Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164044 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alterina Hofan
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Chairuni
"Konflik interpersonal pada remaja merupakan hal yang tidak terlepas dalam kehidupan sosialnya. Dalam interaksi akan muncul pertentangan dan terkadang individu akan berselisih pendapat. Walaupun konflik dapat mengancam hubungan sosial namun konflik tidak selalu merusak hubungan sosial. Cara mengatasi konflik merupakan hal yang menentukan apakah konflik menjadi sesuatu yang fungsional ataupun disfungsional. Program intervensi resolusi konflik menggunakan metode skillstreaming merupakan salah satu cara untuk mengembangkan keterampilan resolusi konflik pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas program intervensi skillstreaming dalam mengembangkan keterampilan resolusi konflik pada seorang remaja. Setelah dilakukan analisis perbandingan hasil pre-test dan post-test dengan alat ukur Conflict Resolution Style Inventory (CRSI), diketahui bahwa program ini belum mampu mengembangkan resolusi konflik pada remaja.

Interpersonal conflict in adolescence is inevitable feature in their social relationship. When they interact, disagreement may arise. They sometimes disagree. Eventhough conflict may jeopardize social relationship, conflict is not necessarily detrimental. The way conflicts are handled is important in determining whether conflicts are functional or dysfunctional. Intervention program for conflict resolution using skillstreaming methods is a way to develop conflict resolution skill in adolescent. In the current research, the main focus is to see effectiveness of skillstreaming intervention program to develop conflict resolution skill in adolescent. After analyzing the result of pre-test and post test with Conflict Resolution Style Inventory (CRSI) on adolescent, the result shows this program has not been able to develop conflict resolution in adolescents.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T38927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Linda Helena
"Peran seseorang dalam keluarga dan dalam pekeijaan biasanya dicapai oleh seorang individu yang telah berusia dewasa. Pekeijaan dan keluarga merupakan dua domain yang dominan bagj kebanyakan individu dewasa yang telah bekeqa dan berkeluarga. Pada masing-masing perannya itu, mereka diharapkan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan perannya itu. Perannya dalam keluarga menuntut mereka untuk menyerahkan waktu dan perhatia kepada anggota keluarganya dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perannya dalam keluarga. Di pihak lain, perannya dalam pekeijaan juga menuntut mereka untuk menghabiskan sebagian waktunya untuk bekeija dan melakukan tugasnya dengan baik. Melaksanakan dua perannya itu seringkali menyulitkan mereka yang telah bekeija dan berkeluarga. Keadaan ini memungkinkan teijadinya work-family conflict. Work-family conflict adalah konflik antar peran (interrole conflict).
Dalam menjalankan ke dua perannya, individu menghadapi berbagai macam kegiatan yang membutuhkan perhatian, waktu dan energi. Yang seringkali teqadi adalah terabaikannya peran yang satu jika individu memenuhi peran yang lainnya. Prioritas aktivitas mana yang didahulukan tentunya tergantung pada banyak hal dan tagantung pada individu yang menjalankannya. Karena si&tnya indhiidual, masingmasing individu dapat memberikan paiilaian mengenai seberapa pentingnya aktivitas tersebut bagi individu yang bersangkutan. Dei^at pentingnya suatu peran dapat ditandai dengan besamya keterlibatan individu dalam peraimya tersebut, dalam hal ini pelibatan keluarga dan pelibatan keija. Dengan demikian yang menjadi fokus dalam permasalahan ini adalah bagaimana hubungan antara â– worhfamify conflict, pelibatan keija dan pelibatan keluarga ?
Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan antara dua kelompok yaitu kelompok pria (kaiyawan) dan kelompok wanita (kaiyawati). Ini dOakukan mengingat adanya kemungkinan perbedaan antara pria dan wanita terhadap pelibatan keija dan pelibatan keluarga. Dengan demikian, ada kemungkinan perbedaan pula antara pria dan wanita dalam hubungan worh-fcmify conflict dengan pelibatan keija dan hubungan work-family conflict dengan pelibatan kduarga.
Dengan kriteria subyek penelitian yang telah bekeija penuh dan posisi tetap serta telah berkeluarga (mempimyai anak), penelitian ini berhasil memperoleh data dari 201 subyek yang terdiri dari 83 subyek piia dan 118 subyek wanita. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan incidentil sampling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat kuesioner work-family conflict, pelibatan keija dan pelibatan keluarga.
Setelah hasil diolah dengan metode kuantitatif peneliti memperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kaiyawan dan kaiyawati dalam pelibatan keija dan pelibatan keluarga, dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kaiyawan dan kaiyawati dalam work-family conflict. Pada masing-masing kelompok ditemukan pula adanya hubungan positif yang signifikan antara pelibatan keluarga dengan workfamily corflict, dan diketahui pula tidak ada hubungan yang signifikan antara pelibatan keija dan work-family conflict dalam masing-masing kelompok. Selain itu, peneliti memperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan'antara karyawan dan kaiyawati dalam hubungan work-family conflict dengan pelibatan keluarga dan hubungan work-family conflict dengan pelibatan kerja."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2827
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Walton, Richard E.
Reading, MA: Addison-Wesley, 1969
658.314 WAL i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuningsih
"Awal terciptanya suatu ikatan perkawinan seharusnya melalui tahap-tahap penetrasi sosial (Altman & Taylor, 1973). Sejalan dengan berkembangnya hubungan antar pribadi pada masing-masing pihak tidak terlepas dari komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi dalam sebuah hubungan merupakan kunci kesuksesan atau keharmonisan dalam bentuk hubungan yang diinginkan.
Ada sepuluh karakter dari komunikasi antar pribadi yang harus dijalankan oleh masing-masing individu (Devito, 1990). Setelah tercipta komunikasi antar pribadi yang efektif maka akan timbul rasa percaya (O'Hair, Friedrich, Wiemann & Wiemann, 1997).
Dari rasa percaya tersebut maka dengan sendirinya seseorang akan mencoba untuk mengungkapkan dirinya atau memberikan informasi mengenai dirinya kepada pasangannya (self disclosure), bersifatnya timbal balik dan menjadikan suasana lebih akrab (Jourard, 1959; Jourard & Lansman, 1960; Jourard & Richman, 1963; Chittick & Himelstein, 1967).
Salah satu cara untuk mengungkapkan diri adalah dengan sharing (Stewart & D'Angelo, 1988) serta dengan listening (O'Hair, Friedrich, Wiemann & Wiemann, 1997).
Hubungan antar pribadi tersebut akan berkembang menjadi hubungan yang stabil (Stable Exchange) (Altman & Taylor, 1973; O'Hair, Friedrich, Wiemann & Wiemann, 1997). Dimana untuk memasuki ikatan perkawinan itu seseorang harus mempersiapkan dirinya dalam sebuah komitmen (Tubbs & Moss, 1996; Stewart & D'Angelo, 1988; Ruben, 1992) dan juga cinta (gunarsa, 1978).
Tetapi dalam sebuah perkawinan tentunya tidak lepas dari konflik yang mengangkat permasalahan yang sesunggguhnya maupun emosional (Watton, 1987). Permasalahan emosional dapat berupa tidak terpemuhinya sepuluh kebutuhan emosional dari pasangan menikah (Harley Chalmers, 1998). Penyelesaian konflik yang terjadi diantara pasangan suami istri tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan kompetitif, kalaborasi, kompromi, penghindaran; dan akomodasi (Hacker & Wilmot, 1978; Fitzpatrick, 1988).
Pada kenyataannya permasalahan yang muncul dalam konflik-konflik tersebut tidak semuanya dapat diselesaikan dengan komunikasi. Akhirnya salah satu pihak yang merasakan ketidakpuasan dalam hubungan antar pribadi dalam ikatan perkawinan mencoba untuk mencari penyelesaiannya diluar perkawinan (Fromm, 2000) yang berdasarkan pada alasan psiko fisik, sosial, dan psikologi (Satiadarma, 2001).
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana pendekatan diarahkan pada latar belakang kehidupan individu secara utuh. Data yang digunakan bersifat deskriptif, dikumpulkan dari hasil wawancara yang mendalam (depth interview) terhadap tujuh pasangan menikah yang salah satu pihaknya melakukan perselingkuhan dengan menggunakan teknik bola salju (snow ball). Tipe penelitian yang digunakan adalah studi kasus yang mengangkat masalah perselingkuhan diantara pasangan menikah.
Hasil analisis dari penelitian ini adalah bahwa semua konflik melibatkan komunikasi tetapi tidak semua konflik berawal dari komunikasi yang menyedihkan (Stewart & D'Angelo, 1988). Dan penyelesaian konflik tidak harus dalam bentuk komunikasi verbal tetapi juga dapat menggunakan komunikasi non verbal karena penyelesaian konflik yang biasanya timbul dalam pasangan menikah adalah cendrung lebih berorientasi pada menjaga suatu hubungan (Fitzpatrick, 1988)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Askariani
"Tesis ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuannya adalah mengungkapkan mengapa remaja menggunakan narkoba, apakah sebelum menggunakan narkoba mereka mengalami konflik terlebih dahulu. Penelitian ini selanjutnya ingin mengkaji sejauh mana terdapat perbedaan konflik yang dialami antara mereka yang menggunakan narkoba tapi berasal dari keluarga yang tidak harmonis dengan mereka yang menggunakan narkoba tetapi berasal dari keluarga yang harmonis. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka tehnik penarikan samplenya pun menggunakan tehnik ?snowball' terhadap 10 orang informan, dimana pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam.
Dari hasil penelitian terungkap bahwa baik mereka yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis maupun mereka yang berasaldari keluarga yang harmonis kedua-duanya pernah mengalami konflik sebelum menggunakan narkoba.Hanya saja prilaku konfliknya berbeda. Yaitu mereka yang berasal dari keluarga yang keluarga harmonis mengalami konflik yang latent (tidak nampak) karena pemicunya pun tidak secara tegas kelihatan.Sedangkan mereka yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis karena pemicu terjadinya konflik lebih nyata (antara lain karena iklim komunikasi didalam' keluarga itu yang tidak mendukung) sehingga konflik yang dialaminya pun lebih terbuka dan sifatnya sudah berbentuk 'interpersonal conflict'.
Biasanya yang menjadi pemicu timbulnya 'latent conflict' adalah karena kasih sayang dan perhatian dari orangtua yang berlebihan, serta 'self disclosure' dari ibunya yang juga berlebihan, yang mengakibatkan beberapa orang informan yang berasai dari keluarga yang harmonis dari total 10 orang informan memutuskan untuk menggunakan narkoba, karena merasa kebebasan mereka terancam. Dari hasil temuan data dilapangan juga terungkap bahwa yang mereka inginkan sebenarnya bukanlah perhatian yang berlebihan, tetapi 'trust' (rasa dapat dipercayanya) yang tinggi dari orangtua, dan identitas diri. Selama ini yang mereka dapatkan dari prilaku orangtua yang berlebihan itu justru 'krisis identitas', yang mengakibatkan mereka berusaha untuk mendapatkan 'power' diluar rumah, yaitu dilingkungan teman-temannya sendiri.
Jadi dari temuan dilapangan juga terungkap bahwa apa yang menjadi keinginan/tujuan orangtua berbeda dengan apa yang menjadi tujuan/keinginan anaknya (informan) dan apa yang merupakan ukuran bagi nilai-nilai suatu perkawinan/hubungan keluarga dari kacamata orangtua berbeda dengan apa yang menjadi ukuran bagi informan. Itulah yang menjadi pemicu timbulnya 'latent conflict', sebagaimana yang dikemukakan oieh Morton Detsch mengenai sebab-sebab timbulnya konflik (Morton Deutsch, 1991 : 7). Akhirnya perlu digaris bawahi, bahwa semua hasil temuan dilapangan mengenai 'Konflik Antarpribadi Dikalangan Remaja Pengguna Narkoba' menggambarkan besarnya pengaruh konsep budaya konteks tinggi pada komunikasi, khususnya dalam konteks keluarga dikalangan remaja pengguna narkoba.
Dari hasil penelitian dilapangan terungkap bahwa konflik antarpribadi antara anak (pengguna narkoba) dengan orangtuanya merupakan implikasi dari konsep budaya konteks tinggi ('high context culture'), dimana mereka yang menganut budaya tersebut berkomunikasi secara konteks tinggi pula dimana pesan berada didalam konteks fisik atau menyatu didalam diri seseorang dan disampaikan secara tersirat melalui komunikasi non verbal. Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa budaya merupakan salah satu faktor cara hidup dan kehidupan pendukungnya termasuk cara berkomunikasi dengan individu-individu lainnya. Jadi bagaimana proses yang dialami informan ketika mereka mengalami konflik sampai proses menggunakan narkoba, itu semua merupakan hasil interaksi timbal balik antara budaya dan komunikasi. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T172
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johnson, David W., 1940-
Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall Internasional, 1990
158.2 JOH r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sumaryono
"Tesis ini berangkat dari adanya kejahatan kekerasan yakni penganiayaan berat yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Penganiayaan berat sebenarnya dilarang dalam norma hukum maupun norma agama, tetapi hal ini masih saja sering terjadi. Akibat dari penganiayaan berat adalah luka berat bahkan tidak sedikit yang meninggal dunia.
Telaah teoritis mengacu kepada teori pembunuhan dan penganiayaan berat sebagai transaksi yang di sengaja karya David F. Luckenbill sebagai kerangka pemikiran utama. Sedangkan Lonnie H. Athens dan Marvin E. Wolfgang sebagai teori penunjang.
Metode penelitian yang digunakan untuk memahami obyek yang menjadi sasaran penelitian adalah metode studi kasus, dengan tipe penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif. Agar data dapat terkumpul sesuai yang diharapkan maka digunakan beberapa cara, antara lain dengan wawancara mendalam dan studi kepustakaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap sepuluh kasus pasangan korban dan pelaku penganiayaan berat yang sedang menjalani rumah tahanan negara di Polres Metro Jakarta Utara, diperoleh gambaran bahwa peristiwa penganiayaan berat itu merupakan akibat dari suatu perselisihan atau konflik antar pribadi yang kian memuncak di antara pelaku dengan korban. Interaksi sosial yang berakhir dengan penganiayaan berat ini umumnya berlangsung dalam enam tahapan menurut urutan waktunya. Temuan ini nampaknya relatif bersesuaian dengan kerangka pemikiran yang digunakan dalam tesis ini.
Namun harus disadari bahwa tahapan interaksi seperti ini tidak berlaku untuk kasus-kasus penganiayaan karena kekerasan kolektif primitif, penganiayaan yang bermotif politik, penganiayaan karena motif bayaran dan penganiayaan karena pelakunya mengidap kelainan jiwa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessi Christanti
"Prasangka dapat terjadi dalam hubungan berbagai kelompok, termasuk dalam hubungan antara kelornpok penduduk asli dan kelompok pendatang. Prasangka pada umumnya membawa dampak negatif, misalnya hubuugan antar kelompok menjadi iidak harmonis dan bahkan dapat menycbabkan konflik antar kelompok schingga mempelajari penyebab prasangka merupakan hal yang panting Untuk keperluan tersebut, peneliti menggunakan kasus kelompok etnis Dayak dan kelompok etnis Madura di Kalimantan Barat Kelompok etnis Dayak merupakan penduduk asli sedangkan kelompok etnis Madura merupakan kelompok pendatang. Kedua kelompok etnis ini berulang kali terlibat konflik sehingga diduga hubungan kedua kelompok etnis tersebut diwarnai dengan prasangka. Untuk mengetahui penyebah prasangka dapat digunakan berrnacam-macarn teori, namun dalam penelitian ini digunakan Integrated Thread Theory (ITT) dan Social Dominance Theory (SDT).
Menurut ITT prasangka disebabkan oleh ancaman realistik, ancarnan simbolik, stereotip negatif dan kecemasan antar kelompok. Sedangkan berdasarkan SDT prasangka disebabkan oleh tingkat orientasi dominasi sosial (ODS) individu. Jadi dalam penelitian ini hendak dilihat apakah keempat sumber ketemncaman dan ODS dapat menajdi prediktor prasangka dan apakah terdapat interaksi antara masing-masing sumber keterancaman dan ODS dalam memprecliksi prasangka Partisipan penelitian sebanyak 97 orang lmtuk kelornpok etnis Dayak dan dan '76 orang untuk kelompok etnis Madura. Data yang diperoleh dianalisis dengan rnenggunakan metode analisis regresi hirarki.
Hasil analisis data menujukkan bahwa pacla kelornpok emis Dayak anoaman realistik, stereotip negatif kecemasan antar kelompok dan ODS dapat menjacli predilctor prasangka. Sedangkan pada kelompok etnis Madura yang menjadi prediktor prasangka adalah stereotip negatif, kecemasan antar kelompok dan ODS- Selain itu sesuai yang diperkirakan terdapat interaksi antara keterancaman dan ODS dalam mernprediksi prasangka. Hal ini berarti ODS dapat menjadi variabel moderator antara keterancaman dan prasangka."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>