Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95010 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4884
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Meiyenti
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999
305.4 SRI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dewi Lestari
"This article is shaped on the empirical facts of domestic violences phenomenon and many local peoples who have not be acquainted with the conceptions of domestic violences_ The author is launching suggestion to doing socialitation through Law No. 23 year 2004, regarding Elimination through Domestic Violence in integrally and institutionally methods. By the socialization then will be reconstructed the new order of social norms which can be convicted that the domestic violences is not in spousal only but has become public spheres. Also that domestic violences is as mis-conduct that needs to be criminalized. In the author thoughts it has broken rules of human rights that has been promulgated in amended UUD l 945, Law No.7 year 1984 on the Ratification Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women and Law No. 23 year 2004 it self."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
HUPE-35-3-(Jul-Sep)2005-367
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Saraswati
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009
305.4 RIK p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Frieska Hartati
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai Perlindungan Hukum terhadap Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah-masalah sebagai berikut : (1) Apa saja kendala yang layak diantisipasi dalam penerapan UU PKDRT di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang masih
paternal? (2) Sejauh manakah perempuan mendapat perlindungan hukum dari neqara dalam undang-undang? (3) Apakah Alternative Dispute Resolution (ADR) dapat dipergunakan dalam penanganan masalah KDRT dan sejauh mana ADR dapat berpengaruh terhadap proses penegakan hukum dalam penanganan masalah KDRT. Hasil penelitian menunjukkan kendala yang dihadapi adalah keengganan
perempuan untuk melaporkan tindak kekerasan yang dihadapinya dengan berbagai alasan, sikap masyarakat yang didukung oleh sikap pemerintah yang mendukung perempuan tetap berada di posisi sekunder atau subordinat walaupun Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Saat ini telah diterbitkan undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU nomor 23 tahun 2004, ditandatangani tanggal 16 September 2004 oleh Presiden Megawati
Soekarnoputri). Diharapkan dengan adanya kekhususan dari UU ini, perempuan dapat lebih terlindungi dan kekerasan terhadap perempuan terutama yang terjadi dalam lingkup rumah tangga dapat dikurangi. UU PKDRT juga mengadopsi bentuk penyelesaian masalah di luar peradilan yang dikenal sebagai Alternative Dispute Resolution (ADR),
yang diadopsi dari hukum perdata. Namun demikian masih terdapat beberapa kekurangan dalam UU PKDRT, antara lain bentuk ancaman pidana yang alternatif sehingga dirasakan kurang memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan ancaman pidana minimal yang hanya diberlakukan terhadap kekerasan seksual yang dilakukan dengan tujuan komersial."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meta Harsanti
"ABSTRAK
Hampir setiap hari kita melihat kekerasan yang dialami oleh perempuan seperti pemukulan, pemerkosaan atau tindak kekerasan lain, baik melalui media atau lingkungan
seldtar. Dari berbagai sumber dan penelitian yang dilaknkan, bentuk kekerasan yang paling banyak ditemukan adalah kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang lebih kita kenal dengan istilah kekerasan domestik (domestic violence). Pelaku kekerasan
pada umumnya adalah pasangan atau suami. Berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan
suami kepada istri ini membawa dampak yang membabayakan terhadap kesejahteraan fisik ataupun psikis perempuan. Meskipun sudah diketahui banyak efek negatif yang
ditimbulkan dari adanya kekerasan dalam rumah tangga, namun tidak sedikit dari istri-istri tersebut yang memilih untuk bertahan dan tetap tinggal bersama dengan suminya
selama mereka mampu. Ada beberapa pertimbangan mengapa seorang istri akhirnya memilih tetap tinggal bersama dengan suaminya. Fenomena bertahannya isrri dalam perkawinan yang penuh kekerasan merupakan hal yang menarik untuk kemudian diketahui ada tidaknya forgiveness istri terhadap suami.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya forgiveness istri pada suami. Jika memang ada, kombinasi forgiveness apa yang terbentuk berdasarkan teori
dimension of forgiveness yang dikemukakan oleh Baumeister, Exline & Sommer (hollow forgiveness, siient forgiveness, total forgiveness dan no forgiveness) Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik wawancara secara
mendalam dan observasi. Subjek penelitian berjumlah 3 orang, memiliki anak,mengalami kekerasan dalam rumahtangga dan belum bercerai.
Penelitian menunjukkan bahwa semua subjek mengakui adanya pelanggaran yang dilakukan oleh suami mereka, namun tidak semua subjck mampu memaafkan suami mereka. Satu subjek tidak dapat memaafkan suaminya, satu subjek lain dapat memaafkan
meski kombinasi yang dibentuk adalah hollow forgiveness yaitu adanya diskrepansi antara apa yang dirasakan dan apa yang dikatakan kepada pelanggar. Hanya 1 subjek yang dapat membentuk kombinasi total forgiveness. Mesld terkadang ia masih teringat-
ingat kejadian kekerasan yang dialaminya, tetapi dengan adanya forgiveness akan membuat korban memandang positif kepada pelaku pelanggaran."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnianti
Jakarta: Mitra Perempuan , 2004
305.4 PUR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Surjadi
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2011
303.6 ERN b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anik Farida
"Secara garis besar penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana bentuk kekerasan terhadap perempuan buruh migran/PBM, dan bagaimana bentuk upaya survival PBM dalam menghadapi dan menyikapi kekerasan.
Kemiskinan merupakan alasan utama yang mendorong perempuan desa tergerak untuk meninggalkan kampung halaman bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi. Masuknya perempuan dalam pasar kerja yang berarti telah terjadi pergeseran peran perempuan dari sektor domestik ke sektor publik, yang diasumsikan akan membawa kemajuan bagi perempuan, tidak serta membebaskan perempuan dari tindak kekerasan.
Kekerasan terjadi sejak awal hingga akhir siklus kerja: masa persiapan di kampung halaman dan tempat penampungan PJTKI, masa penempatan di Arab Saudi, masa kepulangan di bandana Soekarno Hatta dan di kampung halaman. Kekerasan mengambil beragam bentuk, yakni ekonomi, psikologis, fisik, dan seksual. Kekerasan muncul tidak bersifat tunggal, melainkan multilapis. Artinya, seorang PBM dapat mengalami 2 hingga 4 bentuk kekerasan sekaligus. Kekerasan terjadi berkaitan dengan 3 faktor, yakni gender, kelas, dan ras, sebagaiman posisi PBM, yakni sebagai perempuan. pembantu rumah tangga, dan pendatang.
Kekerasan bersifat interaktif dan struktural, karena pelaku kekerasan bisa individu, juga kolektif. Secara individual, pelaku adalah oknum aparat desa, calo/sponsor, suami atau ayah, majikan atau pegawai PJTKI, dan majikan. Secara kolektif atau kelembagaan, aktor yang terlibat adalah PJTKI, pemerintah dalam hal ini Depnaker dan KBRI atau Konsulat Jenderal, serta negara.
Di balik duka nestapa akibat kekerasan yang dialami, PBM memiliki bentuk upaya survival. Bentuk upaya survival yang dilakukan adalah bertahan/coping dan perlawanan sehari-hari (everyday forms of resistance). Terdapat bentuk variasi coping, yaitu: diam, berlari atau bersembunyi, dan menghindari sumber kekerasan. Perlawanan sehari-hari dilakukan dengan cara sabotase, berpura-pura sakit/pingsan, memperlambat pekerjaan, menggosip, dan berkorespondensi secara sembunyi-sembuyi. Terkadang bentuk perlawanan sehari-hari bisa menunjukkan tingkat yang lebih serius, yakni perang mulut dan adu fisik diperlengkapi senjata ala kadarnya.
Meskipun bentuk upaya survival tergolong parsial dan sederhana, tidak terwadahi dalam organisasi formal, dan tidak terkoordinasi dengan baik, namun secara nyata memiliki efek katarsist meringankan, memperbaiki posisi tawar dalam hubungan dengan PJTKI dan majikan, menumbuhkan kesadaran kritis dan militansi, mempertahankan semangat perlawanan kolektif dan organisasional, serta berkontribusi bagi lahirnya aktifis perempuan buruh migran di level grassroot.

Women Migrants Workers in the Midst of Violence: Study on Survival of Women Migrant Workers as Maidservant in Confronting and Reacting ViolenceIn brief, this research explain violence against women of migrant labor (PBM) and what the survival effort of PBM in confronting and reacting violence.
Poverty is major basic that motives village women to leave their home to work as maidservant in Arab Saudi. Women's participation in the job market mean that there is occurred a forward movement of women's role from domestic to public sector and it is assumed that it would bring any progress for women; however, that freedom of violence not come all of a sudden for women.
Violence against women is existed since the beginning to the end of the job cycle i.e. during the preparation phase in the homegrown and in the accommodating place of PJTKI, during the locating phase in Arab Saudi, the returning phase in Airport of Soekarno-Hatta and at their homegrown again. Violence against women takes any shape such as economy, psychological, physical, and sexual. Violence not emerge in one-man doer, but multilevel. Meaning, a PBM could face two or four kind of violence all at once. Violence is occurred in related to three factor i.e. gender, class, and race as well as the women's role as women, maidservant and newcomer.
Violence against women is interactive and structural because the doer of violence could be individual or collective. Individually, the doer of violence is the village staff with bad manner, sponsor, husband or father, the employer or staff of PJTKI, and the boss. Meanwhile, the involved actors collectively or institutionally are PJTKI, the government in this case is Depnaker (Ministry of Men-power) and the representative office of RI or General Consulates, and the country.
Behind the miserable as result of violence, PBM has such survival effort i.e. coping and everyday forms of resistance. Coping includes silent, run or hidden, and stay away the sources of violence. Everyday forms of resistance are such as sabotage, pretend to be ill or unconscious, slow down works, disseminate rumor and chitchat, secret correspondence. Occasionally, such everyday forms of resistance could show a more serious i.e. verbal dispute and trial of physical, completed with any of available weapon.
Although such survival effort are partial and simple, not including in formal organization, and not coordinate well, however, it has effect of catharsis to relieve, improve the bargaining position in relation to PJTKI and the employer, develop ethical awareness and militancy, maintain the spirit of collective resistance and organizational and contribute the emergence of PBM activist at grassroots level.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>