Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 234981 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
R. Ali Aulia
"ABSTRAK
Pemilihan tema skripsi ini pertama-tama dilatarbelakangi oleh kejadian-
kejadian yang tampak di Iingkungan mahasiswa dalam kurun waktu satu tahun
terakhir (Mei 1997-Mei 1998). Dalam kurun waktu tersebut berbagai bentuk
partisipasi politik mahasiswa muncul, mulai dari yang unconventional (tidak diterima
sebagai kelaziman oleh budaya politik yang dominan, misalnya demonstrasi),
conventional (partisipasi politik yang dapat diterima, seperti mengirim surat ke MPR)
bahkan tingkah laku apatis. Lingkup mahasiswa juga menjadi menarik karena ia telah
dianggap sebagai agent of change. Fenomena adanya perbedaan pilihan bentuk
partisipasi oleh mahasiswa dapat diterangkan melalui konsep alienasi. Alienasi -
suatu konsep socio-psychological-dapat dipahami sebagai suatu keadaan individual,
yang dijelaskan melalui kondisi-kondisi sosial yang obyektif (Hughes, 1975) dan
pemahaman tersebut merupakan alasan ketiga dalam pemilihan topik ini. Rush
(1990) menyatakan bahwa alienasi dapat menyebabkan individu menjadi sangat aktif
maupun apatis. Contoh yang diberikan oleh Rush tentang individu yang aktif adalah
dalam melakukan partisipasi politik conventional. Sementara itu Conway (1992)
menyatakan bahwa partisipasi politik unconventional adaiah merupakan konsekuensi
dirasakannya alienasi. Dengan dernikian dapat disimpulkan bahwa alienasi dapat
dijumpai pada semua bentuk partisipasi politik, baik conventional, unconventional,
maupun tingkah laku apatis. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apa yang
membedakan alienasi yang menyebabkan individu melakukan partisipasi politik
conventional, unconventional, dan tingkah laku apatis ? Satu hal yang mungkin
membedakan adalah dimensi alienasinya. Finifter (1970) telah mengkonstruksi
dimensi aliensi politik, yaitu; political powerlessness (perasaan individu bahwa ia
tidak dapat mempengaruhi tindakan pemerintah) political meaninglessness
(keputusan politik dianggap tidak dapat diramalkan), perceived political
normlessness (persepsi individu bahwa norma atau peraturan yang digunakan untuk
mengatur politik telah diabaikan) dan political isolation (penolakan terhadap norma
yang dipegang oleh sebagian masyarakat).
Karena itu ingin didapat gambaran partisipasi politik pada dimensi alienasi politik
mahasiswa. Variabel dalam penelitian ini adalah alienasi politik mahasiwa dan
partisipasi politik mahasiswa. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa, dan
pengambilan sample dilakukan dengan teknik purposive. Untuk mendapatkan
jawaban atas rnasalah, data diolah dengan menggunakan korelasi Pearson's Product
Moment dan Multiple Regression. Hasil yang didapat adalah: alienasi politik mempunyai hubungan yang positif dengan
apatis; political powerlessness, political meaninglessnes,dan political isolation
memiliki hubungan yang negatif dengan partisipasi politik unconventional; serta
alienasi politik memiliki hubungan yang negatif dengan partisipasi politik
conventional. Gambaran kedua yang didapat adalah:political powerlessness, political
isolation menjadi faktor yang paling memberi kontribusi terhadap apatis; political
powerlessness paling memberi kontribusi terhadap dilakukannya partipasi politik
unconventional; political isolation paling memberi kontribusi dilakukannya
partisipasi politik conventional.Saran untuk perbaikan alat adalah: menambah jumlah
item pada dimensi political normlessness, mengurangi pernyataan negatif pada
political powerlessness, dan melihat korelasi dengan keadaan obyektif. Sementara
saran yang diberikan sebagai hasil penelitian ini adalah: hindari keadaan yang
mendorong dirasakannya alienasi politik karena mendorong munculnya tingkah laku
apatis."
1999
S2745
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianto Reksodiputro
"ABSTRAK
Penelitian ini meninjau kembali dikotomi terhadap aktivis mahasiswa radikal dan moderat
yang dibuat ahli-ahli politik makro. Pengelompokan yang mereka buat dilakukan
berdasarkan isu-isu, format gerakan, serta sikap dan tindakan aktivis-aktivis mahasiswa
yang bisa diamati. Berbeda dengan ilmu politik konvensional, ilmu psikologi politik melihat
perilaku politik dari sudut pandang dorongan-dorongan non-politis yang mendasari
perilaku tersebut. Karena itu, penelitian ini berusaha mencari prediktor-prediktor baru
untuk membedakan aktivis mahasiswa radikal dan moderat berdasarkan sejumlah faktor
psikologis yang dianggap penting dalam demokrasi. Faktor-faktor tersebut adalah
orientasi politik (terdiri dari toleransi politik, komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi,
kemanjuran politik, dan kepercayaan politik) serta partisipasi politik. Hasilnya
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara aktivis mahasiswa
radikal dan moderat dalam hal orientasi politik dan partisipasi politik (P = 41,870, pada
tingkat signifikansi 0,001). Aktivis mahasiswa radikal ternyata mempunyai tingkat
komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, kemanjuran politik internal, dan partisipasi politik
ekstra konvensional lebih tinggi di banding aktivis mahasiswa moderat. Sedangkan
kemanjuran politik eksternal dan kepercayaan politik lebih tinggi pada aktivis mahasiswa
moderat. Dari semua variabel yang diukur, prediktor-prediktor terbaik untuk membedakan
dua kelompok tersebut adalah kepercayaan politik, partisipasi politik ekstra-konvensional,
dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi. Selain itu, ditemukan bahwa aktivis
mahasiswa secara umum (baik radikal maupun moderat) sudah memiiliki orientasi politik
yang tepat untuk mendukung demokrasi di Indonesia. Hanya saja, kepercayaan mereka
terhadap pemerintah sangat rendah. Selain itu, mereka cenderung tidak yakin bahwa
aspirasi mereka akan direspon oleh pemerintah. Bentuk-bentuk partisipasi politik yang
mereka lakukan umumnya tidak melibatkan kekerasan dan pengrusakan, serta
cenderung tidak melibatkan hubungan dengan pejabat pemerintah dan partai politik.
Sementara saran yang diberikan sebagai hasil penelitian ini adalah agar kegiatankegiatan
politik di kalangan aktivis mahasiswa diberikan perhatian dan dukungan yang
lebih besar oleh pemerintah."
2003
S3226
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Abdul Sahid
"Tesis ini mendeskripsikan dan menganalisa mengenai seorang tokoh pengusaha Aburizal Bakrie dan politik. Dalam penjabarannya penyusun memfokuskan pada permasalahan bagaimana gambaran aktivitas politik tokoh pengusaha dan bagaimana juga ia dapat berhasil tampil dalam gelanggang politik. Kasus yang dijadikan studi pada penelitian ini adalah aktivitas politik Aburizal Bakrie pada rangkaian Pemilihan Presiden-Wakil Presiden 2004.
Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskripsi-analisis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan studi pustaka (library research). Adapun teknik analisis data dilakukan secara iteratif (berkeianlutan) dan dikembangkan sepanjang program penelitian, mulai dari penetapan masalah, pengumpulan data dan setelah data terkumpulkan.
Sedangkan kerangka teori yang digunakan adalah kekuasaan dan sumber politik dari Charles F. Andrain. Secara umum teori ini menandaskan bahwa kekayaan politik itu terkait dengan tiga hal, yakni pertama, seberapa besar sumber daya politik yang dimiliki dan didayagunakan. Sumber politik itu meliputi: sumber fisik, sumber ekonomi (kekayaan), sumber personal, sumber normatif, dan sumber keahlian. Makin besar kepemilikan atas sumber-sumber politik semakin besar pula kesempatan seseorang untuk dapat tampil dalarn gelanggang politik. Kedua, sarana yang didayagunakan, seperti organisasi dan jaringan personal. Dan ketiga, faktor pendorong yakni motivasi. Di sini dijelaskan bahwa makin kuat motivasi untuk memperoleh kekuaaan maka makin kuat juga dorongan untuk mendayagunakan sumber-sumber politiknya.
Temuan dari penelitian ini adalah berhasilnya Aburizal Bakrie tampil dalam gelanggang politik pada Pilpres-Wapres 2004 tidaklah didorong oleh faktor tunggal, namun difasilitasi oleh multi faktor, yakni, sumber kekayaan, jaringan personal, dan motivasi.

This thesis to describe and analyze about entrepreneur figure of Aburizal Bakrie and politic. In the explanation, writer will be focus on problem about how the picture of political entrepreneur activity and how he have success to act in political arena. The case will be studied on this research is AburizaI Bakrie's political activity in election of president and vice president 2004.
The methodology has used qualitative approach with kinds of description-analyze. Technical data accumulation is applied by in-depth interview and library research. Technical data analyze is applied by iterative and development while doing research program, namely deciding problem, accumulating data, and collecting data.
While, the frame of theory in this thesis are power and political resources from Charles F. Andrain. Generally, that theories explain that power of politic are related with three kinds, namely: Firstly, how much resources politic will he get and will be used. The resources of politic are included physic resources, economy resources (property), potential resources, normative resources, and skill resources. "More increasing someone have property of politic resources, easier he gets opportunity to act at political arena". Secondly, the usage of infrastructure of politic, as a organization and personal networking. Dan third, supporting factor, namely motivation. In here is explained that strong motivation to get power so that strong supporting to use politic resources.
The finding of this thesis is that the success of Aburizal Bakrie in political arena in president and vice president election 2004 is not supported by single factor, but it is facilitated by multi factor, namely, property resource, personal networking, and motivation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14430
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Agusdin
"Partisipasi politik merupakan aspek panting bagi perkembangan demokratisasi di Indonesia, dimana masyarakat dapat menentukan aspirasi politiknya melalui aktifitas secara aktif. Kelompok Relawan, adalah sekumpulan masyarakat yang secara aktif telah ikut berpartisipasi didalam proses pemilihan presden R.I. pada tahun 2004. Bentuk-bentuk kegiatan politik Kelompok Relawan bersifat sporadis, karena proses. pembentukan kelompok terjadi pada scat pemilu raja. Disamping itu, individu masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Relawan adalah bukan berasal dari kelompok masyarakat politik.
Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana sekelompok masyarakat melakukan kampanye untuk mendukung kemenangan calon presiden dan wakil presiden Amin Rais - Siswono Yudo Husodo di dalam pemilu presiden. Pengamatan terhadap Kelompok Relawan dilakukan di Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang, Banten, dengan menggunakan sudut pandang teori gerakan sosial, teori mobilisasi sumberdaya. Kelompok Relawan dijelaskan melalui 3 sudut pandang variabel yaitu : pembentukan identitas dan solidaritas kelompok, mobilisasi sumberdaya, dan mobilisasi tindakan.
Penelitian ini menjelaskan tentang alasan-alasan yang menirnbulkan kesadaran orang-orang untuk berkelompok sampai kemudian mengidentikan kelompoknyai pads sebuah aspirasi politik tertentu_ Kemudian, dijelaskan juga bagaimana kelompok tersebut melakukan mobilisasi terhadap sumberdaya internal yang dimiliki maupun sumberdaya ekstemal yang terdapat pada jaringan sosial politik calon Presiden dan wakil presiden serta Tim Sukses. Selanjutnya, penelitian menjelaskan bagaimana strategi dan taktik telah digunakan oleh Kelompok Relawan, .balk untuk memperkuat eksistensinya maupun untuk memperbesar pengaruh dan jaringan pendukung. Sampel penelilian adalah 40 orang yang merupakan infomman, yang ditarik dengan cara telah ditentukan sebelumnya (purposive) 18 Kelompok Relawan yang terdapat di Kecamatan Pamulang.
Selain oleh motivasi yang bersifat rasional, gerakan Kelompok Relawan merupakan bentuk emansipasi masyarakat sipil pada sebuah proses politik pemilu Presiden (emancipatory politics). Kesadaran, Solidaritas yang terdapat, didalam KR, diketahui bukan karena alasan yang bersifat ideologis, melainkan karena isu-isu sosial ekonomi dan isu figuritas pada dimensi kemampuan dan track record tokoh politik yang didukung. Untuk mendapatkan dukungan masyarakat, KR mengembangkan strategi dan taktik yang bersifat "terbuka dan plural". Mobilisasi pendukung tidak dilakukan dengan strategi konflik.
Timbulnya gejala kemasyarakatan yang telah ditunjukan oieh fenomena KR, , diperkirakan akan muncul kembali pada bentuk-bentuk yang sama pada pemilu presiden 2009. Karenanya, untuk mengembangkan budaya "emancipatory politics" sebagai norma baru demokratisasi di Indonesia, maka calon-calon presiden dan wakil presiden perlu memahami hubungan positif antara struktur sosial ekonomi dan struktur peluang politik yang dimilikinya dengan masyarakat sipil ditingkat akar rumput. Sehingga sedari dini perlu dibangun jaringan politik ditingkat akar rumput, dengan cara menumbuhkan embrio-embrio KR. pisamping perlu untuk meningkatkan kapasitas institusi politik yang dimiliki 'seperti Partai politik dan Tim Sukses."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jepri Buleh
"Pada masa reformasi dengan adanya pemilihan umum secara langsung, kekuatan eksternal, seperti sepak bola sangat diandalkan untuk mampu melakukan suatu mobilisasi massa untuk mendukung suatu pasangan calon. Salah satu contohnya adalah Bobotoh yang diperebutkan suaranya oleh kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu Umum Presiden Indonesia Tahun 2019. Dengan memiliki basis massa yang cukup besar membuat Bobotoh sebagai suporter sepak bola menjadi objek politik yang menarik dan memiliki nilai tinggi sehingga diperebutkan oleh para pasangan calon untuk memperoleh dukungan suara dari massa yang dimilikinya. Karya ini berusaha menganalisis faktor yang mempengaruhi dan kondisi internal dari tiga kelompok Bobotoh, yaitu Viking Persib Club, The Bombers, dan The Bomb dalam mengambil sikap politik untuk mendukung pasangan calon Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pemilu 2019. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam untuk mengumpulkan data. Dalam partisipasi politik tiga kelompok Bobotoh tersebut, ada peran besar dari para ketua dari kelompok Bobotoh, yaitu Hero Joko selaku Ketua Viking Persib Club dan Nevi Efendi selaku Ketua The Bombs.

During the reform era with direct general elections, external forces, such as football, were relied on to be able to carry out a mass mobilization to support a candidate pair. For example is Bobotoh, whose votes were contested by the two pairs of presidential and vice presidential candidates in the 2019 Indonesian Presidential General Election. By having a large enough mass base, Bobotoh as a football supporter becomes an interesting political object and has a high value so that it is contested by the fans. candidate pairs to gain the support of the votes of the masses they have. This work attempts to analyze the influencing factors and internal conditions of the three Bobotoh groups, namely the Viking Persib Club, The Bombers, and The Bomb in taking a political stance to support the Jokowi-Ma'ruf Amin candidate pair in the 2019 General Election. This research is a qualitative method with in-depth interview techniques to collect data. In the political participation of the three Bobotoh groups, there was a big role from the leaders of the Bobotoh group, namely Hero Joko as Chairman of the Viking Persib Club and Nevi Efendi as Chairman of The Bombs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Jatnika
"Pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi politik sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat, karena pada saat pemilu itulah, rakyat menjadi pihak yang paling menentukan bagi proses politik di suatu negara dengan memberikan suara secara langsung dalam bilik suara. Dari seluruh warga negara yang memiliki hak pilih, terdapat warga negara yang pertama kali ikut serta dalam pemilihan umum, yaitu pemilih pemula (17-21 tahun). Mereka tidak memiliki pengalaman voting pada pemilu sebelumnya. Namun, ketiadaan pengalaman bukan berarti mencerminkan keterbatasan menyalurkan aspirasi politik. Mereka tetap melaksanakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara.
Pertanyaan penelitian (research question) yaitu faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemilih pemula di DKI Jakarta dalam menentukan pilihan politiknya kepada satu partai politik tertentu dalam suatu sistem multipartai pada Pemilu 2004? Studi ini menggunakan uraian teori partisipasi, budaya politik dan perilaku pemilih. Kemudian menentukan variabel berdasarkan teori tersebut yaitu afiliasi politik orang tua, identifikasi kepartaian, figur, agama, dan isu-isu politik.
Lokasi penelitian tersebar di kelima wilayah kota DKI Jakarta yaitu Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara dengan digunakan cluster dan simple random sampling. Pengumpulan data di lapangan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Responden ditentukan secara purposive. Responden yang diperoleh sebanyak 198 dari 200 responden. Studi ini mengungkapkan secara umum pendapat responden terhadap afiliasi politik orang tua menyatakan mempunyai pengaruh yang semakin kuat apabila orang tua aktif dalam partai politik, terutama sebagai pengurus partai. Begitu juga terhadap figur tokoh dan identifikasi politik menurut mereka mempunyai mempunyai pengaruh yang kuat, sedangkan variabel agama dan isu-isu politik/program partai tidak begitu besar pengaruhnya dalam menentukan pilihan politiknya.
Berdasarkan pilihan politiknya, terdapat perbedaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi responden dalam memilih partai politik. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut (1) Pemilih Partai Golkar menyatakan bahwa orang tua mempunyai pengaruh kuat dalam menentukan pilihan politik responden; (2) Pemilih PDIP memiliki hubungan emosional kuat dengan partai nasionalis yang menjadi identifikasi partai mereka. Pilihan politik mereka juga dipengaruhi oleh orang tua dan figur tokoh idola yang menjadi calon presiden; (3) Pemilih PPP dipengaruhi oleh orang tua dan agama yang dianut responden sehingga membentuk identifikasi politik; (4) Pemilih Partai Demokrat, ternyata perilaku politiknya hanya dipengaruhi secara kuat oleh citra figur tokoh idola yang menjadi calon presiden dari partainya; (5) Pemilih PAN dipengaruhi oleh orang tua dan figur tokoh idola yang menjadi calon presiden; (6) Pemilih PKS dipengaruhi oleh faktor agama yang membentuk identifikasi partai berasas Islam, dan diperkuat dengan pemahaman berdasarkan program dan komitmen/janji partai; (7) Pemilih PDS mendapat pengaruh kuat dari orang tua dan agama yang dianut.

General election is one form of political participation as a realization of democracy. During the election, people become the most determining party on political process in a country that voted directly inside the polling booths. From overall voters with voting rights there were voters who cast their votes for the first time in general election, those are young voters (17-21 years of age) or often called beginner voters. They do not have voting experience of previous elections. However, without voting experience does not mean lack opportunity to channel their political aspiration. They still fulfill their voting rights at the voting polls (TPS).
The research question is what factor(s) influencing beginner voters in DKI Jakarta in making their political decision on particular political party in a multiparty system on 2004 General Election? This study used the analysis of participation theory, political culture and voter behavior. Next, determining the variables based on those theories namely parents' political affiliation, party's identification, figure, religion, and political issues.
The research location spread over five regions of DKI Jakarta that is West Jakarta, Central Jakarta, South Jakarta, East Jakarta and North Jakarta with cluster and simple random sampling. Field data collections were using questionnaires. Respondents were chosen purposively. There were 198 counted respondents out of 200 respondents.
The study generally shows that the parents' political affiliation variable has a stronger influence especially when the parents are active in political parties as party's official members. Figure symbol and political identification variables also have a significant influences, while religion and political issues/party's program variables do not have a significant influence toward beginner voter's behavior in deciding their political choice. Although for certain party voters, religion factors have a strong influence.
Based on political choice, there were distinguish factors influencing beginner voters' behavior. This matter can be seen as follows (I) Golkar Party voters expressed that parents have strong influence on changing respondents political choice; (2) PDIP voters had strong emotional relations with nationalist party which became their party's identification. Their political choice was also influenced by parents and model figure who became a candidate for president; (3) PPP voters were influenced by parents and respondents' religions for their political identification; (4) Democrat Party voters, it turns out that their political behavior only influenced by a strong image figure of idol of their candidate for president; (5) PAN voters were influenced by parents and model of president figure of their party; (6) PKS voters were influenced by religion factor which identified this Islamic party, and strengthened by an understanding of program and commitment/promises of he party; (7) PDS voters got strong influence from parents and their religions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Tonny P.
"Tingkah laku pemilih merupakan salah satu aspek tingkah laku politik yang khusus membicarakan tingkah laku individual warga negara dalam hubungannya dengan pemilihan umum. Pembahasan itu menyangkut beragam hal terutama alasan seseorang untuk dan untuk tidak ikut memilih, serta faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang di dalam menentukan pilihan kepartaiannya.
Selama lima kali pelaksanaan pemilihan umum selama pemerintah Orde Baru kelihatan bahwa Golkar keluar sebagai pemenang dominan di Pematang Siantar. Dukungan masa pemilih terhadap orsospol ini untuk setiap kali pelaksanaan pemilihan umum senantiasa lebih dari 60 %. Keadaan ini dianggap suatu hal yang menarik, faktor apa yang menyebabkan sehingga masyarakat lebih banyak yang mendukung Golkar itu. Karena sebelum pemilihan Orde Baru dapat dilihat betapa kuatnya dukungan yang diterima oleh partai politik. Di samping itu juga masih banyak anggota masyarakat yang tetap menyatakan dukungannya pada partai politik.
Jawaban terhadap pertanyaan hal-hal yang mempengaruhi tingkah laku pemilihan ada 4 faktor: Identifikasi partai, mobilisasi pemerintah, status social ekonomi, dan faktor loyalitas kesukuan. Identifikasi merupakan faktor utama di dalam menentukan pilihan. Mereka yang identifikasinya kuat kepada salah satu orsospol sudah dapat dipastikan akan menjatuhkan pilihannya kepada orsospol itu pada waktu pelaksanaan pemilihan umum.
Mobilisasi pemerintah merupakan suatu bentuk pendekatan yang tidak lazim yang dikenal dalam pembahasan tingkah laku pemilih. Namun demikin di negara-negara yang birokrasi pemerintahnya sangat kuat (Bureaucratic Polity) seperti Indonesia diperkirakan bahwa peran pemerintah dalam mempengaruhi tingkah laku pemilih juga adalah kuat. Sebagaimana terlihat dalam penelitian ini bahwa peran yang dimainkan oleh pemerintah dalam mempengaruhi pilihan kepartaian adalah kuat.
Status sosial ekonomi yang mengacu kepada tiga indikator yakni pendidikan, pekerjaan dan penghasilan erat berkaitan dengan tingkah laku pemilih itu. Ada keterkaitan antara tingkat status sosial ekonomi tertentu dengan masalah pilihan kepartaian. Alasan utama dalam perbedaan pilihan itu berdasarkan pada kaitan ini adalah persoalan keinginan dan ketidakinginan mempertahankan status quo. Mereka yang status sosial ekonominya tinggi berupaya untuk mendukung orsospol pemerintah dengan harapan agar status mereka dapat tetap bertahan dan penikmatan akan status itu ekonominya rendah berharap terjadinya perubahan dengan berupaya memberi dukungan kepada partai yang memerintah.
Variabel terakhir yakni faktor kesukuan secara umum sudah kurang kuat pengaruhnya dalam mempengaruhi pilihan kepartaian. Tidak begitu tegas lagi pendapat yang menyatakan bahwa di Indonesia partai politik merupakan wakil dari kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat. Terutama Golkar kelihatan tidak terkait dengan suku dan aliran yang terdapat di masyarakat. Golkar ini sudah berhasil dalam mengakomodasi seluruh aliran dan kelompok yang ada.dalam masyarakat. Sementara untuk partai politik keterkaitan antara loyalitas kesukuan dengan pilihan kepartaian masih terasa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryeska Fajar Kusuma
"Partai politik memegang peranan yang penting dalam demokrasi modem. Mengenai pentingnya peranan partai, Johnson (2001) berpendapat bahwa tanpa partai politik pemilih tidak akan memiliki lambang dan paket dari opsi kebijakan yang dapat ia pilih, dan biaya informasi dari partisipasi politik akan sangat mahal. Selain itu, partai politik juga berperan sebagai perwakilan rakyat dalam pemerintahan.
Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk mencari penjelasan mengenai perilaku pemilihan partai yang dilakukan pemilih pada pemilihan umum 2004 di Indonesia. Menurut beberapa ahli, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pemilihan partai adalah isu politik partai, citra sosial partai, tokoh partai, dan identifikasi dengan partai (Bassili, 1995; Ben-Ur & Newman, 2002; A. Campbell, Converse, Miller, & Stokes, 1960; J. E. Campbell & Meier, 1979; & Gafar, 1992).
Permasalahan penelitian ini berkaitan dengan kemampuan empat faktor tersebut dalam meramalkan perilaku pemilihan partai. Dengan teknik incidental sampling, peneliti menyebarkan kuesioner yang berisi pengukuran terhadap perilaku pemilihan partai dan keempat faktor tersebut kepada subyek pemilih. Kuesioner yang disebarkan berjumlah 200 buah dan yang dapat digunakan untuk analisis berjumlah 135.
Melalui metode discriminant analysis dari penelitian ini ditemukan dua variabel yang mampu meramalkan perilaku pemilihan partai, yaitu variabel citra sosial partai dan variabel tokoh partai. Sementara kedua variabel lainnya, yaitu isu politik partai dan identifikasi dengan partai tidak dapat meramalkan perilaku pemilihan partai.
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan kepada partai politik untuk lebih memberikan perhatian kepada pemilihnya dengan berusaha cara mewujudkan keinginan mereka. Tetapi, pemilih juga perlu menunggu hasil kerja pemerintah dengan sabar."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazimin Saily
"Perilaku pemilih merupakan salah satu aspek yang dibahas adalah tingkah laku individual warga negara dalam kaitannya dengan pilihan dalam pemilu. Tesis ini mengkaji berbagai alasan yang mendasari pemilih menggunakan hak pilihnya mendukung salah satu partai politik. Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan pemilih yang memberikan dukungan terhadap partai politik antara penduduk asli dan pendatang di desa Bojonggede dalam pemilu.
Pemilihan Umum pasca Orde Baru merupakan pemilu yang cukup demokratis, itu terlihat bahwa perolehan suara partai politik didistribusikan secara merata kepada partai politik peserta pemilu di desa Bojonggede. Penelitian ini sangat menarik karena faktor penduduk pendatang yang memberikan sumbangan terhadap tingginya tingkat partisipasi politik dalam pemilu 1999, di desa -kota Bojonggede.
Jawaban terhadap masalah tersebut yang berpengaruh terhadap perilaku pemilih dalam pemilu ada 4 variabel yaitu, identifikasi partai, orientasi kandidat/calon, orientasi isu dan karateristik sosial. Dengan demikian variabel identifikasi partai merupakan yang mendasari seseorang memilih atau tidak memilih kepada salah satu partai politik dalam pemilu. Pemilih yang mempunyai identifikasi partai kepada partai politik tertentu hampir dapat dipastikan akan menjatuhkan pilihanya kepada parpol dalam pemilu.
Variabel karakteristik sosial yang mengacu kepada tiga indikator yaitu pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang berkaitan dengan perilaku pemilih. Adanya kaitan antara karakteristik sosial tertentu dengan pilihan kepartaian seseorang. Alasan utama yang mendasari pilihan tersebut berdasarkan pada hubungan ini yaitu masalah keinginan adanya perubahan dalam sistem politik. Pemilih yang karakteristik sosial tinggi ada kecenderungan memilih parpol Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sedangkan mereka yang karakteristik sosial rendah kecenderungan mendukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai Golongan Karya (Golkar).
Perilaku pemilih di desa Bojonggede dalam memberikan pilihanya kepada sebuah partai politik lebih dilatar belakangi oleh faktor identifikasi partai. Pada penduduk asli identifikasi partai lebih dipengaruhi oleh faktor sentimen agama,sedangkan pada penduduk pendatang dipengaruhi oleh faktor ideologi politik. Mengenai variabel karakteristik sosial, orientasi kandidat, dan orientasi isu, bagi penduduk asli tidak menjadi faktor yang menentukan. Sementara bagi penduduk pendatang variabel tersebut masih menjadi pertimbangan,meskipun persentasenya relatif kecil dibandingkan dengan variabel identifikasi partai."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>