Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208116 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evi Andarini
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S4733
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novrina Nur Isyani
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh media komunikasi internal terhadap kinerja karyawan melalui budaya perusahaan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Dalam penelitian kali ini, ada tiga media komunikasi internal BRI yang akan diuji, yaitu Digital Office, BRISmart, dan BRIShare. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui survey dengan menyebarkan kuesioner. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 204 orang yang merupakan karyawan BRI yang berada di kantor pusat, mulai dari karyawan tetap, kontrak, dan trainee.
Dari hasil analisis data diketahui bahwa ketiga media komunikasi internal tersebut berpengaruh langsung terhadap kinerja. Ketiga media komunikasi internal tersebut juga berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Selain itu, dengan menggunakan causal steps yang dikembangkan oleh Baron & Kenny (1986) untuk menentukan hasil mediasi, diketahui bahwa dua media dimediasi secara parsial oleh budaya perusahaan dan satu media dimediasi secara penuh oleh budaya perusahaan.

This study aims to examine the effect of internal communication media on employee performance through corporate culture at PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. There are three internal communication media of BRI to be tested in this research, namely Digital Office, BRISmart, and BRIShare. This study uses quantitative methods with survey as the data collection technique by distributing questionnaires. The number of respondents in this study are 204 people who are employees of BRI located at head office, starting from permanent employees, temporary employees, and the trainees as well.
From the data analysis, it is known that these internal communication media have an effect on the employee performance. These media also affect the corporate culture. Furthermore, using the causal steps developed by Baron & Kenny (1986) to determine the outcome of mediation, it is known that there are two media that are mediated partially by the corporate culture and the other one are fully mediated by the corporate culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T50833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Gita A.
"Permasalahan perbankan berawal dari deregulasi perbankan pada tahun 1988. Persoalan yang menggunung menyebabkan pemerintah melakukan berbagai terobosan perbaikan dimana salah satunya adalah melakukan merger. Merger Bank BUMN yang telah efektif pada awal Agustus 1999 mengandung makna politis yang sangat substantif yang memberi dampak pada ketidakpastian yang cenderung semakin tinggi. Namun terlepas dari persoalan tersebut, sumber masalahnya adalah pada perilaku komunikasi yang diterapkan secara sentralistik dan searah yang berakibat macetnya saluran komunikasi formal dan iklim komunikasi organisasi yang tidak kondusif. Masalah yang kurang disadari oleh para pengelola bank tersebut, menyebabkan aliran informasi kebijakan merger berpengaruh pada pola hubungan komunikasi atasan-bawahan.
Penelitian ini dilakukan di salah satu dari empat bank BUMN yang merger yaitu PT Bank Pembangunan Indonesia (Persero). Dengan populasi karyawan Bapindo ditarik sampel yang menjadi responden sebanyak seratus orang yang terdiri dari Pimpinan Urusan/Biro/Desk, Kepala Bagian dan Kepala Sub Bagian, Kepala Tim dan Anggota Tim di empat satuan Unit Kerja yaitu Urusan Sumber Daya Manusia, Urusan Umum & Pengadaan, Urusan Kredit Besar, serta Biro Direksi dan Hukum. Unit analisis yaitu masing-masing atasan-bawahan (monadic) dengan menggunakan cara stratified random sampel.
Dalam konteks hubungan tersebut, penulis hendak melihat hubungan persona atasan-bawahan dengan komunikasi atasan-bawahan, variabel pola interaksi atasan-bawahan dengan komunikasi atasan-bawahan, variabel keterbukaan komunikasi dengan komunikasi atasan-bawahan, variabel persepsi tentang atasan efektif dengan komunikasi atasan-bawahan, variabel penyampaian pesan dengan komunikasi atasan-bawahan.
Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian eksplanatif. Penelitian ini bersifat deskriptif dan studi dilakukan secara kuantitatif. Cara pengumpulan data terutama dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang ditentukan secara stratified random sampling. Uji korelasi pada penelitian ini mempergunakan aplikasi statistik yaitu Spearman Correlation. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variable. Dimana di dalam menganalisa data ini digunakan dua bentuk data yaitu tabel distribusi silang dan frekuensi.
Berdasarkan data sosio-demografis dan perhitungan secara statistik, diperoleh hasil bahwa dalam Pola Hubungan Komunikasi Atasan-Bawahan terdapat hubungan yang sangat lemah antara Jabatan responden dengan Cara atau Metode Komunikasi Yang Dipakai : Keseriusan Atasan di dalam mendengar keluhan bawahan ; Bentuk Informasi Merger ; Kepuasan Terhadap Informasi Yang Dibutuhkan.
Terdapat hubungan yang sangat kuat antara Unit Kerja responder dengan Cara Yang Dipakai. Terdapat hubungan yang sangat lemah antara Unit Kerja responden dengan Atasan yang serius mendengarkan keluhan bawahannya ; Bentuk Informasi Merger ; Kepuasan Kebutuhan Informasi. Terdapat hubungan yang sangat lemah antara Lama Bekerja responden dengan Cara atau Metode Komunikasi yang dipakai ; Atasan Serius Mendengarkan Keluhan Bawahan ; Bentuk Informasi Merger ; Kepuasan Kebutuhan informasi Merger. Terdapat hubungan yang cukup kuat antara Frekuensi Komunikasi Atasan-Bawahan dengan Kepuasan Kebutuhan Informasi. Terdapat hubungan yang sedang antara Lebih Banyak Membujuk dengan Kepuasan Kebutuhan Informasi. Terdapat hubungan yang sangat lemah antara faktor keterbukaan komunikasi dengan tingkat kepuasan. Terdapat hubungan yang sangat lemah antara tingkat partisipasi dengan tingkat kepuasan komunikasi.
Menunjuk hal-hal di atas diperoleh fakta bahwa dalam Pola Hubungan Komunikasi Atasan-Bawahan, aliran informasi pada saluran komunikasi organisasi tidak menggunakan cara-cara yang efektif baik lisan maupun tulisan sehingga karyawan lebih banyak memperoleh informasi melalui saluran komunikasi formal. Karyawan Bapindo menyadari adanya sistem informasi yang tidak resmi, dimana mereka sangat menggantungkan diri pada sistem ini sebagai suatu cara untuk mendapat akses yang cepat, karena mekanisme komunikasi yang resmi (rapat, pesan tertulis dan sebagainya) lebih lamban dan lebih sering menghasilkan penyebaran yang tidak lengkap.
Komunikasi formal yang tadinya diharapkan dapat memberikan kesempatan berlangsungnya komunikasi ke atas, ke bawah, horizontal dan lintas saluran yang terus terang, cermat dan sensitif temyata tidak optimal. Secara teori, pengukuran kualitas keakraban karyawan atau responden lebih ditekankan pada pengakuan verbal karyawan. Oleh karena itu penelitian ini menjadi terbatas karena tidak bisa menjawab instrumen ini.
Implikasi secara praktikal, dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi organisasi perlu melakukan penilaian yang menyeluruh dan sistematik, oleh karena itu sudah selayaknya dibentuk unit kerja khusus yang menangani masalah dan pemecahan komunikasi organisasi dan berfungsi sebagai Integrator yang bekerja secara independen dan dapat menjembatani elemen-elemen yang ada dalam organisasi baik secara internal maupun eksternal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T2129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Veronica Christy
"Industri kreatif merupakan salah satu sektor ekonomi yang lingkungan bisnisnya sangat dinamis dalam mengikuti perkembangan zaman Mendorong individu di dalam organisasi untuk melakukan inovasi menjadi salah satu jawaban dari permasalahan tersebut Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara komunikasi interpersonal atasan bawahan dan perilaku kerja inovatif karyawan di perusahaan X yang termasuk ke dalam industri kreatif Komunikasi interpersonal atasan bawahan diukur menggunakan Interpersonal Communication Effectivity ICE milik DeVito yang sudah diadaptasi oleh Loina 2012 dan perilaku kerja inovatif diukur menggunakan Innovative Work Behavior Scale IWB Scale yang dikembangkan oleh Janssen 2000
Hasil penelitian terhadap 397 karyawan tetap yang bekerja minimal satu tahun di perusahaan X menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal atasan bawahan tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan perilaku kerja inovatif r 050 p 05 Korelasi parsial dari aspek aspek komunikasi interpersonal atasan bawahan dan perilaku kerja inovatif menunjukkan hanya dua dari lima aspek yang memiliki korelasi secara signifikan yaitu aspek supportiveness r 137 p 05 dan equality r 174 p 05
Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dari jenis kelamin pendidikan level jabatan dan departemen dalam memunculkan perilaku kerja inovatif Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mempertimbangkan konstruk lain yang bisa menjembatani hubungan antara komunikasi interpersonal atasan bawahan dan perilaku kerja inovatif "
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2015
S58974
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Septiani
"Secara umum motivasi dapat diartikan sebagai konsep perealisasian diri seseorang atau self concept realization. Konsep universal yang juga berlaku pada kehidupan berorganisasi ini ini mencerminkan dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu jika orang tersebut hidup dalam suatu cara yang sesuai dengan peran yang dia sukai, dan jika orang tersebut diperlakukan sesuai dengan tingkatan yang lebih dia sukai, serta jika orang tersebut diperlakukan dengan cara yang sesuai dengan cara yang mencerminkan penghargaan seseorang atas kemampuannya.
Setiap organisasi bisnis harus mampu menyusun kerangka yang tepat bagaimana sebaiiknya motivasi itu diberlakukan pada setiap individu yang terlibat di dalamnya. Motivasi menjadi tugas kepemimpinan dimana jajaran pemimpin mengkonseptualisasi dan sekaligus mengimplementasi motivasi untuk seluruh jajaran karyawan, pegawai, dan terhadap SDM yang bertugas.
Timbulnya motivasi dari dalam diri karyawan itu sendiri disebabkan oleh banyak hal, dan diantaranya adalah hubungan atasan-bawahan dan iklim komunikasi yang terjadi di perusahaan tersebut. Hubungan atasan-bawahan atau iklim komunikasi yang buruk kerap mempengaruhi persepsi atasan terhadap bawahan, akibatnya hubungan yang tercipta cenderung vertikal dan bawahan hanyalah dipandang sebagai orang suruhan. Dampak jangka panjang yang terjadi adalah produktivitas menurun karena kurang puas terhadap suasana yang ada, karyawan pun jadi malas bekerja karena tak memiliki motivasi lagi, dan pada akhirnya karyawan tersebut keluar atau dikeluarkan dari perusahaan. Jika hubungan supervisor atau leader dengan pars bawahannya tidak tegalin dengan balk dan is tidak dapat menciptakan iklim komunikasi yang baik maka tak menutup kemungkinan ketidakpuasan bawahan yang berhubungan erat dengan motivasi kerja dan akan berdampak pada penurunan produktivitas dan pencapaian tujuan perusahaan. Di sini pula kita dapat melihat apakah meletakkan iklim komunikasi sebagai moderator adalah hal yang tepat guna mendukung terciptanya motivasi intrinsik karyawan.
Penelitian ini dilakukan di PT. Unilever Indonesia, Tbk yang berada di Cikarang. Dalam penelitian ini digunakan data primer yang berupa pertanyaan-pertanyaan kuesioner untuk menguji pemodelan yang ada pada PT. Unilever Indonesia. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder untuk mendukung rasionalisasi dari uji pemodelan yang ada dan juga untuk mendukung validitas dan reliabilitas dari kuesioner yang digunakan. Pengambilan sample dilakukan dengan membagikan kuesioner ke beberapa departemen kerja di PT. Unilever-Cikarang.
Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik linear regression untuk menentukan hubungan antara variabel bebas (independent variable) dengan variabel terikat (dependent variable). Pengujian model ini pertama-tama dilakukan dengan meregresi motivasi intrinsik (INT) dengan hubungan atasanbawahan (LMX). Hasilnya adalah hubungan atasan-bawahan (LMX) berpengaruh positif terhadap motivasi intrinsik (INT). Artinya, jika hubungan atasan-bawahan (LMX) meningkat, maka motivasi intrinsik (INT karyawan akan meningkat.
Penambahan variabel iklim komunikasi (CC) pada langkah dua menunjukkan pengaruh yang positif terhadap motivasi intrinsik, tetapi variabel LMX menjadi tidak signifikan. Hasil regresi dari langkah kedua memperlihatkan bahwa variabel iklim komunikasi (CC) sangat dominan berpengaruh terhadap motivasi intrinsik dari pada variabel hubungan atasan-bawahan (LMX).
Regresi ketiga yaitu dengan melctakkan iklim komunikasi (CC) sebagai moderator ternyata mempengaruhi interaksi antara hubungan atasan-bawahan (LMX) dan motivasi intrinsik (INT) karyawan. Hasil regresi menunjukkan bahwa semakin balk iklim komunikasi (CC), maka semakin lemah interaksi positif antara hubungan atasan-bawahan (LMX) dan motivasi intrinsik (INT). Hal ini terjadi karena responden yang dianalisa dalam penelitian ini adalah level supervisor ke bawah, yang mana variasi pekerjaan yang dilakukan bawahan yang dimaksud disini tidak terlalu beragam, jadi intensitas komunikasi yang dilakukan tidak perlu terlalu besar/banyak.

In general motivation can be defined as a self concept realization. This universal concept that also applies in organization reflects one's drive to do something, if a person live in a way that is suitable with the role he/she like, and if a person is treated in a proper level which he/she prefers, and also if a person is treated in a way that respect him/her ability.
Every business organization must be able to construct the appropriate framework on how motivation is best be implemented to every individual involved. Motivation becomes the leadership task where the groups of leaders conceptualize and implement it through groups of subordinates and employees.
The bloom of motivation from inside of the employee itself is caused by many things, and among them is leader member exchange and communication climate that happen in a particular company. Bad leader member exchange and communication climate often influence perception of superior to subordinate. That will cause the vertical relation and subordinate is considered as a person that always do what he/she's told to do. The long impact is the decreasing productivity because of lack of work satisfaction that trigger no motivation from the employee. In the end the employee will resign or get terminated. If the relationship between supervisor or leader with the subordinates is not good and he/she cannot create good communication climate, there is a possibility that the dissatisfaction of subordinate which tightly connected with work motivation. It will have effect on the decreasing productivity and the failure to achieve company goal. We will also see that putting communication climate as a moderator is a right thing to support the creation of employees' intrinsic motivation.
This research takes place in PT. Unilever Indonesia, Tbk, in Cikarang. In this research, primary data from questionaire is used to test the model in PT. Unilever Indonesia. This research also use secondary data to suport the rationale of model testing and to support the validity and reliability of the questionaire used. The sample is taken from several departments in PT. Unilever Indonesia Tbk. - Cikarang.
In this research the data is processed with linear regression techniques to determine the relation between independent variable with dependent variable. The first test of the model is to regress intrinsic motivation with leader-member exchange. The result is leader-member exchange have positive influence toward intrinsic motivation. Than means, if leader-member exchange increase then the intrinsic motivation will also increase.
The additional of communication climate variable on the second step point out a positive influence towards intrinsic motivation, but leader member exchange variable becomes insignificant. The regression result from the second step shows that communication climate variable has a dominant influence towards intrinsic motivation compared to leader member exchange variable.
The third regression where communication climate is put as a moderator shows the influence to interaction of leader member exchange and employee intrinsic motivation. The regression shows that the better communication climate is, the weaker positive interaction between leader member exchange and intrinsic motivation. It happens due to the respondents in this research come from supervisor and below level, whereas the works done by the subordinate are not too various, so the communication intensity that needs to be done is not too heavy/ too much.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiasih
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi
karyawan terhadap perilaku kepemimpinan atasan dengan komitmen
karyawan pada organisasi PT. Lautan Luas Tbk. Penelitian ini merupakan
studi lapangan non experimental. Metode pengumpulan data dengan
kuesioner. Sampel yang digunakan untuk penelitian sebanyak 102 orang
yang diambil dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik korelasi product moment, koehsien determinasl, uji t dan regresi sederhana.
Hasil peneliiian menunjukkan bahwa persepsi karyawan terhadap
perilaku kepemimpinan atasan memiliki hubungan positif dan signifikan
dengan komitmen karyawan pada organisasi dengan nilai koefisien korelasi 0203, koefisien determinasi 4.1% dan t “mg (2,077) > t Iaxl (1 .665). Sementra
itu darl hasil analisis tambahan didapatkanz (1) diantara lndlkator-indlkator persepsi karyawan terhadap perilaku I kepemimpinan atasan yang mempengaruhi indikaior-indikator komitmen karywan pada organisasi yaitu menentang proses, petunjuk jalan dan mendorong hail; (2) antara karyawan laki-laki dengan perempuan memiliki komitmen yang berbeda secara signifikan; (3) perbedaan tingkat pendidikan secara signifikan mempengaruhi persepsi karyawan terhadap perilaku kepemimpinan atasan dan komitmen
kayawan pada organisasi; dan (4) perbedaan masa kerja secara signifikan mempengaruhi persepsi karyawan terhadap perilaku kepemimpinan atasan dan komitmen pada organisasi
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ada 4 saran yang perlu dberikan, yaitu (1) hendaknya masalah jenis kelamin tidak dipandang sebagai hal yang perlu dipermasalahkan, sehingga tidak terjadi diskrimanasi gender dalam perusahaan. Demikian pula dengan masalah tingkat pendidikan, sebaiknya
tidak dijadikan persoalan dalam perusahaan dan perusahaan tetap
melakukan perékrutan karyawan sesuai dengan tuntutan tugas; (2)
perusahaan perlu menjaga agar tingkat perputaran karyawan (tumover) di
perusahaan tidak tinggi, yaitu dengan care memberikan kompensasi kepada karyawan secara wajar, menciptakan iklim organisasi yang kondusif dan mengupayakan kepemimpinan secara demokratis; (3) disarankan agar segenap pimpinan PT. Lautan Luas 'Tbk perlu meningkatkan kualitas perilaku
kepemimpinannya dengan cara mengadakan pelatihan kepemimpinan; dan
(4) sebaiknya dilakukan penelitian serupa dengan mengambil sampel dari
lapisan manajemen yang berbeda di lingkungan PT. Lautan Luas Tbk
sehingga memungkinkan diketemukannya hasil penelitian yang dapat
memperkuat hasil penelitian ini yang pada akhirnya dapat dicapai
generalisasi yang lebih luas dan meyakinkan.
"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Purwanto
"Unsur komunikasi di dalam suatu organisasi atau perusahaan adalah unsur yang sangat krusial bahkan terkadang menjadi faktor yang pertama dan utama bila kim mengkaji suatu organisasi. Iklim komunikasi sebuah organisasi mempengaruhi cara hidup kita. Redding (1972) menyatakan bahwa iklim komunikasi organisasi jauh Iebih penting daripada kctcrampilan atau telmik-teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif. Sebagai perusahaan jasa konsultasi komunikasi di Indonesia yang telah berusia 38 tahun, PT Fortune Indonesia Tbk, sangat memerlukan adanya iklim komunikasi organisasi yang sehat dan budaya perusahaan yang kondusifdan dapat mendukung perkembangan perusahaan di masa datang.
Pada penelitian tentang iklim komunikasi organisasi di PT Fortune Indonesia 'Tbk ini, penulis menggunakan teori dari Redding (I972) yang menyatakan bahwa ada lima komponen dari iklim komunikasi organisasi yang ideal yaiiu: a) Dukungan (supportiveness); b) Pengambilan keputusan yang partisipatif (participative decision making); c) Kepercayaan, percaya dizi dan kredibilitas (trust, confidence and credibility); d) Keterbul-caan dan keterusterangan (openness and candor); e) Tujuan berkinerja / berprestasi tinggi (high performance goals). Budaya perusahaan atau organisasi mulai dibcntuk sejak perusahaan atau organisasi itu bcrdiri. Budaya perusahaan dibentuk memerlukan waktu yang panjang. Robbins (2002) mendelinisikan budaya organisasi scbagai basil agregasi persepsi karyawan tentang beberapa hal, seperti inovasi dan keberanian mcngambil resiko (innovations and risk taking), memperhatikan hal-hal yang detil (attention to detail), berorientasi pada hasil nyata (outcome orientation), berorientasi pada orang (people orientation), berorientasi pada tim (team orientation), keagresifan (aggresiveness), dan stabilitas (stability). Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis dan perspektif interpretif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim komunikasi organisasi yang sehat sangat berpcran dalam pembentukan budaya organisasi yang kondusif bagi perkembangan perusahaan di masa mendatang. Iklim komunikasi organisasi dapat menjadi cerminan dari baigaimana kondisi budaya yang hidup di dalam organisasi/ perusahaan tersebut.
Kesimpulan yang dapat diambil bahwa iklim komunikasi organisasi di PT Fortune Indonesia cukup sehat dalam hal aspek/komponen: dukungan (suppor1iveness); pengambilan keputusan yang partisipatif (parziciparive decision making); kepercayaan, percaya diri dan kredibiiitas (lrusr, confidence and credibi1i1y); dan tujuan berkinerja I berprestasi tinggi (high performance goals); namun memiliki kekurangan dalam aspek/komponen keterbul-:aan dan keterusterangan (openness and candor) dari pihak karyawan kepada pihak manajemen perusahaan. Budaya perusahaan akan dapat terpelihara dengan baik jika segenap karyawan memegang teguh komitmen dan integritas dalam pemahaman pendekatan ?budaya sebagai komunikasi? seperti yang dinyatakan pam ahli, Pacanowsky dan Trujiilo (1982).

Communication as an element in an organization or company is a very crucial element and even sometimes as the first and main factor when we study about organization. An organizations communication climate affects the way we live. Redding (1972) states that the organizations communication climate is more important than skills or techniques of communication solely in creating an effective organization. As a communications consultancy services company in Indonesia, the first and only has go public in Indonesian Stock Exchange tmtil now a day, PT Fortune ln- donesia Tbk, has established for 38 years, is requiring a healthy communication climate of communication and conducive corporate culture which will support the development of company in the future.
In this research on the communication climate in the organization of PT Fortune Indonesia Tbk, the author uses the theory of Redding (1972) states that there are five components of the ideal organizations communication climate, as follows: a) supportiveness); b) participative decision making; c) trust, confidence and credibil- ity; d) openness and candor; e) high perfomiance goals. Corporate or organization culture is being established since the corporate! organization was founded. The establishment of this culture occmred when organizations face a problem, both problems in the intemal or extemal organizations?s environment changing. The formation of corporate culture needs a long time process. Robbins defines organizational culture as a result of the aggregation of employee perception of somethings, such as innovations and risk taking, attention to detail, significant results-oriented (outcome orientation), people orientation, team orientation, aggresiveness, and stability. This research uses a qualitative approach with descriptive analysis method and interpretive perspective.
The results of this research indicate that the communication climate ofthe organization is quite healthy and has significant role in the formation or establishment condusive organizational culture for corporate?s development in the future. Organizational communication climate can be a redection of how is the condition of culture live inside the organization/corporate.
Conclusions that can be taken based on the findings of field research and data analysis is that the communication climate in the organization of PT Fortune Indonesia is quite healthy in terms of aspects/components: supportiveness; participative decision making; trust, confidence and credibility, and the purpose of performing high achievement (high perfonnance goals), but have deficiencies in aspect/ component of the ernp1oyees's candor and openness to the corporate management. Corporate culture will be still well maintained if all employees will uphold a commitment and integrity with perspective understanding 'culture as a communication? as well as stated by the experts, Pacanowsky and Trujillo (1982).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T32085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naiborhu, Napoleon
"ABSTRACT
Tesis ini membahas mengenai evaluasi Divisi SPI dan Konsultan Eksternal dalam praktik manajemen risiko yang dilakukan di Divisi Operasi PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjung Priok.
Terkait dengan praktik manajemen risiko, perusahaan menggunakan jasa konsultan eksternal untuk membantu pelaksanaan manajemen risiko di lingkungan perusahaan. Namun selepas itu, sampai sekarang SPI belum melakukan evaluasi atas kecukupan manajemen risiko. Fungsi SPI mengalami perubahan dari watchdog menjadi konsultan meskipun belum sekalipun melakukan konsultasi kepada jajaran komisaris. Masih terdapat kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki Divisi Penilaian Risiko dalam menjalankan fungsinya. Terkait pengendalian internal, SPI memiliki kendala dalam jumlah personil SPI yang dinilai sangat kurang untuk melaksanakan fungsinya sebagai pengawas jalannya tata kelola. Program whistleblower juga belum digalakkan sebagai salah satu sarana pengendalian internal yang mamadai

ABSTRACT
This thesis amplifies to the evaluation of Internal Audit Division and External Consultant in risk management practices that were carried out in Operational Division of PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjung Priok.
Related to the risk management practices, the company had assigned external consultants to assist the implementation of risk management within corporate environment. But until now, Internal Audit Division has not evaluated the adequacy of risk management. Internal Audit Division has changed its role from being a watchdog to be a consultant, although not even once that Internal Audit Division gave consulting activities to the board of commissioners. There are number of deficiencies that still need to be improved by Risk Assessment Division in carrying out its functions. Related to internal control, Internal Audit Division has shortage of personnel onboard to be considered as sufficient to perform monitoring function of governance. Whistleblower program has not encouraged as one way to improve adequacy of internal controls"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T55450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Firdauzie
"Tesis ini membahas konten, konteks dan proses pembangunan kesiapan untuk berubah pada pegawai PT Askes (Persero), yang berubah akibat penetapan Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Penelitian ini adalah studi kuantitatif pada 483 orang karyawan PT Askes (Persero) dalam kurun waktu November s.d Desember tahun 2013.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat spiritualitas individu, budaya keterlibatan, dan konsistensi memiliki pengaruh yang positif terhadap tingkat kesiapan untuk berubah. Selanjutnya, studi ini juga menemukan bahwa tingkat kesiapan untuk berubah memiliki pengaruh yang negatif terhadap penyimpangan perilaku organisasi.
Penelitian ini menyarankan agar PT Askes (Persero) harus membangun keterlibatan dan konsistensi karyawan melalui nilai-nilai immaterial serta posisi yang spiritual dalam meningkatkan kesiapan untuk berubah individu. Peningkatan kesiapan untuk berubah penting dalam mencegah penyimpangan perilaku organisasi baik selama periode transformasi maupun dalam operasionalisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan mendatang.

The study discusses the content, context, and process development readiness for change on employees of PT Askes (Persero), which changed as a result of the establishment of Act No. 40 of 2004 on National Social Security System and Law No. 24 of 2011 of the Social Security Agency. This research is a quantitative study on 483 employees of PT Askes (Persero) in the period of November to December 2013.
Results showed that the level of individual spirituality, involvement culture, and consistency culture has a positive effect on the level of readiness for change. Furthermore, the study also found that the level of readiness for change has a negative effect on organizational misbehavior.
This study suggested that PT Askes (Persero) has to build employee involvement and consistency culture through immaterial values and spiritual position in increasing individuals? readiness for change. Increasing readiness for change is important in preventing the organizational misbehavior during the period of transformation as well as the operationalization of Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan to come.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhika Hariawan
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan penyebab utama masalah rendahnya kepuasan terhadap atasan pada karyawan Kantor Pusat PT. ABC dan mendesain sebuah rancangan intervensi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan jumlah responden 79 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab yang secara signifikan paling mempengaruhi kepuasan karyawan Kantor Pusat PT. ABC terhadap atasannya adalah kualitas hubungan atasan-bawahan, yang secara spesifik berasal dari faktor kontribusi atasan dalam mendukung kinerja bawahan. Oleh sebab itu, maka intervensi yang dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan akan difokuskan pada bagaimana meningkatkan kontribusi atasan terhadap pencapaian kinerja bawahan, yaitu melalui reaktivasi program coaching yang akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan komunikasi suportif.

The purpose of this study is to determine the cause of employee's supervision satisfaction problem in PT. ABC Head Office and design an intervention program to overcome the problem. This study used quantitative and qualitative approach with 79 employees as its respondents. Results show that supervisor-subordinate relationship quality had most significant influence to supervision satisfaction, specificaly from the supervisor?s contribution to support the subordinate performance and goal. Therefore, the intervention is focused on how to improve the contribution of supervisor in supporting their subordinate performance by reactivate the coaching program with a supportive communication approach.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>