Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172931 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S5783
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Farida
Jakarta: UI-Press, 2016
323.6 IKE k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Ayuningtyas
"Skripsi ini membahas mengenai peran Baperki sebagai organisasi sosial politik dari golongan Cina peranakan di Indonesia. Masalah kewarganegaraan merupakan masalah yang menjadi latar belakang berdirinya Baperki. Baperki sejak awal terbentuknya diharapkan dapat memayungi kepentingan golongan Cina di Indonesia, terutama menyangkut masalah kewarganegaraan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah. Pencarian data terutama difokuskan pada artikel yang terdapat dalam majalah terbitan Baperki, serta sumber sejaman lainnya. Selanjutnya untuk melengkapi data-data tersebut digunakanlah buku-buku yang berkaitan dengan penelitian. Setelah itu dilakukan kritik dan interpretasi terhadap data-data tersebut yang kemudian disusun secara kronologis sehingga dapat menceritakan peran Baperki. Berdasarkan anggaran dasar Baperki, anggota yang masuk dalam internal Baperki diberikan kebebasan untuk masuk juga dalam partai politik pilihannya masing-masing. Hal tersebut mengakibatkan Baperki memiliki anggota-anggota dari cabang-cabang Baperki di berbagai daerah yang juga merupakan simpatisan dari partai politik seperti Partindo, PSI dan PKI. Memang setelah terbentuk, Baperki telah mempersiapkan program awal dengan jalan ikut serta dalam pemilihan umum nasional yang diselenggarakan pada tahun 1955. Pemilihan Urnum tahun 1955 bagi Baperki merupakan suatu ajang untuk menentukan perwakilan golongan Cina yang dapat mewakili mereka dalam lembaga pemerintahan. Baperki ikut serta dalam pemilihan umum dengan daftar calon mereka sendiri tanpa melakukan stembus-accoord dengan partai politik lainnya. Dengan mempelajari aktivitas Baperki, dapat menggambarkan perjuangan golongan Cina peranakan sebagai etnis minoritas yang tergabung di dalamnya untuk mendapatkan persamaan dalam segala bidang. Baperki terutama terus mengkritisi diskriminasi yang dihadapi oleh golongan Cina di Indonesia. Masalah kewarganegaraan menjadi pangkal masalah yang mempengaruhi bidang lainnya. Masalah yang menjadi perhatian utama Baperki selain masalah kewarganegaraan, yaitu yang menyangkut masalah ekonomi dan pendidikan. Ketika masa Demokrasi Terpimpin, Baperki menjadi pendukung kebijakan Presiden Soekarno dengan maksud untuk dapat terus mempertahankan eksistensinya dalam memperjuangkan kepentingan etnis Cina minoritas. Keputusan tersebut yang kemudian mengakibatkan Baperki berada dalam satu kubu dengan PKI. Paska terjadinya peristiwa tanggal 30 September 1965, Baperki ikut mengalami pembersihan yang dilakukan oleh Angkatan Darat dan organisasi pendukungnya karena Baperki memiliki kedekatan dengan PKI. Peristiwa tersebut menjadi tanda berakhirnya Baperki sebagai organisasi sosial politik Cina peranakan di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S12101
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhanty Parama Sany
"ABSTRAK
Tesis ini menjelaskan proses konstruksi dan kontestasi identitas orang Cina Benteng dan
hubungannya dengan gagasan mengenai kewarganegaraan di Indonesia. Konstruksi identitas
orang Cina di Indonesia yang dibentuk berdasarkan ide-ide mengenai sejarah, asal-usul dan nasib
terus bertransformasi dan berkontestasi dalam setiap masa pemerintahan di Indonesia. Adanya
pembedaan perlakuan bersifat eksklusif terhadap orang Cina di Indonesia, yang berlangsung
sejak zaman kolonial, menimbulkan dikotomi Non-Pribumi dan Pribumi. Orang Cina sebagai
Non-Pribumi dianggap sebagai orang asing, suku pendatang, dan makhluk asing (aliens)
sehingga diragukan identitas keindonesiaannya. Akibat dari dikotomi ini ternyata memiliki
dampak negatif hingga saat ini bagi orang Cina di Indonesia untuk berintegrasi maupun
berasimilasi dengan orang Indonesia, mereka masih dianggap sebagai bukan bagian dari
Indonesia, kelompok minoritas dan masih dianggap sebagai orang asing di Indonesia. Begitupun
bagi orang-orang keturunan Cina yang sudah tinggal bergenerasi di Indonesia, khususnya orang
Cina Benteng di Tangerang.
Identitas orang Cina Benteng yang berbeda--yang dibentuk berdasarkan ide-ide mengenai
sejarah, asal-usul dan nasib itu—membuat mereka terus menghadapi berbagai kasus
diskriminasi. Kasus-kasus tersebut merupakan contoh kendala negara dalam mengelola
keberagaman identitas, baik yang berdasarkan kelompok etnis, suku bangsa, agama, maupun
kelompok lain yang ada dalam masyarakat. Konsepsi kewarganegaraan yang dianut negara
Indonesia masih belum mampu mengakomodasi secara adil keberadaan orang Cina Benteng di
Indonesia. Saat ini masih tersisakan banyak permasalahan diskriminasi rasial, antara lain dalam
hal pengakuan status kewarganegaraan Republik Indonesia mereka dan permasalahan sebagian
etnis cina yang tanpa kewarganegaraan. Sebagai konsekuensi situasi tersebut maka mereka
mengalami kesulitan mendapatkan hak politik, sosial dan budaya-nya sebagai warganegara
Indonesia.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
dan menggunakan metode deskriptif-analitis untuk menganalisis data-data yang diperoleh di
lapangan. Adapun teknik Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui studi
pustaka, pengumpulan dokumen serta wawancara mendalam sehingga dapat menjelaskan proses
konstruksi dan kontestasi identitas orang Cina Benteng dan hubungannya dengan isu
kewarganegaraan di Indonesia.

ABSTRACT
This thesis explains the process of identity construction and its contestation upon the
Cina Benteng community and their relationships with the concept of citizenship in Indonesia.
The identity of Chinese people in Indonesia is constructed around the idea of history, origin and
fate, which are continuously transforming and contending in every era of Indonesian
administration. The preferential treatment applied to the Chinese-decent people in Indonesia,
which has been going on since the colonial era, has produced a dichotomy of the Non-Pribumi
(immigrant decent) and Pribumi (literally means son of the soil, the native of Indonesia). The
ethnic Chinese as the Non-Pribumi is considered as foreigners, immigrants and aliens that
brought about their identity as an Indonesian being questioned. This dichotomy resulted in
negative impacts that still affect the Chinese-Indonesian in integrating and assimilating with the
Indonesian until recently. They are still considered as a different part of Indonesia, as minority
groups and foreigners. These are what happen to the Chinese-decent population who has been
living for generations in Indonesia, especially the Cina Benteng community in Tangerang.
The distinct identity of the Cina Benteng community – that has been formed around the
idea of history, origin and fate– made them continuously facing several cases of discriminations.
Cases experienced by the Cina Benteng community are the very examples of obstacles that this
nation faces in managing the pluralism of identities, whether based on ethnic groups, races,
religions or other groups that are present in the society. The concept of citizenship being adopted
by the state of Indonesia cannot accommodate equally the existence of the Cina Benteng
community in the country, yet. Currently, there are many racial discrimination problems left,
such as the lack of legal recognition of the Cina Benteng community as Indonesian citizens, or
worse, a number of ethnic Chinese who still have no citizenship. This situation causes them to
live with difficulties in requiring political, social and cultural rights as Indonesian citizens.
The approach used in this research is a qualitative one, combined with descriptiveanalytics
methods to analyze data acquired from the fields. Data gathering technique used in this
research is through literature study, document gathering and in-depth interviews as to be able to
explain the process of identity construction and its contestation among the Cina Benteng
community and their relations with citizenship issues in Indonesia."
2013
T35616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seda, Joanessa Maria Josefa Sipi
"Masalah kewarganegaraan etnis Cina di luar Cina merupakan masalah yang sangat pelik, bagi pemerintah Cina dan pemerintah di negara-negara Asia Tenggara. Masalah ini muncul sebagai akibat dari adanya upaya pemerintah Cina, dari jaman dinasti Qing sampai jaman pemerintah RRC, untuk mengklaim potensi ekonomi dan sumber daya manusia yang dimiliki etnis Cina di luar Cina, bagi kepentingan dalam negerinya. Maksudnya ini diwujudkan pemerintah Cina dalam bentuk peraturan dan hukum kewarganegaraan, yang berpegang pada asas ius sanguinis. Sedangkan pada saat yang bersamaan, etnis Cina tersebut, yang sudah menetap di Iuar Cina, terutama di negara-negara Asia Tenggara, juga sudah diklaim sebagai warganegara dari negara-negara di mana mereka menetap, melalui peraturan dan hukum kewarganegaraan di negara mereka masing-masing, yang juga berpedoman pada asas ius sanguinis. Akibat dari adanya peraturan-peraturan dan hukum kewarganegaraan ini ialah munculnya masalah dwi kewarganegaran bagi etnis Cina di luar Cina, yang kemudian menimbulkan benturan kepentingan antara pemerintah Cina dengan negara-negara Asia Tenggara. Masalah ini akan semakin berlarut-Iarut, seandainya pemerintah RRC tidak terdesak oleh kepentingan luar negerinya, untuk membiarkan etnis Cina di luar Cina, memilih kewarganegaraan mereka, atas kemauan sendiri, melalui Perjanjian Dwi Kewarganegaraan 1955, yang kemudian lebih ditegaskan dalam bentuk Undang-Undang yakni Undang-Undang Kewarganegaraan RRC. Karena dengan adanya Undang-Undang ini, berarti pemerintah RRC tidak dapat Iagi secara legal, memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki etnis Cina di luar Cina, demi kepentingan dalam negerinya, sehingga masalah dwi kewarganegaraan dari etnis Cina di luar Cina, dapat dikatakan sudah teratasi.
Namun, dilancarkannya gerakan modemisasi di RRC, yang merupakan dampak dari berkembangnya globalisasi ekonomi di dunia internasional, menyebabkan meningkatnya kebutuhan pemerintah RRC akan modal finansial serta sumber daya manusia yang potensial pula, bagi pembangunan dalam negerinya. Oleh karena itu, pemerintah RRC memutuskan untuk menjalankan dua kebijakan yang, saling bertentangan tetapi juga saling menguntungkan, pada saat bersamaan. Di satu pihak, pemerintah RRC tetap mempertahankan isi dari Undang-Undang Kewarganegaraannya. Namun di lain pihak, ia tetap mendorong etnis Cina di luar Cina, hingga scat ini, untuk terus mengkontribusikan potensi mereka bagi kepentingan dalam negeri RRC, melalui kcbijakan-kebijakan yang bersifat memupuk patriotisme yang tinggi di kalangan mcreka. Nampaknya, masalah kewarganegaraan etnis Cina di luar Cina ini, tidak akan pernah tuntas, selama pemerintah RRC, tidak dapat melepaskan anggapan mereka bahwa etnis Cina di luar Cina bukan lagi merupakan bagian integral dari bangsa Cina. Dengan kata lain, masalah kewarganegaraan etnis Cina di luar Cina, tidak akan berhenti menjadi masalah bagi hubungan RRC dengan negara-negara Asia Tenggara, selama pemerintah RRC tidak dapat melepaskan anggapannya bahwa etnis Cina di luar Cina adalah nationals-nya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T19837
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Lentera Abadi, 2010
R 320.3 ENS I
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Veda Orlando Saroso
"ABSTRAK
Konsep ldquo;?? ldquo;?w i w??adalah salah satu konsep penting dalam Yangisme, sebuah pemikiran dalam filsafat Cina yang pertama kali dicetuskan oleh Yang Zhu. Konsep yang bisa diartikan sebagai lsquo;demi saya rsquo; ini mencerminkan sebuah pandangan hidup yang individualistis, sebuah pandangan hidup yang sangat jarang ditemukan dalam masyarakat Cina kuno. Namun Yangisme dan konsep w i w? sendiri seringkali dikaitkan tidak hanya dengan individualisme semata namun dengan egoisme. Perlakuan semacam ini dilakukan oleh filsuf-filsuf Cina pesaing lainnya seperti Mencius dan Mo Di serta para murid mereka. Melalui mereka, Yang Zhu digambarkan sebagai karikatur dari konsep egoisme di Cina. Namun, penggambaran terhadap Yang Zhu mengandung bias yang mengaburkan pemahaman asli terhadap pemikirannya. Lewat jurnal ini, penulis berusaha untuk memberikan gambaran yang lebih tepat terhadap konsep wei wo yang ada dalam pemikiran Yang Zhu melalui berbagai macam sumber.

ABSTRACT
Abstract The concept of ldquo ldquo w i w is one of the prominent concepts in Yangism, a school of thought in Chinese philosophy that was first brought forth by Yang Zhu. This concept, which can be translated as lsquo for the sake of myself rsquo reflects an individualistic view of life, a view of life seldom found in the ancient Chinese society. Yangism and the concept wei wo themselves are often attributed not only to individualism, but also to egoism as well. This attributive treatment was done by other rival Chinese philosophers, such as Mencius and Mo Di, along with their disciples.Yang Zhu was portrayed as a caricature of the concept of egoism itself through them. But, this portrayal often contained biases that blurred the true understanding towards his thoughts. In this journal, the writer tries to give a more proper portrayal towards the concept of wei wo contained in the thoughts of Yang Zhu by utilizing various sources. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada masanya, kehidupan masyarakat Cina di Batavia masih mempertahankan kebudayaan negara asalnya. Ini bisa dilihat dari tampak dan dekorasi bangunan-bangunannya. Tetapi mengenai organisasi ruang bangunan-bangunan tersebut seringkali luput dari pembahasan. Melalui metode pendekatan studi literatur, pengamatan, dan wawancara, tulisan ini mencoba menggali prinsip organisasi ruang arsitektur klasik Cina, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai organisasi ruang arsitektur Cina di Batavia dengan menampilkan beberapa studi kasus."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48156
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evira Tri Noverni
"Pendidikan bagi wanita Cina pada umumnya masih rendah. Hal ini disebabkan adanya perbedaan perlakuan antara laki-laki dan wanita. Sejak dikeluarkannya peraturan agar wanita diperbolehkan masuk dalam sekolah-sekolah formal pada tahun 1907 semakin banyak wanita yang memperoleh pendidikan. Dengan demikian inereka dapat berpartisipasi dalam membangun negaranya, meskipun pendidikan formal yang mereka peroleh masih tetap terbatas."
Depok: Universitas Indonesia, 1991
S12953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudho Sasongko
"Kasus pendudukan Cina di Mischief Reef pada akhir tahun 1994 menandai babak baru dalam sengketa Laut Cina Selatan, yakni ketika Cina untuk pertama kalinya bersikap asertif terhadap salah satu negara ASEAN. Tindakan Cina ini setidaknya mengandung dua risiko, yakni terganggunya hubungan strategis Cina dengan negara-negara ASEAN serta semakin menguatnya dugaan tentang adanya "ancaman Cina" ("China threat ") di Asia Tenggara.
Tindakan Cina tersebut menarik untuk dikaji, khususnya untuk mencari faktor-faktor yang mungkin berkaitan dengan tindakan tersebut. Dalam kaitan ini, penulis memfokuskan pembahasan pada politik domestik Cina, khususnya persaingan antar unit-unit birokrasi di dalamnya. Dengan menggunakan teori tentang proses pengambilan kebijakan (policy-making process), terutama teori Graham Allison tentang politik birokratik, penulis berusaha menjelaskan persaingan birokrasi yang terjadi dan kaitannya dengan perilaku asertif Cina di Laut Cina Selatan. Dalam hal ini, insiden pendudukan Cina di Mischief Reef digunakan sebagai studi kasus. Secara lebih spesifik, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan persaingan antarunit birokrasi di Cina yang saling memperebutkan pengaruh dalam upaya mempertahankan dan mengedepankan kepentingan birokratiknya; menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan kelompok 1 unit birokrasi tertentu lebih mampu mendominasi dan memenangkan persaingan; dan menjelaskan kaitan antara dominasi kelompok 1 unit birokrasi tertentu dalam persaingan birokratik dengan perilaku asertif Cina di Laut Cina Selatan, khususnya ketika Cina menduduki salah satu pulau karang di gugusan Kepulauan Spratly, yakni Mischief Reef.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sejumlah aktor utama yang saling bersaing dalam upaya mempertahankan kepentingan birokratiknya dan dalam upaya mempengaruhi kebijakan Cina, khususnya kebijakan dalam konflik Laut Cina Selatan. Aktor-aktor tersebut terdiri dari Kementrian Luar Negeri (MFA), Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), dan unsur-unsur dalam PLA, yakni Departemen Staf Umum (GSD), Angkatan Laut (PLA-N), dan Angkatan Udara (PLA-AF). Diantara aktor-aktor utama tersebut, PLA dan PLA-N sangat mendominasi persaingan, dan hal ini disebabkan setidaknya olch 5 (lima) faktor, yakni (1) tingginya posisi politis PLA dalam politik domestik Cina yang disebabkan oleh tragedi Tiananmen dan situasi power struggle yang menguntungkan posisi tawar-menawar PLA; (2) lemahnya MFA sebagai rival utama PLA dalam persaingan birokratik; (3) tingginya posisi elit PLA-N (yakni Admiral Liu Huaqing) dalam lingkaran elit pengambil keputusan tertinggi di Cina; (4) lemahnya GSD dan PLA-AF sebagai rival PLA-N dalam persaingan intra-PLA; (5) kemampuan PLA-N dalam mencari dan menjalankan strategi yang mengaitkan kepentingan birokratik dengan kepentingan nasional.
Keterkaitan antara dominasi PLA dan PLA-N dalam politik domestik Cina pada periode sebelum pendudukan Cina di Mischief Reef dengan perilaku asertif Cina di Laut Cina Selatan terutama terlihat dalam proses pembuatan kebijakan Cina tentang Laut Cina Selatan, dimana pengaruh militer Cina khususnya dalam institusi CMC sangat besar. Figur Liu Huaqing sebagai perwira senior PLA dalam CMC yang sekaligus memiliki kedudukan dalam lingkaran elit tertinggi Cina, yakni Komite Tetap Politbiro kemungkinan besar sangat berpengaruh terhadap munculnya kebijakan Cina yang asertif di Laut Cina Selatan pada umumnya, dan pendudukan di Mischief Reef pada khususnya. Meskipun tidak dapat dipastikan bagaimana CMC dan Liu Huaqing mempengaruhi proses pengambilan keputusan tentang kebijakan Cina Laut Cina Selatan, namun dengan melihat besarnya wewenang CMC dan tingginya kedudukan Liu dalam sistem politik Cina serta prestise yang menyertainya sebagai seorang veteran masa revolusi, bisa diperkirakan bahwa pengaruh Liu sangat besar dalarn mempengaruhi proses pengambilan keputusan tersebut.
Kemampuan PLA dan PLA-N untuk mendominasi persaingan birokratik terhadap rivalrivalnya tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor seperti power, prosedur dan aturan main yang cenderung menguntungkan kedua institusi tersebut, melainkan juga dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih luas, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkup politik domestik Cina, yang antara lain ditandai oleh meningkatnya peran militer dalam proses politik. Peningkatan peran tersebut merupakan disebabkan oleh proses suksesi yang terjadi beberapa tahun sebelumnya serta proses adaptasi yang dilakukan oleh institusi-institusi politik Cina dari waktu ke waktu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>