Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173455 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Windyastuti
1993
S2290
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gumgum Gumilar Fajar Rakhman
"Bekerja memiliki pengaruh yang besar pada identitas dan persepsi diri serta
harga diri individu (Feldman,1989, Perlmutter dan HaI|_1985). Tidak adanya
pekerjaan yang dilakukan membuat seseorang kehilangan identitas din dan
aspek Iain dalam hidupnya akan terpengaruh secara negatif. Selain itu,
konsekuensi terpenting dari situasi menganggur adalah hilangnya harga diri.
Melihat pentingnya harga diri dalam proses mencari pekeijaan dan dampak
psikologis yang terjadi pada pengangguran terutama kemampuan protektif
yang rendah terhadap sires, peneliti ingin melihat gambaran harga diri dan
iuga hubungannya dengan kemampuan mengatasi keadaan yang menekan
(stres) dari kondisi dirinya yang menganggur.Besarnya dampak keadaan tidak
memiiiki pekerjaan atau menganggur membuat individu atau penganggur
akan berada dalam keadaan stres atau tertekan. Salah satu karakteristik
individu yang diasumsikan memiliki kaitan yang kuat dengan kondisi stres
adaiah pola pengendalian atau disebut locus of control (Parkes,1994).
Perbedaan penghayatan stres antara individu yang memiliki locus of control
internal dan individu yang memiliki locus of control ekstemal selanjutnya juga
mempengaruhi coping atau usaha untuk menghadapi sires. Folkman dan
Lazarus (1984) mereka memberikan batasan coping yang iebih luas meliputi
strategi kognitif dan tingkah Iaku mengatasi suatu situasi yang dapat
menimbulkan sires (probiem~focused coping) dan yang disertai emosi-emosi
negatif (emotion-focused coping) (Aldwin & Revenson,1987). Atwater (1983)
menyatakan bahwa semakin individu memaharni dan mendekatkan situasi
stres pada dasar-dasar pemecahan masalah maka semakin besar
kesempatannya untuk berhasii pada coping terhadap masalahnya. Dari
paparan di atas_ peneliti ingin melihat gambaran locus of control yang dimiliki
oleh pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan dan hubungannya
dengan kemampuan coping yang dimiliki oleh pengangguran Tamatan
Sekoiah Menengah Kejuruan. Peneliti juga ingin melihat sumbangan harga
diri dan locus of control pada strategi coping pada pengangguran Sekoiah
Menengah Kejuruan Untuk menjawab hal tersebut, penulis menyebarkan 200 kuesioner yang
terdiri dari alat ukur harga diri dari Rosenberg, alat ukur Locus of Control dari
IPC Leverson dan Ways of Coping Scale dari Folkman dan Lazarus dengan
menggunakan skala yang memiliki beberapa alternatif pilihan. Dengan
menggunakan teknik korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan signinkan
yang negatif antara harga diri dan locus of control dengan emotion focused
coping (r = -0,227 dan -0267). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi harga diri
dan locus of control yang internal maka subyek semakin rendah
menggunakan strategi emotion focused coping. Sumbangan variabel harga
diri dan locus of control signiikan terhadap strategi coping."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T34231
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gumgum Gumelar Fajar Rakhman
"Bekerja memiliki pengaruh yang besar pada identitas dan persepsi diri serta harga diri individu (Feldman,1989, Perlmutter dan Hall,1985). Tidak adanya pekerjaan yang dilakukan membuat seseorang kehilangan identitas diri dan aspek lain dalam hidupnya akan terpengaruh secara negatif. Selain itu, konsekuensi terpenting dari situasi menganggur adalah hilangnya harga diri. Melihat pentingnya harga diri dalam proses mencari pekerjaan dan dampak psikologis yang terjadi pada pengangguran terutama kemampuan protektif yang rendah terhadap stres, peneliti ingin melihat gambaran harga diri dan juga hubungannya dengan kemampuan mengatasi keadaan yang menekan (stres) dari kondisi dirinya yang menganggur.Besarnya dampak keadaan tidak memiliki pekerjaan atau menganggur membuat individu atau penganggur akan berada dalam keadaan stres atau tertekan. Salah satu karakteristik individu yang diasumsikan memiliki kaitan yang kuat dengan kondisi stres adalah pola pengendaiian atau disebut locus of control (Parkes, 1994). Perbedaan penghayatan stres antara individu yang memiliki locus of control internal dan individu yang memiliki locus of control eksternal selanjutnya juga mempengaruhi coping atau usaha untuk menghadapi stress. Folkman dan Lazarus (1984) mereka memberikan batasan coping yang lebih luas meliputi strategi kognitif dan tingkah laku mengatasi suatu situasi yang dapat menimbulkan stres (problem-focused coping) dan yang disertai emosi-emosi negatif (emotion-focused coping) (Aldwin & Revenson,1987). Atwater (1983) menyatakan bahwa semakin individu memahami dan mendekatkan situasi stres pada dasar-dasar pemecahan masalah maka semakin besar kesempatannya untuk berhasil pada coping terhadap masalahnya. Dari paparan di atas, peneliti ingin melihat gambaran locus of control yang dimiliki oleh pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan dan hubungannya dengan kemampuan coping yang dimiliki oleh pengangguran Tamatan Sekolah Menengah Kejuruan. Peneliti juga ingin melihat sumbangan harga diri dan locus of control pada strategi coping pada pengangguran Sekolah Menengah Kejuruan. Untuk menjawab hal tersebut, penulis menyebarkan 200 kuesioner yang terdiri dari alat ukur harga diri dari Rosenberg, alat ukur Locus of Control dari IPC Leverson dan Ways of Coping Scale dari Folkman dan Lazarus dengan menggunakan skala yang memiliki beberapa alternatif pilihan. Dengan menggunakan teknik korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan yang negatif antara harga diri dan locus of control dengan emotion focused coping (r = -0,227 dan ?0,267). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi harga diri dan locus of control yang internal maka subyek semakin rendah menggunakan strategi emotion focused coping. Sumbangan variabel harga diri dan locus of control signifikan terhadap strategi coping."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T17943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lulli Aliati
"Sekolah merupakan institusi yang membantu seseorang mencapai perkembangan fisik dan emosional, intelektual, vokasional, sosial, estetika dan moral (Mok & Flynn, 1997). Bagi remaja, sekolah berperan untuk membentuk dirinya. Pada saat seseorang berada di usia remaja, ia duduk di bangku SMP dan SMA Salah satu hal yang berpengaruh dalam kepribadian seseorang adalah harga diri. Harga diri adalah keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya berharga, penting, mampu menghadapi tantangan dalam hidup, serta layak mendapatkan kebahagiaan (Coopersmith, 1967). Tinggi rendahnya harga diri seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap diri dan kehidupan. Apabila seseorang rrjemiliki harga diri tinggi, maka ia akan melihat kehidupannya secara lebih positif (Frey & Carlock, 1983). Ketika seseorang memandang sekolahnya secara positif maka tingkat kualitas kehidupan sekolahnya pun diperkirakan positif.
Kualitas kehidupan sekolah adalah persepsi siswa mengenai aspek formal dan informal dari sekolah, pengalaman sosial dan pengalaman yang berhubungan dengan fiigas dan hubungan individu dengan figur otoritas di sekolah serta dengan teman-temannya (Schmidt, 1999). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan kualitas kehidupan sekolah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMA dengan jumlah 69 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik non-probability sampling, yaitu incidental sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner berbentuk skala.
Untuk mengukur kualitas kehidupan sekolah, digunakan alat ukur yang disusun oleh peneliti dengan aspek psikososial, aspek fisik, aspek pembelajaran dan aspek organisasional. Untuk mengukur harga diri, digunakan alat ukur yang disusun berdasarkan SelfEsteem Inventory (SEI) oleh Coopersmith yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini dengan domain orang tua, domain teman sebaya, domain sekolah dan domain umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan kualitas kehidupan sekolah pada siswa kelas 2 SMA. Artinya hipotesa alternatif diterima dan hipotesa nul ditolak, nilai korelasi (r) adalah 0, 449, dan signifikan pada los 0.05. Harga diri individu memiliki hubungan yang resiprokal dengan kualitas kehidupan sekolah.
Kepuasan yang dirasakan siswa terhadap kehidupan sekolahnya akan membawa dampak pada harga diri siswa. Demikian pula dengan harga diri yang dimiliki siswa, dengan harga diri yang dimiliki, cara pandang siswa terhadap sekolahnya akan berbeda-beda sesuai dengan tingkatan harga dirinya. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian dengan melihat hubungan antara setiap domain harga diri dengan setiap aspek pada kualitas kehidupan sekolah. Untuk saran praktis, diharapkan agar guru dan penyelenggara pendidikan lebih memperhatikan harga diri siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sekolah. Untuk orang tua diharapkan agar orang tua mempunyai hubungan yang baik dengan anak. Hubungan orang tua dengan anak yang baik dapat membuat harga diri anak meningkat Sedangkan untuk konselor agar dapat membantu anakanak yang mempunyai harga diri yang rendah agar mereka dapat berkembang lebih baik dan menikmati kehidupan sekolahnya secara positif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3599
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3490
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Di tengah serbuan arus informasi pada era globalisasi sekarang ini, manusia
dihadapkan pada tingginya kompetisi. Kegagalan dalam mengantisipasi perubahan
yang demikian cepat dapat membuat manusia tertinggal oleh perubahan yang ada.
Karenanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibarengi dengan
kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang juga kian kompleks. Di sini
terlihat arti penting pengembangan kreativitas , sejalan dengan upaya untuk
menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh.
Bagi bangsa Indonesia, upaya pengembangan kreativitas menjadi hal yang
mendesak. Ini berkaitan dengan adanya kenyataan akan lemahnya kreativitas
masyarakat Indonesia (Supriadi, 1994). Kesenjangan antara hal yang ideal dengan
kenyataan di lapangan , mendorong penulis untuk meneliti bagaimana hubungan
antara kreativitas, dalam hal ini sikap kreatif dengan sejumlah variabel.
Dalam Alisjahbana (1983), dikatakan bahwa rendahnya kreativitas di
Indonesia antara lain diduga karena masih dominannya sikap santai. Selain sikap
tersebut, dalam budaya kolektivis individu juga kurang tampil sebagai pribadi yang
utuh, mereka terlalu melebur (Alisjallbana, 1983). Konformitas semacam ini
menghalangi munculnya kreativitas individu. Di sisi lain, budaya individualis yang
mengutamakan kebebasan indiyidu diduga akan ikut menunjang kreativitas. Dalam
penelitian ini ingin dilihat apakah ada hubungan antara nilai idiosentrisme dengan
sikap kreatif. Idiosentrisme adalah sebutan lain untuk konsep individualisme pada
tataran individu.
Selain faktor individualisme di atas, penulis juga menduga bahwa faktor
kepribadian mempunyai peran terhadap sikap kreatif. Dalam hal ini penulis
rnengangkat konsep harga diri. Secara teoritis respon individu akan berbeda
tergantung tingkat harga dirinya. Berdasarkan hal tersebut maka diduga sikap kreatif
sebagai respon seseorang juga akan beragam tergantung tingkat harga dirinya.
Mengenai harga diri, dikatakan bahwa individu yang mampu mengembangkan
harga diri yang positif maka akan mencapai taraf aktualisasi diri atau berfungsi
sepenuhnya (dalam Schultz, 1991). Salah satu ciri mereka adalah adanya
kemampuan untuk mengekspresikan diri secara otonom serta dimilikinya keyakinan
diri yang kuat. Selain itu mereka juga lebih ulet (Leary, dkk, 1995). Penulis
menduga, sejumlah ciri tersebut akan berhubungan dengan sikap kreatif.
Penelitian ini melibatkan sampel remaja. Hal ini didasari oleh kenyataan
bahwa dari segi kuantitas, jumlah mereka adalah satu per lima dari seluruh
penduduk Indonesia. Jadi mereka melupakan aset yang besar bagi bangsa Selnin itu, adanya temuan yang memperlihatkan hubungan yang negatif antara
proses berpikir remaja dengan kreativitas ikut mendorong penulis (Wolf dalam
Rice, 1990).
Sebanyak 52 orang subyek dilibatkan dalam penelitian, di mana mereka
diambil dengan cara non probability sampling. Alat ukur yang dipergunakan
berupa kuesioner Skala Sikap Kreatif (Singgih, 1990), Indcol 1994 (Triandis, 1994)
dan Culture Free Self Esteem Inventory (Battle, 1981).
Dengan menggunakan teknik perhitungan multiple regression, penulis
mendapatkan sejumlah hasil. Secara keseluruhan ditemukan adanya hubungan
yang signifikan antara idiosentrisme dan harga diri dengan sikap kreatif. Variabilitas
SK yang dipengaruhi oleh interaksi ke dua variabel adalah sebesar 14,235 %.
Sementara dengan mengontrol salah satu variabel, ternyata hanya variabel harga diri
yang berhubungan secara signifikan dengan sikap kreatif pada los 0,05 ; dengan
sumbangan varians sebesar 39,9 %. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
skor harga diri maka makin tinggi pula skor sikap kreatif subyek. Sedangkan
idiosentrisme tidak secara signifikan berhubungan dengan sikap kreatif. Dari hasil
tambahan juga terlihat bahwa mayoritas subyek memiliki Sikap Kreatif (SK)
sedang (73,1 %). Mean skor SK subyek yang antara lain dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin, jabatan dalam kegiatan Ekstra Kurikuler di Sekolah,
kegiatan membaca di waktu luang, , temyata juga tidak berbeda secara signifikan.
Sehubungan dengan hasil yang tidak signifikan antara idiosentrisme dengan
sikap kreatif dapat dikatakan bahwa idiosentrisme tidak selalu berhubungan
dengan sikap kreatif. Dalam hal ini dapat muncul dugaan baru, yakni alosentrisme
lah yang ternyata berhubungan dengan sikap kreatif. Diduga teori yang dijadikan
kerangka analisis dalam penelitian ini kurang sesuai dengan keadaan di Indonesia,
atau dunia Timur (kolektivis/alosentris) pada umumnya. Artinya, bisa saja kondisi
sosial yang dituntut unluk tumbuhnya kreativitas manusia Timur dan Barat tidak
seluruhnya sama. Ini dituniang oleh sejumlah fakta yang diduga mempengaruhi
kreativitas , yakni antara lain adalah adanya persepsi bahwa kerja merupakan
sebuah pengabdian, adanya daya tahan dan kegigihan untuk menghasilkan prestasi
yang maksimal, tidak cepat puas (ada delay gratification) , kemauan untuk bekerja
keras dalam waktu yang lama, adanya wawasan ke depan (orientasi futuristik) yang
mendorong mereka untuk gigih , tabah dan percaya diri. Penulis juga memandang
ada faktor lain yang ikut berperan, yakni pengalaman sejarah, ketidak pastian masa
depan dan kondisi alam.
Mengingat gambaran di atas maka diperlukan kajian yang lebih mendalam,
antara lain dengan memperluas sampel dan ruang lingkup aspek yang dilibatkan.
Instrumen penelitian juga perlu diperbaiki. Sementara saran aplikatif yang mungkin
diwujudkan antara lain adalah perlunya pengembangan dan pemupukan harga diri."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Riyadi
"ABSTRAK
Matematika mempakan mata pelajaran penting yang diberikan di sekolah baik di SD, SMP, SMU/SMK bahkan Perguruan Tinggi. Matematika memiliki fungsi memberi kemampuan berpikir logis, kritis dan sistematis. Matematika juga memiliki peran yang penting dalam kehidupan ini. Mengingat pentingnya peranan matematika, wajar bila matemaiika mendapatkan perhatian yang utama dibanding pelajaran yang lain dan tidak berlebihan bila diharapkan siswa menunjukkan prestasi belajar yang baik dalam pelajaran tersebut di sekolah. Namun pada kenyataannya banyak siswa yang prestasi belajar matematikanya rendah atau kurang memadai. Bahkan sampai sekarang matematika masih dianggap sebagai momok dalam pelajaran di sekolah.
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berhubungan dengan prestasi belajar matematika antara lain adalah self efficacy dan minat terhadap matematika. Setiap siswa memiliki kemampuan dalam mempelajari matematika namun seringkali mereka ragu apakah ia mampu atau tidak dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Siswa seringkali tidak bertingkah Iaku optimal meskipun tahu apa yang harus dilakukannya. Keyakinan seseorang akan kemampuannya inilah yang menurut Bandura (1986) dikenal sebagai self efficacy.
Penulis meneliti hubungan antara self efficacy dengan prestasi belajar matematika yang diduga memiliki hubungan yang bermakna. Di samping itu penulis juga meneliti hubungan minat terhadap matematika dengan prestasi belajar matematika mengingat kurang minatnya siswa terhadap matematika karena ketika berhadapan dengan matematika siswa terlebih dahuiu menganggapnya sebagai suatu mata pelajaran yang sukar (Sinergi, Januari-Maret 1998). Tujuan penelitian adalah menguji apakah ada hubungan antara self efficacy dan minat terhadap matematika dengan prestasi belajar matematika. Kemudian berapa besar sumbangan variabel tersebut terhadap prestasi belajar matematika.
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswa kelas 3 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 8 Jakarta. Alasannya ialah subyek sudah dapat menilai dirinya sendiri secara cukup realistis dan subyek sudah mandiri dalam membentuk minat serta sudah sejak lama mengikuti pelajaran matematika. Subyek yang dijadikan sampel sebanyak 115 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. lnstrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu skala self efficacy dan kuesioner minat matematika. Data penelitian diolah menggunakan metode multiple regression.
Hasil penelitian ini tidak mendukung teori Bandura(l986) yang mengatakan bahwa self efficacy berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika. Penelitian ini juga tidak mendukung penelitian Schunk (1982) yang menyatakan bahwa self efficacy berhubungan secara signifikan dengan prestasi belajar matematika. Hasil penelitian ini juga tidak mendukung penelitian Simanjuntak (1994) yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara minat dengan prestasi matematika siswa laki-laki dan perempuan. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui self efficacy dan minat terhadap matematika secara bersama-sama tidak memberikan sumbangan yang signifikan terhadap prestasi belajar matematika.
Tidak bemaknanya hubungan antara self efficacy dan minat terhadap matematika dengan prestasi belajar matematika mungkin disebabkan oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini yang berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika seperli inteligensi, motivasi, kecemasan terhadap matematika dan skema tentang pemecahan masalah yang diajarkan sebelumnya. Faktor-faktor tersebut mungkin mempunyai peran yang lebih besar dalam mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa dibandingkan dengan self efficacy dan minat terhadap matematika. Tidak signifikannya hubungan antara self efficacy dan minat terhadap matematika dengan prestasi belajar matematika juga bisa disebabkan oleh instrumen-instrumen penelitian ini yang mungkin tidak valid secara eksternal, kecenderungan subyek penelitian untuk menjawab kuesioner secara social desirability dan variabilitas sampel penelitian yang rendah.
Saran untuk penelitian lanjutan yakni melakukan validasi eksternal terhadap instrumen-instrumen ini dengan cara mengkorelasikan skala self efficacy dan kuesioner minat terhadap matematika dengan alat-alat dan metode-metode lain yang valid secara internal maupun eksternal yang mengukur konstruk yang sama. Sebaiknya menggunakan sampel penelitian dan beberapa sekolah agar subyeknya heterogen dan menggunakan teknik pengambilan sampel secara random/acak. Membuat tes matematika yang standar agar valid dan reliabel. Perlu melibatkan valiabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti inteligensi (kecerdasan), motivasi, kecemasan terhadap matematika dan skema tentang pemecahan masalah yang diajarkan sebelumnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Irvina
"Pemilihan terhadap jurusan/bidang studi tertentu biasanya disesuaikan dengan minat seseorang Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) program studi Manajemen Bisnis dan Akuntansi diasumsikan memilih sekolah tersebut karena minatnya di bidang ekonomi (minat ekonomi). Begitu juga dengan siswa yang mengikuti pendidikan di Sekolah Perawat Kesehatan dan Sekolah Pengatur Rawat Gigi, karena minatnya di bidang kesehatan (minat kesehatan).
Dalam membicarakan masalah pendidikan, yang menjadi topik utama adalah mutu siswa atau prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan karena sekalipun keberhasilan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari variabel-variabel lain yang mempengaruhi proses pendidikan itu, namun yang menjadi terminal penilaian adalah prestasi belajar yang dicapai siswa pada akhir pendidikan atau pada saat ujian, baik pengetahuan maupun keterampilan.
Tinggi rendahnya prestasi yang dicapai siswa di sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah minat (Suryabrata, 1983). Menurut Horrocks (1976) minat adalah kumpulan sikap yang tampil dalam bentuk perhatian selektif pada suatu obyek atau aktivitas tertentu.
Dalam kaitannya dengan prestasi belajar siswa, sejumlah penelitian menunjukkan adanya hubungan antara minat dengan prestasi belajar, seperti penelitian Fredericksen & Melville, 1954; Barrileaux, 1961; Barak & Rabbi, 1982; serta Wiley & Magnon, 1982 (dalam Brown & Lent, 1984). Namun beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain menunjukkan tidak ada hubungan antara keduanya (Super & Crites, 1962 dan Stanley & Hopkins, 1978 dalam Brown & Lent, 1984).
Perbedaan hasil-hasil penelitian itu mendorong penulis untuk meneliti hubungan antara minat dengan prestasi belajar siswa SMK. Penelitian ini dilakukan di Jakarta pada tahun 1997. Teknik yang digunakan untuk mengambil sampel dalam penelitian ini adalah Incidental Sampling. Subyek penelitian adalah siswa-siswa kelas 1 dari dua jurusan SMK, yaitu SMK jurusan/bidang ekonomi (program studi Manajemen Bisnis dan Akuntansi) serta SMK bidang kesehatan (Sekolah Perawat Kesehatan/SPK dan Sekolah Pengatur Rawat Gigi/SPRG). Penelitian ini memperoleh 158 orang subyek penelitian, yang terdiri dari 84 orang siswa SMK bidang kesehatan dan 74 orang siswa SMK bidang ekonomi.
Alat pengumpul data pada penelitian ini adalah inventori minat dan tes formatif. lnventori minat digunakan sebagai alat ukur minat siswa dan tes formatif digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa.
Analisis data dilakukan dengan menghitung persentase (deskriptif statistik) dan Partial Correlation untuk melihat ada tidaknya hubungan antara minat dengan prestasi belajar, dengan mengontrol variabel kecerdasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara minat dengan prestasi belajar tidak terbukti secara signifikan pada penelitian ini. Walaupun tidak terdapat hubungan yang signifikan, ada dimensi-dimensi minat ekonomi dan minat kesehatan yang berhubungan dengan prestasi belajar, yaitu 'melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan bilangan' dan 'menjalankan standar kesehatan'.
Dari penelitian ini memang tidak dapat dilihat kaitan antara minat dengan prestasi belajar. Namun masih banyak aspek lain yang berhubungan dengan minat. Masalah minat siswa SMK ini penting untuk ditelaah, karena akan berkaitan dengan pembinaan siswa itu sendiri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>