Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162737 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indahdiati
"Data statistik menunjukkan bahwa aborsi cukup banyak dilakukan di Indonesia. Selain itu survey yang diadakan majalah Femina juga menunjukkan kecenderungan mulai diterimanya aborsi pada sebagaian wanita. Hal tersebut terasa janggal bila dikaitkan dengan pandangan yang selama ini beredar bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Sedangkan diketahui agama melarang tidakan aborsi. Untuk itu peneliti merasa perlu melihat hubungan antara religiusitas dan sikap terhadap aborsi pada wanita. Religiusitas yang dimaksud adalah religiusitas intrinsik (cara beragama yang memikirkan komitmen terhadap agama dengan seksama dan memperlakukannya sebagai tujuan akhir) dan religiusitas ekstrinsik (cara beragama yang menggunakan agama sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi).
Penelitian dilakukan pada wanita muslim karena masih terdapat perbedaan pendapat di antara ulama Islam mengenai hukum aborsi sebelum ditiupkannya ruh pada janin, yaitu sebelum janin berumur 120 hari, sehingga kemungkinan wanita muslim akan memiliki sikap terhadap aborsi yang lebih bervariasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode nonprobability sampling, yaitu teknik incidental sampling. Untuk mengukur religiusitas intrinsik dan ekstrinsik digunakan teijemahan dari Religious Orientation Scales yang dikembangkan oleh Allport dan Ross. Sementara itu sikap terhadap aborsi diukur dengan skala sikap terhadap aborsi yang disusun dengan teknik konstruksi Likert. Adapun seluruh analisis data dilakukan dengan piranti lunak Statistical Package for Social Science (SPSSj^br Windows release 6.0.
Hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara religiusitas intrinsik dan sikap terhadap aborsi (r = -.46, p = .00). Semakin komitmen terhadap agama dipikirkan dengan seksama dan diperlakukan sebagai tujuan akhir, semakin unfavorable sikap terhadap aborsi. Religiusitas ekstrinsik juga berhubungan negatif secara signifikan dengan sikap terhadap aborsi (r = - .32. p = .00). Aitinya semakin agama digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi, semakin unfavorable sikap terhadap aborsi. Akan tetapi hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hubungan negatif antara religiusitas intrinsik dan sikap terhadap aborsi signifikan lebih kuat daripada hubungan negatif antara religiusitas ekstrinsik dan sikap terhadap aborsi (t = 1.70, p<.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2673
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhia Annisa
"Ketidaksetaraan gender dan ambivalent sexism yang dihadapi perempuan Indonesia,
termasuk di kota besar seperti Jabodetabek, membuat mereka mengembangkan
ambivalensi sikap terhadap laki-laki, yaitu prasangka dan stereotip hostile dan benevolent
yang dimiliki perempuan terhadap laki-laki (Glick & Fiske, 1999). Dua konsep yang
seringkali dikaitkan dengan ambivalensi sikap terhadap laki-laki adalah religiusitas dan
sikap dan ideologi feminis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran religiusitas dan
sikap dan ideologi feminis dalam memprediksi ambivalensi sikap terhadap laki-laki yang
dimiliki mahasiswa Muslim perempuan di Jabodetabek. Penelitian dilakukan pada 718
mahasiswa Muslim perempuan yang tersebar di Jabodetabek menggunakan alat ukur
Ambivalence Toward Men Inventory (AMI) (Glick & Fiske, 1999), Centrality of
Religiosity Scale (CRS) (Huber & Huber, 2012), dan Liberal Feminist Attitude and
Ideology Scale (LFAIS) Versi Pendek (Morgan, 1996). Hasil analisis menunjukkan
bahwa religiusitas dan sikap dan ideologi feminis merupakan prediktor ambivalensi sikap
terhadap laki-laki yang signifikan, dimana religiusitas yang tinggi memprediksi
ambivalensi sikap terhadap laki-laki yang lebih tinggi dan sikap dan ideologi feminis
yang lebih positif memprediksi ambivalensi sikap terhadap laki-laki yang lebih rendah.
Implikasi dan saran terkait penelitian ini dijabarkan dalam bagian diskusi

Gender inequality and ambivalent sexism faced by Indonesian women, including in big
cities like Jabodetabek, made them develop ambivalence toward men, which is hostile
and benevolent prejudice and stereotypes women have toward men (Glick & Fiske, 1999).
Religiosity and feminist attitude and ideology are two concepts often linked with
ambivalence toward men. This research purpose was to see the role of religiosity and
feminist attitude and ideology in predicting ambivalence toward men on female Muslim
students in Jabodetabek. The research was done on 718 female Muslim Students spread
in Jabodetabek using Ambivalence Toward Men Inventory (AMI) (Glick & Fiske, 1999),
Centrality of Religiosity Scale (CRS) (Huber & Huber, 2012), dan Liberal Feminist
Attitude and Ideology Scale (LFAIS) Short Version (Morgan, 1996). Results of the
analysis show that religiosity and feminist attitude and ideology are significant predictors
of ambivalence toward men, where high religiosity predicts higher ambivalence toward
men and positive feminist attitude predicts lower ambivalence toward men. Implications
and suggestions regarding this research explained on discussion"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzan Riyadi
"Di era digital ini identik dengan kemajuan tekhnologi, salah satunya adalah kemudahan dalam komunikasi melalui media sosial yang menyebabkan banyaknya informasi yang tidak semua benar atau disebut informasi palsu atau hoax. Ini memunculkan permasalahan intensitas dalam menyebarkan informasi hoax. Karena banyak masyarakat yang tidak berhati-hati dalam menyebarkan informasi, hingga banyak yang menyebarkan informasi palsu secara tidak sengaja tanpa mengecek informasinya terlebih dahulu. Peneliti melihat adanya self control dan religiusitas dapat mengatasi permasalahan banyaknya penyebaran informasi hoax ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari tahu apakah ada hubungan antara self control dan religiusitas terhadap intensitas penyebaran informasi hoax serta mencari tahu seberapa besar kontribusinya.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Respoden dalam penelitian ini adalah komunitas remaja Islam di Jakarta yaitu Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) di Menteng, Jakarta Pusat dengan rentang usia antara 18 sampai 30 tahun. Hasil dari data yang didapat dari kuesioner diolah dengan statistik tekhnik regresi dengan SPSS. Hasil penelitian ini untuk mencari arah hubungan antara variabel self control dan religiusitas terhadap intensitas penyebaran informasi hoax dan melihat apakah ada hubungan antara ketiga variabel tersebut atau tidak serta kontribusinya.
Hasil dari penelitian menunjukan ada hubungan antara self control, religiusitas, dan intensitas penyebaran informasi hoax, hubungan tersebut bersifat negatif, artinya jika self control atau religiusitas seseorang naik, maka intensitas penyebaran informasi hoax orang tersebut akan menurun, begitu juga sebaliknya. Kontribusi dari self control terhadap intensitas penyebaran informasi hoax bernilai sedang, yaitu dengan nilai pearson correlation sebesar 0.485. Sedangkan kontribusi dari religiusitas terhadap intensitas penyebaran informasi hoax bernilai rendah dengan nilai pearson correlation sebesar 0.211. Hal ini menunjukan jika self control memiliki kontribusi lebih besar terhadap intensitas penyebaran informasi hoax dibandingkan religiusitas.

This digital era is identical with technological advances; one of which is ease of communication through social media. It facilitates the spread of a lot of information that is not all true or what so-called false information or hoax. This raises problems in the intensity of hoax spread because there are many people who are not careful in spreading information. Therefore, many people spread false information accidentally because they do not check the truth of the information first. The researcher argues that self-control or religiosity can overcome problems related to the hoax spread.
The objective of this study is to find out whether or not there is a relationship between self-control or religiosity and the intensity of the hoax spread and to find out how much they contribute.
This study applies quantitative method. The respondents of this study were the Muslim youth community in Jakarta; i.e. Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) in Menteng of Central Jakarta with an age range between 18 and 30 years. The results, from the data obtained from the questionnaire, were processed using statistical regression technique with the help of SPSS. The results of the study are intended to find the direction of the relationship between the variables of self-control or religiosity and the intensity of the hoax spread and to see whether or not there is a relationship between the three variables and their contribution.
The results of the study showed that there is a relationship between self-control or religiosity and the intensity of the spread of hoaxes where the relationship is negative. It means that if a person`s self-control or religiosity increases, the intensity of the hoax spread on that person will decrease and vice versa. The contribution of self-control to the intensity of the hoax spread is in moderate value; i.e. the Pearson correlation value is 0.485. In addition, the contribution of religiosity to the intensity of the hoax spread is low; i.e. the Pearson correlation value is 0.211. This shows that self-control has a greater contribution to the intensity of hoax spread than religiosity.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Kusumadewi
"Mahasiswa merupakan populasi yang rentan terhadap distres psikologis dikarenakan berbagai macam kesibukan dan karateristik yang ia miliki. Saat ini mayoritas mahasiswa merupakan emerging adult yang sedang bereksplorasi dengan dirinya dan terbuka lebar berbagai peluang untuknya. Dengan hal tersebut berbagai aspek kehidupannya pun menjadi hal yang diperluas terus menerus. Religiusitas merupakan satu dari berbagai macam hal yang menjadi bagian eksplorasi emerging adult. Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa mahasiswa cenderung memiliki keikutsertaan pada kegiatan agama yang cukup rendah dan memiliki distres yang tinggi.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah ada kaitan antara religiusitas dengan tingkat distres psikologis pada mahasiswa. HSCL-25 dan CRS-15 digunakan untuk mengukur distres psikologis dan religiuitas pada 1959 respponden. Hasilnya menunjukan dari lima dimensi religiusitas, 2 diantaranya berkorelasi secara positif yakni dimensi intelektual r= 0.056, n=1959, p>0.05 dan praktik keagamaan pribadi r= 0.074, n=1959, p

College students are prone to psychological distress due to their own characteristics. Today lsquo s college students are emerging adult that most likely doing things to explore many aspects in their life. Religiosity is one of many aspects from emerging adult rsquo s life that is being explored while they are still in college. In previous study, college students are low when it comes to religious practice. In another study, they found that college students have a high psychological distress.
In this study, the main objective is to find if there is any significant relationship between religiosity and psychological distress. HSCL 25 and CRS 15 is used to measure psychological distress and religiosity in 1959 college students. The finding is that 4 from 5 dimension of religiosity have a significant relationship with psychological distress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milla Herdayati
"Tidak semua kehamihn disambut kehadirannya atau diinginkan perempuan. Kehamilan tidak diinginkan (KTD) terjadi karena berbagai alasan, misalnya perempuan/pasangan tidak menggunakan kontrasepsi padahal tidak ingin memiliki anak lagi, memakai kontrasepsi tetapi kehamilan tetap terjadi (kegagalan kontrasepsi, alasan kesehatan ibu, janin cacat, usia terlalu muda, terlalu banyak, atau sebab lain seperti hasil perkosaan atau kendala ekonomi.
Perempuan dengan KTD seringkali berakhir dengan keputusan aborsi. Mengingat aborsi masih dianggap ilegal menurut hukum di Indonesia, menyebabkan perempuan melakukan secara sembunyi-sembunyi di tempat yang tidak aman karena dilakukan oleh tenaga yang tidak berkompeten di tempat-tempat yang tidak memenuhi persyaratan medis. Sehinga aborsi yang tak aman ini berisiko terjadinya kesakitan bahkan kematian pada perempuan. Aborsi disengaja diduga merupakan salah satu penyebab kematian ibu di Indonesia yang bersembunyi di balik angka komplikasi perdarahan dan infeksi. Resiko kesakitan dan kematian pada perempuan makin tinggi jika aborsi terhadap berkali-kali atau berulang.
Studi ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaaan kontrasepsi terhadap kejadian aborsi berulang menurut faktor usia, paritas, menikah dan pendidikan perempuan. Untuk itu digunakan data sekunder betbasis fasilitas di sembilan kota di Indonesia. Sampel pada studi adalah perempuan dengan keluhan KTD dan memutuskan aborsi karena alasan non medis. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis deksriptif dan analisis inferensial, yaitu logistik non-hierarkhi dengan batas kemaknaan yang digunakan sebesar 5%.
Analisis deksriptif memberikan hasil bahwa di pelayanan kesehatan, aborsi berulang banyak dilakukan pada mereka yang berturut lebih dan 30 tahun dengan paritas 3 anak atau lebih. Status pernikahan sebagian besar berstatus pernah menikah (menikah dan cerai hidup/mati). Selain itu, kejadian aborsi berulang ternyata menurut tingkat pendidikan tidak memberikan pola yang jelas artinya antara perempuan yang pendidikan tinggi dan mereka yang berpendidikan rendah relatif tidak berbeda. Alasan perempuan melakukan aborsi antara lain: tidak menginginkan anak lagi, anak sebelumnya masih kecil, faktor usia yang terlalu tua sehingga resiko tinggi jika melahirkan, terikat perjanjian/kontrak kerja, masalah ekonomi, baru menikah belum siap memiliki anak dan terakhir alasan belum menikah/janda. Keputusan aborsi dihadapi perempuan ketika mereka mengalami KTD.
Hasil studi, sebagian besar penyebab mereka mengalami KTD adalah mereka menggunakan kontrasepsi tetapi mengalami kegagalan. Hal ini dikarenakan kontrasepsi yang dipilih merupakan adalah pil, suntik, kondom, dan coitus interruptus. Jenis-jenis kontrasepsi tersebut keefektifannya antara tergantung pada kedisplinan pemakai, seperti tidak lupa minum pil, tidak lupa suntik ulangan, dan Iain-lain. Sebab Iainya adalah kebutuhan mereka tidak terpenuhi (unmet need) padahal mereka tidak menginginkan anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilan.
Analisis inferensial didapatkan hasil bahwa di fasilitas kesehatan, kejadian aborsi berulang antara perempuan yang pendidikan tinggi tidak berbeda dengan perempuan yang berpendidikan rendah. Faktor usia ternyata mempengaruhi kejadian aborsi berulang, dimana perempuan yang berusia 30+ tahun lebih berisiko mengalami aborsi berulang dibandingkan mereka yang berusia kurang dari 30 tahun. Begitu juga dengan paritas, dimana perempuan dengan paritas 3 orang anak atau lebih ternyata lebih berisiko mengalami aborsi berulang dibandingkan mereka dengan paritas kurang dari 3 anak.
Berdasarkan hasil studi tersebut ada beberapa rekomendasi yang dapat diberikan yaitu pertama, pemerintah sudah harus mengatur masalah pelayanan aborsi yang aman dalam bentuk undang-undang ataupun merevisi UU yang telah ada dengan melibatkan aspirasi masyarakat. UU ini harus mengatur dimana dan dalam kondisi spa aborsi dapat dilakukan, siapa yang dapat menyediakan pelayanan aborsi dan batas aman usia kehamilan yang diperbolehkan serta dengan dukungan konseling yang optimal.
Yang kedua, untuk mencegah aborsi terutama berulang maka di pelayanan kesehatan harus memasukan informasi sebagai salah Satu unsur pelayanan mereka dalam bentuk konseling sehingga kelompok unmet need dan kegagalan KB dapat dikurangi. Selain itu, yang ketiga masalah pengetahuan KB merupakan penyebab mendasar terjadinya aborsi berulang maka di tingkat masyarakat perlu digalakkan kembali promosi dan motivasi ber-KB terutama pada mereka dengan paritas 3 anak atau lebih, usia 30 tahun ke atas, dan untuk semua tingkat pendidikan baik perempuan berpendidikan tinggi maupun rendah. Bagi perempuan yang telah ber-KB sebaiknya diarahkan untuk memilih kontrasepsi yang efektif seperti IUD, implant dan steriliasi sehingga kemungkinan hamil karena gagal kontrasepsi bisa diperkecil."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Hawari
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
297.56 DAD a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fathan Akbar
"Indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang kaya akan keragaman suku, agama, ras, dan budaya. Keragaman demikian salah satunya mendorong penerapan budaya kolektivisme di mana tercermin melalui semangat gotong royong. Selain itu, Indonesia turut dipandang sebagai negara beragama. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara religiusitas dan kolektivisme pada emerging adulthood. Studi kuantitatif korelasional dilaksanakan terhadap sebanyak 241 partisipan yang merupakan Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, berusia 18-25 tahun, minimal telah menempuh pendidikan SMA/SMK sederajat, serta penganut salah satu dari enam agama yang sah di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa religiusitas dan kolektivisme memiliki hubungan positif yang signifikan pada emerging adulthood. Individu dapat membangun religiusitas sebagai sarana memupuk budaya gotong royong dan mengeksplorasi identitas melalui penerapan budaya kolektivisme.

Indonesia is a counry rich in ethnic, religious, racial and cultural diversity. Such diveristy encourages the application of a culture of collectivism, which is reflected through the spirit of gotong royong. In addition, Indonesia is also seen as a religios country. This study aims to examine the relationship between religiosity and collectivism in emerging adulthood. A quantitative correlation study was conducted on 241 participants who were citizens of the Republic of Indonesia, aged 18 – 25 years, had at least a high school education, and adhered to one of the six legal religions in Indonesia. The results showed that religiosity and collectivism have a significant positive relationship in emerging adulthood. Individuals can build religiosity as a means of fostering a culture of gotong royong and exploring identity through the application of a culture of collectivism."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erik A. Rahman
"Latar belakang: Setiap tahunnya sekitar 13 78.000 dari kematian ibu terjadi akibat tindakan aborsi yang tidak aman. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN memprediksikan dari 2.5 juta kasus aborsi per tahun, 1.5 juta diantaranya dilakukan oleh remaja. Masalah kesehatan reproduksi remaja dari tahun ke tahun semakin mengkhawatirkan. Perilaku seksual yang cenderung permisif dan berani disertai keterbatasan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi telah meningkatkan risiko aborsi. Metode: Penelitian ini bertujuan untuk menilai gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap aborsi pada dewasa muda. Desain penelitian berupa deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Sampel yakni perempuan dewasa muda berusia 18-24 tahun, pemilihan sampel berdasarkan metode konsekutif sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel minimal pada penelitian ini adalah 41. Pengetahuan, sikap dan perilaku dinilai dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program stastistik dan disajikan dalam bentuk tabel univariat dan tabel tabulasi silang. Hasil: Pada penelitian ini, total responden adalah 55. Tingkat pengetahuan baik didapatkan pada 28 50.9 responden dan pengetahuan sedang pada 27 49.1 responden. Sikap sedang pada 29 52.7 responden, sikap baik pada 20 36.4 responden dan sikap kurang pada 6 10.9 responden. Perilaku baik didapatkan pada 30 54.5 responden dan perilaku sedang pada 25 45.5 responden. Kesimpulan: Responden pada penelitian ini dominan memiliki tingkat pengetahuan baik, sikap sedang dan perilaku baik terhadap aborsi.

Background Approximately 13 78,000 of maternal deaths every year caused by unsafe abortion. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN predicts 2.5 million abortions per year, 1.5 million of them committed by teenagers. Adolescent reproductive health problems is more alarming year by year. Sexual behavior tends to be permissive and bold with limited knowledge of reproductive health has increased the risk of abortion. Methods The aims of this study was to assess the knowledge, attitudes and practice regarding abortion in young adults. This is a descriptive cross sectional study. Samples were young female aged 18 24 years that taken by consecutive methods and selected by inclusion and exclusion criteria. The minimum sample in this study was 41. The knowledge, attitudes and practice was assessed using questionnaires. The results were analyzed using statistical program and presented in tables and cross tabulation table.Results In this study, a total sample was 55. Twenty eight 50.9 of respondents had a good knowledge and 27 49.1 of respondents had a moderate knowledge. Twenty nine 52.7 of respondents had a moderate attitude, 20 36.4 of respondents had a good attitude and 6 10.9 respondents lack of attitude. Thirty 54.5 of respondents had a good practice and 25 45.5 respondent had a moderate practice. Conclusions Dominantly, respondents in this study had a good level of knowledge and moderate attitude toward abortion. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Ariesta
"Kriminalisasi atas tindakan aborsi korban pemerkosaan masih sering terjadi di Indonesia. Pada salah satu kasus yang terjadi pada tahun 2018, seorang anak berinisial WA didakwa atas tuduhan aborsi di Pengadilan Negeri Muara Bulian dengan putusan pidana penjara selama enam bulan pada Putusan Nomor 5/Pid.Sus.Anak/2018/PN.Mbn. Padahal kehamilan pada anak WA disebabkan oleh pemerkosaan yang dilakukan oleh kakak kandungnya. Tentunya perkara tersebut telah mengurangi perlindungan hukum terhadap korban pemerkosaan. Berangkat dari permasalahan tersebut, penelitian ini menjawab bagaimana aborsi korban pemerkosaan ditinjau dari kajian Hukum Islam dan peraturan di Indonesia. Penelitian ini juga menjawab bagaimana perlindungan serta pertanggungjawaban pidana terhadap aborsi korban pemerkosaan yang dikriminalisasi menurut kajian Hukum Islam dan peraturan di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah Hukum Islam dan peraturan di Indonesia telah mengatur terkait ketentuan hukum aborsi korban pemerkosaan beserta perlindungan hukum terhadap korban pemerkosaan. Selain itu, terkait tindakan kriminalisasi terhadap aborsi korban pemerkosaan merupakan sesuatu yang harusnya dicegah demi penegakan hukum yang adil bagi para korban pemerkosaan. Walaupun ketentuan terkait hal tersebut pada Hukum Islam dan peraturan di Indonesia secara umum tidak bertentangan, terdapat beberapa ketentuan di dalam kajian Hukum Islam yang dapat dijadikan sumber acuan demi tegaknya perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan. Beberapa di antaranya adalah memasukkan peran ulama ke dalam tim yang menentukan kehamilan akibat pemerkosaan, menambahkan ketentuan restitusi dengan kewajiban untuk menafkahi anak hasil pemerkosaan, dan menambahkan ketentuan bantuan nafkah dari negara terhadap anak hasil pemerkosaan.

Criminalization of abortion victims of rape is still common in Indonesia. In one of the cases that occurred in 2018, a child with the initials WA was indicted on charges of illegal abortion at the Muara Bulian District Court with a sentence of imprisonment for six months in Decision Number 5/Pid.Sus.anak/2018/PN.Mbn. Even though WA's pregnancy was caused by rape by her sibling. Of course, this case has reduced legal protection for rape victims. Based on these problems, this study answers how the abortion of rape victims is based on Islamic law and regulations in Indonesia. This study also answers how the protection and criminal liability for abortion victims of rape are criminalized according to Islamic law and regulations in Indonesia. The research method used is normative juridical using secondary data. The results of this study are Islamic law and regulations in Indonesia have regulated the legal provisions on abortion for rape victims and legal protection for rape victims. In addition, the criminalization of abortion of rape victims is something that should be prevented for the sake of law enforcement that is fair to rape victims. Although the provisions related to this in Islamic law and regulations in Indonesia are generally not contradictory, there are several provisions in Islamic law that can be used as a reference source for the establishment of legal protection for victims of rape. Some of them are adding the role of ulama to the team that determines pregnancy due to rape, adding provisions for restitution with the obligation to provide for children resulting from rape, and adding provisions for financial assistance from the state for children resulting from rape."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Minang Warman K
"[ABSTRAK
Religiusitas adalah unsur keberagamaan yang diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia yang diwarnai oleh nuansa kebertuhanan. Di dalam antropologi salah satu cara memeriksa pemaknaan religiusitas bagi pemeluk agama atau kepercayaan adalah melalui perhatian terhadap praktik-praktik dalam diskursus pemeluk agama atau kepercayaan tersebut. Cara ini merupakan kritik bagi antropologi intepretatif yang menyebutkan simbol agama sebagai satu- satunya wahana pemberi makna religiusitas bagi pemeluknya. Salah satu organisasi kepercayaan yang berada di Indonesia yaitu Paguyuban Sumarah menjalankan sebuah praktik spiritual guna memaknai religiusitasnya. Upaya ini melalui sujud sumarah yang diyakini oleh warganya sebagai cara guna memaknai kebersatuan manusia dengan sang pencipta (manunggal). Untuk dapat memaknai kemanunggalan tersebut di dalam praktik sujud, paguyuban sumarah melakukan latihan bersama yang diselenggarakan secara gradual. Pada latihan bersama warga diminta untuk mengikuti kaidah dan ajaran yang terdapat di dalam paguyuban guna mencapai tujuan yaitu memaknai kemanunggalan terhadap Tuhan. Di sini terlihat bahwa usaha menumbuhkan pemaknaan akan Tuhan harus di lalui dengan melaksanakan kaidah-kaidah di dalam praktik sujud guna membangun emosi keagamaan yang berfungsi membentuk struktur disposisi tubuh dan jiwa pada perilaku warga. Dalam tradisi sumarah, proses kontemplasi intelektual dan proses manunggal tak dapat dipisahkan dari latihan dalam praktik sujud sumarah.

ABSTRACT
Religiosity is an element of diversity that manifested in various sides of human life which shape by shades of Godliness. In anthropology a one way to check the meaning of religiosity to religion or belief is through pay the attention to practices in their discourse of the religion or belief. This way is a criticism of interpretative anthropology which mentions religious symbols as the sole vehicle for giving significance to its adherent?s religiosity. One of the belief organization's in Indonesia, namely the Sumarah run a spiritual practice in order to make sense of religiosity. This effort through Sujud Sumarah believed by its citizens as a way to make sense of human oneness with the creator (unified). To understand the oneness in the practice of prostration, Sumarah community conduct joint exercises gradually. In the joint exercises, the residents were asked to follow the rules and teachings contained in the community in order to achieve the objectives that make sense of oneness of God. Here can see the effort to grow the meaning of God must be passed to implement the rules in the practice of sujud in order to build a functioning religious emotions form the structure of the disposition of the body and soul on the behavior of citizens. In the Sumarah tradition, intellectual contemplation process and unified process cannot be separated from the exercise in practice of Sujud Sumarah., Religiosity is an element of diversity that manifested in various sides of human life which shape by shades of Godliness. In anthropology a one way to check the meaning of religiosity to religion or belief is through pay the attention to practices in their discourse of the religion or belief. This way is a criticism of interpretative anthropology which mentions religious symbols as the sole vehicle for giving significance to its adherent’s religiosity. One of the belief organization's in Indonesia, namely the Sumarah run a spiritual practice in order to make sense of religiosity. This effort through Sujud Sumarah believed by its citizens as a way to make sense of human oneness with the creator (unified). To understand the oneness in the practice of prostration, Sumarah community conduct joint exercises gradually. In the joint exercises, the residents were asked to follow the rules and teachings contained in the community in order to achieve the objectives that make sense of oneness of God. Here can see the effort to grow the meaning of God must be passed to implement the rules in the practice of sujud in order to build a functioning religious emotions form the structure of the disposition of the body and soul on the behavior of citizens. In the Sumarah tradition, intellectual contemplation process and unified process cannot be separated from the exercise in practice of Sujud Sumarah.]"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>