Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99032 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dite Marcelina Dwi Maulia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Aprillany
"Seiring dengan kemajuan jaman, berbagai perubahan dari segi ekonomi, politik, maupun sosial budaya terjadi dalam kehidupan manusia. Untuk menanggapi berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut tentunya diperlukan suatu sikap kritis dalam mencari mana yang paling baik untuk kesejahteraan manusia. Kemampuan berpikir kritis yang melibatkan analisis, penyelidikan dan penentuan yang hati-hati untuk menghasilkan penilaian atau kesimpulan atau penyelesaian masalah inilah yang akan digunakan untuk menyikapi suatu perubahan yang pada akhirnya akan mencari mana yang terbaik bagi masyarakat menghindarkan masyarakat dari pembodohan oleh berbagai pihak.
Seperti yang telah dikemukakan oleh banyak ahli salah satu sarana untuk mendidik berpikir kritis adalah melalui pendidikan. Pendidikan terutama pendidikan tinggi merupakan tempat yang ideal untuk berkembangnya pemikiran-pemikiran kritis. Namun kenapa hal ini belum tercapai sampai saat ini masih harus diteliti lebih lanjut. Budaya bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa di dalamnya dengan nilai masing-masing tentu mempengaruhi konsep dan cara berpikir masyarakat suku bangsa yang bersangkutan.
Sebagai salah satu suku yang dominan dalam masyarakat Indonesia budaya Batak Toba perlu untuk diteliti dalam kaitannya dalam mendukung atau menghambat berpikir kritis. Untuk itu penelitian ini menganggap penting menyelidiki bagaimana berpikir kritis dalam sorotan budaya Batak Toba ditinjau dari sudut pandang para pengajar perguruan tinggi bersuku Batak Toba.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari seberapa besar pemikiran kritis diberi kesempatan tumbuh dan berkembang dalam keseluruhan tata nilai budaya Batak Toba dalam ruang lingkup pendidikan tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan kualitatif dengan instrumen penelitian berupa kuesioner dengan teknik Delphi dan wawancara.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa ada pengajar perguruan tinggi berpendapat bahwa budaya Batak Toba memberi kesempatan berkembangnya pemikiran kritis namun sebagian besar narasumber berpendapat sebaliknya. Hal ini didukung oleh berbagai alasan dan contoh praktek-praktek budaya Batak Toba yang masih dilakukan sampai saat ini.
Kesimpulan penelitian ini ialah bahwa sebagian besar nilai-nilai ataupun konsep yang terdapat dalam budaya Batak Toba ternyata tidak memberi kesempatan berkembangnya berpikir kritis dalam masyarakatnya. Hasil penelitian ini dapat dijadikan awal bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan berpikir kritis dan budaya Batak Toba secara khusus ataupun diperbandingkan dengan budaya-budaya lain di Indonesia. Sebagai lanjutan dari penelitian ini mungkin dapat dibuat suatu studi yang lebih mendalam mengenai bagaimana budaya mempengaruhi cara mengajar pengajar perguruan tinggi Batak Toba."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Melissa
"Adanya kritik-kritik yang mengemukakan kurangnya pemahaman rakyat Indonesia mengenai berpikir kritis, menimbulkan pertanyaan apakah budaya yang berkembang di Indonesia tidak memberi dukungan terhadap pertumbuhan kemampuan berpikir kritis rakyatnya. Serpell dan Boykin (1994) mengatakan bahwa latar belakang kebudayaan seseorang berpengaruh terhadap perkembangan kognisinya. Namun, perlu diingat bahwa Indonesia sendiri memiliki ratusan budaya yang berbeda-beda yang pastinya juga menghasilkan orang-orang dengan pola pikir yang berbeda-beda pula.
Dalam penelitian ini topik yang di sorot adalah berpikir kritis dalam kebudayaan Minangkabau, ditinjau dari pandangan pemuka adatnya. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan, apakah kebudayaan Minangkabau memfasilitasi ataukah justru menghalangi warganya untuk berpikir secara kritis.
Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran mengenai bagaimana kebudayaan Minangkabau mendefinisikan konsep berpikir kritis, ciri-ciri apa yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemikir kritis, strategi-strategi apa yang perlu dikembangkan dalam rangka mendidik rakyat Indonesia agar menjadi lebih kritis dan contoh-contoh apa dalam kebudayaan Minangkabau yang dapat membuktikan bahwa kebudayaan tersebut memberikan dukungan bagi warganya untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam berpikir kritis. Data-data yang di dapat dalam penelitian ini diperoleh melalu kuesioner yang disebarkan secara bertahap sesuai dengan prinsip teknik Delphi dan wawancara langsung dengan beberapa nara sumber guna menggali lebih dalam pendapat-pendapat mereka mengenai topik penelitian.
Secara umum para nara sumber dalam penelitian ini setuju bahwa kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam menghadapi kehidupan yang semakin kompleks di zaman globalisasi ini. Mereka mendefinisikan berpikir kritis sebagai suatu pemikiran yang tidak menerima begitu saja setiap pandangan, gagasan, situasi dan kondisi yang sudah ada, termasuk gagasan atau pandangan yang dilontarkan oleh pemimpin, melainkan suatu pemikiran yang menggunakan rasio, logika dan kemampuan analisa yang dilakukan dengan hatihati.
Menurut mereka orang-orang yang berpikir kritis adalah orang-orang yang berani mengemukakan pendapat mereka, berwawasan luas dan senantiasa melakukan analisa dan pemikiran yang berhati-hati sebelum mengambil suatu tindakan. Budaya Minangkabau sendiri ternyata cukup memberikan kesempatan pada warganya untuk berpikir kritis dengan dijalankannya sistem demokratis dan egaliter di mana tiap orang memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya tanpa ragu-ragu kepada siapapun. Dalam pembicaraan mengenai strategi pengajaran berpikir kritis yang mereka usulkan mereka menekankan pentingnya memupuk keberanian seseorang dalam memberikan pendapat dan perlunya dibudayakan kebiasaan berdiskusi baik dalam lingkungan sekolah ataupun luar sekolah.
Corak khusus yang diberikan kebudayaan Minangkabau terhadap topik berpikir kritis ini adalah penambahan kriteria adat dan agama dalam konsep berpikir kritis. Dengan perkataan lain, di kebudayaan Minangkabau, dalam memutuskan benar atau tidaknya suatu pemikiran selalu yang digunakan sebagai ukuran adalah ajaran-ajaran adat dan ajaran agama Islam. Dengan begitu kegiatan berpikir kritis haruslah sesuai dengan ajaran agama Islam dan aturan-aturan adat yang berlaku di Minangkabau.
Sebagai saran penelitian ini mengusulkan agar diadakan penelitian lebih lanjut dalam topik yang sama, dengan menambahkan variasi-variasi lain yang belum terdapat dalam penelitian ini seperti misalnya melibatkan orang-orang dari profesi lain atau melakukan studi perbandingan antara warga Minangkabau yang sudah lama merantau di daerah lain dengan warga Minangkabau yang masih tinggal di daerah aslinya. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih utuh mengenai topik' berpikir kritis di kebudayaan Minangkabau dan bagaimana seseorang mempertahankan atau menggantikan unsur-unsur budaya yang ia miliki demi kemajuan dan perkembangan kemampuan berpikir kritisnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3181
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nancy Kartika
"Arus informasi yang semakin cepat dan kompleks dalam abad 21 ini membutuhkan suatu kemampuan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi. Kemampuan berpikir ini memungkinkan kita membuat pertimbangan dan penilaian terhadap segala macam informasi secara tepat yang akan menghasilkan keputusan yang bijaksana dan dapat dipertanggungjawabkan tentang hal yang diyakini dan dilakukan, yang disebut berpikir kritis (Siegel, 1988; Moore, 1986).
Penelitian mengenai berpikir dan berpikir kritis sudah banyak dilakukan oleh para ahli, namun tidak banyak yang mempertimbangkan faktor budaya, padahal bagaimana individu berpikir, merasakan, dan bertingkah laku dipengaruhi oleh budaya. Teori yang ada sekarang sebagian besar mengacu kepada budaya Amerika, yang sangat berbeda dengan budaya Asia, khususnya Indonesia. Menurut Atkinson (dalam Hongladarom, 1999), berpikir kritis itu secara budaya sangat khas dan menjadi bagian praktek sosial di dunia barat, yang tidak terjadi dalam budaya Asia. Benarkah hal demikian yang terjadi ? Bagaimana dengan budaya Indonesia sendiri, yang sangat didominasi oleh masyarakat Jawa ? Apakah tidak mungkin orang Jawa sendiri sebenarnya memiliki konsep berpikir kritis yang sangat khas bagi mereka sendiri ?
Karena itu, penelitian ini ingin menggali rumusan berpikir kritis dalam budaya Jawa menurut para pengajar perguruan tinggi bersuku Jawa di Yogyakarta. Mereka adalah orang-orang yang dianggap kredibel untuk memberi masukan dan melakukan analisis terhadap kemampuan berpikir kritis orang Jawa. Pemilihan Yogyakarta sebagai lokasi penelitian karena Yogya selama ini dikenal sebagai pusat kebudayaan Jawa (Mulder, 1984) dan pengaruh budaya Jawa lebih kuat pada mereka yang masih tinggal di daerah Jawa dibandingkan mereka yang di luar Jawa.
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai berpikir kritis dalam budaya Jawa dan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu psikologi di Indonesia, khususnya indigenous psychology. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif agar gambaran berpikir kritis yang sifatnya khas dalam budaya Jawa dapat ditangkap dan dipahami dengan secara lebih mendalam, sesuai sudut pandang para narasumber.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner terbuka sesuai prosedur teknik Delphi yang kemudian dikonfirmasi dengan penggunaan focus group discussion (FGD). Pada tahap awal, digunakan kuesioner terbuka dengan tujuan tergalinya rumusan sementara yang dapat diterima mengenai berpikir kritis yang merupakan masukan dari para narasumber. Pengumpulan data melalui kuesioner ini i dilakukan dua kali melalui surat menyurat dan telepon. Sedangkan FGD merupakan pendukung bagi tahap awal yang melengkapi data yang didapat dari kuesioner. Yang ingin didapatkan dari FGD bukanlah suatu konsensus, melainkan didapatkannya data yang memiliki kualitas yang baik dalam konteks sosial tertentu, di mana peserta dapat mempertimbangkan pandangan mereka dalam konteks pandangan orang lain. Analisis dilakukan terhadap jawaban narasumber pada kuesioner pertama dengan metode analisis isi (content analysis) sedangkan hasil yang didapat dari focus group discussion akan melengkapi analisis terhadap kuesioner.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah rumusan yang berkaitan dengan berpikir kritis, dengan tema-tema : pengertian, karakteristik orang yang berpikir kritis (kognitif, afektif, dan konatif), tujuan dan alasan perlunya pendidikan berpikir kritis, strategi pengembangan berpikir kritis (dalam pendidikan, dalam masyarakat, dan bidang lain), serta peranan budaya Jawa yang mendukung dan menghambat berpikir kritis. Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa berpikir kritis dalam budaya Jawa merupakan berpikir yang sangat reflektif dan kontekstual. Untuk berpikir kritis, seseorang harus memperhatikan situasi, tempat, dan siapa yang diajak berbicara atau yang dalam budaya Jawa dikenal sebagai empan papan.
Berbagai konsep, ajaran, dan praktek dalam budaya Jawa ada yang mendukung dan ada yang menghambat anggota masyarakatnya untuk mengalami perkembangan berpikir kritis. Saran yang diajukan peneliti adalah melibatkan subjek dalam jumlah yang lebih besar sehingga hasilnya lebih dapat digeneralisasikan atau melakukan validasi hasil penelitian ini terhadap berbagai kelompok profesi yang berbeda. Pengambilan data juga dapat dilakukan pada subjek yang berasal dari daerah lain di Jawa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3120
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Saptadi
"Berpikir merupakan salah satu kualitas manusia yang tidak akan kita temukan pada makhluk lain. Oleh karenanya, berpikir berhubungan dengan eksistensi manusia di dunia ini. Descartes dengan pernyataannya yang terkenal, cogito ergo sum telah menghubungkan keduanya, bahwa dengan berpikirlah eksistensi kita didunia ini diakui. Sehingga dengan meningkatkan kualitas berpikir kita berarti kita juga meningkatkan kualitas kehidupan kita. Salah satu cara meningkatkan kualitas berpikir kita adalah dengan berpikir kritis. Dengan meningkatkan keterampilan berpikir kritis, diharapkan manusia mampu menentukan pilihan yang terbaik untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi olehnya didunia ini. Begitu juga yang terjadi di negara ini, untuk mengatasi krisis-krisis yang terjadi. Komunitas yang cukup penting dalam melakukan perubahan suatu negara adalah dari kelompok intelektual.
Perguruan tinggi merupakan tempat ada dan berkembangnya kelompok intelektual yang telah menjadi sebuah institusi. Oleh karena itu, perguruan tinggi menjadi tempat yang ideal dalam pengembangan berpikir kritis, dan pengajar perguruan tinggi (dosen) memiliki peran yang cukup penting dalam pengembangan tersebut. Dengan peningkatan berpikir kritis, diharapkan juga manusia meningkatkan kualitas hidupnya dan berimplikasi terhadap perkembangan komunitas dan kebudayaan disekitamya. Minangkabau merupakan salah satu budaya yang tersebar luas dinegara ini, dan telah melahirkan banyak tokoh-tokoh intelektual di negara ini, seperti Bung Hatta, Sutan Syahrir, Muhammad Yamin, Hamka, Tan Malaka, HR Rasuna Said, dan lain-lain. Sehingga dalam kaitannya dengan berpikir kritis dan perguruan tinggi, pada penelitian ini akan di teliti berpikir kritis dalam sorotan budaya Minangkabau ditinjau dari sudut pandang pengajar perguruan tinggi yang memiliki latar belakang budaya Minangkabau.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat rumusan mengenai konsep berpikir kritis menurut sudut pandang pengajar perguruan tinggi dengan latar belakang budaya Minangkabau. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratiĀ£ yang menggali gambaran tentang rumusan berpikir kritis dan apakah budaya Minangkabau memfasilitasi berkembangnya berpikir kritis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui teknik Delphi dan waawancara. Teknik analisis yang digunakan adalah melalui teknik content ancilysis.
Hasil yang didapat, budaya Minangkabau memfasilitasi berkembangnya berpikir kritis. Tetapi karakateristik berpikir kritis yang dikembangkan berbeda dengan sistem yang berkembang di Barat, karena karakteristik masyarakat Minangkabau yang memiliki sistem masyarakat yang komunal. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang merupakan penelitian awal, sehingga tema-tema yang muncul dalam penelitian kali ini dapat menjadi tema dalam penelitian selanjutnya atau perbandingan antara budaya Minangkabau dengan budaya lainnya di Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3139
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Natasha Julia
"Begitu banyaknya keputusan yang kita ambil dan betapa besar pengaruhnya di dalam kehidupan kita menuntut kita untuk memperhitungkan bagaimana suatu keputusan tersebut diambil. Disinilah berpikir kritis itu diperlukan yang mana melibatkan suatu penilaian yang memperhitungkan informasi yang relevan sebelum membuat keputusan yang tepat (Lipman, 1991). Hal yang kelihatannya sederhana ini ternyata relevan dengan keadaan bangsa Indonesia saat ini. Arus informasi yang masuk dan situasi sosial yang sarat dengan konflik menuntut rakyat Indonesia untuk mampu berpikir kritis sehingga informasi tidak diterima begitu saja namun dapat dipilah sebelum ditentukan keputusan yang mampu membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia.
Indonesia kaya akan budayanya. Salah satu budaya yang menonjol adalah Batak Toba yang merupakan suku yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia dan menempati posisi yang penting dan strategis dalam pemerintahan. Sistem kekerabatannya yang sangat kuat serta masyarakatnya yang bersifat kolektif menjadi ciri khas dari suku ini. Bagaimana budaya Batak Toba mampu mendukung atau menghambat berpikir kritis bagi anggotanya menjadi permasalahan dalam penelitian ini. Untuk memahami hal ini maka pemerhati adat/pemuka masyarakat/pemuka agama Batak Toba dianggap kredibel untuk membuat analisis mengenai apakah budayanya mendukung atau menghambat berpikir kritis. Mereka tentunya lebih memahami mengenai budaya Batak Toba dan dianggap sebagai tokoh panutan serta turut mempengaruhi pola pikir masyarakatnya termasuk berpikir kritis. Penelitian ini selain diharapkan dapat bermanfaaat untuk memahami berpikir kritis dalam budaya Batak Toba tetapi juga diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan gambaran yang kaya, dalam dan detail mengenai berpikir kritis yang khas budaya Batak Toba, sesuai dengan sudut pandang pemerhati adat/pemuka masyarakat/pemuka agama Batak Toba. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan kuesioner sesuai dengan teknik Delphi. Untuk mengkonfirmasi dan menggali lebih lanjut mengenai gejala, maka selain metode kuesioner digunakan juga metode wawancara sebagai metode penunjang. Metode analisis yang digunakan terhadap jawaban dari narasumber mempergunakan metode content analysis. Gambaran mengenai konsep berpikir kritis yang dihasilkan muncul dengan tema-tema: pengertian, karakteristik orang yang berpikir kritis, tujuan dan alasannya perlunya pendidikan berpikir kritis, strategi untuk mendidik berpikir kritis, alasan sulitnya mendidik berpikir kritis, alasan tidak perlunya pendidikan berpikir kritis bagi rakyat Indonesia serta peranan budaya Batak Toba yang mendukung atau menghambat berpikir kritis.
Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah bahwa berpikir kritis yang khas budaya Batak Toba adalah berpikir yang sangat situasional. Konsep, ajaran dan praktek budaya Batak Toba ada yang mendukung maupun ada yang menghambat anggota masyarakatnya untuk berpikir kritis. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat eksploratif sehingga dapat dijadikan awal untuk penelitian-penelitian selanjutnya untuk lebih dapat memahami berpikir kritis pada budaya Indonesia pada umumnya dan budaya Batak Toba pada khususnya. Misalnya dengan meneliti bagaimana isu gender dalam budaya Batak Toba dalam kaitannya dengan berpikir kritis, melakukan observasi langsung untuk melihat bagaimana dalam kenyataannya budaya Batak Toba mendukung atau menghambat anggotanya untuk berpikir kritis."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Fleurencia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3160
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Wartana
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012
153.35 EKA m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Wartana
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012
153.35 EKA m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Wartana
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016
153.35 EKA b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>