Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184441 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aria Ahmad Mangunwibawa
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Anggraeni
"Bailie (1995) melihat bahwa sejak di penghujung akhir tahun 1980 ketika perang dingin berakhir, secara tiba-tiba dunia mulai terperosok dalam kebalauan (confusion), kebencian, permusuhan dan kekerasan. Dikatakannya lagi bahwa dunia kita sedang berada ditengah krisis relijius dan kultural yang hebat. Kota-kota sedang ambruk, proses politik ricuh dan terfragmentasi, rasa tanggung jawab sejarah secara nyata hilang, dan yang lebih serius lagi adalah stabilitas sosial serta psikologik kita tampak membahayakan. Epidemik kriminal, obat-obatan terlarang dan kekerasan merupakan manifestasi dari disintegrasi yang lebih luas dan dalam. Dengan globalisasi fenomena diatas cepat merambah keseluruh bagian dunia, terutama di daerah urban dan akhirnya masuk juga ke daerah rural. (Soemitro, D.S., 2003).
Uraian diatas mengetengahkan keprihatinan yang sama terhadap dunia musik yang mudah terombang-ambing dan tidak tentu arahnya karena musik mempunyai andil besar dalam menemukan kembali dan memulihkan identitas bangsa Indonesia lewat musisi-musisinya. Akhirnya hal ini memicu pemikiran akan bagaimana dampaknya perubahan-perubahan tersebut terhadap konsep diri dan diskrepansi diri musisi. Konsep diri merupakan sebuah skema yang terdiri dari kumpulan beliefs dan feeling tentang dirinya sendiri.Konsep diri juga merupakan kerangka berpikir yang akan mempengaruhi kita dalam mengolah informasi tentang dunia sosial disekeliling kita dan informasi tentang diri kita (Baron & Byrne, 1998).
Penelitian ini ingin melihat, konsep diri dan pembentukan diskrepansi diri pada musisi tersebut dan gambaran independensi musisi yang tercermin dalam karyanya ketika dihadapkan dengan sepak terjang dunia musik yang penuh dengan intrik sekarang ini. Apakah independensi musisi akan berpengaruh pada pembentukan konsep diri aktual, ideal dan sosialnya dan juga pada diskrepansi diri. Diskrepansi yang dimaksud adalah diskrepansi aktual-ideal dan diskrepansi aktual-sosial.
Dalam menjawab rumusan masalah tersebut, penelitian ini akan menggunakan teori komponen konsep diri dari Baron (1994), diskrepansi diri Higgins (1988), teori selfcategorization dari Abraham & Hogg yang menjelaskan tentang independensi. Dan beberapa literatur tentang perkembangan musik di Indonesia. Penelitian menggunakan perpaduan pendekatan kuantitatif yang lebih besar. Subjek penelitian adalah musisi yang berusia 20-40 tahun, telah berkarir sebagai musisi minimal selama 5 tahun, pendidikan minimal SMU, dan berdomisili di Jakarta. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pengukuran rata-rata, standar deviasi, pengukuran regresi serta effect coding pada regresi berganda, dan sebagai analisa tambahan juga digunakan pengukuran oneway anova untuk independent sample.
Dari hasil penelitian ini ternyata musisi di Jakarta menilai diri yang sesungguhnya, diri yang diinginkan dan diri yang ditampilkan di lingkungan secara positif. Diskrepansi real-ideal dan real-sosial tergolong sangat rendah; ini kemungkinan disebabkan karena subjek sudah terpuaskan dengan dirinya dan dirinya sudah teraktualisasikan dan tersosialisasikan dengan baik. Namun dari hasil kualitatif ditemukan adanya gejala diskrepansi pada subjek musisi yang terjadi karena sifat-sifat subjek yang bertentangan, tuntutan-tuntutan diri yang belum terpenuhi dan pengaruh dari persaingan dan standar yang ditetapkan di industri musik. Tidak ditemukan sumbangan yang berarti dari variabel data kontrol terhadap konsep diri dan diskrepansi diri. Independensi musisi Indonesia tergolong tinggi. Variabel data kontrol berpengaruh terhadap independensi. Independensi dan aspek aktualisasi diri serta aspek industri musik berpengaruh terhadap konsep diri musisi. Musisi yang memaknai independensi secara berbeda juga tidak mengalami diskrepansi diri dan tidak berpengaruh pada konsep diri mereka. Hasil tambahan lainnya mengenai perbedaan rata-rata data kontrol pada konsep diri, diskrepansi dan independensi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3384
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilhaminingsih
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Dhahnial
"Masyarakat Indonesia sedang menghadapi berbagai situasi yang memprihatinkan. Krisis yang belum selesai, korupsi yang merajalela, tingkat pengangguran yang tinggi serta berbagai hal yang mengindikasikan bahwa Masyarakat sedang berada dalam kondisi disorganized. Kondisi ini lebih-lebih terjadi di masyarakat perkotaan sebagai tempat munculnya industrialisasi dan modernisasi yang pada sisi tertentu menyebabkan berbagai permasalahan sosial yang kompleks. Masyarakat perkotaan dihadapkan pada permasalahan sosial yang kompleks dan kadangkala menimbulkan gejala seperti perasaan gelisah, serba tidak puas, perasaaan serba ragu dan serba salah, frustasi, sengketa batin dengan orang lain dan lingkungan, merasa hampa, kehilangan semangat hidup dan munculnya berbagai penyakit psikosomatis.
Berbagai permasalah ini mempunyai kemiripian dengan ciri-ciri munculnya diskrepansi diri (Fromm, Rogers, Baron & Byrne). Lantas, di tengah diorganisasi sosial pada masyarakat kota menjadi menarik untuk mengetahui konsep diri dan diskrepansi pada orang kota. Salah satu faktor dalam pembentukan persepsi individu adalah faktor agama. Agama menjadi menarik untuk diselidiki karena karena pada era transisi sosial dan politik saat ini, perkembangan dan dinamika kehidupan keagamaan menjadi sangat kompleks, bahkan sejak sebelum terjadinya reformasi politik Indonesia yang menyebabkan tumbangnya Soeharto. Agama secara historis dan sosiologis mempunyai peran yang kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pada kondisi ini menarik untuk mengetahui bagaimana pola keberagamaan masyarakat kota.
Penelitian ini mengambil latar belakang kota Jakarta dengan segala permasalahannya yang dihadapkan pada berbagai nilai-bilai yang nantinya akan membentuk konsep diri orang-orang di dalamnya. Pertanyaanpertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimanakah konsep diri orangorang di kota besar (dalam hal ini kota Jakarta)? Dengan berbagai kondisi yang melatarbelakanginya, bagaimanakah gambaran diskrepansi diri riil dan ideal serta diskrepansi diri riil dan sosial? Salah satu konstruk konsep diri adalah belief yang terbangun pada masyarakat di sekitar individu termasuk di dalamnya adalah agama. Kemudian timbul pertanyaan bagaimanakah keberagamaan orang-orang-orang di kota besar? Adakah keberagamaan berpengaruh pada konsep diri serta diskrepansi diri orang-orang tersebut?
Dalam menjawab rumusan masalah tersebut, penelitian ini menggunakan teori komponen konsep diri dari Baron (1994), diskrepansi konsep diri Higgins (dalam Bracken, 1996), social self dari Fromm (1961), akibat-akibat diskrepansi dari Rogers, Fromm dan Higgins, keberagamaan Schaefer & Gorsuch (1991), Allport (1959) serta Pargament (1997). Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif sebagai penunjang. Subyek penelitian adalah individu-individu tinggal di Jakarta dan tercatat mempunyai KTP Jakarta, pendidikan minimal SMU. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pengukuran rata-rata, standar deviasi, dan pengukuran regresi serta effect coding pada regresi berganda.
Dari hasil penelitian, didapat bahwa diri ideal adalah diri yang lebih menonjol dibandingkan dengan diri yang sesungguhnya dan diri yang ditampilkan di lingkungan. Subyek memandang agak positif terhadap konsep diri riil dan memandang positif terhadap konsep diri ideal serta sosial. Diskrepansi konsep diri real-ideal mereka tergolong rendah. Rendahnya diskrepansi tersebut melalui hasil analisa data kualitatif disebabkan karena tuntutan dari lingkungan yang secara umum dapat dipenuhi oleh subyek Sementara diskrepansi konsep diri real-sosial ditemukan sangat rendah.
Melalui hasil kualitatif didapat bahwa keterkaitan diri sesungguhnya dengan masyarakat sangatlah kuat, bahkan masyarakat dianggap sebagai norma tertinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa orientasi religius intrinsik pada subyek tergolong tinggi sementara orientasi religius ekstrinsik tergolong agak rendah. Gaya coping religius yang dominan dipakai oleh subyek adalah gaya Kerja Sama. Pemaknaan Tuhan yang utama adalah sebagai Pencipta, Penguasa, dan Penentu sementara pemaknaan agama yang utama adalah agama sebagai pedoman hidup dan norma-norma.
Hasil lainnya adalah orientasi religius intrinsik ternyata berhubungan dengna pembentukan konsep diri baik real, ideal maupun sosial. Selain itu, gaya coping religius Kerja Sama juga berpengaruh terhadap konsep diri sesorang. Sementara komponen lain dalam keberagamaan tidak berkontribusi dalam pembentukan konsep diri seseorang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Sofiati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rovazio Okiiza
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taufiq
"Indonesia adalah negara yang menganut asas demokrasi. Hal ini tercantum dalam UUD 1945. Karena jumlah penduduk yang besar, wilayah negara yang luas, dan bentuk permasalahan yang kompleks membuat Indonesia menganut demokrasi perwakilan, yaitu rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan memperjuangkan aspirasi dan harapan rakyat. Akan tetapi, dalam perjalanannya ternyata anggota legislatif yang memiliki peran sebagai wakil rakyat sekaligus anggota partai yang telah mencalonkannya dalam pemilu tidak menjalankan tugasnya seperti yang diharapkan. Gejala yang banyak terjadi adalah seringnya anggota legislatif lebih mementingkan perannya sebagai anggota partai dibanding memenuhi kewajiban sebagai wakil rakyat. Kondisi ini bahkan lebih terlihat pada anggota legislatif yang berada di pusat atau DPR.
Dua peran yang dimiliki oleh anggota legislatif yaitu sebagai wakil rakyat dan anggota partai dapat menimbulkan konflik bagi anggota legislatif saat kedua peran tersebut memiliki harapan yang saling bertentangan. Konflik peran sebagai hasil interaksi dengan rakyat dan partai dalam rangka menunaikan tugas dapat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anggota legislatif. Hal ini dikarenakan interaksi dengan lingkungan sekitar membentuk konsep diri individu (Wrightsman, 1993). Pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimanakah konsep diri anggota legislatif? Dengan berbagai gejala sosial yang melatarbelakangi, bagaimanakah gambaran diskrepansi diri real-ideal dan diskrepansi diri real-sosial? Kemudian bagaimanakah gambaran konflik peran yang dialami oleh anggota legislatif? Seberapa besar pengaruh konflik peran terhadap diskepansi konsep diri anggota legislatif?
Dalam menjawab rumusan permasalahan tersebut, penelitian ini memakai teori komponen konsep diri Baron (1997), diskrepansi konsep diri Higgins (dalam Bracken, 1996), social self dari Fromm (1961), akibat-akibat diskrepansi dari Rogers, Fromm dan Higgins, konflik antar-peran dari Shaw dan Constanzo (1985). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan analisa kualitatif sebagai penunjang. Subyek penelitian adalah anggota legislatif pusat atau DPR. Penghitungan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pengukuran rata-rata, standar deviasi, dan pengukuran regresi serta coding effect pada regresi berganda.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa diri ideal merupakan diri yang paling menonjol dalam menggambarkan diri anggota legislatif dibanding diri yang sesungguhnya dan diri yang ditampilkan di lingkungan. Diskrepansi konsep diri real-ideal anggota legislatif tergolong rendah, sedangkan diskrepansi konsep diri real-sosial mereka termasuk sangat rendah. Rendahnya diskrepansi konsep diri melalui analisa kualitatif disebabkan oleh kemampuan anggota legislatif untuk memenuhi harapan dari lingkungan. Konflik peran yang dialami anggota legislatif tergolong agak rendah dengan kecenderungan untuk mengakomodasi harapan partai. Sumbangan konflik peran terhadap diskrepansi konsep diri ternyata tidak berarti dan lebih disebabkan oleh faktor-faktor lain.
Dari hasil penelitian tambahan ditemukan bahwa afiliasi politik anggota legislatif dengan orang tuanya memberikan hasil yang berbeda dalam diskrepansi konsep diri real-sosial. Selain itu, hasil penelitian lainnya adalah bahwa jenjang pendidikan anggota legislatif menentukan tinggi konflik peran yang dirasakan. Kedua temuan ini patut mendapat perhatian dalam melakukan penelitian lanjutan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rauli
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaksmi Handayani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri penderita SLE (Systemic Lupus Erythematosus) sebelum dan setelah didiagnosis menderita SLE. SLE adalah suatu penyakit yang menyebabkan peradangan yang kronis dengan penyebab yang tidak diketahui dan mempengaruhi kulit, sendi, ginjal, paru-paru, sistem syaraf, membran serous, dan organ tubuh lainnya (Schur dalam Kelley, Harris, Jr., Ruddy, & Sledge, 1981).
Sebagai suatu penyakit kronis, SLE memiliki dampak terhadap berbagai aspekaspek kehidupan penderitanya dan dapat mempengaruhi konsep diri penderitanya. Berbagai gejala fisik yang harus dialami oleh penderita, keterbatasan-keterbatasan daiam melakukan aktivitas sehari-hari, stigma negatif seperti rasa iba dan penolakan dari keluarga dan lingkungan dapat membuat penderita merasa frustrasi dan stres.
Wanita dari tahapan usia subur (18-40 tahun) merupakan golongan terbanyak menderita SLE. Seringkali mereka merasa takut tidak dapat memiliki keturunan disebabkan oleh penyakit ini. Padahal tahapan usia tersebut merupakan tahapan usia dewasa muda dimana salah satu tugas perkembangannya adalah berkeluarga dan membesarkan anak (Havighurst dalam Hurlock, 1980). Sementara itu di masyarakat telah berkembang suatu harapan yang kuat bahwa wanita sewajarnya menjadi seorang ibu (Russo dalam Hyde, 1985).
Berbagai permasalahan di atas dapat mempengaruhi cara pandang penderita terhadap dirinya sendiri. Taylor (1999) menyebutkan bahwa suatu penyakit kronis dapat menghasilkan perubahan drastis dalam konsep diri seseorang. Sedangkan konsep diri dalam Hurlock (1979) diartikan sebagai elemen yang dominan dalam pola kepribadian seseorang, dan merupakan kekuatan yang memotivasi perilaku seseorang. Konsep diri menyangkut persepsi seseorang terhadap dirinya, kemampuannya, dan bagaimana ia berpikir tentang dirinya. Di samping itu juga menyangkut bagaimana seseorang mempersepsikan hubungannya dengan orang lain dan berbagai macam aspek dalam kehidupan serta nilai-nilai yang menyertai persepsi itu (Rogers dalam Hall & Lindzey, 1978).
Konsep diri dapat mempengaruhi perilaku dan reaksi seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya, termasuk penyesuaian dirinya atau coping terhadap stres yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang dihadapinya (Hurlock, 1979). Oleh karena itu konsep diri penderita SLE memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupannya di masa sekarang maupun di masa mendatang.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi. Subyek dalam penelitian ini adalah 3 orang wanita penderita SLE pada tahapan usia dewasa muda (18-40 tahun) yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling secara insidental agar memudahkan peneliti.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan dalam keempat kategori konsep diri penderita. Keempat kategori konsep diri tersebut adalah konsep diri dasar, konsep diri sementara, konsep diri sosial dan konsep diri ideal, yang masing-masing berkaitan dengan komponen fisik dan psikologis (Hurlock, 1979). Pada konsep diri dasar, umumnya penderita merasa bahwa fisik mereka tidak sekuat dahulu sehingga hal ini menjadi penghambat bagi mereka dalam beraktivitas. Kegiatan-kegiatan mereka mulai dibatasi untuk menjaga kondisi diri dan mencegah kambuhnya penyakit.
Penderita juga menjadi lebih perhatian terhadap kondisi kesehatannya. Perubahan penampilan yang merugikan dan menetap membuat penderita menjadi minder dan tidak percaya diri. Penderita juga menjadi lebih rentan terhadap stres dan tidak dapat menerima berita-berita yang tidak menyenangkan baginya. Selain itu penderita juga menjadi lebih giat dalam kegiatan keagamaannya. Sebagian penderita merasa pesimis dalam memandang hidupnya karena merasa tidak dapat hidup normal seperti orang sehat pada umumnya. Namun ada pula penderita yang tidak merasa terlalu terganggu oleh hal tersebut karena sudah lebih dapat menerima keadaan dirinya. Dalam hal ini, penderita tetap optimis dalam memandang kehidupannya.
Dalam konsep diri sementara, kondisi fisik yang memprihatinkan terutama pada masa-masa awal dideritanya SLE membuat penderita menilai dirinya lebih negatif untuk sementara. Di lain pihak kejadian-kejadian yang menghasilkan emosi-emosi positif seperti keberhasilan dalam meraih hal tertentu membuat penderita menilai dirinya secara lebih positif untuk sementara.
Pada konsep diri sosial, penderita merasakan pandangan iba dan kasihan dari keluarga dan lingkungan. Keluarga pada umumnya memberikan perhatian lebih dan dukungan pada penderita. Hal ini dapat diekspresikan secara berlebihan sehingga memicu kecemburuan pada anggota keluarga yang lainnya. Namun dapat pula terjadi pengabaian dan penolakan oleh keluarga serta lingkungan penderita. Penolakan ini disebabkan karena penderita dianggap sebagai beban keluarga dan dipandang aneh oleh lingkungan sehingga memancing ejekan, cemoohan serta gunjingan. Pada penderita yang belum berkeluarga terdapat kekhawatiran bahwa lawan jenis akan memandang mereka dengan sebelah mata disebabkan oleh penyakitnya tersebut.
Pada konsep diri ideal, penderita berharap agar dapat menjalani kehidupan yang layak dan baik seperti orang lain, yaitu ingin agar dapat bekerja, berumah tangga, memiliki keturunan, diterima oleh keluarga dan lingkungan, serta ingin agar SLE-nya tidak kambuh lagi sehingga mereka dapat hidup seperti orang sehat pada umumnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meinora Haryati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3330
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>