Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125201 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raditya Utama
"Pada suatu masa di awal alam semesta, semesta kita diprediksikan berada pada fase plasma berupa fluida ideal QCD relativistik yang dinamakan Quark-Gluon Plasma (QGP). Beranjak dari hipotesis ini, kita mencoba menganalisis efek relativitas umum pada kelengkungan ruang-waktu yang berasal dari keberadaan materi QGP. Kita memakai geometri FRW mengingat sifat distribusi materi di awal alam semesta yang homogen dan isotropik serta mengembang sebagai fungsi waktu seperti semesta yang kita dapat amati saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari-tahu dinamika ruang-waktu serta hubungan antara tekanan terhadap kerapatan pada suatu masa di awal alam semesta.

Abstract
At least within an epoch of early universe, our universe is predicted to be in a plasma phase of relativistic ideal QCD fluid which is called Quark-Gluon Plasma (QGP). Arise from this hypothese, we try to analyze the effect of general relativity through the curvature of space-time that comes from QGP matters existence. We apply the FRW geometry because of the properties of the matter distribution in early universe which are homogene and isotropic yet expanding as the function of time like the universe we observe today. The goals of this research are to find out the space-time dynamics and the relationship between pressure upon density of certain epoch in early universe. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S936
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzi
"Pada tahun 1964, Gellman dan Zweig mengajukan hipotesis bahwa proton, neutron, dan hadron lainnya tersusun dari partikel elementer yang disebut quark. Setelah itu, Bodmer, Terazawa dan Witten mengajukan gagasan ten- tang adanya quark strange pada bintang kompak yang menyebabkan energi ikat quark up, down, strange lebih rendah dibandingkan energi ikat nuklir. Model yang mudah digunakan untuk mempelajari bintang quark yaitu dengan model bag MIT. Ukuran bag direpresentasikan oleh konstanta bag, B, dimana massa quark konstan. Pada temperatur T = 0, maka fraksi quark up konstan, sekitar 33%, sedangkan fraksi quark down turun diikuti fraksi quark strange yang naik. Fraksi quark up pada T ̸= 0, tanpa penangkapan neutrino, sekitar 33%, namun pada T ̸= 0, dengan penangkapan neutrino, fraksi quark up naik menjadi 42%. Massa bintang akan meningkat ketika nilai B turun.

In 1964, Gellman and Zweig proposed their hypothesis about the proton, the neutron, and all the other hadrons composed by elementary particle which were called quark. Afterwards, Bodmer, Terazawa and Witten proposed idea about strange quark in compact stars which binding energy of up, down, strange quark lower than nuclear. A simple model to learn quark stars is the MIT bag model. The size of the bag is represented by the bag constant, B, with mass of quark is constant. Temperature T = 0, the fraction of up quarks is constant, about 33%, the fraction of down quarks decreases followed by the increase of strange quarks fraction. The fraction of up quarks at T ̸= 0, without neutrino trapping about 33%, whereas at T ̸= 0, in case neutrino trapping, the fraction of up quarks increases to 42%. The maximum mass of the stars increases as the value B decrease."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1097
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tjong, Po Djun
"Plasma sebagai material yang semakin banyak dipakai di dunia industri akan dibahas secara singkat. Kemudian, quark-gluon plasma sebagai salah satu jenis plasma akan ditinjau secara mendalam. Sebuah teori untuk quark-gluon plasma akan diformulasikan melalui penyusunan sebuah densitas Lagrangian. Simetri gauge untuk setiap suku di dalam Lagrangian akan tetap dipertahankan, kecuali untuk suku viskositasnya. Mekanisme transisi dari partikel titik ke medan alir, dan sebaliknya, didiskusikan dengan jelas. Kemudian akan diturunkan persamaan tensor energi-momentum yang relevan untuk plasma gluonik. Dengan menerapkan hukum kekekalan energi dan kekekalan momentum, viskositas shear dan viskositas bulk akan didapatkan dengan penurunan analitik. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa pada tingkat energi yang dekat dengan hadronisasi, viskositas bulk akan jauh lebih besar dari viskositas shear. Penghitungan ini juga memberikan hasil yang cukup dekat dengan hasil yang didapat dari eksperimen.

Plasma as a kind of material that has become more and more commonly utilized in industry is introduced. A kind of plasma, which is called quark-gluon plasma is elaborated deeply. A theory for viscous quark-gluon plasma is formulated through the construction of a Lagrangian density. Gauge symmetry is preserved for all terms inside the Lagrangian, except for the viscous term. The transition mechanism from point particle field to fluid field, and vice versa, is discussed. The energy momentum tensor that is relevant for the gluonic plasma having the nature of fluid bulk of gluon sea is derived within the model. By imposing the law of energy and momentum conservation, the values of shear and bulk viscosities are analytically calculated. The result shows that at the energy level close to hadronization the bulk viscosity is bigger than shear viscosity. Also, the values are close to experiments result.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
D1986
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Rivai
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja plasma non-termal dalam mengolah limbah padat. Pengujian uji kinerja tersebut dilakukan dengan melakukan gasifikasi limbah padat secara batch dalam reaktor berbahan gelas borosilikat dengan pembangkit plasma sederhana berbasis CFL, baik dalam kondisi reaktor vakum dan terisi gas support CO2. Variasi parameter uji kinerja meliputi nilai kapasitansi pada CFL, jumlah elektroda, bahan elektroda dan jenis limbah.
Kinerja reaktor plasma non-termal yang paling optimal adalah sebagai berikut: kondisi reaktor dengan gas CO2, nilai kapasitansi sebesar 1000 nF, dan menggunakan elektroda wolfram sebanyak 4 buah. Dalam keadaan terisi gas CO2, kinerja reaktor untuk mereduksi massa organik lebih baik dibandingkan dengan kondisi reaktor vakum, yaitu 17,15% untuk plasmatron 23W dan 28,58% untuk plasmatron 65W.

The aim of present experiment is to know the non-thermal plasma performance to process solid waste. It test conducted by gasifies solid waste in borosolicate glass reactor with simple plasma generator based on CFL semi-continously, both in vacuum state and filled support gas CO2. The variation of performance parameter test include CFL capacitance value, number of electrode, electrode materials, and kind of waste.
The most optimum condition are using support gas CO2, capacitance value 1000nF, and using 4 wolfram electrode. In state of filled CO2 gas, reactor performance to reduce organic mass better compared to vacuum reactor condition, that is 17,15% for 23W plasmatron and 28,58% for 65W plasmatron.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S52191
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hertog Nursanyoto
"Masalah gizi mutakhir di Indonesia mempunyai fenomena unik dan disebut sebagai double burden in health problem karena ditandai oleh dua masalah yang berbeda yang terjadi pada saat bersamaan. Sementara penyakit infeksi akibat kekurangan gizi belum sepenuhnya dapat diatasi, pada saat yang sama penyakit degeneratif akibat kelebihan gizi mulai meningkat secara tajam.
Salah satu masalah gizi lebih yang menjadi sorotan pada dewasa ini adalah penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler). Secara umum penyakit ini didefinisikan sebagai gangguan akibat adanya penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis) dan secara spesifik ditandai dengan adanya kelainan metabolisme lipoprotein.
Diantara berbagai faktor etiologi yang teridentifikasi sebagai faktor risiko, terdapat enam faktor yang dianggap memiliki kontribusi penting. Keenam faktor tersebut menarik untuk dikaji iebih lanjut, karena memiliki akronim yang bisa dipakai sebagai slogan untuk pencegahan risiko. Oleh Hamilton faktor risiko ini dibuat menjadi matriks H.E.A.L.T.H yang merupakan singkatan mnemonik dari [H]eredity, [E]xercise, [A]ges, [L]bs, [T]obacco dan [H]abits of fat consumption.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis model hubungan yang terjadi antara faktor risiko pada matriks H.E.A.L.T.H dan peningkatan kadar kolesterol plasma. Diharapkan model hubungan ini dapat diaplikasikan sebagai bahan pertimbangan bagi terapi pencegahan aterosklerosis, karena dengan diketahuinya model hubungan yang terjadi dapat dirancang suatu tindakan preventif untuk mengurangi besarnya risiko dari masing-masing faktor.
Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel penduduk usia dewasa ( _> 18 tahun) yang berte mpat tinggal di kotamadya Denpasar. Analisis data dilakukan dengan strategi model regressi linier berganda dengan menempatkan kadar kolesterol plasma sebagai variabel dependen.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh gambaran bahwa diantara keenam faktor yang ada dalam matriks H.E.A.L.T.H., faktor [H]eredity dengan OR 4,375(95% CI : 2,149-8,908) dan faktor {ff]abits of fat consumption dengan OR 3,038(95% CI : 1,317-7,009) merupakan kandidat terkuat sebagai determinant factor. Kedua faktor tersebut memiliki kontribusi yang dominan dalam model untuk menerangkan pola hubungan antara matriks H.E.A.L.T.H. dan hiperkolesterolemia Jana keberadaan keduanya sekaligus pada individu akanmemberi efek interaksi yang sinergis dalam mempertinggi risiko ateroskerosis. Faktor [E]xercise dan [L]bs pada dasarnya merupakan faktor yang mengukur gejala yang sama. Secara statistik keduanya memiliki hubungan linier dengan [E]xereise sebagai prediktor. Atau dengan kata lain [L]bs memang merupakan indikator dari level [E]xercise individu. Penyertaan keduanya didalam model akan menimbulkan gejala kolinieritas sehingga menghasilkan model yang over parameter. Dengan pertimbangan praktis di lapangan, penyertaan faktor [L]bs akan menghasilkan model yang lebih balk (well formulated model) dibandingkan penyertaan faktor [E]xercise ke dalam model.
Dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kadar kolesterol plasma dan matriks H.E.A.L.T.H. ternyata menghasilkan matriks rumusan yang sederhana dan dapat digunakan secara self asessment untuk mengukur risiko aterosklerosis individu. Meski demikian, sebelum diaplikasikan secara meluas, masih diperlukan penelitian gold standard untuk mengukur sensitifitas dan spesifisitas dan matriks rumusan tersebut, agar secarapositifdapat diprediksi peluang terj adinya aterosklerosis, jika berdasarkan rumusan matriks H.E.A.L.T.H. individu dinyatakan sebagai kelompok yang berisiko."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T5149
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelson Saksono
Jakarta: UI-Press, 2016
PGB 0328
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Ziyan Muhammad Aqsha
"Teknologi micromixing telah mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Micromixer merupakan salah satu komponen penting dalam sistem mikrofluida terintegrasi untuk aplikasi kimia, biologi, dan medis. Pencampuran yang homogen dan cepat dalam skala mikro menjadi tantangan tersendiri dalam dunia medis, contohnya pada pencampuran plasma darah. Plasma yang dianalisis pada penelitian ini adalah plasma darah dan air destilasi. Proses dilakukan secara passive mixing yang didasarkan pada struktur saluran mikro untuk meningkatkan difusi molekul untuk pencampuran yang efisien. Bentuk panah dipilih sebagai desain micromixer karena memiliki kinerja pencampuran yang lebih baik daripada bentuk T dan Y. Jenis-jenis rintangan juga digunakan untuk meningkatkan proses pencampuran meliputi bentuk berlian, lingkaran, elips, segitiga ke dalam, dan segitiga ke luar. Simulasi dilakukan pada software COMSOL Multiphysics versi 5.6. Hasil penelitian menunjukan hasil pencampuran yang lebih baik untuk desain micromixer dengan rintangan. Bilangan Reynold juga diperoleh untuk setiap desain, dimana semakin tinggi nilai Reynold maka pencampuran mendekati aliran turbulen. Rintangan dengan bilangan Reynold tertinggi dicapai oleh desain dengan rintangan segitiga ke dalam dengan nilai 9,4326. Kemudian diikuti desain dengan rintangan elips dengan nilai 9,4322 , lalu tanpa rintangan yaitu 9,4309, setelah itu segitiga ke luar dengan nilai 9,4006 , dan terakhir bilangan Reynold terendah adalah desain dengan rintangan berlian yaitu 9,2514.

Micromixing technology has experienced rapid development in recent years. The micromixer is an important component in an integrated microfluidic system for chemical, biological, and medical applications. Homogeneous and fast mixing on a micro scale is a challenge in the medical world, for example in mixing blood plasma. The samples analyzed in this study were blood plasma and distilled water. The process is carried out by passive mixing which is based on a microchannel structure to enhance the diffusion of molecules for efficient mixing. The arrow shape was chosen as the micromixer design because it has a better blending performance than the T and Y shapes. The types of barriers also used to improve the mixing process include diamond, circle, ellipse, triangle inside, and triangle outside shapes. The simulation was carried out on COMSOL Multiphysics software version 5.6. The results showed better mixing results for the micromixer design with obstacles. Reynolds number is also obtained for each design, where the higher the Reynolds value, the closer the mixing is to turbulent flow. The obstacle with the highest Reynolds number was achieved by a design with an inward triangular resistance with a value of 9.4326. Then followed by elliptical obstacles with a value of 9.4322 , then without obstacles that is 9.4309, after that the outward triangle with a value of 9.4006 , and finally the lowest Reynolds number is a design with a resistance of 9.2514."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Metal-insulator transition (MIT) adalah suatu fenomena dimana suatu material dapat mengalami perubahan tingkat konduktivitas yang cukup tinggi (103 S/m). Bahasa awamnya, ada material tertentu yang bisa mengalami perubahan sifat dari insulator menjadi logam. MIT dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik faktor internal (yang berasal dari sifat intrinsik material itu sendiri) maupun faktor eksternal (yang berasal dari lingkungan luar yang mempengaruhi sifat material tersebut). SrRuO3 merupakan salah satu material dari kelompok ruthenates (Ru), Srn+1RunO3n+1 yang memiliki aplikasi yang luas dalam teknologi lapisan tipis. SrRuO3 memiliki sifat ferromagnetik yang berbeda pada suhu rendah (2KTC), lihat gambar 1(a). Hal ini disebabkan karena perbedaan re-orientasi spin elektron Ru $d: (ii) pada suhu tinggi, MS 2 B/Ru. Selain memiliki sifat magnetik yang unik, SrRuO3 juga memiliki sifat konduktivitas yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai elektroda dalam aplikasi devais nano teknologi yang berbasis oxide perovskite material."
MRS 1:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Haryowiarto
"Gas hidrogen banyak diperoleh dari proses elektrolisis yang memerlukan energi listrik yang besar. Elektrolisis plasma adalah teknologi baru dalam meningkatkan produktifitas hidrogen sekaligus menekan kebutuhan listrik. Penelitian ini dilakukan untuk menguji efektivitas proses elektrolisis plasma yang dinyatakan sebagai jumlah produk hidrogen per satuan energi listrik yang dikonsumsi dengan memvariasikan kedalaman elektroda, luas permukaan elektroda terekspos dan konsentrasi larutan Na2CO3. Efektivitas proses ini lalu dibandingkan dengan efektivitas elektrolisis Faraday. Hasil percobaan menunjukkan kenaikan konsentrasi Na2CO3 dan penurunan kedalaman elektroda menyebabkan kenaikan jumlah produk hidrogen. Sedangkan luas permukaan terekspos terbaik yang digunakan adalah pada 510.9 mm2.

Hydrogen is commonly produced by electrolysis which consumes a great deal of energy. Plasma electrolysis is a new technology that can increases hydrogen productivity while lowering electrical energy needs. This research aimed to test the effectiveness of the plasma electrolysis process which is expressed as the number of products of hydrogen per unit of electrical energy consumed by investigated depth of electrodes, exposed cathode area in the solution, and and the concentration of Na2CO3 solution. Then, the effectiveness of this process compared with the effectiveness of electrolysis Faraday. Results showed an increase of Na2CO3 concentration and shorter depth of electrodes causes an increase in the hydrogen product, while the best results has been earned at exposed cathode area of 510.9 mm2."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isabelle Deli
"[ABSTRAK
Latar belakang: Neoplasma sel plasma (NSP) adalah proliferasi sel plasma neoplastik yang tumbuh soliter menjadi plasmasitoma tulang soliter (PTS) dan plasmasitoma ekstrameduler (PEM) serta multipel (MM)). Saat ini perjalanan penyakit dari plasmasitoma menjadi MM sulit diprediksi. Bartl mengklasifikasikan derajat keganasan berdasarkan histomorfologik menjadi rendah, sedang dan tinggi. Penelitian ini bertujuan menggunakan klasifikasi Bartl untuk menilai perjalanan PTS dan PEM menjadi MM dihubungkan dengan ekspresi TP53 dan Ki-67.
Bahan dan cara: Pada 32 kasus NSP yang berasal dari PTS 14 kasus, PEM 5 kasus, maupun MM sebanyak 13 kasus, diklasifikasikan menjadi 3 kelompok derajat keganasan menurut Bartl yaitu derajat keganasan ringan, sedang dan tinggi. Selanjutnya dilakukan pulasan IHK TP53 dan Ki-67 pada seluruh kasus dan dihitung persentase positifitas.
Hasil: Berdasarkan derajat keganasan, derajat rendah ditemukan pada 10 (31,2%) MM, derajat sedang pada 5 (15,6%) PTS dan derajat tinggi pada 2 (6,2%) PTS dan PEM. Peningkatan ekspresi TP53 ditemukan pada derajat Bartl yaitu median derajat rendah 4%, derajat sedang 16%, dan derajat tinggi 10%. Terdapat perbedaan ekspresi TP53 yang bermakna antara derajat keganasan rendah dan sedang (p=0,004). Rerata indeks proliferasi Ki-67 pada derajat keganasan rendah 57%, derajat sedang 44,6%, dan derajat tinggi 32,6%. Tidak ditemukan perbedaan antara indeks proliferasi Ki-67 dengan derajat keganasan menurut Bartl (p=0,339). Tidak terdapat hubungan antara ekspresi TP53, Ki-67 dengan usia. Kesimpulan: Peningkatan ekspresi TP53 pada NSP sejalan dengan peningkatan derajat keganasan Bartl, terutama pada derajat rendah dan sedang. Klasifikasi Bartl ditambah dengan pulasan TP53 saja tidak cukup untuk memprediksi perkembangan PTS dan PEM menuju MM.

ABSTRACT
Background: Plasma cell neoplasm (PCN) is a neoplastic plasma cells proliferation including solitary bone plasmacytoma (SBP) and extramedullary plasmacytoma (EMP) and multiple myeloma (MM). Until now the development of disease to MM is unpredictable. Bartl classifies the degrees of malignancy histomorphologically as low, intermediate and high. This research aims using Bartl's classification and expression of TP53 and Ki-67 to assess the development of SBP and EMP to MM.
Materials and methods: In 32 cases of PCN derived from 14 cases of SBP, 5 cases of EMP, and 13 MM case, then classified into 3 groups based on Bartl's degrees of malignancy as low, intermediate, and high. Furthermore all cases stained by IHC TP53 and Ki-67 and evaluated the percentage of positivity. Results: Bartl's low degree was found in 10 (31,2%) MM case, intermediate in 5 (15,6%) SBP and high in 2 (6,2%) SBP and EMP. TP53 expression, obtainable at 4% of low, 16% of intermediate, and 10% of high degree. There is significant difference between TP53 expression in low and intermediate degree (p = 0,004). Mean proliferation index of Ki-67 is 57% in low, 44,6% in intermediate and 32,6% in high degree. There is no significant difference of Ki-67 proliferation indexes among the group (p = 0,339). There is no correlation between expressions TP53, Ki-67 and age.
Conclusion: Increasing expression TP53 is in line with Bartl's degrees of malignancy, especially on low and inter.;Background: Plasma cell neoplasm (PCN) is a neoplastic plasma cells proliferation including solitary bone plasmacytoma (SBP) and extramedullary plasmacytoma (EMP) and multiple myeloma (MM). Until now the development of disease to MM is unpredictable. Bartl classifies the degrees of malignancy histomorphologically as low, intermediate and high. This research aims using Bartl?s classification and expression of TP53 and Ki-67 to assess the development of SBP and EMP to MM.
Materials and methods: In 32 cases of PCN derived from 14 cases of SBP, 5 cases of EMP, and 13 MM case, then classified into 3 groups based on Bartl?s degrees of malignancy as low, intermediate, and high. Furthermore all cases stained by IHC TP53 and Ki-67 and evaluated the percentage of positivity. Results: Bartl?s low degree was found in 10 (31,2%) MM case, intermediate in 5 (15,6%) SBP and high in 2 (6,2%) SBP and EMP. TP53 expression, obtainable at 4% of low, 16% of intermediate, and 10% of high degree. There is significant difference between TP53 expression in low and intermediate degree (p = 0,004). Mean proliferation index of Ki-67 is 57% in low, 44,6% in intermediate and 32,6% in high degree. There is no significant difference of Ki-67 proliferation indexes among the group (p = 0,339). There is no correlation between expressions TP53, Ki-67 and age.
Conclusion: Increasing expression TP53 is in line with Bartl?s degrees of malignancy, especially on low and inter, Background: Plasma cell neoplasm (PCN) is a neoplastic plasma cells proliferation including solitary bone plasmacytoma (SBP) and extramedullary plasmacytoma (EMP) and multiple myeloma (MM). Until now the development of disease to MM is unpredictable. Bartl classifies the degrees of malignancy histomorphologically as low, intermediate and high. This research aims using Bartl’s classification and expression of TP53 and Ki-67 to assess the development of SBP and EMP to MM.
Materials and methods: In 32 cases of PCN derived from 14 cases of SBP, 5 cases of EMP, and 13 MM case, then classified into 3 groups based on Bartl’s degrees of malignancy as low, intermediate, and high. Furthermore all cases stained by IHC TP53 and Ki-67 and evaluated the percentage of positivity. Results: Bartl’s low degree was found in 10 (31,2%) MM case, intermediate in 5 (15,6%) SBP and high in 2 (6,2%) SBP and EMP. TP53 expression, obtainable at 4% of low, 16% of intermediate, and 10% of high degree. There is significant difference between TP53 expression in low and intermediate degree (p = 0,004). Mean proliferation index of Ki-67 is 57% in low, 44,6% in intermediate and 32,6% in high degree. There is no significant difference of Ki-67 proliferation indexes among the group (p = 0,339). There is no correlation between expressions TP53, Ki-67 and age.
Conclusion: Increasing expression TP53 is in line with Bartl’s degrees of malignancy, especially on low and inter]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>