Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115154 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayu Aprilianti
"ABSTRAK
Perkawinan adalah sebuah institusi yang paling tua, paling universal, dan paling khas yang dimiliki oleh manusia. (Fusch dalam Havenmann & Lehtinen, 1986) Perkawinan juga memiliki kedudukan yang penting bagi individu. Beberapa ahli berpendapat bahwa perkawinan berperan besar dalam menciptakan kebahagiaan dan stabilitas individu. (Landis & Landis, 1970).
Selain perkawinan, agama juga memiliki peranan penting dan berpengaruh luas terhadap manusia. Dalam tingkat sosial agama merupakan institusi sosial yang berkontribusi menjaga stabilitas sosial. Dalam tingkat personal agama berperan sebagai serangkaian prinsip yang hidup yang dapat memberikan arti bagi kehidupan seseorang,'aturan-aturan dalam berperilaku, perasaan bebas atau bersalah dan penjelasan tentang nilai-nilai kebenaran yang dapat dipercayai. (Pergament dalam Palaoutzian, 1996) Hurlock (1980) mengemukakan bahwa penyesuaian perkawinan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam perkawinan. Menurut Burgess & Locke (dalam Miller, 1991) penyesuaian perkawinan ditandai dengan adanya kesesuaian antara suami istri dalam berbagai hal yang dianggap penting dalam perkawinan, adanya kesamaan minat serta aktivitas yang dilakukan bersama, saling mengungkapkan kasih sayang dan saling percaya, hanya memiliki sedikit keluhan, serta tidak sering mengalami perasaan kesepian, sedih, marah, tidak puas dan semacamnya. Sementara itu, menurut Glock dalam Palaoutzian (1996), komitmen beragama dipandang sebagai salah satu variabel multidimensional yang tersusun dari 5 dimensi, yaitu dimensi idiologis, dimensi ritual, dimensi eksperiensial, dimensi konsekuensial, dan dimensi intelektual.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa agama merupakan salah satu pendukung utama sebuah perkawinan dan juga keluarga (Schmiedeler, 1946; Daradjat, 1996; Rosen-Grandon, 1999; Fiese & Tomcho, 2001). Berbagai penelitian juga telah banyak dilakukan khususnya di negara-negara barat untuk mencari hubungan antara agama dengan perkawinan. Stinnet (dalam Laswell & Laswell, 1987) dan Jones (2002) mengemukakan bahwa dari berbagai penelitian ditemukan bahwa agama secara konstan memiliki hubungan yang positif dengan perkawinan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara penyesuaian perkawinan dengan komitmen beragama pada pasangan suami istri beragama Islam dengan usia perkawinan 1-5 tahun. Penelitian ini juga bertujuan untuk menegatahui gamabaran penyesuaian perkawinan dan gambaran komitmen beragama pasangan suami istri beragama Islam dengan usia perkawinan 1-5 tahun.
Penenlitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode ex post facto field study. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-random sampling dengan tipe Occidental sampling. Subyek dalam penelitian ini beijumlah 164 orang atau 82 pasang suami istri. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan 2 buah kesioner, yaitu kuesioner penyesuaian perkawinan yang merupakan hasil adaptasi dari Marriages Adjustment Schedule yang disusun oleh Burgess & Locke (1960) dan kuesioner komitmen beragama yang merupakan hasil adaptasi dari Religious Commitment Scale yang disusun oleh Glock & Stark (1965).
Perhitungan data untuk mengetahui adanya hubungan antara penyesuaian perkawinan dengan tiap-tiap dimensi komitmen beragama dilakukan dengan menggunakan metode korelasi Pearson Product Mommet. Hasil penelitian menujukkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan antara penyesuaian perkawinan dengan dimensi idiologis, dimensi ritual, dimensi ekperiensial, dimensi konsekuensial dan dimensi intelektual pada subyek suami. Sementara itu pada subyek istri juga ditemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara penyesuaian perkawinan dengan dimensi idiologis, dimensi ritual, dimensi eksperiensial dan dimensi konsekuensial. Namun pada subyek istri tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara penyesuaian perkawinan dengan dimensi intelektual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emeraldina Darmidjas
"Secara hukum, wanita dan pria memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara Indonesia. Partisipasi wanita di Iapangan pekerjaan telah banyak dijumpai dalam berbagai bidang pekerjaan baik yang secara tradisional dianggap sesuai dengan ciri-ciri feminin wanita maupun di bidang non tradisional yang Iebih banyak didominasi pria. Alasan mengapa wanita memutuskan untuk bekerja dan melakoni tugas sebagai ibu rumah tangga pada saat yang bersamaan juga sudah berbeda-beda. Banyak wanita memilih untuk berkarya di luar rumah atas dasar keinginan sendiri dan bukan karena terpaksa dengan tujuan yang beragam pula (mencari pengaIaman, memanfaatkan ilmu, memanfaatkan waktu luang, menambah rasa percaya diri dan Iain-lain). Namun demikian, bagi wanita yang telah menikah, peran ganda yang dilakoni seringkali menimbulkan masalah seperti stress dan konflik dalam perkawinan akibat kelebihan beban tanggung jawab yang harus dipikul. Di satu pihak wanita dituntut untuk menjadi istri dan ibu rumah tangga sesuai dengan norma dan harapan masyarakat, dan pihak Iain ia juga dituntut untuk menampilkan unjuk kerja yang baik dan komit terhadap pekeriaan yang ditekuninya sesuai dengan tuntutan perusahaan dimana ia bekerja. Dapat dikatakan bahwa peran serta wanita dalam dunia kerja masih menimbulkan masalah dan diperdebatkan oleh berbagai pihak. Hal ini antara Iain disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat dan individu itu sendiri melepaskan diri dari sikap stereotip peran jenis kelamin tradisional yang menganggap wanita serba Iemah dan kurang bisa melibatkan diri dalam dunia yang penuh persaingan, membutuhkan rasa percaya diri atau kemampuan mengambil keputusan yang tepat seperti halnya daiam dunia kerja.
Hidupnya pandangan seperti di atas pada masyarakat Indonesia, membuat wanita terhambat untuk bekerja di Iuar rumah dan mengembangkan karirnya. Dibandingkan dengan wanita, dalam meniti karir pria tidak menghadapi masalah yang timbul sebagai akibat dari tuntutan peran seperti yang dihadapi wanita. Tuntutan peran ganda inilah yang dengan sendirinya mempengaruhi wanita bekerja karena tidak jarang ia terpaksa meninggalkan dunia kerja atau karir yang sudah dirintisnya karena menikah atau melahirkan anak, atau bahkan karena suaminya tidak mengizinkan bekerja di Iuar rumah.
Penelitian ini dikukan berkaitan dengan Iatar belakang masalah seperti yang telah dijelaskan di atas untuk mengetahui apakah orientasi peran jenis kelamin dan penyesuaian perkawinan berhubungan secara signifikan dengan komitmen karir pada wanita menikah yang bekerja. Komitmen karir yang dimaksud di sini adalah keinginan individu untuk terus bekerja sepanjang hidupnya. Komitmen karir merupakan hal yang menarik untuk diteliti karena merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui motivasi berkarir pada seseorang. Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa ternyata komitmen karir yang tinggi memiliki ciri-ciri motivasi kerja tinggi, kepuasan kerja tinggi dan kecenderungan lebih rendah untuk menampilkan unjuk kerja yang tidak diharapkan. Dalam kaitannya dengan peran jenis kelamin, ditemukan bahwa karakteristik kepribadian maskulin mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap komitmen karir pada wanita bekerja. Suatu penelitian lain yang dilakukan di barat menemukan bahwa komitmen karir pada wanita sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di Iuar pekerjaan (extra-work variables) seperti kepuasan dan penyesuaian perkawinan. Mengacu pada temuan-temuan ini maka peneliti tertarik untuk melihat kecenderungan yang ada di Indonesia.
Jumlah subyek yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 200 orang dengan kriteria sudah menikah, sudah bekerja minimal selama 2 tahun, dan berpendidikan minimal akademi atau yang sederajat. Teknik pengampilan sampel adalah teknik insidental sampling, dimana subyek diambil berdasarkan kemudahan pengambilannya dan kebutuhan penelitian saja. Sedangkan alat yang dipakai untuk mangukur setiap variabel penelitian adalah berupa skala yaitu skala penyesuaian perkawinan (Dyadic Adjustment Scale), skala peran jenis kelamin dari Bem (Bem Sex Role Inventory) dan Career Commitment Scale untuk mengukur komitmen karir.
Hasil yang didapat antara Iain adalah bahwa ternyata sebagian besar subyek wanita menikah yang bekerja memiliki tingkat penyesuaian perkawinan dan komitmen karir yang tergolong tinggi, serta memiliki aspek maskulinitas dan femininitas yang sama-sama tinggi (memiliki orientasi peran jenis kelamin androgin). Tidak ada kontribusi yang signifikan dan penyesuaian perkawinan terhadap komitmen karir, namun terdapat adanya signifikansi dan orientasi peran jenis kelamin feminin terhadap komitmen karir. Selain itu, ditemukan juga bahwa ternyata ada total masa kerja subyek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap komitmen karirnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dian Wulandari
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pitauli
"ABSTRAK
Semakin meningkatnya jumlah pasangan perkawinan antar agama di Indonesia
menunjukkan bahwa pernikahan antar agama sulit ditampik di tengah masyarakat yang
plural. Tidak ada seorang pun yang dapat melarang adanya interaksi dan hubungan kasih
sayang diantara mereka yang berbeda agama. Tambahan lagi banyak kaum muda yang
tidak terlalu memperhatikan lagi faktor-faktor seperti sosial ekonomi, suku dan agama
sebagai dasar pencarian pasangan hidup dan cenderung menekankan faktor cinta dan
kecocokan sebagai dasar perkawinan seperti yang dikemukakan oleh seorang ahli.
Namun perbedaan agama dalam perkawinan tidak dapat dipungkiri memicu
terjadinya konflik interpersonal antara pasangan. Menurut literatur banyak perkawinan
beda agama yang akhirnya kandas karena pasangan tidak mampu mengatasi konflik yang
terjadi dalam perkawinan mereka. Meski demikian tidak berarti perkawinan antar agama
selalu berakhir dengan kegagalan. Untuk mengatasi perbedaan dan mencegah terjadinya
kegagalan dalan perkawinan ini, diperlukan suatu manajemen konflik yang dilakukan
oleh masing-masing pasangan sebagai upaya menyesuaikan diri terhadap perbedaan
agama yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Untuk itu penelitian ini menganggap
penting untuk mengetahui konflik dan manajemen konflik pada pasangan perkawinan
antar agama.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konflik dan manajemen
konflik pada pasangan suami istri beda agama. Metode penelitian yang dipakai adalah
metode pendekatan kualitatif dengan instrument penelitian berupa wawancara. Hasil dari
penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian besar subyek penelitian menggunakan
cara kompromi untuk mengatasi persoalan-persoalan yang memicu terjadinya konflik,
seprti masalah pelaksanaan ibadah pasangan, masalah agama anak dan masalah dengan
keluarga pasangan. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi ide bagi bagi penelitianpenelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan perkawinan antar agama yang terjadi di
Indonesia."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3197
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulvianti Zulyadi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1992
S2396
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriasari Slamet
"ABSTRAK
Nilai perkawinan telah mengalami berbagai pergeseran dalam beberapa waktu terakhir. Perubahan peran dan pengharapan antara suami dan istri membutuhkan banyak penyesuaian dalam perkawinan, akan tetapi kebutuhan mendasar pria, wanita dan anak-anak yang menunjuk ke arah perkawinan tidak pernah berubah: kesetiaan seksual, kemitraan dalam penghematan rumah tangga, persekutuan orangtua, dukungan komunitas yang lebih besar, dan sebagainya (Waitte & Gallagher saduran oleh Yulia, 2003). Hal itu yang menyebabkan perkawinan tetap dipertahankan sebagai suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Menurut Hurlock (1980) kepuasan perkawinan dipengaruhi oleh banyak aspek diantaranya: penyesuaian seksual, keuangan, komunikasi, penyesuaian dengan mertua dan ipar, persamaan latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan. Sementara itu menurut Duvall & Miller (1985) untuk mencapai kepuasan perkawinan diperlukan faktor sebelum dan sesudah perkawinan. Salah satu yang berpengaruh pada faktor sebelum perkawinan adalah latar belakang pendidikan, yaitu sekurang-kurangnya berpendidikan sekolah menengah atas. Beberapa penelitian yang berfokus pada kepuasan perkawinan menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan suami dan istri, maka akan berasosiasi positif dengan kepuasan perkawinan (Blood & Wolfe dalam Piryanti 1988). Walaupun menurut Kirkpatrick (dalam Terman, 1934) menyatakan bahwa persamaan pendidikan yang lebih membuat orang bahagia ketimbang tingkat pendidikan.
Tujuan penelitian adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan seseorang dan kepuasan perkawinan serta untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dalam hal kepuasan perkawinan antara suami dan istri yang berlatar belakang pendidikan sama pada tingkat pendidikan tinggi dan yang menengah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan tipe penelitian ex-post facto field study. Jumlah subyek sebanyak 120 orang yang terdiri dari 60 pasang suami dan istri berpendidikan tinggi dan 60 pasang suami dan istri berpendidikan menengah. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian terdiri dari kuesioner kepuasan perkawinan yang berbentuk Likert style, dimana data kontrol juga ikut diolah.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan individu dan aspek-aspek kepuasan perkawinan. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kepuasan perkawinan antara suami dan istri yang berlatar pendidikan sama dengan pasangan pada tingkat pendidikan tinggi dan menengah.
Dari hasil penelitian ini, peneliti menyarankan untuk memilih pasangan hidup dengan tingkat pendidikan yang setara agar kepuasan perkawinan dapat tercapai. Selanjutnya penulis berharap dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi bagi institusi yang menangani masalahmasalah keluarga untuk tujuan konseling, terapi ataupun penyuluhan.
Hal lain yang perlu dikemukakan lebih lanjut dari penelitian ini adalah sejumlah keterbatasan yang diduga dipengaruhi oleh keterbatasan subyek, alat ukur yang kurang menggali informasi, ataupun kekurangterampilan penulis dalam menganalisis hasil data kuantitatif. Selanjutnya yang dapat dikemukakan adalah alat ukur yang lebih dalam menggali informasi sehingga dapat memperkaya hasil penelitian serta memperkaya analisis dengan variabel-variabel lain yang mungkin luput dari jangkauan penelitian pada saat ini."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3357
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Eveline
"Perkawinan pada masa kemahasiswaan bukanlah hal yang umum pada masyarakat Indonesia karena norma sosial dan budaya menekankan faktor kesiapan finansial dan selesainya pendidikan sebagai syarat untuk menikah. Namun pada kenyataannya, kita dapat menjumpai beberapa mahasiswa yang menikah, walaupun tidak banyak. Perkawinan di masa kuliah mempunyai beberapa permasalahan yang agak berbeda dengan perkawinan-perkawinan pada umumnya, terutama dalam finansial, kelanjutan kuliah, pembagian waktu untuk tugas-tugas rumah tangga dan tugas akademis serta kesiapan psikologis untuk menikah. Dengan melihat perbedaan-perbedaan ini maka timbul pertanyaan : bagaimana gambaran penyesuaian perkawinan mahasiswa yang menikah.
Pengalaman mahasiswa dalam perkawinannya akan membentuk belief-nya tentang perkawinan, karena menurut teori tentang pembentukan belief dari Fishbein dan Ajzen (1975), pengalaman-pengalaman seseorang dengan suatu obyek tertentu akan membentuk belief tentang obyek. Dengan demikian timbul pertanyaan : bagaimana gambaran belief mahasiswa yang menikah tentang perkawinan.
Hasil penelitian Laurer dan Laurer (1985, dalam Wiggins, Wiggins dan Zanden) menunjukan bahwa sikap yang positif terhadap pasangan merupakan faktor yang menentukan kesuksesan perkawinan seseorang. Karena belief merupakan salah satu komponen sikap maka yang menjadi masalah utama dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara belief tentang perkawinan dengan penyesuaian perkawinan pada kelompok mahasiswa yang menikah.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka dilakukan penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan dan menggali sebanyak- banyaknya informasi tentang penyesuaian perkawinan dan belief tentang perkawinan pada mahasiswa yang menikah. Untuk mengukur aspek penyesuaian perkawinan di gunakan Dyadic Adjustment Scale dari Spanier yang dibuat untuk mengukur penyesuaian perkawinan. Sedangkan belief tentang perkawinan digali dengan kuesioner Belief tentang Perkawinan. Untuk menjawzb permasalahan utama dalam skripsi ini peneliti melakukan pengujian hubungan antara variabel penyesuaian perkawinan dengan belief tentang perkawinan.
Dari hasil penelitian, didapat gambaran teniang penyesuaian perkawinan dan belief tentang perkawinan baik secara umum maupun berdasarkan pengelompokan variabel-variahel non psikologis seperti seperti perbedaan penyesuaian perkawinan berdasarkan besarnya bantuan dana, berdasarkan agama. Variabel-variahel yang membedakan penyesuain perkawinan dan belief tentang perkawinan adalah variabel agama, bantuan dana dari orang tua, usia perkawinan, jumiah anak, tempat tinggal dan besarnya pemasukan keluarga per bulan. Selain itu didapat hasil bahwa belief tentang perkawinan secara keseleluruhan tidak berhubungan secara signifikan dengan penyesuaian perkawinan secara keseluruhan. Namun beberapa aspek dari penyesuaian perkawinan berhubungan dengan beberapa aspek dari belief tentang perkawinan.
Berdasarkan pengalaman selama melakukan penelitian dan melihat hasil penelitian, maka ada beherapa hal yang dapat disarankan baik untuk penelitian lebih Ianjut maupun untuk pengaplikasian hasil penelitian. Beberapa saran untuk penelitian Iebih lanjut yang diberikan antara lain, melakukan perbandingan penyesuaian perkawinan antara kelompok subyek yang menikah ketika masih kuliah dengan kelompok subyek yang menikah setelah tamat kuliah. Selain itu untuk mendapatkan gambaran yang Iebih mendalam tentang penyesuaian perkawinan dan belief tentang perkawinan dapat dilakukan studi kualitatif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2620
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Kurniati
"ABSTRAK
Meskipun pernikahan diketahui memberikan berbagai dampak positif bagi individu, kenyataan yang terjadi saat ini ialah meningginya tingkat kasus perceraian. Survei menunjukkan bahwa penyebab utamanya adalah ketidaksesuaian antara relationship beliefs individu dengan kenyataan. Akibatnya, individu cenderung mengalami burnout pernikahan dan lebih lanjut dapat berujung pada perceraian. Penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara relationship beliefs dan burnout pernikahan menunjukkan adanya perbedaan hasil. Selain itu, peneliti berniat mengetahui peran relationship beliefs pasangan terhadap hubungan antara relationship beliefs dan burnout pernikahan individu. Hasil penelitian yang dilakukan kepada 162 pasangan suami-istri menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara relationship beliefs dan burnout pernikahan yang dialami pasangan suami-istri. Selain itu, diketahui tidak terdapat moderasi relationship beliefs pasangan terhadap hubungan antara relationship beliefs dan burnout pernikahan individu. Hal ini terjadi karena pengaruh tingkat pendidikan istri dan ideologi peran gender yang dianut oleh individu serta peran faktor lain yang turut memengaruhi hasil penelitian.

ABSTRACT
Despite the positive effects that marriage gives, the divorce rate is increasing. This is caused by the incongruency between individual‟s relationship beliefs and reality, resulting marital burnout. This research aimed to investigate deeper about the correlation between relationship beliefs and marital burnout among married couple owing to different results of the previous researches. Moreover, it also aimed to analyze the role of spouse‟s relationship beliefs to the correlation between individual relationship beliefs and marital burnout. Data from 162 marital couples shows a positive and significant correlation between relationship beliefs and marital burnout among married couple but shows no moderation of spouse‟s relationship beliefs to the correlation. It‟s explained by wives‟ educational background and individual gender role ideology as well as other various factors contributing to this result."
2016
S64295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Theresia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>