Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8291 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Nelden D.M Djakababa
"ABSTRAK
Budaya mempengaruhi perilaku manusia yang hidup dalam konteks
budaya tersebut. Dalam konteks budaya Sumba, seringkali terjadi peristiwa-
peristiwa yang dianggap melecehkan ke-diri-an seseorang, kemudian menjadi
masalah yang dianggap sangat serius. Bertolak dari kenyataan tersebut,
penelitian ini bermaksud melihat bagaimanakah orang Sumba melihat ke-diri-
annya sendiri, atau dalam istilah psikologi, bagaimanakah gambaran konsep diri
orang Sumba.
Penelitian deskriptif ini menggunakan kombinasi pendekatan kualitatif
dan kuantitatif. Alat pengumpul data yang dipergunakan adalah kuesioner
"Saya .... " yang menghasilkan data kualitatif 'berupa respon- respon yang
dikategorisasi dan dianalisa isinya, serta data kuantitatif berupa frekuensi dan
persentase respon. Wawancara juga dilakukan sebagai pelengkap data
kualitatif.
Responden penelitian ini ada 101 orang yang memberikan 969 respon
berupa pernyataan- pernyataan yang mendeskripsikan diri. Respon yang
terbanyak (56.8%) berasal dari dimensi kolektif. Tiga kategori dengan respon
terbanyak adalah kategori "ldentitas Sosial" (36.43%), "Atribut- atribut Spesifik"
(29.41%), dan "Deskripsi Evaluatif" (14.24%). Terdapat tiga subkategori baru
yang muncul berdasarkan data, yaitu subkategori "Kebutuhan", "Kewajiban I
Keharusan", dan "Kondisi Ekonomi".
Perbandingan antara kelompok remaja dan dewasa menunjukkan bahwa
kelompok remaja mengumpulkan presentase respon terbesar pada kelompok
?Aspirasi - Individual" (7.38%) sedangkan kelompok dewasa Iebih banyak
memberi respon di bawah subkategori "lnforrnasi Keluarga" (12.98%).
Perbandingan antar kelompok jenis kelamin menunjukkan bahwa relatif tidak
terdapat perbedaan antara kedua kelompok ini dalam hal proporsi dimensi
individual, kolektif dan relasional. Laki- Iaki Iebih banyak memberikan respon
pada subkategori "Peran - status" (7.80%) serta "ldentitas yang Dirumuskan
Sendiri" (5.13%) daripada perempuan (4.56% & 0.83%). Perempuan Iebih
banyak memberikan respon-respon pada subkategori ?Kondisi Ekonomi"
(6.85%) daripada Iaki- laki (2.46%). Tidak seperti dugaan semula, ternyata
respon yang menunjukkan identitas kepenganutan terhadap kepercayaan
Marapu, yaitu kepercayaan asli Sumba, sama sekali tidak muncul.
Disimpulkan bahwa konsep diri orang Sumba mencerminkan karakteristik
dimensi budaya kolektif yang dominan, yaitu karakteristik budaya yang
cenderung berorientasi pada keiompok. Dengan mempertimbangkan aspek-
aspek pada subkategori, tema- tema yang paling menonjol pada konsep diri
para responden adalah identitas sosial khususnya identitas etnis sebagai orang
Sumba, aspirasi dan preferensi, serta deskripsi diri secara evaluatif. Laki- Iaki
Iebih menunjukkan karakteristik mempertahankan nama baik dan harga diri
daripada perempuan, terindikasi pada perbedaan jumlah respon "Peran - status"
dan ?Kondisi Ekonomi" kedua kelompok jenis kelamin. Perbedaan antara
kelompok remaja dan dewasa pada dasarnya mencerminkan perbedaan tahap
perkembangan.
Disarankan agar dalam penelitian selanjutnya, responden ditingkatkan
jumlah, keragaman karakteristiknya serta penyebaran lokasinya supaya data
Iebih dapat mewakili karakteristik seluruh populasi Sumba asli secara Iebih
proporsiona|."
1998
S2472
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3164
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Nur Aini
"Manusia, seiring dengan perkembangan usianya,' menjalani berbagai peranan dan fungsi dalam hidup. Di dalamnya tercakup pelaksanaan tugas-tugas perkembangan. Secara lebih khusus, dalam tahapan usia dewasa muda seseorang dihadapkan pada adanya fenomena seputar karir dan pernikahan. Dua hal tersebut merupakan tahap yang harus dilalui dan hasilnya akan menentukan kehidupan seseorang pada tahap perkembangan hidup selanjutnya.
Kehidupan masyarakat kota identik dengan adanya modernisasi dalam segala bidang. Dalam pelaksanaannya saat ini, tidak hanya pria yang terlibat aktif, melainkan wanita pun turut mempunyai andil yang besar dalam menjalani arus perkembangan modernisasi yang ada. Pekerjaan yang dulunya selalu diidentikkan dengan pria sekarang menjadi bergeser dengan adanya pengakuan terhadap fungsi dan peranan wanita.
Dengan adanya tuntutan yang lebih besar bagi para wanita saat ini di bidang pengembangan karir, sedikit banyaknya berpengaruh pada gaya hidup yang dijalani. Salah satunya adalah gaya hidup melajang yang saat ini sudah banyak ditemukan di hampir semua kota-kota besar. Pilihan untuk tidak menikah atau yang lazimnya disebut hidup melajang rupanya menjadi suatu fenomena yang terjadi dan menarik untuk disimak. Hal ini mengingat kodrat dan pandangan umum yang mengemukakan bahwa selayaknya wanita melakukan pernikahan dan membangun rumah tangga. Tentu saja hal ini menimbulkan pandangan-pandangan yang pro dan kontra dari masyarakat, yang pada akhirnya menimbulkan stereotip bagi yang para wanita yang mengalaminya.
Beberapa tokoh mengemukakan bahwa wanita yang tidak menikah cenderung memiliki well-being yang tinggi, yang ditandai oleh terpenuhinya kebutuhan akan keahlian (yang berasal dari pekerjaan) dan kesenangan (kualitas dari pekerjaan yang diperoleh). Selain itu juga wanita yang tidak menikah dapat lebih memiliki kesempatan yang besar untuk melakukan pengembangan dan perubahan diri, serta lebih memiliki kebebasan dalam hidup. Di sisi lain ada pula tokoh yang mengemukakan bahwa pada wanita yang tid^k menikah, well-being yang dimiliki cenderung rendah terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan akan kesenangan karena tidak terciptanya hubungan yang akrab dengan seseorang. Selain itu mereka juga kadang diidentikkan dengan ketidakbahagiaan dan kecenderungan depresi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut tentang gambaran konsep diri yang dimiliki oleh para wanita yang memutuskan untuk tidak menikah, mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan mereka mengambil tindakan tersebut, dan seberapa besar pengaruh lingkungan terhadap diri mereka sehubungan dengan adanya keputusan untuk tidak menikah.
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, digunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus, di mana dengan pendekatan ini akan memungkinkan penulis untuk mempelajari isu-isu secara mendalam dan mendetil yang dirasakan individu mengenai topik yang akan dibahas.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa gambaran konsep diri pada mereka adalah cenderung positif. Mereka menganggap bahwa dengan tidak menikah mereka menjadi mandiri dan memiliki well- being yang tinggi. Dalam hal ini well-being lebih dikaitkan dengan dimilikinya keahlian tertentu yang diperoleh melalui pekerjaan dan kualitas pekerjaan tersebut. Kebutuhan untuk mendapatkan penilaian positif dari orang lain juga terpenuhi meskipun ada beberapa pihak yang tetap menentang keputusan mereka. Mereka juga memiliki kepuasan diri yang tinggi, setidaknya mereka telah cukup puas menjalani hidupnya hingga saat ini.
Alasan utama yang menyebabkan mereka memutuskan untuk tidak menikah adalah alasan yang lebih bersifat internal, meliputi adanya pengalaman-pengalaman pribadi yang menunjukkan bahwa pernikahan acapkali menampilkan ketidakbahagiaan, dan adanya faktor sifat diri atau kepribadian. Selain itu adanya keinginan untuk merasakan kebebasan hidup tanpa campur tangan dari orang lain dan adanya keinginan untuk membuktikan ketidakbenaran persepsi yang negatif mengenai stereotip wanita yang tidak menikah.
Alasan eksternal yang juga mempengaruhi mereka adalah adanya persepsi mereka terhadap pengalaman-pengalaman orang lain dalam dunia pernikahan yang juga acapkali menampilkan ketidakbahagiaan. Meskipun demikian ada seorang subyek yang hingga saat ini mengalami keraguan akan kondisi dirinya. Sebenarnya ia tidak secara langsung membuat keputusan untuk tidak menikah, namun ia lebih menyerahkan kehidupannya pada Tuhan sehingga pada akhirnya ia menerima kondisinya yang harus hidup melajang dengan pemikiran yang positif bahwa kehendak Tuhan pastilah yang terbaik untuknya.
Secara umum, keputusan mereka untuk tidak menikah berasal dari pengaruh internal. Artinya keputusan mereka benar-benar merupakan keputusan yang diperoleh dari diri sendiri tanpa adanya pengaruh dari orang lain. Dengan demikian faktor ektemal tidak secara signifikan berpengaruh pada kondisi mereka sehubungan dengan keputusan yang mereka pilih.
Dari hasil penelitian ini, diperoleh informasi baru bahwa ternyata semua subyek memiliki konflik dengan ayah. Hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut untuk memperkaya hasil penelitian sehubungan dengan adanya pengaruh kedekatan dengan ayah terhadap keputusan subyek untuk tidak menikah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Hica Anggraini
2001
S2822
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3229
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Dhahnial
"Masyarakat Indonesia sedang menghadapi berbagai situasi yang memprihatinkan. Krisis yang belum selesai, korupsi yang merajalela, tingkat pengangguran yang tinggi serta berbagai hal yang mengindikasikan bahwa Masyarakat sedang berada dalam kondisi disorganized. Kondisi ini lebih-lebih terjadi di masyarakat perkotaan sebagai tempat munculnya industrialisasi dan modernisasi yang pada sisi tertentu menyebabkan berbagai permasalahan sosial yang kompleks. Masyarakat perkotaan dihadapkan pada permasalahan sosial yang kompleks dan kadangkala menimbulkan gejala seperti perasaan gelisah, serba tidak puas, perasaaan serba ragu dan serba salah, frustasi, sengketa batin dengan orang lain dan lingkungan, merasa hampa, kehilangan semangat hidup dan munculnya berbagai penyakit psikosomatis.
Berbagai permasalah ini mempunyai kemiripian dengan ciri-ciri munculnya diskrepansi diri (Fromm, Rogers, Baron & Byrne). Lantas, di tengah diorganisasi sosial pada masyarakat kota menjadi menarik untuk mengetahui konsep diri dan diskrepansi pada orang kota. Salah satu faktor dalam pembentukan persepsi individu adalah faktor agama. Agama menjadi menarik untuk diselidiki karena karena pada era transisi sosial dan politik saat ini, perkembangan dan dinamika kehidupan keagamaan menjadi sangat kompleks, bahkan sejak sebelum terjadinya reformasi politik Indonesia yang menyebabkan tumbangnya Soeharto. Agama secara historis dan sosiologis mempunyai peran yang kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pada kondisi ini menarik untuk mengetahui bagaimana pola keberagamaan masyarakat kota.
Penelitian ini mengambil latar belakang kota Jakarta dengan segala permasalahannya yang dihadapkan pada berbagai nilai-bilai yang nantinya akan membentuk konsep diri orang-orang di dalamnya. Pertanyaanpertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimanakah konsep diri orangorang di kota besar (dalam hal ini kota Jakarta)? Dengan berbagai kondisi yang melatarbelakanginya, bagaimanakah gambaran diskrepansi diri riil dan ideal serta diskrepansi diri riil dan sosial? Salah satu konstruk konsep diri adalah belief yang terbangun pada masyarakat di sekitar individu termasuk di dalamnya adalah agama. Kemudian timbul pertanyaan bagaimanakah keberagamaan orang-orang-orang di kota besar? Adakah keberagamaan berpengaruh pada konsep diri serta diskrepansi diri orang-orang tersebut?
Dalam menjawab rumusan masalah tersebut, penelitian ini menggunakan teori komponen konsep diri dari Baron (1994), diskrepansi konsep diri Higgins (dalam Bracken, 1996), social self dari Fromm (1961), akibat-akibat diskrepansi dari Rogers, Fromm dan Higgins, keberagamaan Schaefer & Gorsuch (1991), Allport (1959) serta Pargament (1997). Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif sebagai penunjang. Subyek penelitian adalah individu-individu tinggal di Jakarta dan tercatat mempunyai KTP Jakarta, pendidikan minimal SMU. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pengukuran rata-rata, standar deviasi, dan pengukuran regresi serta effect coding pada regresi berganda.
Dari hasil penelitian, didapat bahwa diri ideal adalah diri yang lebih menonjol dibandingkan dengan diri yang sesungguhnya dan diri yang ditampilkan di lingkungan. Subyek memandang agak positif terhadap konsep diri riil dan memandang positif terhadap konsep diri ideal serta sosial. Diskrepansi konsep diri real-ideal mereka tergolong rendah. Rendahnya diskrepansi tersebut melalui hasil analisa data kualitatif disebabkan karena tuntutan dari lingkungan yang secara umum dapat dipenuhi oleh subyek Sementara diskrepansi konsep diri real-sosial ditemukan sangat rendah.
Melalui hasil kualitatif didapat bahwa keterkaitan diri sesungguhnya dengan masyarakat sangatlah kuat, bahkan masyarakat dianggap sebagai norma tertinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa orientasi religius intrinsik pada subyek tergolong tinggi sementara orientasi religius ekstrinsik tergolong agak rendah. Gaya coping religius yang dominan dipakai oleh subyek adalah gaya Kerja Sama. Pemaknaan Tuhan yang utama adalah sebagai Pencipta, Penguasa, dan Penentu sementara pemaknaan agama yang utama adalah agama sebagai pedoman hidup dan norma-norma.
Hasil lainnya adalah orientasi religius intrinsik ternyata berhubungan dengna pembentukan konsep diri baik real, ideal maupun sosial. Selain itu, gaya coping religius Kerja Sama juga berpengaruh terhadap konsep diri sesorang. Sementara komponen lain dalam keberagamaan tidak berkontribusi dalam pembentukan konsep diri seseorang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Diah Lestari
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3297
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Damaris Triananda
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3045
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Wahyuni
2010
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>