Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nilma Maaruf
"Pada masa remaja mulai timbul dorongan seksualitas. Melakukan hubungan seksual pranikah (premarital sexual intercourse) merupakan salah satu bentuk tingkah Iaku seksual yang dapat muncul sehubungan dengan adanya dorongan seksual. Akan tetapi penyaluran itu tidak dapat begitu saja ditampilkan karena adanya aturan-aturan di masyarakat Monks dan Knoers (1984) mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi remaja untuk melakukan tingkah laku seksual karena adanya norma agama dan masyarakat yang hanya membolehkan hubungan seksual dalam perkawinan. Adanya hambatan dan lingkungan yang masih memegang adat ketimuran seperti masih mempertahankan kegadisan seseorang sebelum memasuki pemikahan serta akibat negatif lain yang disebabkan oleh hubungan seksual pranikah (cemas, malu, merasa bersalah, merasa berdosa dsb), menyebabkan pada diri remaja puteri tersebut akan mengalami apa yang disebut nonfitting relations atau juga disebut dengan hubungan yang tidak sesuai antara elemen-elamen kognitif yang ada pada dirinya. Hubungan yang tidak sesuai ini secara teoritis akan menimbulkan keadaan yang disebut Pengurangan Disonansi Kognitif yang terwujud dalam perubahan-perubahan kognisi, tingkah Iaku dan penambahan elemen kognitif baru yang sudah diseleksinya terlebih dahulu.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan Disonansi Kognitif pada remaja puteri yang telah melakukan hubungan seksual pranikah dan meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor yang menjadi pemicu keterlibatan mereka dalam hubungan seksual pranikah dan berusaha mencari upaya untuk mengatasi masalah ini. Penelitian ini dilakukan dengan cara studi kasus terhadap 5 remaja puteri yang telah melakukan hubungan seksual pranikah, berusia 17-24 tahun dan bertempat tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Penelitian dilakukan dengan cara wawancara mendalam (depth interview).
Dari penelitian ini didapatkan bahwa penyebab terjadinya Disonansi Kognitif sebagai akibat dari hubungan seksual pranikah adalah karena semua subyek menyadari akan adanya norma-norma masyarakat dan agama yang melarang seorang remaja yang belum menikah untuk melakukan hubungan seksual (pada Logical inconsistency, cultural mores dan opinion generality) serta pentingnya keperawanan bagi seorang wanita, dan dampak yang diterima pelaku seksual pranikah dari masyarakat berupa hinaan dan cemoohan (pada past experience). Hal ini juga teriihat pada perbedaan tingkat kepentingan elemen-elemen kognitif pada setiap subyek penelitian, yang mempengaruhi kadar Disonansi Kognitif (tinggi atau rendah). Dan untuk mengurangi Disonansi Kognitif, semua subyek penelitian melakukan pengurangan Disonansi dengan cara menambah elemen kognitif baru dan dua subyek yang mengubah elemen tingkah laku. Pengurangan Disonansi Kognitif digunakan subyek agar dapat menghilangkan perasaan perasaan yang secara psikologis tidak menyenangkan dan dapat menjadikannya kembali pada keadaan yang stabil ( konsonan).
Faktor lain penyebab terjadinya perilaku seksual pranikah adalah adanya faktor emosional dan situasional. Faktor emosional seperti rasa cinta kepada pacarnya, ingin mengekspresikan rasa sayangnya serta ingin mengikat pasangannya kedalam hubungan yang lebih permanen. Sedangkan faktor situasional yang didapatkan adalah faktor suasana rumah yang sepi, orang tua yang sibuk, orang tua yang suka bertindak kasar kepada anaknya dan gangguan komunikasi antara orang tua dengan anaknya."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Diah Pramana
"ABSTRAK
Menurut model sistem seksual Abramson, faktor yang mempengaruhi struktur kognitif seseorang sehingga ia
menampilkan perilaku seksual tertentu adalah faktor
kematangan, faktor norma sosial (narma agama, masyarakat,
teman sebaya), faktor standar yang ditanamkan orang tua,
faktor pengalaman seksual sebelumnya, faktor peristiwa
endukrinologis, faktor rangsang yang dikondisikan dan tak
dikondisikan, faktor fisiologis serta faktor parameter
situasi.
Dalam penelitian ini akan dilihat faktor-faktor
tersebut pada subyek, faktur yang
dirasakan/muncul/terlintas sesaat sebelum subyek terlibat
dalam perilaku hubungan seks pranikah serta bagaimana
faktor yang dirasakan/muncul/terlintas itu mempengaruhi struktur kognitif subyek sehingga subyek akhirnya terlibat
dalam perilaku tersebut. Selain itu akan dilakukan juga
tinjauan terhadap tiga hal yang dianggap berkaitan dengan
perilaku hubungan seks pranikah. Ketiga hal tersebut
adalah: situasi keluarga, ketaatan beribadah, dan hal-hal
yang berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan seksual.
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang
dilakukan terhadap 5 orang remaja puteri yang berusia
antara 11 - 24 tahun dan belum menikah. Teknik
pengumpulan datanya adalah dengan wawancara mendalam.
Analisis dilakukan pada setiap kasus secara individual dan
rangkuman analisis dalam bentuk tabel.
Dari hasil analisis terhadap lima kasus dengan model
sistem seksual Abramson diperoleh hasil bahwa
faktor-faktor yang dirasakan/muncul/terlintas sesaat
sebelum subyek terlibat dalam hubungan seks pranikah
adalah hal-hal yang berkaitan dengan norma sementara
hal-hal yang bersifat biologis umumnya tidak disadari.
Tidak dipungkiri, faktor emosional dan situasional
berperan dalam keterlibatan subyek dengan hubungan seks
pranikah.
Dari analisis terhadap situasi keluarga diketahui
kurangnya pengawasan orang tua, pola asuh orang tua yang
permisif berpengaruh terhadap keterlibatan subyek dalam
perilaku hubungan seks pranikah. Terlihat pula adanya
gangguan komunikasi antara orang tua anak yang tampil
dalam perilaku negatif dari orang tua anak atau sebaliknya. Ketaatan beribadah dan latar belakang
keluarga yang religius tidak menjamin subyek tidak
terlibat dalam perilaku tersebut. Semua subyek tidak
pernah mendapat pendidikan seks dari orang tuanya. Subyek
lebih suka membicarakan masalah seksual bukan dengan orang
tua melainkan dengan teman.
Berdasarkan hasil tersebut, dirasakan pentingnya
pendidikan seks tidak hanya untuk remaja tapi juga untuk
orang tua.

"
1996
S2034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Lukita Wati
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S3210
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayasari
"Perjudian merupakan perilaku yang dapat memberikan dampak buruk bagi pelakunya. Dampak buruk yang dapat muncul adalah retaknya kehidupan sosial, munculnya masalah finansial, dan kekalahan besar bisa menurunkan konsep diri penjudi (Walker, 1992). Perilaku berjudi yang dilakukan berulang-ulang dan tidak terkendali digolongkan sebagai gangguan kontrol impuls pada DSM-IV.Menurut Walker sebagian penjudi pada awalnya berjudi untuk sesekali saja, tetapi ketika tantangan dianggap berarti, penjudi akan kembali beijudi untuk mendapatkan tantangan lebih besar. Mereka kemudian berjudi secara rutin dan mengalami ketergantungan untuk terus beijudi. Ketergantungan ini bisa disebabkan karena ketika beijudi, seseorang terus meyakini bahwa suatu saat ia bisa menang, tidak peduli berapa banyak kekalahan dan kerugian yang harus dialami (Walker, 1992). Ketika penjudi terus beijudi tetapi tidak mendapatkan kemenangan maka akan terjadi ketidakkonsistenan antara harapan dan kenyataan, yang disebut Festmger (1957) sebagai kondisi disonansi kognitif. Kondisi ini akan mendorong penjudi untuk mengurangi disonansi dalam bentuk perubahan kognisi, perubahan tingkah laku, dan penambahan elemen kognitif baru.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan perilaku berjudi pada penjudi dan untuk mendapatkan gambaran disonansi kognitif pada penjudi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berupa studi kasus terhadap empat orang penjudi. Metode wawancaru mendalam (indepih interview) dipilih agar bisa menggali pengalaman, perasaan, dan pandangan individu mengenai perilaku beijudinya. Sebagai data pelengkap, peneliti juga melakukan observasi terhadap subjek selama wawancara berlangsung.
Dari penelitian terhadap empat orang penjudi didapatkan bahwa faktor-faktor penyebab munculnya perilaku beijudi adalah faktor budaya, faktor kelompok refeiensi, faktor belajar sosial, faktor kepribadian, faktor krisis dan stress, faktor waktu luang, faktor penghargaan sosial, faktor kebutuhan pskofisiologis, dan faktor kognisi. Selain itu faktor penyebab awal subjek berjudi adalah faktor lingkungan dan faktor teman sebaya. Penelitian juga menunjukkan bahwa subjek mengalami disonansi kognitif terhadap perilaku beijudinya. Keadaan disonansi kognitif diindikasikan dengan adanya perasaan malu, gelisah, tidak enak, dan perasaan menyesal. Sumber penyebab disonansi kognitif pada subjek adalah adanya inkonsistensi logis (logical inconsistency), pendapat umum (opinion generality), nilai budaya (cultural mores), dan pengalaman masa lalu (past experience). Disonansi kognitif pada subjek dikarenakan adanya kesadaran mereka bahwa judi lebih banyak memberikan kenigian daripada keuntungan (inkonsistensi logis); kesadaran akan adanya pendapat umum (dari teman dan keluarga) yang tidak menyetujui perilaku berjudi mereka (pendapat umum); adanya pengalaman beijudi di masa lalu (pengalaman masa lalu). Subjek juga menyadari bahwa mereka tidak bisa berhenti berjudi sebelum mendapatkan kemenangan dari judinya. Untuk mengurangi keadaan disonansi tersebut, subjek mencoba untuk mengubah elemen kognitif lingkungan, mengubah elemen tingkah * laku, menghindari situasi disonansi kognitif, dan menambah elemen kognitif baru. Selain itu, keempat subjek juga menggunakan cara lain untuk mengatasi disonansinya, yaitu dengan berjanji akan berhenti beijudi setelah menikah dan berkeluarga, setelah mendapatkan pekerjaan yang memberikan gaji yang memuaskan, dan subjek mencari lingkungan sosial yang bebas dari peijudian.
Untuk penelitian selanjutnya, dapat dipilih subjek berjenis kelamin dan tahap perkembangan yang berbeda dari subjek penelitian ini. Pengaruh teman sebaya merupakan faktor yang mengawali perilaku beijudi keempat subjek penelitian. Oleh karena itu usaha pencegahan dan antisipasi dapat dilakukan sedini mungkin oleh para orangtua terhadap anak remajanya. Untuk mencegah munculnya perilaku berjudi, seseorang sebaiknya tidak menjadikan judi sebagai sarana untuk mengatasi stress. Penjudi juga dapat mencoba masuk ke lingkungan yang lebih positif dimana tidak memberikan kesempatan untuk beijudi. Penjudi juga sebaiknya menyibukkan diri agar tidak ada waktu luang yang membuat penjudi, berpikir untuk berjudi kembali. Melihat besarnya dampak buiuk dari perilaku berjudi, perlu dibentuk suatu komunitas Gambler Anonymous, yaitu komunitas yang mengumpulkan mantan penjudi yang sudah berhenti beijudi untuk mengajak para penjudi yang belum dapat berhenti berjudi. Perilaku berjudi memang sulit untuk dihentikan dalam waktu yang singkat, oleh karena itu para penjudi perlu belajar dari pengalaman mantan penjudi mengenai bagaimana cara mengurangi dan berhenti dari ketergantungan pada judi ini."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virlita Dwi Anggraeni
"Hubungan seksual yang diiakukan oleh wanita dewasa muda didorong oleh anggapan sebagai suatu cara untuk mengekspresikan rasa cinta pada pasangannya , sekaligus sebagai langkah menuju gerbang perkawinan. Namun hubungan seksual yang dilakukan biasanya tidak diikuti oieh usaha-usaha untuk menghindari konsekuensi yang sangat mungkin timbul, salah satunya adalah kehamilan. Terjadinya kehamilan yang sebenarnya tidak diinginkan ini adalah situasi yang sangat sulit bagi seorang wanita. Keputusan yang paling sering diambil adalah aborsi. Sementara masyarakat Indonesia kebanyakan masih bersikap negatif, yang umumnya didasarkan pada keyakinan bahwa janin adalah calon individu dan kelangsungan hidupnya harus dipertahankan semaksimal mungkin. Di Indonesia dibentuk Undang-Undang tentang aborsi yang kenyataannya sangat membatasi perilaku aborsi. Peraturan dalam agama pun melarang dilakukannya aborsi karena merupakan tindakan pembunuhan. Adanya hambatan dari Iingkungan yang kebanyakan melarang aborsi dan konsekuensi negatif lain dari aborsi ( infeksi,pendarahan, dsb), menyebabkan hubungan yang tak sesuai antara elemen-elemen kognitif (disonansi kognitif) pada diri seorang wanita dewasa muda. Hubungan yang tak sesuai ini menurut Festinger (1957), akan mendorong seseorang untuk menguranginya dengan cara merubah kognisi, tingkah laku atau menambah elemen kognitif baru.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran disonansi kognitif pada wanita dewasa muda pelaku aborsi akibat hubungan seksual sebelum menikah, meningkatkah pemahaman mengenai faktor-faktor yang mendorong mereka melakukan aborsi dan upaya untuk mengurangi masalah ini. Penelitian dilakukan dengan cara studi kasus, berupa wawancara mendalam terhadap 4 wanita dewasa muda yang telah melakukan aborsi akibat hubungan seksual sebelum menikah, berusia 21-25 tahun dan berdomisili di Jakarta dan sekitarnya.
Dari penelitian didapatkan bahwa pada umumnya penyebab disonansi kognitif sebagai akibat dan perilaku aborsi sebelum menikah adalah subyek menyadari adanya norma-norma masyarakat dan agama yang melarang seorang wanita melakukan aborsi, khususnya akibat hubungan seksual sebelum menikah (pada inkonsistensi Iogis, nilai-nilai budaya, pendapat umum) dan kesulitan- kesulitan fisik dan mental yang dihadapi subyek ketika dihadapkan pada aborsi (pada pengalaman masa Iaku). Hal ini juga terlihat pada perbedaan tingkat kepentingan elemen-elemen kognitif pada tiap subyek, yang mempengaruhi kadar disonansi kognitif (tinggi atau rendah). Usaha yang dilakukan subyek untuk mengurangi keadaan disonansi ini adalah dengan mengubah elemen kognitif (misalnya mangubah pendapat teman yang tak menyetujui aborsi), tingkah Iaku (misalnya dari yang mulanya berniat meneruskan kehamilan akhirnya melakukan aborsi dan menambah elemen kognitif baru (misalnya mencari dukungan teman-teman ketika akan melakukan aborsi), untuk kembali lagi pada keadaaan yang konsonan.
Sedangkan faktor-faktor penyebab dilakukannya aborsi adalah adanya keinginan untuk melanjutkan pendidikan tanpa adanya hambatan anak maupun perkawinan, ketidaksiapan secara mental dan materi untuk memasuki kehidupan perkawinan, ketakutan terhadap reaksi masyarakat terhadap kehamilannya, rasa takut pada pihak otoritas yaitu orang tua dan adanya paksaan dari orang tua. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2407
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang dapat ditularkan melalui
hubungan seksual yang tidak aman. Remaja merupakan salah satu kelompok risiko
tinggi terkena IMS Hal ini dikarenakan pada remaja terjadi perubahan hormonal
yang dapat meningkatkan hasrat seksual sehingga remaja berperilaku untuk
menyalurkan hasrat seksual tersebut. Pengetahuan mempakan faktor yang paling
penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Oleh sebab itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan infeksi menular
seksual dengan perilaku seksual pranikah pada remaja. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif korelasi.
Alat pengumpul data berupa kuesioner. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling sejumlah 121 responden pada siswa kelas XI SMA 1 Bekasi,
Kota Bekasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleb remaja yang memiliki
pengetahuan IMS rendah dan memiliki perilaku seksual berisiko sebanyak 59,3% (35
remaja), sedangkan remaja yang berpengetahuan tinggi dan memiliki perilaku
seksual tidak berisiko sebesar 61,3% (38 remaja). Hasil penelitian dengan
menggunakan uji Kai Kuadrat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan infeksi menular seksual dengan perilaku seksual pranikah (p
value= 0,037;a= 0,05; p< 0,05). Penelitian ini merekomendasikan agar penelitian
berikutnya mengidentifikasi perbedaan tingkat pengetahuan IMS dan perilaku
seksual ditinjau dari usia dan jenis kelamin. Selain itu, penelitian ini
merekomendasikan untuk memperluas area penelitian agar hasil yang diperoleh
dapat menggambarkan keadaan populasi."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5628
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Etikariena
"Masalah seksualitas di kalangan rem~a adalal: masalah yang cukup pelik untuk diatasi. Di satu sisi perkembangan seksual itu muncul sebagai bagian dari perkembangan yang , harus mereka jalani. Namun, di sisi lain, penyaluran hasrat seksual yang belum semestinya mereka lakukan menimbulkan kecemasan dan akibat yang serius, seperti kehamilan atau tertular penyakit kelamilL Berdasarkan kecemasan-kecemasan itulah sejak tahun 1960-an, ketika mulai mlUlcul revolusi seks di daratan Eropa dan Amerika, penelitian mengenai keserbabolehan dalam perilaku seksual pada remaja mulai dilakukan. Ada indikasi yang menunjukan adanya peningkatan persentase remaja yang memiliki tingkat keserbabolehan yang tinggi stau yang melakukan hubungan seksual pranikah (Sarwono 1989). Tetapi, penelitian-penelitian yang dilakukan menemukan hasil yang tidak konsisten mengenai tingkat keserbabolehan remaja dalam perilaku seksual pranikah. Bahkan pada penelitian yang dilakukan pada tahun 1990-an menunjukan kecenderwtgan adanya penurunan prosentase remaja, baik yang melakukan hubWlgan seks pranikah atau yang memiliki keserbabolehan tinggi terbadap perilaku seks pranikah (Ken Saraswati, 1993; Evy Syartika, 1998). Tinggi rendahnya keserbabolehan remaja dalam perilaku seksual ditentukan oleh banyak faktor. Salah satunya &dalah dari informasi yang didapatkan oleh remaja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah seksual. Krecth & Crutchfield (1958) menyatakan bahwa sikap bisa terbentuk melalui informasi yang diterima oleh individu. Informasi mengenai masalah seksual ini bisa diterima remaja melalui berbagai smnber. Biasanya, sumber dimana seseorang mendapatkan informasi adalah melalui lingktmgan yang terdekat dengan dirinya. Untuk remaja, lingkungan yang dekat dengan keseharian mereka adalah lingktmgan keluarga (dalam hal ini ayah dan ibu) Berta lingkungan teman sebaya (Hurlock, 1980). Demikian pula dalam masalah seksual, pengaruh keluarga dan teman sebaya amat menentukan keserbabolehan remaja (Reiss, dalam Reiss & Miller, 1979). Sebagai SUIllber informasi, kedua lingkungan yang menjadi acuan remaja sebut memiliki nilai-nilai yang berbeda. Keluarga (ayah & ibu) merupakan kelompok acuan yang negatit: sedang teman adalah kelompok acuan positif untuk keserbabolehan dalam perilaku seksual pranikah. Hanya saja ada kecendenmgan bahwa orang tua lebih tertutup untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan seks. Akibatnya, remaja mencoba mencari akses lain mrtuk mendapatkan pengetahuao tentaog seks. Remaja mendapatkan pengetahuannya dari ternan, buku porno, majalah, stan sumber lain yang tidak dapat dipastikan keakuratannya mengenai seks. Bahkan, ada gejala berkembangnya pengetahuao dan ,isu populer mengenai seks (mitos), di kalangan remaja. Mitos-mitos tersebut eendenmg mendorong perilaku seksual pranikah, yang disertai dengan alasan yang dibuat semasuk akal mungkin. Informasi yang benar, namun cendenmg mencegah, ditolak dengan bennacam pembenaran. Adalah suatu ironi, di saat remaja sedang mengalami perlcembangan seksual dan membutnhkan infonnasi yang tepat, mereka malsh dijauhkan dari informasi-infonnasi tersebut sehingga memilih mempereayai mitos-mitos yang dapat menjerumuskan mereka. Penelitian ini dilalrukan di kalangan remaja "ABG" yang rentang usianya sarna dengan remaja awal, yaitu 12-15 tahun. Dipilihnya ceABG' sebagai sampel karena adanya indikasi bahwa sikap pennisiftemadap seks pada remaja semakin lama cendenmg tetjadi semakin awal. Chwnlea (1982) berpendapat penyebab semakin awalnya masa pubertas di kalangan remaja adalah akibat semakin baiknya tingkat gizi dan peningkatan kesadaran akan perawatan kesehatan. Selain itu, akibat yang ditimbulkan perilaku seksual pranikah ini akan lebih mengkuatirkan jika dialami remaja yang masih muda usia (Faturoc~ 1992). Selain itu, karakteristik "ABO" yang mudah terpengaruh oleh lingkungan, terutama yang berkaitan dengan gaya hidup dan trend yang berlaku, menyebabkan mereka rentan dan mudah terpengaruh tennasuk dalam masalah perilaku seksual pranikah. Berdasarkan latar belakang itu, permasalahan yang muneul kemudian adalah bagaimana gambaran keseroabolehan remaja yang menjadi responden penelitian ini terhadap perilaku seksual pranikah. Kemudian, bagaimana tingkat keyakinan mereka terhadap mitos-mitos, baik yang mendorong ataupun mencegah perilaku seksual pranikah, serta sumber mitos mempengaruhi keserbabolehan terhadap perilaku seksual pranikah remaja. Penelitian ini bersifat kuantitatit: Data yang diproleh diolah deng3n' teknik analisa Spearmo.n Rank Correlation, Chi Square dan Coefficient of Contigency. Sampel penelitian adalah 100 orang remaja "ABG" di Jakarta, yang berusia antara 12-15 tah~ dengan pendidikan SMP dan SMU.8ampel diperoleh dengan telmik Incidental Sampling. Basil penelitian ini men\Uljukan bahwa : : (1). Standar keserbabolehan yang berlaku adalahpermissiveness with affection. Hal ini ' berarti perilaku seksual apap\Ul (termasuk hubtmgan barlan sebelum menikah) boleh dilakukan, baik oleh pria dan wanita, apabila dilandasi adanya ikatan afeksi diantara ' keduanya Secara wnum, perilaku seksual pranikah tertinggi yang dapat diterima responden adalah bercwnbu dengan tunangan. ' (2). Terdapat hubungan yang signifikan dan positifantara tingkat keyakinan terhadap mitos yang mendorong dengan keserbabolehan terbadap perilaku seksual pranikah. " (3) Terdap~ hublUlgan yang signiftkan ':ian negatifantara tinekat keyakinan terhadap mitos yang meneegah dengan keserbabolehan terbadap perilaku seksual pranikah. (4). Terdapat perbedaan yang signifikan sumber acuan mitos pada mitos yang , mendorong perilaku seksual pranikah. mrtuk mitos yang mendorong ini, ternan merupakan sumber acuan yang paling banyak disebutkan oleh responden. ' (5) Terdapat perbedaan yang signifikan sumber acuan mitos pada mitoB yang meneegah perilaku seksual pranikah. untuk mitos yang mencegah ini, ibu merupakan swnber acuari yang paling banyak disebutkan oleh responden (6) Hasit tambahan yang menemukan bahwajenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman pacaran, jmnlah ternan dalam kelompo~ pengalaman pacaran ternan, . sering tida1mya ke mall, temyata tidak signifikan berpengaruh pada keserbabolehan pada perilaku seksual pranikah. Ada beberapa saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menambahkan jwnlah sampel agar bisa dilakukan generalisasi, analisa faktor mrtuk mengetahui mitos-mitos yang mendorong atau menceg--cJI secara pasti juga disarankan. Selain itu, pembentukan rapport dengan para responden agar dapat dilakukan Wltuk memperkecil kemungkinan rnWlculnya respon "social desirability". Pengisian kuesioner secara berssma-sarna oleh responden juga sebaiknya dihindari untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Sedangkan Wltuk para orang tua, disanmkan untuk berkomunikasi secara terbuka melaJui teknik diskusi mengenai masaJah seks dan memberikan informasi yang benar mengenai seks sesuai dengan usia dan jenis kelamin anak. Dalam dislrusi pilih topik yang sedang diminati anak, agar anak tidak risih dan orang tua juga tidal< rnerasa tertekan. Pengetahuan orang tua tentang perkembangan anak akan sangat membantu daJam proses penyampaian informasi tentang seks pada anak."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Perilaku Seksual Remaja Putri di SMA 16 Jakarta Barat Perilaku seksual rnerupakan bentuk tingkah laku mulai dari bersentuhan, berciuman, menempelkan alat kelamin sampai berhubungan seksual. Salah satu faktor yang mempengaruhj perilaku seksual remaja adalah tingkat pengetahuan mengenai resiko dari perilaku seksual tersebut, yaitu kehamilan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kolemsi dengan pendekatan cross sectional. Tujuan penelitian adalah mengidentiiikasi hubungan tingkat pengetahuan remaja mengenai resiko kehamilan pada usia remaja dengan perilaku seksual remaja putri. Penelitian melibatkan 78 siswi putri SMAN 16 Jakarta Barat berdasarkan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 53,8% remaja memiliki pengetahuan tinggi mengenai resiko kehamilan pada usia remaja dan 59% remaja putri berperilaku seksual ringan. Terdapat hubungan berrnakna antara tingkat pengetahuan remaia putri mengenai resiko kehamilan pada usia remaja dengan perilaku seksual remaja putri (p value= 0,000; a = 0,05)."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5792
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfina Abbiya Hermawan
"Masa remaja adalah masa terjadinya pubertas yang memicu timbulnya dorongan seksual untuk melakukan aktivitas seks pranikah. Dampak perilaku seksual pranikah remaja meliputi kehamilan remaja, meningkatnya kasus aborsi, dan penyebaran penyakit menular seksual. Dampak tersebut dapat dicegah bila mempunyai pengetahuan tentang alat kontrasepsi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat gambaran tingkat pengetahuan terkait alat kontrasepsi dan perilaku seksual pranikah pada remaja putri di Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional dengan teknik consecutive sampling. Sampel penelitian ini berjumlah 426 remaja putri pada beberapa kecamatan di Bandung. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata usia responden yaitu 17.5 tahun, bersekolah di SMA (70.7%), tidak berpacaran (67.4%), beragama Islam (91.1%), teman sebayanya berperilaku seksual pranikah (71.4%), terkadang (78.6%) terpapar konten seksual melalui internet (41%) tingkat pengetahuan tentang alat kontrasepsi buruk (61%), serta lebih banyak perilaku seksual pranikah tidak berisiko (52.1%). Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kontrasepsi dan status berpacaran cenderung mendorong perilaku seksual pranikah.

Adolescent stage is a phase when puberty that causes sexual urges to do premarital sex activities takes place. The impacts of premarital sexual behavior in adolescents includes teenage pregnancies, increasing cases of abortion, and outspread of sexual transmitted diseases. Those impacts can be prevented if teenagers have knowledge about contraceptive methods. This research is conducted with the purpose to see the description of knowledge level of contraceptive methods and premarital sexual behavior in adolescents in Bandung. This research used cross-sectional approach with consecutive sampling technique. The sample of this research are 426 adolescent girls from a few sub-districts in Bandung. The result of this research shows that the average age of the respondents are 17.5 years old, currently in high school (70.7%), are not in a relationship (67.4%), have Islamic faith (91.1%), have peers that engage in premarital sexual behavior (71.4%), sometimes (78.6%) exposed to sexual content through internet (41%), have a bad knowledge level of contraceptive methods (61%), and also more engage in safe premarital sexual behavior (52.1%). This research shows that knowledge about contraceptive and relationship status tend to encourage premarital sexual behavior."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidhestira Dwimadia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3049
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>