Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134125 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S5756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S5731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Listyarti
"Gerakan perempuan di Republik Islam Iran terbilang lebih maju dibandingkan negara-negara Islam lainnya di Timur Tengah. Meski mengalami banyak hambatan mulai dari tafsir agama maupun budaya etnis serta kebijakan pemerintah, namun kenyataannya gerakan perempuan di Iran dapat tumbuh dan berkembang, bahkan muncul banyak tokoh¬tokoh perempuan Iran yang eksistensinya diakui masyarakat internasional. Tesis ini mencoba mengungkap tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik. Islam Iran dan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya gerakan Perempuan pasca revolusi Islam Iran, mulai dari tokohnya, tuntutannya, model gerakannya, dan perubahan kebijakan pemerintah yang adil terhadap perempuan.
Terdapat tiga (3) fase dalam menggambarkan gerakan perempuan di Iran pasca kemenangan revolusi Islam Fase pertama, sepuluh tahun pertama pasca revolusi Islam (1979-1989)--di era pemerintahan Ayatullah Khomeini- menghasilkan berbagai peraturan yang bias jender. Misalnya peraturan yang melarang jabatan hakim bagi perempuan, dengan alasan wanita lebih emosional dan irasional. Pada era ini, sudah mulai muncul oposisi gerakan perempuan Iran yang melakukan perlawanan terhadap berbagai kebijakan yang merugikan hak-hak kaum perempuan dan korban kekerasan.
Fase 2 : Sepuluh tahun kedua (1989-1999) pasca revolusi islam terjadi perubahan terhadap berbagai peraturan yang bias jender-peraturan tersebut secara bertahap mulai direvisi. Sehingga 11 tahun setelah revolusi islam, pemerintah mencabut pelarangan hakim perempuan di Iran. Pada era ini, pemerintahan Iran juga membuat kebijakan yang menjamin hak-hak reproduksi Perempuan. Perempuan Iran sudah ada yang menjadi anggota parlemen, bahkan ada yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Hal ini tentunya dampak signifikan dari jaminan pelaksanaan hak atas pendidikan rakyat
Fase 3 : Sepuruh tahun ketiga (1999 s.d sekarang, pada fase ini, banyak perempuan --baik secara individu-maupun berkelompok terus memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi di Iran. Mereka yang kemudian menciptakan model gerakan perempuan di Iran. Model yang dikembangkan adalah: Pertama, tuntutan yang diajukan kaum perempuan didominasi oleh persamaan hak-hak perempuan dan perlindungan hak anak; kedua, tuntutan merevisi hukum keluarga di Iran karena banyak yang mengabaikan hak perempuan dan anak-anak, terutama hukum yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian dan implikasinya; ketiga, menyuarakan gagasan bahwa HAM universal tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal-hal yang sudah jelas di atur dalam Al-Quran., misalnya hak waris yang berbeda antara laki-Iaki dan perempuan, & kewajiban menggunakan jilbab, tidaklah menjadi bagian yang mereka gugat. Inilah yang membedakan gerakan perempuan barat dengan gerakan perempuan di Iran, di Iran gerakan perempuannya justru menyakini banyak pihak bahwa ajaran Islam dan hukurn Islam tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM universal.
Dalam tesis ditemukan faktor-faktor yang mendorongnya terjadi perubahan kebijakan di Iran terhadap Perempuan dan yang secara signifikan juga telah mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik Islam Iran. Faktor pertama adalah meningkamya pendidikan; dan Faktor yang kedua adalah Perubahan politik di dalam negeri karena munculnya kesadaran dan tafsir hukum Islam yang tidak di dasari budaya patriarki. Selain itu ada temuan yang menarik, ternyata perempuan-perempuan Iran yang terusir dari negeri Iran karena menolak kebijakan pemerintah tetap bisa berhubungan dengan organisasi perempuan dalam negeri Iran, atau tetap bisa rnemberikan informasi berkaitan dengan perkembangan Iran. Faktor ketiga, Munculnya tokoh-tokoh perempuan Iran yang berani melawan kondisi sosial politik dan sosial budaya di Iran, mereka berjuang sesuai dengan latar belakang keahliannya. Toko-h¬tokoh tersebut berupaya menegakan HAM dan demokrasi di negerinya. Faktor keempat, ada faktor lain, yaitu munculnya kesadaran Para Mullah & pemimpin Iran bahwa ajaran Al Quran senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan kitab tersebutlah yang menjadi dasar islami bagi konstitusi Iran, sehingga pemerintah pun mau melakukan telaah kembali bagi kebijakan-kebijakan pemerintahan Iran yang bias jender. Faktor kelirna, Faktor sosial budaya masyarakat yang menghormati perempuan mulia dalam sejarab Islam, mis. putri Rasullah SAW - Fatimah Az Zahra- dimana kemuliaan Fatimah, perilakunya yang santun, lemah lembut, pintar, berani dan bijak, dijadikan doktrin nilai-¬nilai yang dianut masyarakat Iran dan terinternalisasi dalam budaya masyarakat. Nilai¬nilai ini berisi ajaran agar kaum laki-laki dan perempuan saling menghargai, menghormati, memahami hak dan kewajibannya masing-masing.

Women movement in Islamic Republic of Iran admitted more developed than Islamic countries in Middle - East. Though, obtaining many obstructions starting from exegesis, ethnic culture to government policy; in fact that women movement in Iran can grow and develop, moreover many Iran female figures emerge whose existence admired by the world. This Thesis tries to uncover the growth and the development of women movement in Islamic Republic of Iran and some factors affecting its development in the post - Islamic revolution of Iran, starting from the figures, the demands, the movement form and the changes of government policy which is fair towards women.
There are three phases in describing women movement in Iran in the post - victory of Islamic revolution. In the first phase, first decade of the post . Islamic revolution (1979-1989) in the era Ayatollah Khomeini authority causing many regulations which were obscure in gender. For instance, the regulation which forbade the position of judge for women with the reason that's women admired more emotional and irrational. In the era, Iran women movement had emerged as opposing against some regulations causing disadvantages for women right and authority victim.
In the second phase: second - decade (19894999) of the post - Islamic revolution, there were many changes for several regulations which were obscure in gender- those were gradually revised. After eleven years in Islamic revolution, Iran government withdrew prohibition for women judge. In the era, Iran government also withdrew the policy protected reproduction right for women. Iran women became member in parliament; even there were some occupied strategic position in government. This matter was definitely significant effect from the guarantee of applying the right for citizen education.
In the third phase: third - decade (1999- ....) , many women both individually or in group keep on struggling the human right and democracy in Iran. And they create women movement form there. The form developed as follows; firstly, the demands they ask are dominated with the equality of women right and the protection of children right; secondly, the demand to revise family rules in Iran as they ignored more the right of women and children, mainly the rules dealing with marriage, divorce and its implications; thirdly, declaring ideas of universal human right which is not against Islamic laws. Those matters which are obviously regulated in Al- Qur'an, for example heritage right differing women and men, and the obligation for using veil are not a part to be claimed. This thing makes a difference among women movement in Iran and west countries; in Iran, the women movement believes that Islamic law is not against to the principles of universal human right.
The third factor, many women figures emerge who bravely fight social-political condition and social-culture in Iran, they fighting line with their competence background.. Those figures make an effort to uphold the human right and the democracy there.
The forth factor, the awareness of mullahs and Iran leaders raise up as they understand that Al - Qur'an continually follows the development and the holy book becomes the Islamic basic for Iran constitution, so that the government study further the Iran government policies which are obscure in gender
The fifth factor, social- cultural factor in society giving respect to magnificent women in Islamic history, e.g Fatimah Az Zahra- the daughter from Rasullah SAW , her nobility,her politeness, her gracefulness, her brilliance, her courage and wisdom, can be doctrinal values followed by Iran society and internalized into culture society. These values consist of the knowledge teaching men and women should respect each other and understand the right and the obligation.
"
2007
T20706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Sekretariat Negara RI, 1994
959.803 IND g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nurohman
"Sistem Pemerintahan Iran adalah sistem pemerintahan peralihan dari sistem monarki absolut ke sistem Republik Islam melalui revolusi, Februari 1979 yang dimobilisasi Ayatullah Khomeini.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini ditujukan untuk memaparkan gejala sosial atau sistem pemerintahan Iran. Fokus penelitian sistem pemerintahan Iran ini adalah sistem teokrasi Iran yang terdiri atas Undang-Undang Dasar RII, Imamah, Mahdiisme dan Wilayatul Faqih dan aplikasi sistem demokrasi yang meliputi penyelenggaraan pemilihan pemilu untuk memilih Presiden, anggota Parlemen. Dewan Kota, Refrendum UUD. Sejak revolusi bergulir 1979-2005, pelaksanaan pemilu telah berlangsung 25 kali, ; refrendum 3 kali, pemilihan pembentukan anggota Majlis Ahli 1 kali, Pemilihan Majlis Ahli 3 kali, Pemilihan Parlemen 7 kali, Pemilihan Presiden 9 kali dan pemilihan dewan kota 2 kali .
Secara metodologis dalam penelitian ini. peneliti menggunakan positivisme dan postpositivisme (Paradigma Klasik). Dengan tujuan mengeksplanasi dan mendeskripsi seluruh sub sistem pemerintahan Iran dengan mengklasifikasi unsur-unsur demokrasi, identifikasi, dan spesifikasi dari sistem kelembagaan pemerintahan Republik Islam Iran dari sisi bentuk pemerintahan, pemilu, distribusi kekuasaan/trias politika yang terdiri atas Eksekutif (Presiden dan Kabinet Mentri), Legislatif (Majlis Syura Islamy, Dewan Ahli, Wali Amr, Dewan Perwalian) dan Yudikatif (Mahkamah Agung dan Jaksa Agung) dan Penganalisaan dan pengidentifikasian terhadap Sistem teokrasi Republik Islam Iran yang terdiri alas Undang-undang Dasar, Imamah, dijabarkan pula konsep Mahdiisme yang merupakan keyakinan mayoritas rakyat Iran akan kehadirannya. Dan konsep Wilayatul Faqih yang menjadi wahana para agamawan berpolitik dalam pemerintahan Iran. Perpaduan teokrasi dan demokrasi Iran disebut dengan teo-demokrasi.

Iran's Government System is a change system of government from monarchy absolute system to Islamic republic system through revolution. Februari 1979 which mobilized by Ayatullah Khomeini, The leader of Iran's Revolution.
This research based on qualitative approach because it's purpose to describe social indication (Iran's Government System). This research is focused to Iran's Government system : 1) Theocracy system that includes ; Constitution of Iran, Imamah, Mahdiism, and Wilayatul Faqih, 2) Democracy system of Iran is democracy which applied by general elections to elect President, Parliaments, City Council, Referendum of Constitution, Referendum of the change Iran's system government, this referendum had hold to get agreement Iran's People_ Since revolution 1979 until 2005 the general elections was realized 25 times. Referendum 3 times, the election of Assembly of Experts formation was once. The election of Assembly of Experts (elected for 8 years) 3 times, the election Parliament of Majlis Shura Islami (elected for 4 years) 7 times, the election for President (elected for 4 years, maximum two terms of office) was 9 times and the election of Council City was twice.
The methodology of this research based on classical paradigm (combination between positivism and post positivism) to explain and describe all sub system of Iran's Government through classification the unsure of democracy, identification and specification of Iran's Government System which include the form of government, the general election, distribution of powerness, they are Executive (President and Cabinet/Council of Ministers, those confirmed by Parliament), legislative (Majlis Shura-e Islami/Parliament. Assembly of Experts and Council of Guardians) and Yudicative (Court of Justice/Supreme Court and Public Prosecutors). Analyzing and identification of Iran's theocracy includes the Constitution of Iran. Imamah, Mahdiism and concept of Wilayatul Faqih. The combination between theocracy and democracy system we called by Theo-democracy.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasir Tamara
"Sebuah laporan sejarah jurnalistik berdasarkan pengalaman penulis mengikuti Revolusi Iran mengikuti kegiatan Ayatulloh Khomeinin ketika berada di pengasingan sampai kembali dan berkuasa di negrinya (Iran) dan permasalahan lainnya."
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2017
955.054 NAS r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanto Wibowo
"ABSTRAK
Setelah usai Perang Dunia Kedua, Cina berada dalam posisi di antara dua negara kuat; Uni Soviet dan Amerika Serikat. Sementara RRC sendiri sebagai sebuah negara yang baru melewati perang saudara, masih perlu melakukan pembenahan dalam berbagai sektor; industry, transportasi, pertanian, pendidikan, dan lain-lain. Untuk membangun semua itu, Mao Zedong, sebagai pemimpin negeri itu, akhirnya memutuskan bantuan dana dan meminta bantuan teknis kepada Uni Soviet, dan bukan ke Amerika.
Nyatanya, Uni Soviet lebih banyak memberikan bantuan teknis dibandingkan bantuan dana sebagaimana yang telah disepakati kedua negara. Begitu juga, Pelita I yang dananya dan bantuan tenaga ahlinya didatangkan dari Uni Soviet, tidak sepenuhnya berhasil. Menghadapi situasi itulah, Mao lalu mencanangkan gagasan "Gerakan Lompatan Jauh Ke Depan". Penelitian ini mengungkapkan latar belakang munculnya gagasan tersebut."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Syafiq Basri
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1987
955.05 SYA i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aisah Amini
"Negara-negara Arab dikenal sebagai negara yang masyarakatnya kental dengan budaya patriarkis. Budaya patriarkis yang male-centres ini memandang laki_-laki lebih berkuasa, mengakibatkan peran perempuan selalu dibatasi. Sampai saat ini, masih ada beberapa negara yang masih membatasi peran perempuan di ruang publik dunia kerja, bidang politik dan lain-lain. Namun ada juga beberapa negara yang telah membuka ruang seluas-luasnya agar perempuan dapat berperan aktif di dalam masyarakat. Hasil yang telah mereka peroleh saat ini adalah berkat perjuangan mereka sendiri. Mesir adalah salah satu negara yang kaum perempuannya dapat menikmati kebebasan dalam berbagai bidang, dari mulai pekerjaan sampai politik. Kebebasan bagi perempuan Mesir saat ini tidak terlepas dari perjuangan yang telah dilakukan pada dekade kedua abad ke-20. Kaum perempuan kelas atas atau yang biasa disebut harem menjadi pionir dalam memperjuangkan persamaan hak ketika itu. Padahal sampai dekade awal abad ke-20, kehidupan mereka masih sangat dibatasi terutama untuk muncul di ruang publik. Namun berkat keikutsertaan mereka dalam perjuangan Revolusi Mesir di tahun 1919, pintu gerbang untuk bergerak di ruang yang lebih luas lagi mulai terbuka. Gerakan mereka di dalam revolusi tersebut memotivasi untuk terus bergerak menuntut hak-hak yang selama ini dibatasi. Penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa gerakan nasionalisme berkaitan erat dan saling mendukung dengan gerakan perempuan. Revolusi Mesir di tahun 1919 terbukti membawa perubahan yang signifikan bagi kehidupan perempuan di Mesir. Di tahun-tahun berikutnya, suara-suara mereka mulai didengar oleh para pembuat kebijakan negara. Mereka menuntut agar hukum dan undang-undang yang ada juga mempertimbangkan dan memperhatikan kaum perempuan. Lebih lanjut, pengaruh yang terjadi adalah berseminya feminisme yang berafiliasi ke Barat. Paham inilah yang juga membuat kaum perempuan Mesir terus bergerak untuk memperjuangkan hak-hak mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S14592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Salim
"Negara Indonesia merupakan negara multietnik, yang terdiri dari bermacam-macam suku dan bangsa. Tetapi dari sekian banyak suku dan bangsa tersebut, dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Golongan Pribumi dan Golongan Non-Pribumi. Golongan Pribumi merupakan suku asli Indonesia, misalnya suku Jawa, Batak, Sunda dan sebagainya, sedangkan Golongan Non-Pribumi merupakan bangsa pendatang seperti Arab, India Cina dan sebagainya.
Tetapi semakin lama Golongan Non-Pribumi menunjuk pada satu bangsa yaitu keturunan Cina, karena dari sekian banyak bangsa pendatang, hanya bangsa Cina ini yang paling sulit berbaur. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya konflik yang terjadi diantara kedua golongan ini. Konflik-konflik yang terjadi diantara kedua golongan ini disebabkan penguasaan sektor ekonomi oleh Golongan Non- Pribumi. Selain Golongan Non-Pribumi ini sudah bergerak di bidang ekonomi sejak jaman penjajahan Belanda, diduga ada faktor budaya yang berperan. Budaya antara Golongan Pribumi dan Golongan Non-Pribumi ini berbeda.
Berbicara tentang ekonomi, tidak lepas kaitannya dengan bekerja. Bekerja merupakan peranan penting dalam kehidupan manusia karena dengan bekerja manusia dapat memenuhi kebutuhannya yang bermacam-macam. Mulai dari kebutuhan fisiologis sampai dengan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Tidak lepas kaitannya dengan bekerja adalah arti bekerja. Ada dugaan bahwa sementara bahwa titik pangkal dari mantap atau tidaknya seseorang menekuni kegiatan kerjanya, berhasil atau tidaknya seseorang menekuni kegiatan kerjanya dan bahkan pula berkembang atau tidaknya seseorang menekuni pekerjaan lebih banyak ditentukan oleh arti bekerja yang dimiliki oleh seseorang. Arti bekerja ini dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, karakteristik pekeijaan, konteks sosial dan budaya.
Penelitian ini berusaha untuk menggambarkan arti bekerja bagi Golongan Pribumi dan Golongan Non-Pribumi yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, dan melihat apakah ada perbedaan diantara kedua golongan. Arti bekerja diukur dalam 5 aspek, yaitu sentralitas keija sebagai peran hidup, norma sosial mengenai bekerja, hasil bekerja yang paling bernilai, tujuan bekerja yang penting dan identifikasi peran bekerja. Subjek penelitian yang diambil adalah individu yang telah bekerja (karyawan) di Jakarta, berada pada tahapan karir awal dan mempunyai tingkat pendidikan akademi ke atas.
Hasil penelitian menyatakan bahwa arti bekerja untuk Golongan Pribumi adalah sentralitas kerja yang dimiliki tinggi, bekerja dipandang sebagai hak dan kewajiban dari individu, hasil bekerja yang paling bemilai adalah pendapatan dan hubungan interpersonal, tujuan bekerja yang penting adalah pendapatan dan belajar, dan bekerja teridentifikasi pada pendapatan dan tugas. Sedangkan Golongan Non-Pribumi sentralitas kerja tinggi, bekerja dipandang sebagai kewajiban individu, hasil bekerja yang paling bernilai adalah pendapatan serta status dan prestise, tujuan bekerja yang penting adalah pendapatan dan tugas, dan bekerja teridentifikasi pada pendapatan dan tugas. Secara keseluruhan perbedaan yang terjadi tidak signifikan.
Perbedaan arti bekerja antara Golongan Pribumi dan Golongan Non-Pribumi tidak berbeda secara signifikan, sedangkan budaya yang dimiliki oleh kedua golongan berbeda. Hal ini mungkin disebabkan adanya pergeseran nilai dari Golongan Pribumi dari budaya petani menjadi masyarakat modem, tahapan karir yang sama antara Golongan Pribumi dan Golongan Non-Pribumi, pengalihan bahasa yang mungkin kurang tepat, variabilitas sampel yang kurang besar, pengambilan sampel hanya di Jakarta, tidak dipisahkannya Golongan Pribumi ke dalam suku-suku yang lebih spesifik karena ada beberapa suku yang mempunyai budaya yang hampir sama dengan Golongan Pribumi, dan tidak dilakukannya pemisahan antara totok dan peranakan pada Golongan Pribumi. Oleh karena itu disarankan untuk memperbaiki tingkat pendidikan pada Golongan Pribumi, perbaikan dalam alih bahasa kuesioner, variabilitas sampel yang diperbesar, pengambilan sampel tidak hanya di Jakarta, dilakukannya pemisahan antara suku pada Golongan Pribumi dan pemisahan antara totok dan peranakan pada Golongan Non-Pribumi."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S3032
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>