Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22921 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3229
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chatmiwati D. P
"ABSTRAK
Krisis moneter yang telah berlangsung kurang lebih empat tahun
belakangan ini menghancurkan sektor ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia.
Akibatnya, banyak remaja dari keluarga miskin, terutama remaja perempuan
terpaksa harus putus sekolah dan berusaha mencari pekerjaan guna membantu
ekonomi keluarga. Sistem patriarkal dalam budaya Indonesia membuat orang tua
cenderung mengorbankan remaja perempuannya untuk ikut membantu
menambah penghasilan keluarga.
Latar belakang pendidikan yang minim, pengalaman yang kurang serta
keterampilan yang terbatas, menyebabkan kesempatan remaja perempuan untuk
memperoleh pekerjaan sangat kecil dan umumnya terkonsentrasi pada pekerjaan
rendah dengan penghasilan yang relatif kecil, sehingga akhirnya bekerja sebagai
pelacur dipilih sebagai alternatif karena penghasilan yang diperoleh dapat
beberapa kali lipat besarnya.
Melacur bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang tanpa resiko.
Karakteristik pekerjaan yang dilakukan membuatnya menjadi suatu pekerjaan
yang beresiko tinggi, antara lain menghadapi perlakuan yang tidak manusiawi
baik dari aparat keamanan maupun pelanggannya, kemungkinan terjangkit
penyakit menular seksual bahkan sampai menderita HIV/AIDS, ataupun
perlakuan-perlakuan lain yang dapat mengancam nyawanya. Selain itu, pelacur
juga harus menghadapi sikap sebagian masyarakat yang menganggap mereka
sebagai bukan perempuan baik-baik, tidak bermoral, sampah masyarakat, sumber
penyakit kotor, manusia penuh dosa dan lain-lain.
Remaja sebagai individu yang sedang menjalani peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa, mengalami perubahan-perubahan baik secara fisik
maupun secara psikis yang sangat penting dalam kehidupannya (Papalia & Olds,
1995). Peristiwa-peristiwa yang dialami sebagai pelacur ini tentu akan
berpengaruh pada perkembangan mereka dan dapat mempengaruhi konsep
dirinya.
Konsep diri merupakan konstruk sentral untuk dapat memahami manusia
dan perilakunya dan merupakan kerangka acuan yang digunakan individu dalam
berinteraksi dengan dunianya (Fitts, 1971). Konsep diri tidak terbentuk begitu
saja, tetapi merupakan hasil pengaruh terus menerus dan timbal balik antara
individu dengan lingkungannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan metode
pengumpulan data wawancara kualitatif Subyek penelitian sebanyak empat
orang remaja perempuan, terdiri dari dua subyek pelacur dan dua subyek bukan
pelacur berusia 17-20 tahun, pendidikan maksimal kelas 3 SMP dan berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi menengah kebawah.
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa remaja pelacur memiliki
konsep buruk hampir pada seluruh dimensi kosep dirinya, sedangkan pada bukan
pelacur tidak diperoleh suatu gambaran umum karena konsep diri masing-masing
subyek penelitian sangat berbeda. Antara remaja pelacur dan bukan pelacur
terdapat perbedaan konsep diri pada dimensi diri etik-moral dan diri sosial.
Remaja pelacur memiliki konsep buruk pada kedua dimensi ini dibandingkan
bukan pelacur.
Penelitian ini masih jauh dari sempurna, akan lebih baik hasilnya jika
wawancara dilakukan lebih mendalam dan disertakan juga data yang bersifat
kuantitatif, seperti kuesioner, tes mengenai konsep diri ataupun tes proyeksi
lainnya."
2003
S3186
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Tyas Wijiastuti
"Konsep diri dan pola asuh merupakan variabel yang dapat memengaruhi perilaku manusia, terutama pada fase remaja akhir. Menjadi dasar dalam memilih minat, konsep diri remaja cenderung banyak yang negatif dan dapat berdampak buruk terhadap kepribadiannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik remaja, konsep diri serta pola asuh dengan minat menonton jenis tayangan boy’s love di Lembaga online Belajar Bahasa Asagao Gakuen. Variabel dependennya adalah Karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, konsep diri dan pola asuh. Sedangkan variabel independent adalah minat menonton jenis tayangan boy’s love. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Total sampel dalam penelitian ini berjumlah 107 orang yang dipilih menggunakan teknik non-probability sampling. Penelitian ini menggunakan instrumen konsep diri Tennesse Self-Concept Scale (TSCS), instrument Parenting Style Questionnaire (PSQ), dan instrument minat menonton jenis tayangan boy’s love. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara karateristik remaja, konsep diri serta pola asuh dengan minat menonton jenis tayangan boy’s love. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pengembangan program pemberian pelayanan kesehatan jiwa kepada para remaja.

Self-concept and parenting are variables that can affect human behavior, especially in the late adolescent phase. Being the basis for choosing interests, adolescent self-concepts tend will be a lot of negative and can adversely affect the personality. This study was aiming to find out the relationship between adolescent characteristics, self-concept and parenting style with an interest in watching boy's love programs at the Asagao Gakuen Language Learning Online Institute. The dependent variables consisted of the characteristics of respondents (age, and gende) education level, self-concept and parenting style. The independent variable was the interest in watching boy's love shows. A quantitative research with a correlational descriptive design with a cross sectional approach was used in this study. One hundred and seven teenagers were selected using a non-probability sampling technique. This study used the Tennesse Self-Concept Scale, the Parenting Style Questionnaire, and the interest instrument. The results of this study indicated that there is no relationship between adolescent characteristics, self-concept and paraenting style with interest in watching boy's love program . It is recommended that further study that the number and characteristics of respondents can be added for further research. Respondents with large results will be better."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Improvia Ejie Danissa
"Pengalaman negatif remaja dapat membentuk konsep diri negatif salah satunya adalah pengalaman pelecehan seksual online. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengalaman pelecehan seksual online terhadap konsep diri remaja putri. Penelitian cross sectional ini melibatkan sejumlah 427 sampel remaja puteri yang diseleksi dengan quota sampling. Kuesioner menggunakan Cyber-Sexual Experiences Questionnaire versi Bahasa Indonesia untuk pengalaman pelecehan seksual online dan Adolescents’ Self-Concept Short Scale versi Bahasa Indonesia untuk menilai konsep diri. Penelitian ini menunjukkan sebagian besar remaja putri yang pernah mengalami pelecehan seksual online sebanyak 76,3% dan sebanyak 47,8% memiliki konsep diri yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara pengalaman pelecehan seksual online terhadap konsep diri remaja putri melalui hasil analisis uji Chi Square didapatkan p-value 0,001. Hasil penelitian ini merekomendasikan perlunya rehabilitasi dan konseling kepada remaja yang mengalami dampak sosial akibat pengalaman seksual online.

Negative experiences, including cyber sexual harassment, can lead to a negative self-concept toward adolescents. This research aims to identify the correlation between cyber sexual harassment experiences and the self-concept of female adolescents. This quantitative research uses a correlational descriptive design and a cross-sectional approach involving 427 samples of female adolescents determined using quota sampling. This research uses the Cyber-Sexual Experiences Questionnaire Indonesian version to examine cyber sexual harassment experiences and the Adolescents’ Self-Concept Short Scale Indonesian version to assess self-concept. This research shows that the majority of female adolescents who have experienced online sexual harassment are 76.3% and as many as 47,8% of female adolescents have a low self-concept. The research results show that there is a correlation between cyber sexual harassment experiences and the self-concept of young women, as can be seen from the results of the Chi-Square test analysis, i.e., the p-value was 0.001. The results of this study recommend the need for rehabilitation and counseling for female adolescents who experience social impacts due to cyber sexual harassment experiences."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roswiyanti
"Konsep diri merupakan hal yang penting artinya bagi kehidupan seseorang karena konsep diri menentukan bagaimana seseorang bertindak dalam berbagai situasi. Melalui pemahaman mengenai konsep diri maka tindakan seseorang lebih mudah untuk dipahami. Fitts (1971) menyebutkan bahwa konsep diri adalah suatu konstruk sentral untuk memahami manusia dan tingkah lakunya.
Konsep diri juga berkaitan dengan penilaian diri pribadi sesuai dengan peran yang dibawakannya dalam masyarakat. Peran tersebut sangat beragam, apakah ia sebagai orang tua dari anak-anaknya, seorang wanita yang berperan sebagai isteri, dan sebagainya. Individu juga menilai diri sendiri dari segi kepribadiannya, apakah ia merasa sebagai orang yang jujur, simpatik atau justru sebaliknya.
Masa dewasa muda adalah masa dimana individu mulai membangun pondasi bagi kehidupan mereka selanjutnya. Seseorang diharapkan telah merefleksikan pengalaman-pengalaman sepanjang masa hidup sebelumnya dan mulai membentuk tujuan-tujuan hidup yang diharapkan bagi kehidupan selanjutnya. Mereka mempelajari kemampuan dalam pengambilan keputusan, pemahaman akan nilai-nilai serta tanggung jawab baru.
Salah satu tanggung jawab dan keputusan yang harus mereka ambil adalah membangun hubungan intim, memilih pasangan hidup serta mengambil keputusan untuk masuk kedalam perkawinan. Mereka dituntut untuk menyiapkan diri bagi kehidupan berkeluarga. (Tumer & Helms; Zanden, 1993).
Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Femina No.27/XXX tahun 2002 terhadap 200 responden tentang pandangan terhadap wanita yang bersedia menjadi isteri kedua dengan perincian persentase sebesar 51% yang pro dan mendukung menjadi isteri kedua, 43% yang kontra, 1% menjawab tidak tahu dan 5% responden tidak menjawab.
Peneliti ingin melihat seberapa baik gambaran konsep diri perempuan dewasa muda dalam perkawinan poligini berdasarkan 4 aspek konsep diri dari Fitts yaitu aspek pertahanan diri, aspek penghargaan diri, aspek integrasi diri dan aspek kepercayaan diri sehingga mereka dapat bertahan dengan kehidupan dipoligini oleh suaminya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus, menggunakan teknik wawancara dan observasi sebagai pendukung pada 4 subjek perempuan dewasa muda yang dipoligini yang terdiri dari isteri pertama dan isteri kedua dari 2 pasangan suami isteri untuk melihat perbedaan konsep diri sebelum dan sesudah perkawinan poligini antara isteri pertama dengan isteri kedua.
Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa ke 4 orang subjek mempunyai konsep diri yang baik yang meliputi aspek pertahanan diri, aspek penghargaan diri, aspek integrasi diri dan aspek kepercayaan diri yang masingmasing tergolong baik."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlianti
"Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang disertai dengan perubahan-perubahan fisik dan psikologis. Masa peralihan tersebut menyebabkan remaja terjadi rentan terhadap masalah-masalah. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah masalah kenakalan remaja berupa perilaku membolos, terlibat perkelahian, mencuri, dan perilaku antisosial lainnya. Munculnya perilaku-perilaku tersebut pada remaja merupakan sebagian simtom dari conduct disorder. Conduct disorder adalah gangguan yang ditandai dengan adanya pola tingkah laku melanggar hak-hak orang lain atau peraturan dasar sosial yang berulang dan menetap pada anak dan remaja. Individu dengan conduct problems mungkin mengalami berbagai gangguan dalam konsep diri yang mempengaruhi tingkah laku anti sosialnya. Salah satu cara untuk mengetahui konsep diri remaja dengan conduct disorder adalah dengan menggunakan tes HFDs.
Melalui wawancara dengan remaja yang memiliki conduct disorder juga akan dapat diperoleh gambaran mengenai konsep dirinya Penelitian ini ingin melihat bagaimana gambaran konsep diri remaja dengan conduct disorder dilihat dari hasil tes HFDs dan apakah gambaran konsep diri tersebut juga didukung oleh hasil anamnesa terhadap subjek yang bersangkutan. Aspek-aspek konsep diri yang diteliti adalah academic self concept social self concept, dan seifregard/presentation of seb' (Hattie dalam Bracken, 1996). Untuk mendapatkan data yang diperlukan digunakan data sekunder yang diperoleh dari Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia berupa hasil tes HFDs dan anamnesa dari lima orang remaja yang telah di diagnosis conduct disorder.
Dari hasil analisis data didapatkan bahwa tidak terdapat gambaran mengenai academic self concept dari subjek yang diteliti. Berkaitan dengan social self concept, dua dari lima subjek dalam penelitian ini family self concept yang negatif. Salah satu dari subjek tersebut memiliki peer self concept yang negatif dan lainnya memiliki peer self concept yang positif. Berkaitan dengan self regard/presentation of self hanya dapat diketahui aspek confidence. Hanya ada tiga dari lima subjek dalam penelitian ini yang dapat dilihat aspek confidence-nya dan ketiga objek tersebut memiliki keyakinan diri (confidence) yang negatif. Gambaran social self concept subjek yang didapat dari hasil interpretasi tes HFDS didukung oleh pernyataan subjek yang diperoleh dari anamnesa. Kedua subjek yang memiliki family self concept yang negatif menyatakan bahwa dalam hubungan keluarga mereka merasa dirinya kurang dihargai. Mereka merasa tidak dianggap oleh orang dewasa, sering dipukul untuk kesalahan yang besar maupun kecil, dan ditolak keinginannya karena dianggap tidak serius. Subjek yang memiliki peer self concept negatif merasa kurang mampu dalam berinteraksi dengan teman dan merasa tidak diterima oleh teman-temannya. Subjek yang memiliki peer Seb' concept yang positif merasa bahwa teman-temannya sangat mengharapkan dirinya. Hasil anamnesa tidak memberikan gambaran mengenai academic self concept dan self regard/presentation of self.
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan mengenai konsep diri remaja dengan conduct disorder sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan efektif pada remaja dengan conduct disorder. Penelitian ini juga memiliki kekurangan-kekurangan sehingga sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan dengan tidak hanya menggunakan satu hal tes tetapi gabungan dari beberapa tes dan menggunakan data primer sehingga gambaran konsep diri yang didapat lebih kaya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amaliah
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran konsep diri pada pemain yang eRepublik yang berada pada periode dewasa muda. Partisipan penelitian ini adalah pemain eRepublik yang berusia 18 hingga 40 tahun, sebanyak 89 orang. Konsep diri dalam penelitian ini dilihat dari sudut pandang teori Fitts (1971) yang mengatakan bahwa konsep diri adalah diri yang dilihat, dipersepsikan dan dialami oleh individu. Alat ukur yang digunakan adalah Tennessee Self-Concept Scale (TSCS).
Pemain eRepublik dikelompokkan menjadi dua berdasarkan durasi waktu bermain selama seminggu, yaitu kelompok normal (yang bermain kurang dari 45 jam seminggu) dan extreme gamers (yang bermain lebih dari 45 jam seminggu).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok normal memiliki konsep diri yang negatif dan kelompok extreme gamers memiliki konsep diri yang positif, tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara konsep diri dan dimensi-dimensinya dari kedua kelompok.

This research aims to describe the self-concept of young adulthood who plays eRepublik. The participants for this research are 89 of eRepublik players, ranging from 18 to 40 years old. The term "self-concept" in this research was based on Fitts (1971) point of view that said self-concept is self that looked, perceived and experienced by onelself. The instrument that used for measuring personality profile is Tennessee Self-Concept Scale (TSCS).
eRepublik players divided into two groups based on time duration that spent to play eRepublik in a week, those are normal group (who plays less than 45 hours in a week) and extreme gamers (who plays more than 45 hours in a week).
The results indicate that the normal group has negative self-concept and extreme gamers group has positive self-concept, but they were not significantly different in self-concept and its dimensions.
"
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Ahmad Mangunwibawa
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Sofiati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>