Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27999 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Buntarmar
919.26 B 434 a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Buntarman
"Buku ini merupakan selayang pandang untuk mengenal kota Jakarta bagi para pelajar. Penulis mencoba memberikan gambaran kepada murid-murid tentang penghidupan di Jakarta, duka dan suka yang dihadapi oleh penduduknya agar yang menuju Jakarta sedikit banyak mengetahui keadaan kota ini."
Bandung: Ganaco, 1958
K 959.820 35 BUN d
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Reyhand Pranna Kamil
"Artikel ini mengkaji dinamika Stasiun Jakarta Kota pada masa awal kemerdekaan Indonesia (1945–1946) dengan menyoroti pentingnya penguasaan infrastruktur strategis dalam proses konsolidasi kekuasaan pemerintah Republik Indonesia. Stasiun Jakarta Kota, menjadi salah satu titik strategis yang diperebutkan dalam situasi pascakolonial, tidak hanya perannya dalam sistem transportasi, tetapi juga sebagai simbol perjuangan nasional. Stasiun Jakarta Kota sejak pendudukan Jepang hingga datangnya pasukan Sekutu menciptakan ketegangan sosial dan ekonomi yang signifikan, namun juga mendorong tumbuhnya solidaritas di kalangan masyarakat guna mendukung upaya pemerintah dalam mempertahankan kedaulatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode sejarah dengan memanfaatkan sumber-sumber primer, seperti koran Sin Po, Merdeka, Asia Raja, dan Sinar Baroe, serta referensi sekunder yang berasal dari berbagai buku dan jurnal akademik yang relevan. Kajian ini mengungkap bagaimana proses pengambilalihan Stasiun Jakarta Kota oleh pemerintah Indonesia hingga diambilalihnya Stasiun Jakarta Kota oleh Sekutu menjadi contoh nyata perjuangan mempertahankan legitimasi melalui penguasaan aset strategis. Lebih dari sekadar fasilitas transportasi, Stasiun Jakarta Kota juga memiliki fungsi penting untuk menjadi ikon identitas nasional yang merefleksikan perjuangan kolektif rakyat dalam mewujudkan pemerintahan yang berdaulat di tengah tekanan kekuatan asing.

This article examines the dynamics of Jakarta Kota Station during the early days of Indonesian independence (1945–1946) by highlighting the importance of controlling strategic infrastructure in the process of consolidating the power of the government of the Republic of Indonesia. Jakarta Kota Station, became one of the strategic points that was contested in the postcolonial situation, not only for its role in the transportation system, but also as a symbol of national struggle. Jakarta Kota Station from the Japanese occupation until the arrival of Allied troops created significant social and economic tensions, but also encouraged the growth of solidarity among the community to support the government's efforts to defend sovereignty. This research uses a historical method approach by utilizing primary sources, such as newspapers Sin Po, Merdeka, Asia Raja, and Sinar Baroe, as well as secondary references originating from various relevant books and academic journals. This study reveals how the process of taking over Jakarta Kota Station by the Indonesian government until the takeover of Jakarta Kota Station by the Allies are concrete examples of the struggle to maintain legitimacy through control of strategic assets. More than just a transportation facility, Jakarta Kota Station also has an important function in becoming an icon of national identity that reflects the collective struggle of the people in realizing a sovereign government amidst pressure from foreign powers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S9288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991
992.6 IND s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Jayabaya
"Buku ini sudah diberi catatan keterangan oleh delapan wali pada zaman Demak. Isi buku ini antara lain: 1.) perlambang mengenai negara 12 kata; 2.) perihal asal mulanya ada nayaka; 3.) perihal makna dari suatu perlambang; 4.) keadaan pada masa kecil; 5.) makna penyebutan raja (nata); 6.) perlambang sekar (lagu) dhandhanggula; 7.) wafatnya Sultan Bintara; 8.) bab saraseyan ilmu syariat dan hakikat."
Kediri: Boekhandel Tan Khoen Swie, 1923
BKL.0688-PW 121
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Lilie Suratminto
"Dalam penelitian ada dua hal penting yang menjadi pokok bahasan yaitu tentang makna lambang heraldik dan penggunaan bahasa pada batu makam Belanda di Museum Wayang Jakarta. Mengingat waktu yang terbatas, kali ini yang menjadi sorotan utama hanya pada 5 buah batu makam saja. Alasan pembatasan jumlah batu makam ialah bahwa kelima batu tersebut yang dianggap masih utuh baik simbol-simbol maupun inskripsinya. Kelima batu ini dianggap sudah cukup untuk dipakai sebagai dasar dalam mengungkap makna lambang-lambang heraldik serta penggunaan bahasa pada batu makam sejaman di mana saja.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa kelima batu makam tersebut semuanya memakai simbol tanda salib atau yang menyerupai salib (bentuk salib yang sudah distilir), simbol helmet dan zirah, serta perisai. Tanda salib ini dipakai dalam heraldiknya (coat of arms) karena salib dalam budaya kristiani dianggap sebagai tanda penyelamat orang yang meninggal di alam kematian.
Dari kelima buah batu tersebut pada batu makam Gustaaff Willem van Imhoff mempunyai lambang heraldik paling banyak. Ciri-ciri yang menunjukkan bahwa ia berasal dari Friesland (ia lahir di kota Liar di perbatasan Jerman dan Belanda) digambarkan dengan simbol rajawali (adelaar) yang bicephalic artinya rajawali yang berkepala dua yang melihat ke kanan dan ke kiri pada puncak lambangnya. Ini adalah lambang bermakna imperium. Secara historis Van Imhoff dalam menjalankan tugasnya banyak mengalami perang dalam rangka mempertahankan wilayah dan memperluas daerah koloni VOC misalnya di Sri Lanka (Gale) dan juga di daerah VOC di Hindia-Belanda. Sebagai Jenderal infanteri pada batu makamnya digambarkan simbol pedang, perisai, tombak, urnbul-umbul dan genderang perang, tumpukan peluru kanon. Sifat religiusnya terlihat dalam penataan lambang-lambang tersebut bila dilihat dari jauh (long shot) yang berbentuk sebuah lonceng gereja. Perlu ditambahkan bahwa Van Imhoff juga anggota penerjemahan Bibel dalam bahasa Melayu yang sangat tekun dan teliti.
Mengenai ejaan pada inskripsi nampak bahwa pada masa itu belum ada keseragaman. Mengenai perkembangan ejaan dan ucapan dibandingkan dengan bahasa Belanda modem nampak ada gejala auslaut-apocope, misalnya kata ende > en van den > van de . Gejala syncope-apocope terdapat pada kata heere > heer (inlaut-auslaut). Ada sebuah kata yaitu gebergat. Apakah kata ini yang dimaksud adalah kata gebragt (dalam Belanda modern gebragd) jika demikian berarti ada kesalahan dalam memahat kosa kata tersebut. Kalau bukan mungkin ada gejala metathesis.
Dalam penelusuran makna ditemukan adanya gradasi dalam penggunaan kosa kata. Ada kosa kata yang bermakna sangat halus dan juga ada yang bermakna agak kasar. Dalam hal ini perlu diteliti lebih lanjut mengenai pemilihan kosa kata tersebut. Bagaimanapun juga dalam penelitian tentang rnakna lambang heraldik dan penggunaan bahasa pada batu makm ini tetap hares melibatkan sejarawan, arkeolog dan linguist. Dari penelitian lanjutan ini masih ditemukan banyak kekurangan. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang maksimal masih diperlukan kajian lanjutan yang lebih luas dan mendalam."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Engelbertus Kastiarto
"Bangsa Belanda yang datang ke Batavia ternyata masih membawa cara-cara hidup di tanah leluhurnya yang diterapkan di Batavia. Mereka membangun peristirahatan dan saluran air serupa seperti di negaranya. Selain itu mereka dengan lambang-lambang (Coasts of Arms, yang merupakan tradisi dari Eropa selama abad-abad pertengahan. Lambang-lambang yang terdapat pada nisan kubur Belanda abad 17-18 M itu menunjukkan keanekaragaman dalam bentuk-bentuk penggambaran dan menyiratkan pelbagai aspek kehidupan pemiliknya. Hal tersebut merupakan latar belakang permasalahan skripsi ini yang mengolah 42 buah lambang dari 40 buah nisan kubur Belanda abad 17-18 M yang tersebar di tiga lokasi yaitu di museum Taman Prasasti Museum Wayang dan gereja Sion di Jakarta. Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) klarifikasi bentuk-bentuk penggambaran unsur-unsur pengisi dan penghias lambang serta pengisi perisai dan unsur lambang lain pada lambang-lambang tersebut, (2) mengungkapkan kecenderungan pemakain bentuk-bentuk penggambaran lambang pada belbagai kelompok profesi/pekerjaan/jabatan masyarakat Belanda di Jakarta, (3) mengungkapkan latar belakang pembuatan setiap lambang. Tujuan penelitian yang pertama dicapai dengan memilah lambang-lambang tersebut berdasarkan unsur pengisi lambang, unsur penghias lambang, unsur pengisi perisai dan unsur lambang lain. Tujuan kedua dicapai dengan menggabungkan pengelompokkan inskripsi berdasarkan profesi/jabaran/pekerjaan yang dimiliki para pemilik lambang dnegan hasil-hasil pengidentifikasian bentuk penggambaran. Tujuan penelitian yang terakhir dicapai dengan mengkaitkan bentuk-bentuk penggambaran lambang dengan faktor-faktor seperti nama dan profesi pemiliki lambang. Dari hasil kajian terhadap lambang tersebut, dapat diidentifikasikan berbagai macam bentuk penggambaran dengan variasinga masing-masing seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, unsur alam dan lain-lain. Terungkap pula adanya kecenderungan-kecenderungan untuk menggunakan bentuk bentuk penggambaran yang berkaitan dengan profesi pemiliki lambang serta adanya latar belakang tertentu yang melatari bentuk-bentuk penggambaran tersebut"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S11817
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Narita Gianini Apsari
"Skripsi ini merupakan penelitian deskriptif-analitik yang menggunakan pendekatan kualitatif Tujuannya jalan menggambarkan dan menganalisa bagaimana produsen sebuah radio seperti HRFM 87,6 Jakarta memproduksi isi siarannya, dilihat dari segi ideologi produsen, kultur dan khalayak, serta kekuatan politik dan ekonomi yang melingkupinya saat ini. Radio dianggap memiliki kodrat yang unik untuk mempengaruhi khalayak, bahkan claim menggeser-geser nilai, gaya hidup dan tingkat keterlibatan terhadap medium radio itu sendiri. Dengan sifat ubiquitous (keberadaan dimana-mana), tidak berlebihan jika radio dijuluki sebagai the mover of participation, public opinion, political movement, mass action, capital market and social transformation. Karena radio siaran pertama-tama harus bersifat lokal, informasi yang didistribusikan juga sifatnya harus lokal, artinya, meskipun bermuatan internasional dan nasional tetapi memang dibutuhkan oleh khalayak lokal. Program harus dirancang agar khalayak yang tersebar di suatu kawasan teritorial tertentu dapat benar-benar mengalami kehadiran stasiun radio secara tepat guna, tidak merasa asing bahkan merasakan ikut memiliki serta berkepentingan. Penelitian ini menggunakan metode discourse, dengan melihat produksi isi pesan berdasarkan pada teks atau suara. Selain itu teks dan suara dianalisa berdasarkan semiotik, dimana yang dilihat adalah proses produksi media yang dipengaruhi oleh kultur audiensnya, ideologi institusinya, serta kekuasaan (power) yang terbangun. Hasil penelitian didukung dengan pengamatan terhadap obyek penelitian dan program siaran. Hard Rock FM sebagai radio yang mewakili subkultur young adult, memproduksi pesannya dengan cara-cara tertentu yang disesuaikan dengan karakteristik audiens dan berdasarkan ideologi yang mereka anut. Melihat pemakaian bahasa sebagai implikasi praktek sosial, bahasa disituasikan dalam relasi yang dialektik. Dialektik disini, maksudnya bahasa dibentuk secara sosial, namun bahasa juga membentuk secara sosial. Makna-makna yang diproduksi oleh radio dibentuk secara sosial, karena dari interaksi sehari-hari antara produser acara, marketing, dan penyiar dengan lingkungan kantor mereka sendiri dan kondisi sosial yang mereka alami, mereka dapat mengetahui hal-hal apa yang menjadi concern audiensnya, faktor-faktor apa yang menarik bagi audiensnya, dan cara berkomunikasi yang bagaimana yang dapat memenangkan perhatian mereka dan dapat ditangkap dengan tingkat salah interpretasi yang terminin. Interaksi antar agen manusia (pekerja media dan audiens) terus menghasilkan struktur, sehingga perubahan sosial menghasilkan interaksi simbolik antara media dengan audiensnya. Dari sini, media tidak hanya memenuhi dan men-supply kebutuhan akan informasi, kebaruan maupun hiburan, namun media juga menciptakan kebutuhan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S4213
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pono Fadlullah
"ABSTRAK
Kepolisian Indonesia, khususnya kepolisian Jakarta pada masa mempertahankan Kemerdekaan RI, mengalami_ perkembangan sejarah yang menarik tentang peranannya dalam mempertahankan kemerdekaan itu. Polisi sebagai Social Action mempunyai tujuan, motivasi, dan aktifitas dalam berbagai tindakan dalam masyarakat untuk keamanan dan ketertiban serta menyelesaikan beberapa permasalahan dalam masyarakat.
Penelitian tentang peranan polisi pada masa perang kemerdekaan mempunyai. ciri khusus yang harus kita telusuri, bagaimana peranan polisi Jakarta ini, serta bagaimana bentuk perjuangannya ? Penelitian ini berusaha untuk memberikan jawaban dan mengumpu].kan bukti-bukti bahwa apakah benar polisi Jakarta mempunyai peranan dan mempunyai bentuk perjuangan dalam Social Action (Parson C., 1951).
Analisa data penelitian menerangkan bahwa terdapat berbagai bentuk kegiatan atau tindakan kepolisian Jakarta sesuai dengan organisasinya maupun dengan pembagian tugas mereka masing-masing. Langkah demi langkah perkembangan kepolisian yang sangat kompleks itu dapat pula ditelusuri dengan berbagai fakta yang menggambarkan perjuangan, pertumbuhan dan perkembangan kepolisian. Perubahan tipe kepolisian Belanda, tipe kepolisian Jepang, tipe kepolisian campuran, dan akhirnya muncul tipe kepolisian Indonesia, sebagai latar belakang perubahan bentuk kepolisian ini_merupakan perkembangan historic polisi Indonesia dan khususnya polisi Jakarta.
Deskripsi data penelitian menunjukan bahwa Polisi Jakarta mempunyai peran serta nyata dalam perkembangan kemerdekaan RI 1945-1950. Sistem organisasi kepolisian yang masih harus ditumbuh-kembangkan pada waktu itu penuh permasalahan karena campur tangan Belanda dengan tentara Sekutu yang jelas sengaja ingin merebut kembali tanah jajahan ini ke pangkuannya. Oleh karena itu Polisi Jakarta dengan kesederhanaanya ikut membentuk CV (Civil. Police) berdampi_ngan dengan CV Belanda dan Sekutu. Kerusuhan dan pertikaian antara Civil Police Pribumi dengan Sekutu-Belanda, dalam usaha itu polisi Jakarta melakukan tindakan social (social action), membentuk bermacam-macam seksi dari seksi I dampai dengan seksi VII untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Tindakan kepolisian Jakarta pada masa 1945-1950 didukung oleh masyarakat khususnya pemuda pejuang di Jakarta, yang terpadu dengan polisi Jakarta itu antara lain masyarakat Senen, Matraman, Mester, Kramat Jati, Tanjung Priuk, Pasar Ikan, Grogol dan berbagai tempat di luar Jakarta seperti Depok, Tangerang, Rengas Dekiok dan sebagainya. Bentuk kerjasama tindakan atau usaha menghadapi lawan maka polisi Jakarta bersama masyarakat tetap i.ngin diikuti keberadaannya sehingga kegiatan i.ni merupakan collective action. Sesuai dengan kesederhanaan perlengkapan kepolisian sebagai atribut atau seragam yang dipakai. oleh polisi Jakarta maka tindakan yang dilakukan selalu diusahakan untuk melindungi masyarakat dan pengamanan masyarakat.
Demikianlah gambar.an singkat tentang peranan polisi Jakarta 1945-1950 yang diiaporkan sebagai hasil. penelitian ini dapat dapat berguna baqi masyar.akat kepolisian Jakarta khususnya dan masyarakat. Indonesia pada umumnya.

ABSTRACT
Jakarta Metropolitan Police's Role in Defending Indonesian Indefendence (1945-1950)Indonesian Police, Jakarta Metrpolitan Police in particular, exprimenced an interesting historical development in its role of defending Indonesian independence, in the era of revulation for fredoom. As a Social Action Agency the police has its aims, motivatiob, and activities in various societal acts for security and order, and in seetling some problems in the society.
Research on police's role in the are of Revolution for independence has special characteristics to be traced up, What and how was the role of the Jakarta Metropolitan Police and what was the structure of its struggle. This research endevaours to provide answers and to collect prooofs and evidences, whether it is true that the Jakarta Police has the role and has its own form of struggle in the Social Action (Parson, C.,1985).
Research data analysis indicates that there existed various forms of activities and performances done by the Jakarta Police, in accordance with its organization and its division of tasks respectively. Step by step of the very complex Police development can be traced by various facts, illustrating stuggle, growth and development of the police. The change of Dutch Police type, Indonesian Police, as the bacground of the police modification, constituted the Indonesian Police history, the Jakarta Police in particular.
The desciption of research analysis indicates that the Jakarta Police has an obvious participative role in the development of the struggle for Indonesian Independence (1945-1950). Police organizational system, which was still to be developed an the time. Was fully problematic, on acount of the Dutch interference along with the Allied Forces, that clearly and deliberately wishing to recapture this colonial archipelago into their hands. Therefore the Jakarta Police by its simplicity, joined to establish the Civil Policecontiguously side by side with the Ducth and the Allied Forces.
Riots and conflicts betweem indigenous and the Ducth and Allied Forces Civil Police rose everywhere, and this case the Jakarta Police afforded to perform its social action, by establishing various sections from section I up to section VII covering Jakarta Territory and its environments.
Jakarta Police action in the era 1945 - 1950 was supported by the community people, especially the struggling youth in Jakarta, itegrated with the Jakarta Police, a.o The Senen, Matraman, Mester, Kramat Jati, Tanjung Priok, Pasar Ikan, Grogol Comminities, along with the ones beyond Jakarta, as those of. Depok, Tangerang, Rengas nengklok and others.
Cooperative action and effort in facing/confronting the enemy by the Jakarta Police and the communities, were constantly endeavoured and desired to be done collectively. Adapting to the police equipment mediocrity as atribute and uniform worn by the Jakarta Police, action performed was always afforded at least to protect and secure the community.
This is juts a brief illustration cvoncerning the Jakarta Police's Role in 1.945 - 1.950, reported as research outcome, hoping that it will benefit the Jakarta Police society in general.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>