Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156460 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Mundurnya usia pernikahan, mengakibatkan kesenjangan yang panjang antara
waktu dimulainya pubertas dengan usia pernikahan. Pria dewasa muda belum menikah,
yang berada di dalam kesenjangan itu, memiliki kemungkinan yang tinggi untuk
melakukan hubungan seks pra nikah. Namun dengan keadaan di Indonesia yang masih
berpegang kuat pada norma dan ajaran agama, pria dewasa muda yang berada di
dalam kesenjangan tersebut terbagi dalam dua kelompok, yaitu mereka yang tidak
melakukan hubungan seks pra nikah demi mengikuti norma dan ajaran agama, dan
mereka yang melanggar norma dan ajaran agama dan melakukan hubungan seks pra
nikah.
Tingginya kemungkinan pria dewasa muda melakukan hubungan seks pra nikah
perlu diwaspadai mengingat 90% penularan HIV/AIDS adalah melalui hubungan
seksual. Daiam hal ini, penggunaan kondom merupakan cara yang sangat penting dan
efektif dalam upaya pencegahan AIDS. Berbagai pendekatan telah dilakukan dalam
mencari cara-cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Namun ternyata sejauh
ini, teori planned behavior (TPB) merupakan teori yang paling baik dalam meramalkan
penurunan resiko AIDS.
Dikembangkan dari teori reasoned action, TPB terpusat pada intensi seseorang
untuk menampilkan suatu perilaku, yang ditentukan oleh tiga determinan, yaitu sikap
terhadap peniaku, norma subyektif, dan perceived behavioral control (PBC). Dalam
menentukan intensi, masing-masing determinan memiliki kekuatan yang berbeda-beda
dan perbedaan kekuatan ini dapat menjelaskan latar belakang timbulnya intensi yang
hendak diteliti.
Pengertian sikap daiam TPB tidak secara khusus membedakan antara aspek
afektif dan evaluatif (kognitif). Namun Richard, van der Pligt, dan de Vries (1996)
mengemukakan bahwa perbedaan tersebut dapat dibuktikan secara empiris dan
reliabel. DI sisi Iain, Ajzen (1991) membuktikan bahwa pengukuran terpisah terhadap
afek dan evaluasi tidak meningkatkan daya ramai terhadap intensi dan perilaku. Di
dalam penelitian ini, aspek afektif akan dibedakan dari sikap, dan dikhususkan pada
anticipated affective reactions karena penelitian ini berhubungan dengan perilaku yang
akan datang, sehingga reaksi afektif yang diukur adalah reaksi afektif yang
diantisipasikan (anticipated affective reaction/AAR). Pada penelitian ini, TPB dan teori
tentang AAR juga diterapkan pada pria dewasa muda yang sudah pernah berhubungan
seks dengan yang belum pernah berhubungan seks.
Pengambilan subyek dilakukan dengan teknik incidental sampling. Alat ukur
sikap terhadap penggunaan kondom, norma subyektif, dan PBC disusun berdasarkan
teori planned behavior, sedangkan alat ukur AAR dibuat berdasarkan teori tentang AAR.
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanasi yang bersifat menguji hipotesa penelitian.
Untuk pengolahan data, ditakukan perhitungan korelasi Pearson, regresi berganda, t-
test, ANOVA serta scheffe test, dan persentase.
Lebih dan setengah subyek penelitian memiliki intensi yang kuat untuk
menggunakan kondom. Secara keseluruhan, hanya norma subyektif dan PBC yang
memberikan sumbangan yang signifikan terhadap intensi, dengan sumbangan terbesar
diberikan oleh PBC, dan penambahan AAR ke dalam TPB tidak secara signifikan
meningkatkan daya ramal terhadap intensi. Hanya intensi dan PBC yang berbeda
secara signifikan antara kelompok belum pernah berhubungan seks, dengan kelompok
sudah pemah berhubungan seks. Pada kelompok belum pernah berhubungan seks,
hanya norma subyektif yang memberi sumbangan yang signifikan terhadap peramalan
intensi. Sedangkan pada kelompok sudah pernah berhubungan seks, PBC dan norma
subyektif memberi sumbangan yang signifikan terhadap peramalan intensi, dimana
porsi sumbangan terbesar ada pada PBC. Intensi, norma subyektif, dan PBC berbeda
secara signifikan berdasarkan kekerapan subyek menggunakan kondom.
Beberapa saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah
bahwa sebaiknya teori planned behavior diterapkan pada subyek yang sudah memiliki
pengalaman tentang perilaku yang hendak diramalkan, dan teori reasoned action
sebaiknya diterapkan pada subyek yang belum memiliki pengalaman tentang perilaku
yang hendak diramalkan; strategi pencegahan HIV/AIDS sebaiknya difokuskan pada
PBC melalui pelatihan assertiveness. dan pada norma subyektif. melalui promosi
penggunaan kondom bagi mereka yang tidak dapat absen dari hubungan seks pra
nikah; bagi subyek yang sudah pernah berhubungan seks pencegahan HIV/AIDS akan
efektif bila difokuskan pada PBC dan norma subyektif, dan bagi subyek yang belum
pernah berhubungan seks pencegahan akan efektif bila difokuskan pada norma
subyektif; sebaiknya dilakukan penelitian mengenai intensi menggunakan kondom
dengan penelusuran Iebih lanjut ke perilaku; perlu diekspos informasi yang Iebih
mendalam tentang HIV/AIDS terutama mengenai adanya masa inkubasi dan window
period."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Anggraini
"Pada masa transisi ini, remaja tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai mengenai seksual pranikah, karena orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual dengan anaknya. (Sarwono, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik (jenis kelamin, usia responden dan tempat tinggal), dan pengetahuan seks pranikah terhadap sikap seks pranikah remaja di SMKN 1 Bogor tahun 2012. Jenis penelitian yang digunakan bersifat kuantitatif dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang dimana populasi adalah seluruh siswa/siswa SMKN 1 Bogor dari kelas X-XII yang berjumlah 1347 orang. Dalam penelitian ini tekhnik sampling yang digunakan adalah metode stratified random sampling sehingga didapat sampel sebanyak 330 orang yang tersebar dari kelas X-XII. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu 188 orang (57%) dan minoritas laki-laki yaitu 142 orang (43%), mayoritas responden berada pada kelompok remaja pertengahan yaitu 200 orang (60,6%), mayoritas responden tinggal bersama orang tuanya sebanyak 315 orang (95,5%), mayoritas responden memiliki pengetahuan seks pranikah yang baik sebanyak 322 orang (97,6%), dan mayoritas responden memiliki sikap seks pranikah yang positif sebanyak 179 orang (54,2%). Dari hasil penelitian didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin (p-value=0,000) dan pengetahuan seks pranikah (p-value=0,001) terhadap sikap seks pranikah. Namun, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara tempat tinggal (p-value 0,603) dan usia responden (p-value=0,431) terhadap sikap seks pranikah.

Nowadays, teenagers who are in their transition phase do not have sufficient knowledge about premarital sex. This phenomenon happened because parents talk about sex to their children is taboo (Sarwono, 2012). In this research objective is about to find out the characteristic relationship (sex, age and place of residence) and premarital sex knowledge towards sex attitude on the teenagers in SMKN 1 Bogor 2012. This research is a quantitative type which its design is a cross sectional which requires all 1347 student population in SMKN 1 Bogor from the 10th to 12th Grade. Sampling method that used in this research is a stratified random sampling, and all collected sample is 330 people who are scattered in the 10th to 12th Grade. The result has shown that female is dominating with 188 people (57%) and male has only 142 people (43%). The dominating despondences are teenager in the middle age with 200 people (60,6%), most despondences who resides with their parents are 322 people (97,6%), and the despondences who has positive premarital sex knowledge are 179 people (54,2%). From this research there is a meaning relationship between sex (p-value = 0,000) and premarital sex knowledge (p-value = 0,001) towards premarital sex attitudes. However, there was no relationship found between place of residence (p-value 0,603), and age (p-value = 0,431) towards premarital sex attitudes."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45635
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anyta Ekaningsih
"Remaja berusia 15-24 di Indonesia pada tahun 2017 tergolong generasi Z (gen Z), memiliki kerentanan melakukan perilaku bermasalah (problem behavior) seperti perilaku seks pranikah. Terjadi peningkatan tren prevalensi perilaku seks pranikah remaja antara tahun 2007 sampai tahun 2017, yaitu berturut-turut 6,6% menjadi 10%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara aspek personal dan lingkungan dengan perilaku seks pranikah remaja. Data untuk penelitian ini bersumber dari data sekunder SDKI KRR 2017 dengan sampel laki-laki dan perempuan yang berusia 15-24 tahun dengan status belum menikah berjumlah 10290 orang.
Hasil regresi logistik ganda menunjukkan bahwa aspek sistem yang paling dominan berhubungan dengan perilaku seks pranikah adalah sikap yaitu remaja yang bersikap positif terhadap seks pranikah berisiko 15,7 kali untuk melakukan seks pranikah dibandingkan remaja yang memiliki sikap negatif setelah dikontrol oleh pencapaian akademik pendidikan, advokasi personal, membicarakan pubertas dan peran teman (OR=15.7; 95%CI: 12.1-20.2). Diperlukan strategi komunikasi dan intervensi promosi kesehatan remaja berdasarkan klasifikasi generasi menurut era kemajuan teknologi digital.

Adolescents aged 15-24 in Indonesia 2017 are classified as generation Z (gen Z), have a vulnerability to performing problem behavior such as premarital sex. There was an increase in the trend of the premarital sex prevalence between 2007 and 2017, which was 6.6% to 10%. It is secondary data analysis of 2017 Indonesian Demographic Health Survey (IDHS) aims to determine relationship personal and environmental systems aspects with premarital sex behavior among adolescents. Adolescents as the sample in this study were 10290 men and women aged 15-24 years old with unmarried status.
The results of multiple logistic regression showed the most dominant system aspect related to premarital sex behavior was attitude, adolescents who had positive attitudes towards premarital sex risked 15,7 times for premarital sex compared to adolescents who had negative attitudes after controlled by academic achievement, personal advocacy, talk about puberty and role of friends (OR = 15.7 (95% CI: 12.1-20.2). Communication strategies and adolescent health promotion interventions based on generation classifications in digital technology era are needed.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirmala Ika Kusumaningrum
"ABSTRAK
Masa dewasa muda merupakan suatu masa yang cukup sulit, karena masa itu merupakan masa persiapan dimana seseorang mulai memikirkan perkawinan dan persiapan membentuk sebuah keluarga. Namun disisi lain masa tersebut juga merupakan suatu masa isolasi, dengan masuknya seseorang ke dunia keija dan makin berkurangnya ketergantungan dengan keluarga. Pada masa ini kehadiran teman, sahabat dan khususnya kekasih sangat berarti bagi seseorang, ketidak hadiran orang-orang tersebut dapat menimbulkan perasaan kesepian. Perasaan kesepian itu dapat dipengaruhi oleh rendahnya harga diri yang dimiliki seseorang. Dalam usaha mempertahankan hubungan yang sudah dimiliki dengan pasangannya, orang sering dituntut untuk melakukan pengorbanan. Namun bentuk pengorbanan yang diberikan itu bisa bermacam-macam, salah satunya adalah dengan mau melakukan hubungan seksual pranikah. Dari penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa orang yang memiliki harga diri rendah cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksual pranikah. Untuk itu dibuat penelitian ini untuk melihat apakah perasaan kesepian dengan kontrol dari harga diri berpengaruh terhadap kesiapan seseorang untuk mau berkorban dengan melakukan hubungan seksual pranikah. Dan juga akan dilihat apakah kesepian akan berpengaruh terhadap kesiapan seseorang untuk berkorban dengan melakukan hubungan seksual pranikah atau malah harga diri seseorang yang akan berpengaruh terhadap hal tersebut.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan seksual pranikah dari lingkup usia dewasa muda, karena selama ini penelitian mengenai hal tersebut lebih banyak dilakukan dikalangan remaja. Selain itu juga untuk mencoba mengangkat masalah pengorbanan sebagai salah satu alasan dari tujuan melakukan hubungan seksual pranikah.
Teori yang digunakan sebagai landasan meliputi kesepian, harga diri, hubungan seksual pranikah dan pengorbanan serta batasan tentang usia dewasa muda.
Dalam penelitian ini ada 3 buah kuesioner yang digunakan yaitu UCLA Loneliness Scale, Sel/ Esteem Inventory dan vignet yang berisi 3 macan cerita yang masing-masing memberikan stimulasi yang berbeda-beda terutama pada alasan mengapa seorang wanita mau berkorban. Perbedaan alasan pengorbanan yang diberikan adalah karena ketakutan akan munculnya perasaan kesepian sosial, perasaan kesepian emosional dan karena cinta terhadap pasangannya. Perhitungan yang digunakan adalah dengan menghitung coefficient contingency dengan menggunakan chi-square sebagai dasar perhitungannya. Sehingga hasil yang di dapat bisa dianalisa secara lebih mendalam.
Data yang diperoleh dari dari hasil perhitungan terhadap 109 subyek, menunjukkan bahwa subyek sudah memenuhi karakteristik sampel yang dibutuhkan dan penyebaran subyek sudah terbagi cukup merata. Namun ternyata sebagian besar subyek memiliki tingkat kesepian yang rendah dan harga diri yang cukup tinggi.
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa perasaan kesepian tidak berhubungan dengan kesiapan seseorang untuk berkorban berupa melakukan hubungan seksual pranikah. Sedangkan harga diri berhubungan dengan kesepian seseorang untuk berkorban berupa melakukan hubungan seksual pranikah hanya jika pengorbanan itu dilakukan karena ketakutan akan munculnya perasaan kesepian emosional. Dan harga diri sebagai variabel kontrol juga tidak berpengaruh terhadap hubungan antara perasaan kesepian yang dirasakan seseorang dengan kesiapannya untuk berkorban berupa melakukan hubungan seksual pranikah.
Saran yang diajukan untuk penelitian ini adalah memperbesar jumlah sampel sehingga dapat diperoleh orang-orang yang memang memiliki tingkat kesepian yang tinggi dan harga diri yang rendah. Selain itu ada baiknya jika dilakukan penelitian lain yang juga berkaitan dengan masalah pengorbanan. Karena dari penelitian ini muncul kenyataan bahwa sebagian besar subyek menerima bahwa dalam suatu hubungan memang memerlukan pengorbanan namun saat ini mereka belum dapat menerima hubungan seksual pranikah sebagai suatu bentuk pengorbanan."
2000
S2876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thifalina Alam Aulia
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara seksual permisif dan religiusitas islam pada dewasa muda. Partisipan penelitian ini melibatkan 440 dewasa muda muslim yang berusia 20-30 tahun dan belum menikah se-Indonesia. Pengambilan data dilakukan melalui kuesioner online. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Premarital Sexual Permissivenes (untuk mengukur seksual permisif) dan Revised Muslim Religiosity Personality Inventory (untuk mengukur religiusitas Islam). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif signifikan antara seksual permisif dan religiusitas islam pada dewasa muda dengan koefisien korelasi sebesar r (438) = 0,385, p < 0,01. Hal ini mengartikan bahwa semakin tinggi religiusitas Islam seseorang maka semakin rendah seksual permisif yang dimilikinya.

This study was conducted to determine the relationship between sexual permissiveness and Islamic religiosity in young adults. Participants of this study were 440 people with the age range of 20-30 years, muslim, and single in Indonesia. The data were collected through an online questionnaire. The instruments used were Premarital Sexual Permissiveness (measured Sexual Permissiveness) and Revised Muslim Religiosity Personality Inventory (measured Islamic Religiosity). The result showed a significant negative correlation between sexual permissiveness and Islamic religiosity in young adults with a correlation coefficient of r (438) = 0,385, p < 0,01. It means that the higher level of Islamic religiosity, the lower a person's sexual permissiveness.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63179
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Miladia Sari
"Angka hubungan seksual pranikah pada remaja di Indonesia tidak mengalami penurunan yang signifikan sepanjang tahun 2007 hingga 2017. Berbagai penelitian menemukan bahwa remaja usia pertengahan (pelajar SMA) lebih banyak yang melakukan hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja usia awal (pelajar SMP). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor determinan perilaku hubungan seksual pranikah pada pelajar SMP dan pelajar SMA di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dan menggunakan data sekunder Global School-based Student Health Survey (GSHS) tahun 2015. Sampel penelitian ini adalah pelajar SMP dan SMA yang berusia 11 – 18 tahun yang terdapat pada data GSHS 2015. Hasil penelitian menunjukkan 5,8% pelajar SMP dan 3,7% pelajar SMA di Indonesia pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Berdasarkan hasil penelitan, ditemukan bahwa faktor yang berhubungan dengan perilaku hubungan seksual pranikah pada pelajar SMP terdiri dari keterikatan dengan orang tua, peran teman sebaya, pendidikan seksualitas dan HIV/AIDS di sekolah, keinginan bunuh diri, dan konsumsi alkohol. Sementara faktor yang berhubungan dengan perilaku hubungan seksual pranikah pada pelajar SMA, yaitu usia, keterikatan dengan orang tua, peran teman sebaya, keinginan bunuh diri, merokok, dan konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol menjadi faktor yang paling berhubungan dengan perilaku hubungan seksual pranikah, baik pada pelajar SMP maupun pelajar SMA.

Prevalence of premarital sexual intercourse among adolescents in Indonesia did not decrease during 2007 to 2017. Various studies found that middle-aged adolescents (high school students) had more premarital sexual intercourse experience than early adolescents (junior high school students). This study was conducted to determine the determinants of premarital sexual intercourse behavior in junior high and high school students in Indonesia. This study is a quantitative study with cross sectional design and uses secondary data from the Global School-based Student Health Survey 2015. The sample of this study was junior and high school students aged 11-18 years in the GSHS 2015. The results showed 5,8% of junior high school students and 3,7% high school students in Indonesia ever had premarital sex. It found that factors related to premarital sexual behavior in junior high school students consisted of parental connectedness, role of peers, education on sexuality and HIV/AIDS at school, suicidal ideation, and alcohol consumption. Meanwhile, factors related to premarital sexual behavior in high school students, namely age, parental connectedness, role of peers, suicidal ideation, smoking, and alcohol consumption. Alcohol consumption is the most related factor to premarital sexual behavior, both in junior high school students and high school students."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfathny Pertiwi
"Besarnya jumlah populasi remaja yang ada tentunya akan membawa konsekuensi pada berbagai masalah sosial dan kesehatan reproduksi remaja termasuk di dalamnya masalah perilaku seksual remaja. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku seksual pranikah dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah pada siswa SMKN X Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan disain studi cross-sectional dengan menggunakan data primer pada 158 remaja di SMKN X Tahun 2018.
Hasil menunjukkan bahwa proporsi perilaku seksual berisiko pada remaja SMKN X adalah 22,8 dengan jenis kelamin responden terbanyak yaitu laki-laki sebanyak 50.6, remaja berpengetahuan rendah sebanyak 76.6, remaja dengan sikap positif 58.2, remaja dengan orangtua bekerja sebanyak 84.2, remaja dengan uang saku cukup 50.6, remaja yang menganggap teman sebaya tidak berperan terhadap perilaku seksual sebanyak 51.3, dan remaja yang terpapar pornografi sebanyak 93.
Berdasarkan analisis bivariat, dapat diketahui dari faktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku seksual remaja adalah jenis kelamin laki-laki p Value= 0.045; PR= 2.36; 95 CI= 11.1-5.14, dan peranan teman sebaya p Value= 0.03; PR=3.62; 95 CI=3.62 1.6-8.1.

The large number of adolescent populations will certainly bring consequences on various social and reproductive health issues of adolescents including adolescent sexual behavior issues. This thesis aims to know the description of premarital sexual behavior and factors related to premarital sexual behavior in students of SMKN X Year 2018. This study used a cross sectional study design using primary data on 158 adolescents in SMKN X Year 2018.
The results show that the proportion of risky sexual behavior in adolescent SMKN X is 22,8 with the most respondent 39 s gender is male 50.6, respondents with low knowledge of 76.6, adolescent with positive attitude 58.2, adolescent with working parents 84.2, adolescent with enough pocket money 50.6, adolescents who consider peers do not contribute to sexual behavior as much as 51.3, and adolescents exposed to pornography as much as 93.
Based on bivariate analysis, it can be seen from factors that have significant relationship with teen sexual behavior is gender p Value 0.045, PR 2.36, 95 CI 11.1 5.14, and peer role p Value 0.03 PR 3.62 95 CI 3.62 1.6 8.1.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rizky Setiadi
"[ABSTRAK
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa, ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial. Semakin muda umur remaja melakukan hubungan seksual, semakin besar resiko terjadinya penularan penyakit-penyakit infeksi menular seksual, kehamilan tak diinginkan, dan aborsi. Data SDKI 2012 menyatakan umur remaja Indonesia yang telah melakukan hubungan seksual pranikah berkisar antara 9 – 24 tahun. Prevalensi remaja yang belum menikah yang telah melakukan hubungan seksual sebesar 8,3 % laki-laki dan remaja perempuan sebesar 1%. Suwarni (2009) menyatakan bahwa 14,7% remaja SMA di Pontianak telah melakukan intercourse (hubungan seks) pranikah dan proporsi remaja yang melakukan hubungan seksual di Semarang sebesar 12,1% (Azinar, 2013). Penelitian ini bertujuan mengetahui determinan ketahanan remaja untuk tidak melakukan hubungan seksual pranikah. Proporsi kumulatif ketahanan remaja sebesar 92,6% dengan rata-rata usia pertama kali melakukan hubungan seksual pranikah 15,8 tahun. Determinan ketahanan remaja meliputi perilaku rangsang seksual (AHR: 7,7; 95% CI: 5,2 – 11,3), perilaku mabuk karena alkohol (AHR: 1,5; 95% CI: 1,1 – 2) dan perilaku berciuman. Hubungan antara perilaku berciuman dengan ketahanan remaja berbeda tiap satuan waktu. Diperlukan upaya penyuluhan kesehatan reproduksi yang lebih dini bukan hanya di lingkungan sekolah, namun juga di lingkungan keluarga dan komunitas remaja agar perilaku hubungan seksual pranikah dapat dicegah.

ABSTRACT
Adolescent is a transition period from childhood to adulthood, signed by rapid development in physical, mental, emotional and social. Earlier sexual initiation by adolescent, increasing risk to get sexual transmitted diseases, unmeet need, teen’s pregnancies, and unsafe abortion. According to data DHS 2012, adolescent in Indonesia had have premarital sexual on 9 – 24 years old. Prevalence of unmarried boys who had have sex are 8,3 % and girls are 1%. Suwarni (2009) announced that 14,7% of high school students in Pontianak had have premarital sex. Meanwhile, based on Azinar (2013) study in Semarang, about 12,1% adolescents had it. This study aim to know determinants of adolescent’s survival not to have premarital sex. The results show that adolescent’s survival cumulative proportion is about 92,6% and age mean of sexual debut is 15,8 years old. Factors associated with adolescent’s survival not to have premarital sex are sexual arrousal behavior (AHR: 7,7; 95% CI: 5,2 – 11,3), ever drunk by alkohol (AHR: 1,5; 95% CI: 1,1 – 2) and kissing. The association between kissing and adolescent’s survival rate is difference in each time unit (year). Need enforcements to give earlier education about adolescent’s health reproduction, not just as formal education in high school, but also in the family and adolescent’s community to prevent premarital sex among adolescents., Adolescent is a transition period from childhood to adulthood, signed by rapid development in physical, mental, emotional and social. Earlier sexual initiation by adolescent, increasing risk to get sexual transmitted diseases, unmeet need, teen’s pregnancies, and unsafe abortion. According to data DHS 2012, adolescent in Indonesia had have premarital sexual on 9 – 24 years old. Prevalence of unmarried boys who had have sex are 8,3 % and girls are 1%. Suwarni (2009) announced that 14,7% of high school students in Pontianak had have premarital sex. Meanwhile, based on Azinar (2013) study in Semarang, about 12,1% adolescents had it. This study aim to know determinants of adolescent’s survival not to have premarital sex. The results show that adolescent’s survival cumulative proportion is about 92,6% and age mean of sexual debut is 15,8 years old. Factors associated with adolescent’s survival not to have premarital sex are sexual arrousal behavior (AHR: 7,7; 95% CI: 5,2 – 11,3), ever drunk by alkohol (AHR: 1,5; 95% CI: 1,1 – 2) and kissing. The association between kissing and adolescent’s survival rate is difference in each time unit (year). Need enforcements to give earlier education about adolescent’s health reproduction, not just as formal education in high school, but also in the family and adolescent’s community to prevent premarital sex among adolescents.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>