Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31867 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Emy Agustia
"Bersamaan dengan makin majunya industri persuratkabaran Indonesia, eksistensi kartun dan para kartunisnya semakin kuat. Pentingnya kehadiran kartun dalam pers penerbitan, seperti majalah dan surat kabar, tidak dapat disangkal lagi. Kartun telah menyatu dengan pers sebagai bagian dari halaman editorial. Kartun juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana melakukan komunikasi politik. Meski dalam halaman Kompas secara eksplisit tidak terbaca, "Oom Pasikom" merupakan kartun editorial harian Kompas. Tidal( seperti kartun di harian lainnya, yang hanya merupakan ilustrasi, pesan pada "Oom Pasikom" merupakan pendapat redaksi Kompas. Jakob Oetama, pimpinan umum harian Kompas, mengatakan ada ikatan yang kuat antara "Oom Pasikom" dan harian Kompas. Komentar-komentar atau sikap "Oom Pasikom", tidak hanya milik pribadi Oom Pasikom ataupun G.M. Sudarta sebagai seorang kartunis, tapi juga merupakan bagian dari harian Kompas. "Oom Pasikom" juga merupakan corong pendapat harian Kompas. Kartun, sebagai karya visual yang seret kata-kata, tentunya membuka keran interpretasi yang sebebas-bebasnya bagi para pembaca. Tetapi, tidak semua orang bisa membaca makna kartun yang sebenarnya. Dan kalaupun bisa menginterpretasikan kartun tersebut, apakah interpretasi yang didapatkan tidak terlepas dari konstruksi realitas (politik) yang dibentuk media tersebut? Maka, menarik untuk menjawabnya, menarik pula untuk mengkajinya. Paradigma penelitian ini adalah konstruktivis, dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengungkapan makna di balik tandatanda dalam kartun editorial Kompas "Oom Pasikom" periode Pemilu 2004 (11 Maret- 4 Oktober 2004) dengan menggunakan analisis semiotika Peirce. Dari analisis semiotika yang dilakukan, penelitian ini ingin mengungkap bagaimana sikap politik Kompas yang direpresentasikan dalam kartun editorial Kompas "Oom Pasikom" Periode Pemilu 2004. Dari hasil analisis semiotika yang dilakukan terhadap kartun editorial "Oom Pasikom" periode Pemilu 2004, peneliti mengungkap sikap politik Kompas yang positif (mendukung dan mengawasi) terhadap persiapan Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang positif (mendukung) terhadap usaha kampanye para caleg, capres dan cawapres yang kreatif dan tidak kotor, sikap politik Kompas yang negatif (pesimis dan kecewa) terhadap kinerja buruk KPU 2004 sebagai penyelenggara Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang tidak simpatik kepada calon dan anggota legislatif, sikap politik Kompas yang tidak simpatik kepada capres dan cawapres peserta Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang netral dan tidak memihak pada siapa pun kecuali pada rakyat saat Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang positif (mendukung) berlangsungnya Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang negatif terhadap elit politik yang tidak menghormati pembelajaran politik dan proses demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia. Kompas menggambarkan iklim demokrasi Indonesia yang belum demokratis, dan sikap politik Kompas yang tidak simpatik terhadap elit politik di parlemen. Yaitu dengan cara penggambaran elit politik sebagai sosok yang congkak, egois dan apatis pada setiap kartun editorial "Oom Pasikom" periode Pemilu 2004. Sikap politik yang terungkap tersebut merupakan konstruksi realitas sosial yang dibentuk oleh Kompas.

Indonesian newspapers' industry is developing now. Meanwhile cartoon and cartoonists' existances are stronger. The importance of cartoon's existance in publishing press, for example magazine and newspaper, can not be denied. Cartoon has been a part of press as one of editorial pages. Cartoon is also can be used as a channel to do the political communications. Although in Kompas' pages, explicitly can not be read, "Oom Pasikom" is Kompas' editorial cartoon. Not like cartoon in another newspapers, which is only an ilustration, "Oom Pasikom" messages are Kompas' oppinions. Jakob Oetama, a Kompas leader, said there is a strong relation between "Oom Pasikom" and Kompas. "Oom Pasikom" comments and acts are not only owned by Oom Pasikom or G.M. Sudarta as a cartoonist, but also are parts of Kompas. "Oom Pasikom" is Kompas' oppinion channel. Cartoon, as visual art which is lack of words, open readers' interpretations. But, not everyone can read and understand the real meaning of cartoon. And if they can, are their interpretations depend on construction of social reality built by media? So, it is interesting to answer, and is also interesting to analyze. Paradigm of this research is constructivist, with a qualitative approach. This research has an aim to describe the finding of signs' meaning from Kompas' editorial cartoon "Oom Pasikom" during National Election 2004 (March 11th—October 4th 2004) with Pierce's semiotic analysis. Based on semiotic analysis, this research want to know how Kompas' political act which is representated in Kompas' editorial cartoon "Oom Pasikom" during National Election 2004. From the result of semiotic analysis that is done to "Oom Pasikom" during National Election 2004, researcher know Kompas' postive political act (support and supervise) to National Election 2004 preparation, Kompas' positive political act (support) to candidates efforts in doing creative and clean political campaigns, Kompas' negative political act (pesimists and dissapointed) to KPU 2004's bad works, Kompas' unsymphatic political act to candidates and members of legislative, Kompas' unsymphatic political act to candidates of president and vice president National Election 2004, Kompas' neutral political act and no one supported but citizen, Kompas' negative political act to elite which not respect to democracy process that is happen in Indonesia. Kompas shows climate of Indonesia democracy which has not yet been democrates, and Kompas' unsymphatic political act to elite in parliement. Kompas show elite as an arogant and apatist character in every editorial cartoon "Oom Pasikom" during National Election 2004. Political acts which is known from semiotics analysis are social reality that Kompas constructed.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4261
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifni Arifa
"Skripsi ini membahas tentang Visualisasi Realitas Pemilu Indonesia tahun 1971-2004 dalam Kartun Editorial Oom Pasikom Harian Kompas. Dalam perjalanan demokrasi di Indonesia, kartun editorial memiliki peran yang cukup penting sebagai media kontrol sosial-politik. Selama penyelenggaraan Pemilu diIndonesia, kartun editorial berfungsi untuk mengawal jalannya demokrasi. Kartun editorial pun menjadi semacam pemberi peringatan awal ketika ketidakberesan sedang terjadi.
Berbagai bentuk pelanggaran pemilu direfleksikan kedalam gambar satire yang sarat humor. Kartun editorial biasanya menggunakan metafora untuk menyampaikan pesannya. Sebagai editorial visual, kartun tersebut tentunya mencerminkan kebijakan dan garis politik media yang memuatnya. Dalam penelitian ini dapat dilihat bagaimana dinamika perkembangan kartun editorial Oom Pasikom sejak masa Orde Baru hingga era Reformasi. Dapat terlihat dengan jelas bahwa pengungkapan visual kartun editorial sangat terkait erat dengan kebijakan politik rezim yang berkuasa. Sebagai penelitian sejarah, telaah ini berfokus pada verifikasi gambar terhadap teks dan konteks realitas peristiwa. Kemudian direkonstruksi secara kronologis kedalam sebuah cerita sejarah.
This thesis discusses the Reality Visualization of Indonesia Elections 1971-2004 on Editorial Cartoons Oom Pasikom in Kompas Newspaper. In the course of democracy in Indonesia, editorial cartoons have an important role as a medium of social and political control. During the General Election in Indonesia, editorial cartoons serve to guard the way of democracy. Editorial cartoons had become a sort of early warning when the irregularities taking place.
Various forms of violations of the election were reflected into an image satire with full of humor. Editorial cartoons often use metaphors to convey his message. Being a visual editorial, cartoon certainly reflects the policy and political opinion of the media. In this description can be seen how the dynamics of the editorial cartoon Oom Pasikom since the New Order period to the Reformation era. Obviously, that the visual display of the editorial cartoons is closely related to the political policy of the regime. As historical research, this study focuses on the image verification to the text and to the context of the reality of events. Later, this has been chronologically reconstructed into historical story.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42475
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ruslan Ismail Mage
"Posisi media cetak lokal di tengah pemilihan presiden langsung menjadi menarik dan penting untuk diteliti. Dikatakan menarik karena pemilihan langsung ini baru pertama kali dilaksanakan sejak Orde Baru. Menjadi penting, karena kalau ditelusuri secara historis akan menemukan beberapa fakta kecenderungan media massa bersifat partisan dengan cara memberikan dukungan atau perlawanan terhadap rezim politik yang ada. Sementara sejatinya media massa, ketika menjadi netral (non-partisan) dalam pemberitaannya dengan tidak melakukan keberpihakan.
Untuk mengetahui posisi media cetak lokal pada pemilu presiden 2004, penelitian ini menggunakan beberapa teori. Seperti teori pers libertarian dipergunakan untuk melihat apakah media cetak lokal masih menganut prinsip pers libertarian yang melarang segala bentuk penyensoran. Teori politik lokal, untuk melihat sejauhmana peran media cetak lokal dalam pemilihan presiden. Teori politik editorial, untuk mengetahui apakah dalam penulisan tajuk rencana mengaiami konflik kepentingan politik. Teed pers partisan dan non-partisan, untuk mengetahui netralitas media cetak lokal selama pemilihan presiden 2004. Teori peran media dalam politik, untuk mengetahui bagaimana peran media cetak lokal dalam politik.
Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis deskriptif, bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis fakta-fakta dari karakteristik obyek penelitian yang menarik secara faktual. Dalam konteks penelitian ini akan dianalisis tajuk rencana tiga media cetak lokal di Padang (Singgalang, Haluan, Padang Ekspres) serta situasi dan peristiwa pada saat pemilu presiden 2004. Untuk memperkuat data, dilakukan wawancara dengan beberapa pimpinan ketiga media cetak lokal tersebut.
Dalam penelitian ini, ditemukan data kalau ketiga media cetak lokal tersebut sudah bersifat non-partisan dalam penulisan tajuk rencananya selama pemilihan presiden 2004. Tidak ditemukan ciri-ciri pers partisan seperti yang dikemukakan oleh Denis MeQuail dalam kerangka teori. Itu berarti teori Laswell "pers pisau bermata dua" tidak relevan lagi, karena tajuk rencana ketiga media cetak lokal tersebut seragam partisan, dan tidak membuka ruang untuk dipengaruhi kenetralanya oleh pihak ketiga. Dengan demikian ketiga media cetak lokal tersebut, sinergis dengan teori politik lokal Gery Stoker untuk mengakomodasi tanpa membeda-bedakan semua kelompok kepentingan.

The position of mass media in the direct presidential election is interesting and important to be researched. It is called interesting because the direct presidential election is the first after New Order. It is important because if it is traced historically it can be found several tendency that mass media tends to be partisan. That tendency can be identified from giving support or oppose the regime. Essentially, mass media is neutral and or non-partisan in reporting fact without any tendency.
To analyze the position of printed local media in the presidential election, the research applies some theories. The theories are libertarian press which used to identify whether local printed media is still followed libertarian press principle that prohibit any form of censor. Theory of local politics is applied to explore the role of mass media in the election. Theory of politics of editorial is applied to explore whether the writing of editorial has a conflict of political interest.
Methodology of research which is used is qualitative with descriptive analytic and aims to describe systematically the facts of object of the research. In the context of the research, it will analyze editorial from three printed local media in Padang, which are Singgalang, Haluan, and Padang Ekspress) and the situation and fact in the presidential election in 2004. To support data, interviewed is applied with several editors from those three local media
In the research, it is found that three printed local media tend to be non-partisan, in their editorial during presidential election in 2004. The characteristic of partisan press' is not found as stated by Denis McQuail. It means that theory of two sides of knife initiated by LaswelI is not relevant anymore. It is because those three printed local media are uniformly partisan and do not give any chance to be pressured by others. As a result, those three printed local media are suitable with theory of local politics from Gery Stoker to accommodate every interest group.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggoro Prasetyo
"Artikel ini menitikberatkan kekritisan Oom Pasikom sebagai tokoh maskot buatan Kompas dalam menanggapi praktik korupsi yang menjangkiti Pertamina dalam rezim Orde Baru melalui visualisasi kartun editorial yang terinterpretasi dengan seksama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah yang bertumpu pada pelbagai sumber, seperti koran, penerbitan sumber, majalah, buku, hingga artikel jurnal yang dikonkretkan melalui pendekatan semiotika komunikasi sebagai alat bantu penulis dalam memahami makna yang tersirat dalam kartun editorial. Akhir kata, temuan dalam penelitian ini dapat menjawab beberapa hal. Kompas mempunyai strategi yang unik setelah insiden yang berdarah- darah pada Januari 1974 dengan melihat dan mempertahankan karakter yang dapat mengkritik sasaran dengan halus. Dalam hal ini, Oom Pasikom kerap menyindir pemerintah, tetapi dengan menggunakan gaya bahasa yang dalam artian dapat memahami problema berdasarkan konteks peristiwa. Alhasil, Oom Pasikom menjadi sosok figur yang semestinya representatif serta efektif. Biarpun demikian, Oom tetap dapat mempertahankan ketajamannya dalam menyindir pemerintah sebagaimana Indonesia Raya. Namun, kekritisan Oom ini pula yang menyebabkan Kompas harus menerima sanksi dengan konsekuen biarpun tidak bertahan lama.

This article will emphasize the power of storytelling and the criticality of Oom Pasikom as the mascot figure created by Kompas in responding to the corrupt practices that plagued Pertamina in the New Order regime through carefully interpreted editorial cartoon visualizations. The method used in this research is a historical research method that relies on various sources, such as newspapers, source publications, magazines, books, and journal articles which are concretized through a communication semiotics approach as a tool to help writers understand the meaning implied in editorial cartoons. Finally, the findings of this research can answer several things. Kompas had a unique strategy after the bloody incident in January 1974 by looking for and retaining characters who could gently criticize their targets. In this case, Oom Pasikom often satirizes the government but uses a language style that means he can understand the problem based on the context of the event. As a result, Oom Pasikom has become a figure who should be representative and effective and Oom can still maintain his sharpness in satirizing the government like Indonesia Raya. However, Oom 's criticality is also what causes Kompas to accept sanctions with consequences even though they don't last long."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: LP3ES, 2002
070.41 POL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aristy Maydini
"Sampai saat ini, tidak ada media massa yang dapat disebut netral. Kenyataannya, sebagai sebuah industri media massa memiliki misi atau kepentingan tertentu, yang terkadang kepentingan media massa bisa sejalan dengan kepentingan publik sebagai khalayak dan terkadang pula kepentingan tersebut sama sekali berbeda bahkan bertolak belakang. Banyak faktor yang mempengaruhi surat kabar nasional dalam melakukan pemberitaan, salah satu faktor yang paling dominan adalah pengaruh pasar pembaca di Iuar faktor ideologi politik dan pasar iklan.
Penelitian ini berangkat dari prespektif Paradigma konstruktivisme memiliki asumsi ontologis, epistemologis, aksiologis dan metodologis, yang berbeda dari paradigma lain. Secara ontologis paradigma konstruktivisme merupakan relativism. Penggunaan analisis wacana dalam konteks paradigma konstruktivis dapat menggunakan analisis framing. Penelitian tentang wacana isu politik pada kampanye pernilu 2004 ini menggunakan paradigma konstruktivis karena wacana isu-isu politik merupakan proses framing dari sejumlah isu yang diangkat oleh media massa. Wacana isu-isu politik yang diangkat oleh masing-masing media berperan dalam memainkan debat publik.
Berdasarkan pada pengemasan pemberitaan baik secara tekstual maupun analisis framing terlihat bahwa pada kenyataannya hampir semua surat kabar (Kompas, Media Indonesia, Republika) memiliki agenda media masing-znasing. Dalam pemberitaan partai politik dalam kampanye pemilu 2004 ini, Kompas Iebih bersifat netral dalam penyajian berita-berita yang ditampilkan terhadap porsi parpol. Akan tetapi Kompas secara halus melakukan kritik terhadap peran parpol yang dianggap harus lebih bersikap etik. Pemberitaan yang dibuat juga cukup seimbang antara berita hard news dan follow up new, juga antara berita yang actual dengan berita yang tematik.
Pada Media Indonesia terlihat sedikit keberpihakan pada partai politik tertentu, mengingat secara organisasi Media Indonesia dimiliki oleh Surya Paloh yang pada waktu itu mengikuti Konvensi Partai Golkar dalam kerangka bursa calon presiden. Karena itu, tidak heran apabila beberapa berita yang dimunculkan menampakkan hal tersebut.
Demikian pula pada Republika, surat kabar ini dalam beberapa penggal beritanya sempat tai npak bahwa kalau Koran ini mendiskriditkan salah satu partai politik (Golkar). Namun, dari sudut penyajian berita, berita yang disajikan lebih bersifat menonjolkan upaya perbaikan atas seluruh parpol yang ikut dalam pemilu 2004. Meskipun berita yang disajikan tetap menjaga kaidah dan aturan yang berlaku dalam dunia jurnalistik.
Berdasarkan gambaran di atas sebenarnya kerangka yang dibangun oleh ketiga surat kabar nasional tersebut dalam pemberitaan partai politik lebih mebekankan pada dua isyu utama. Yaitu isyu tentang peran partai politik dan pemilu 2004, Berta persoalan kampanye pemilu 2004 yang di dalamnya sudah pasti melibatkan partai politik. Dua buah isyu utama ini digambarkan dalam pemberitaannya dengan secara utuh tentunya dengan gaya penulisan yang menjadi ciri dari masing-masing surat kabar. Paling tidak gambaran yang dapat dijelaskan adalah bahwa surat kabar ini mempunyai agenda sendiri yang dalam arti tertentu berbeda dengan agenda yang diinginkan oleh khalayak. Kewajiban khalayak adalah membaca teks media dengan cerdas sehingga mampu menangkap makna yang terkandung di balik sebuah berita."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyowati
"Peristiwa politik yang tak pernah luput dalam pemberitaan media, adalah pertarungan-pertarungan politik, melalui pemilu Iegisiatif dan pemilu presiden, pertarungan antara antara eksekutif dan Iegisiatif dalam masalah kebijakan, dan pertentangan aktor politik, baik antar partai politik maupun internal setiap partai poIitik.
Daiam konteks pertarungan-pertarungan politik tersebut, berbagai organisasi media tidak berada dalam satu peran. Pandangan populer (positivistism, fungsional, liberal) yang meletakkan media massa memerankan diri sebagai wasit (umpire) melalui pemberitaan berimbang, imparsial, dan objektif, sangat sulit diwujudkan. Media menjadi bagian dari
pertarungan tersebut, partisan pada satu pihak yang bertarung, sehingga ambil andil dalam menentukan siapa yang Iayak untuk memenangkan pertarungan.
Bagi para kandidat baik iegislatif maupun presiden, media massa menjadi saluran komunikasi utama untuk kampanye. Dalam pemilu presiden, para kandidat presiden teiah dimudahkan oieh media massa untuk memperkenalkan tentang dirinya dan mengkampanyekan program-program politiknya Berbagai macam kegiatan kampanye kandidat presiden telah memenuhi ruang pemberitaan politik media massa. Apalagi undang-undang pemilu memberi kesempatan yang Iuas kepada para kandidat untuk menggunakan media massa sebagai alat kampanye. Disini peranan media massa tidak hanya sekedar menjadi saluran dan sumber informasi tentang para kandidat untuk para pemilih, tetapi juga berfungsi sebagai pembentukan citra tertentu bagi seorang kandidat, yakni pembentukan opini publik bagi program politik yang mereka tawarkan dan pembentukan wacana politik
seperti yang mereka inginkan.
Berdasarkan Iatar belakang masalah tersebut, permasalahan yang ingin dikaji adalah (1) citra politik apakah yang disajikan oleh Kompas dan Media Indonesia terhadap para capres dalam teks berita? (2) faktor-faktor apakah yang mempengaruhi konstruksi citra politik para capres dalam berita oleh media? (3) kepentingan-kepentingan apakah yang mendominasi pengkonstruksian citra politik capres oleh media?
Sementara itu penelitian ini bertujuan hendak (1) mendiskripsikan citra politik yang disajikan oleh Kompas dan Media indonesia terhadap para capres dalam teks berita. (2) memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi citra politik para capres dalam berita. (3) menjelaskan mengapa kepentingan-kepentingan tertentu mendominasi pengkonstruksian citra politik capres oleh media.
Konstruksi citra politik para capres dianalis dengan menggunakan critical discourse analyisis (CDA) kaiya Norman Fairlough yang mengupas data pada tiga tataran yaitu teks, praktek wacana, dan sosiokultural.
Mengutip Eriyanto (2003:11) bahwa: ?Pada Analisa Wacana Kritis, kajian umumnya mempertimbangkan elemen kekuasaan (power) dalam analisisnya Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan, atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan
Pada penelitian ini teks pada tataran mikro akan dianalisa dengan analisa Framing karya Gamson dan Modigliani. Sementara pada level messo, penelitian dilakukan pada tataran produksi dan konsumsi teks yang mengandalkan data sekunder. Sedangkan pada tataran makro dikaji juga konteks dan sosiokulturai pada saat--diiahirkannya teks berita terhadap calon presiden. Adapun satuan analisisnya adalah 2 (dua) surat kabar nasional, Harian Kompas dan Harian Media Indonesia yang memuat teks berita calon presiden Megawati dan calon preaiden Susiio Bambang Yudhoyono.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tataran teks, calon presiden umumnya dicitrakan sebagai public figure dengan jumlah penggemar yang besar dan fanatik sehingga memiliki nilai berita dengan nilai jual yang tinggi. Namun media pada kenyataannya tidak dapat berdiri independen, karena masing-masing media memiliki beberapa kepentingan
tertentu yang mendominasi beberapa kepentingan yang lain."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astuti
"ABSTRAK
Kajian ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan cara mengungkapkan pendirian dan pernyataan dalam editorial, sebagai salah satu contoh wacana argumentatif: Dalam wacana argumentatif terkandung unsur-unsur argumentasi. Unsur argumentasi yang ada pada editorial adalah evidensi, klaim, pembenaran, evidensi penunjang, kualifikasi, dan bantahan. Kajian ini bertujuan untuk mengemukakan adanya unsur argumentasi, menemukan pemarkah evidensi dan klaim sebagai bagian dari unsur argumentasi, serta mengemukakan pembenaran secara eksplisit, pada editorial Kompas dan Media Indonesia bidang kajian analisis wacana. Hal ini didasarkan pada konsep (1) dalam editorial terkandung unsur argumentasi, (2) tidak selalu pendirian diungkap secara eksplisit, dan (3) adanya perbedaan cara pengungkapan pendirian pada kedua harian tersebut. Pengumpulan data dilakukan pada September-November 2006 sebanyak 120 editorial. Enam puluh tiga dari Kompas dan lima puluh tujuh dari Media Indonesia. Data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif yang bertumpu pada teori argumentasi Toulmin. Dui analisis ini ditemukan, (1) enam unsur argumentasi tidak selalu ada pada setiap editorial kedua harian, (2) masing¬masing editor menggunakan caa yang berbeda dalam menyampaikan argumentasi, dan (3) pembenaran dapat dikemukakan secara eksplisit dan implisit. Hasil analisis memperlihatkan enam unsur argumentasi digunakan Kompas dan lima unsur digunakan Media Indonesia. Kompas menggunakan evidensi 31,55%, klaim 34,33%, pembenaran 12,45%, evidensi penunjang 11,8%, kualifikasi 9,66%, dan bantahan 0,21%. Media Indonesia menggunakan evidensi 33,54%, klaim 32,92%, pembenaran 17,92%, evidensi penunjang 10,62%, dan kualifikasi 5%. Secara implisit ditemukan 75 (56%) pembenaran dari Kompas dan dari Media Indonesia 61 (41,5%). Pembenaran implisit ini dapat dibuat menjadi eksplisit dengan menghubungkan evidensi dan klaim yang ada secara eksplisit. Dengan demikian dapat disimpulkan, (1) Kompas lebih banyak menggunakan klaim sedangkan Media Indonesia lebih banyak menggunakan evidensi; (2) Kompas lebih banyak menggunakan pembenaran secara eksplisit dibandingkan Media Indonesia; dan (3) Balk Kompas maupun Media Indonesia menggunakan pemarkah leksikal dalam mengungkapkan evidensi dan klaim.

ABSTRACT
This study is based on differences in expressing the opinion and statement in editorial as one of the examples of argumentative discourse. Argumentative elements are implied in the argumentative discourse such as editorial. The argumentative elements of editorial are evidence, claim, warrant, backing, qualification, and rebuttal. This study aims at finding argumentative elements, evidence and claim markers as part of argumentative elements, and warrant in Kompas and Media Indonesia newspaper editorial. This is based on following the concept: (1) editorial bears argumentative elements; (2) the opinion is not always expressed explicitly; and (3) there are differences in the way of expressing ideas between the two newspapers. The data are from the editorial in Kompas and Media Indonesia, published in September, October, and November 2006 of 156 editorials 120 editorials are selected randomly as data research. Sixty three editorials are from Kompas and fifty seven editorials are from Media Indonesia. The data are analyzed with descriptive qualitative method using Toulmin's argumentative theory. The finding of this study are (1) not all six argumentative elements are used by the two newspapers; (2) editor uses different ways in producing argumentation; and (3) the warrant explicitly and implicitly. The can be expressed results show that there are six argumentative elements used by Kompas and five argumentative elements used by Media Indonesia. Kompas uses 31.55% evidence, 34.33% claim, 12.45% warrant, 11.8% backing evidence, 9.66% qualification, and 0.21% rebuttal. Media Indonesia uses 33.54% evidence, 32.92% claim, 17.92% warrant, 10.62% backing evidence, and 5 % qualification. The results find 75 (56%) warrant from Kompas implicitly, while 61 (41.5%) warrant are from Media Indonesia. This implicit warrant can be made explicitly by connecting evidence and claim. The conlusions are (1) Kompas uses more claim while Media Indonesia uses more evidence; (2) Media Indonesia uses more warrant explicitly than Kompas; and (3) both Kompas and Media Indonesia use lexical markers to express the evidence and claim"
Lengkap +
2007
T38846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abdul Aziz
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh DPD PK Sejahtera Jakarta Timur yang berhasil memperoleh suara terbanyak di daerah Jakarta Timur. Penelitian ini menarik diteliti sebab partai ini memiliki perbedaan dengan partai lain. Bila sebagian besar partai-partai lain menjual tokoh terkenal tingkat nasional untuk menarik dukungan masyarakat, maka PK Sejahtera lebih menjual program-program partai dan isu-isu populis. DPD PK Sejahtera Jakarta Timur menggunakan komunikasi politik untuk memperkenalkan PK Sejahtera kemasyarakat luas. Sehingga masyarakat mau memilih PK Sejahtera.
Dari latar belakang tersebut di atas, pertanyaan penelitian yang diajukan adalah,pertama, bagaimana proses komunikasi politik yang digunakan oleh PK Sejahtera. Kedua,bagaimana pesan-pesan yang disampaikan dalam kampanye. Ketiga, bagaimana saluran dan media komunikasi yang digunakan dalam kampanye. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan beberapa konsep dan teori, seperti konsep partai politik, teori komunikasi dari berbagai ilmuan, konsep teknik keberhasilan kampanye, dan sosialisasi politik. Penulis berusaha melihat implikasi teori tersebut pada komunikasi politik.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, penulis mengunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data primer menggunakan wawancara mendalam terhadap informan-informan kunci sebanyak 10 orang dan data-data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang digunakan oleh DPD PK Sejahtera Jakarta Timur pada kampanye Pemilu 2004 adalah komunikasi massa, komunikasi interpersonal dan komunikasi organisasi. Proses komunikasi dilakukan oleh komunikator politik terdiri dari, caleg, elit., aktivis partai, dan tokoh masyarakat. Pesan yang disampaikan pada kampanye Pemilu 2004 oleh DPD PK Sejahtera Jakarta Timur adalah bersih dan lebih peduli. Saluran komunikasi menggtmakan saluran vertikal kebawah, vertikal keatas, horisontal, dan informal. Komunikasi interpersonal dan pawai dijalanan menjadi cara yang efektif untuk mempengaruhi calon pemilih.
lmplikasi teoritik dari penelitian ini bahwa teori Komunikasi yang dikemukan oleh Dan Nimmo tentang komunikator berlaku dalam penelitian, dimana komunikator PK Sejahtera efektif dalam kampanye karena memiliki status, kredibilitas, daya tarik yang baik. Sedangkan teori yang dikemukakan Wilburm Scram mengenai Pesan berlaku juga dalam penelitian ini, bahwa pesan yang baik adalah pesan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

The background of this research is the success of DPD of Prosperous Justice Party (PKS) in East Jakarta in gaining first position in the district. It is interesting because the party has significant differences with other parties. If the other parties sell out their national charismatic leader to attract voters, PKS tends to vend programmes and populist issues. DPD of PKS East Jakarta uses political communication to introduce the party to the public so that people want to vote the party.
From that background, the research questions proposed here are first, how is the process of political communication of the party; second, how do the message communicate in the campaign; and third, what are the media used to communicate in the campaign. To answer those questions, researcher uses several concepts and theories such as political party, theory of communication, concept of successful campaign technique, and political socialization. Researcher tries to examine theoretical implication on political communication.
To answer those questions, qualitative method is applied and in-depth interview is used to get primary data. Interview was done with 10 key informants and supported by secondary data.
The result of the research shows that communication used by the party is mass communication, inter-personal communication, and communication of Organization. Communication process id held by political communicator such as legislative member candidates, elites ofthe party, activists of the party, and public figure. Message given in the campaign is that the party is clean and responsive. Channel of communication is vertical, up and down, horizontal and informal. Interpersonal communication and carnival on street are effective campaign to influence potential voters.
Theoretical implication of the research is that theory of communication initiated by Dan Nimmo on communicator is relevant. The party is communicators are very effective because they have status, credibility, and attractive. Meanwhile, theory on message initiated by Wilbum Scram is also relevant in the research that good message is a message which is suitable with the need of the people.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>