salah satu faktor penting yang memengaruhi subjective well-being in school adalah school belonging. Di pesantren, para siswa diharuskan tinggal bersama dan lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman dan para guru dibandingkan sekolah lainnya, sehingga seharusnya school belonging yang mereka miliki tinggi. School belonging juga merupakan kebutuhan penting bagi para remaja awal. Dengan demikian, remaja awal di pesantren seharusnya memiliki school belonging yang tinggi yang akan berhubungan dengan subjective well-being in school mereka. Responden penelitian ini terdiri dari 167 siswa remaja awal dari 4 pesantren di wilayah Depok dan Bogor. School belonging diukur menggunakan Psychological Sense of School Membership Among Adolescents dan subjective well-being in school diukur menggunakan Brief Adolescents rsquo; Subjective Well-Being in School Scale. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara school belonging dan subjective well-being in school pada remaja awal di pesantren.

The purpose of this study is to know the relationship between school belonging and subjective well being in school among early adolescents in pesantren. The number of rules and demands in pesantren is not easy for early adolescents. They are very vulnerable to violations in school that are indicators of low level subjective well being in school. In fact, high level of subjective well being in school can improve their academic success and have good mental and physical health. One important factor that affecting subjective well being in school is school belonging. In pesantren, students are required to live together and interact more with friends and teachers than any other school. That situation should make their school belonging higher. School belonging is an important needs for early adolescents. Thus, early adolescents in pesantren should have high level school belonging that will relate to their subjective well being in school. The respondents consisted of 167 early adolescents from 4 pesantren in Depok and Bogor. School belonging was measured using Psychological Sense of School Membership Among Adolescents and subjective well being in school were measured using the Brief Adolescents 39 Subjective Well Being in School Scale. The results showed a significant positive correlation between school belonging and subjective well being in school among early adolescents in pesantren."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcheli Fitria
"Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu apakah ada peranan dari psychological well being dan collective efficacy terhadap respon bystander dalam kejadian bullying di SMA. Sebagai tambahan, penelitian ini juga melakukan perbandingan pada dua dimensi collective efficacy untuk mengetahui dimensi mana yang paling berperan terhadap respon bystander. Partisipan penelitian ini adalah 229 siswa dari SMA dan SMK di Depok.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa psychological well being dan collective efficacy mempunyai peranan yang signifikan terhadap respon bystander sebagai defender. Sedangkan, pada respon bystander sebagai reinforcer dan outsider tidak ditemukan peranan yang signifikan. Pada dua dimensi collective efficacy, keduanya mempunyai peranan yang signifikan terhadap respon bystander sebagai defender, dengan peranan yang lebih besar berasal dari dimensi informal social control.

This study was conducted to find out whether there is a role of psychological well being and collective efficacy to bystander response in the event of bullying in high school. In addition, this study also did a comparison on the two dimensions of collective efficacy to determine which dimensions are most responsible bystander response. Participants of this study were 229 students from high schools and vocational schools in Depok.
The results of this study indicate that psychological well being and collective efficacy has a significant role as a defender of the bystander response. Meanwhile, the bystander response as reinforcer and an outsider can not find a significant role. In the two-dimensional collective efficacy, both have a significant role as a defender of the bystander response, with a greater role comes from the informal social control dimension.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>