"
ABSTRAKTetis ini membahas tentang kekalahan kekasaran Jepang pada tgl 15 Agustus 1945, seluruh anggota Militer kekaisaran Jepang serta sipil Jepang yang masih bertugas di Indonesia harus kembali ke Jepang berdasarkan perintah sekutu karena pemerintah kekaisaran Jepang dikusai oleh Maskas Besar Sekutu yg dipimpin oleh Militer Amerika Serikat kemudian semua kekuatan aparat negara Jepang jatuh ke tangan mereka.
Dalam situasi yang sangat kacau-balau pasca Perang Dunia II, muncul orang-
orang Jepang yang memutuskan tetap bertahan di Indoensia dan melawan bersama
untuk Kemerdekaan Indonesia. Keputusan mereka tidak berasal dari alasan politik atau
keuntungan melainkan berkeinginan yang sama dengan orang Indonesia, yakni
berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Seusai Perang Kemerdekaan dengan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh
Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, mereka tetap bertahan lalu menempuh
kehidupan yang baru sebagai Warga Negara Indonesia. Pada umumnya orang-orang seperti itu disebut sebagai Japindo (Japanese- Indonesian), Zanryu Hei (Prajurit Jepang
yang bertahan), Indonesia Zanryu Moto Nihonhei (Mantan Prajurit Jepang yang bertahan di Indonesia). Akan tetapi di dalam penelitian ini digunakan sebutan
"Zanryusha".
Setelah Perang Kemerdekaan, mereka yang memilih hidup sebagai orang
Indonesia, menanggalkan identitas sebagai warga negara Jepang, menuruti aturan-aturan masyarakat Indonesia, memakai nama Indonesia untuk mereka sendiri,
memakai bahasa Indonesia, menikah dengan wanita Indonesia, da mengikuti agama
yang dianut oleh isterinya masing-masing.
Kehidupan sehari-hari para Zanryusha setelah Perang Kemerdekaan penuh
kesulitan untuk mencari nafkah. Mereka tetap tidak memilih pulang ke Jebang untuk
keluar dari kemiskinan itu karena mereka tetap menganggap dirinya sebagai pembelot.
Melalui kematian seorang Zanryusha pada tahun 1975, seorang Zanryusha yang
bernama Kumpul N. Otsudo mulai beraktivitas untuk membangun suatu jaringan agar
seluruh Zanryusha yang bertahan di Indonesia saling berkomunikasi dan tolong-
menolong teman lain yang menderita kesusahan agar mereka masing-masing tidak
akan jatuh ke situasi kesepian.
Kegiatan yang dilakukan oleh Otsudo ini berangsur-angsur dipahami oleh
Zanryusha yang tersebar di berbagai kawasan dalam Indonesia. Akhirnya, pada tahun
1979, Yayasan Warga Persahabatan didirikan oleh 107 orang Zanryusha sebagai tempat
yang bisa membangun hubungan persahabatan.
ABSTRACTWith the defeat of the Japanese Empire on August 15, 1945 in the World War II,
the General Headquarters of Allied Forces (GHQ) headed by the United States of
America put Japanese government institution under control. All of the imperial military
members and Japanese civilians who still had a duty in Indonesia had to return to Japan
according to the Allied Forces" order.
Despite the order and confusion after World War II, some Japanese people
decided to stay behind in Indonesian to fight for the independence of Indonesia against
Dutch. Their decision did not come from political ambition. Rather, they simply had the
same wish as Indonesian people or independence of Indonesia.
Even after Indonesia regained the sovereignty from Dutch in December 1949 as
a result of the Independence War, those Japanese who fought with Indonesians
continued to sail through their new life as a citizen of Indonesia. In general, those
Japanese were called Japindo (Japanese Indonesian), Zanryu Hei (Japanese Soldiers
who stayed behind), or Indonesia Zanryu Moto Nihonhei (Japanese Soldiers left behind in Indonesia after World War Il). In this research, I call them "Zanryusha".
Zanryusha gave up the citizenship of Japan, followed the rules in Indonesian
society, used an Indonesian name for their own, spoke Indonesian language, got married
with an Indonesian woman, and practiced religion that was followed by their own wife
in order to assimilate themselves into Indonesian society. However, their daily life after
independence was full of difficulties in looking for earnings. In spite of poverty they were suffering from, they still chose not to go back to Japan because they were
considered as traitors.
Through the death of a Zanryusha in 1975, Kumpul N. Otsudo decided to start
working on building a network aiming for all Zanryusha to be able to communicate
with each other and help others out with relieving difficulties and loneliness. Otsudo's
activities and efforts gradually began to get understood by Zanryusha who were
scattered in various areas in Indonesia. Finally, Yayasan Warga Persahabatan was
founded in 1979 by 107 Zanryusha as a community where they could build good relationships."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008