Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191324 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Mun`im
"Koordinasi dan pengawasan penyidik Polri terhadap proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil telah diatur dalam KUHAP, UURI Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri, dan Peraturan Kapolri Nomor 6 tahun 2010 tentang Manajemen Penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, serta Peraturan Kapolri Nomor 20 tahun 2010 tentang Koordinasi, Pengawasan dan Pembinaan Penyidikan bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Koordinasi tersebut meliputi kegiatan pemberitahuan dimulainya penyidikan, pemberian bantuan penyidikan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (berupa bantuan teknis, bantuan taktis, bantuan upaya paksa, dan bantuan konsultasi), penyerahan berkas perkara, penyerahan tersangka dan barang bukti, penghentian penyidikan, tukar menukar informasi, rapat secara berkala, dan penyidikan bersama. Sedangkan pengawasan meliputi kegiatan menghadiri dan memberikan petunjuk dalam gelar perkara yang dilaksanakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil, meminta dan meneliti laporan kemajuan penyidikan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil, bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil meneliti berkas hasil penyidikan lalu meneruskan kepada Penuntut Umum, melakukan supervisi bersama ke jajaran Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai permintaan pimpinan instansi Penyidik Pegawai Negeri Sipil, melakukan pendataan jumlah, instansi dan wilayah penugasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil, penanganan perkara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan bantuan penyidikan, serta menganalisis dan mengevaluasi pelaksanaan penyidikan yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Dalam praktek di lapangan, koordinasi dan pengawasan tersebut tidak terlaksana secara optimal, bahkan ada yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Penulisan tesis ini bertujuan untuk menunjukkan pelaksanaan koordinasi dan pengawasan penyidik Polri pada Seksi Korwas PPNS Dit Reskrimsus Polda Jabar terhadap proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di daerah hukum Polda Jabar yang terjadi selama ini. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif melalui beberapa teknik pengumpulan data berupa pengamatan, wawancara, dan studi dokumen. Metode tersebut dipilih karena masalah yang diteliti termasuk katagori penelitian tindakan yaitu merupakan refleksi antara teori dan praktek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi dan pengawasan penyidik Polri terhadap proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di daerah hukum Polda Jabar belum berjalan secara optimal, bahkan ada yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Coordination and Controlling function of the Police Investigators on the process of criminal investigations by the Civil Servant Investigators has been regulated in the Criminal Law Code of Criminal Procedure, Law of the Republic of Indonesia Number 2 of 2002 on the Indonesian National Police, and the Regulations of the Indonesian National Police Chief number 6 of 2010 concerning investigations management by the Civil Servants investigators and the Regulation of the Indonesian National Police Chief number 20 of 2010 on Coordination, Supervision and Development Investigations for Civil Servants Investigators.
Coordination activities include notification of commencement of the investigation, providing investigative assistance to the civil servants Investigator (in the form of technical assistance, tactical aid, relief efforts to force, and consulting assistance), submission of case files, the transfer of suspects and material evidence, termination of the investigation, information exchange, regular meetings, and joint investigations. While controlling function includes to attend and give instructions in case the title is held civil servant investigator, ask for and examine the progress of the investigation report of the civil servant investigators, examine the results of the investigation file and then going to the General Prosecutor, with the ranks of supervision civil servant investigators as requested by agency investigators led civil servants, perform data collection on the number of civil servant investigator, institution and area of assignment civil servant investigator, handling the case made by the civil servant investigators and aid the investigation, and analyze and evaluate the implementation of the investigation by the civil servants investigators. In practice in the field, coordination and controlling function does not ensure an optimal, even in defiance of regulations.
This thesis aims to demonstrate the implementation of coordination and control conducted by Investigators of Indonesian National Police in Section Coordination and Controlling the civil servant investigators, Directorate of Special Criminal Investigation at Indonesian National Police in West Java to civil servant investigators in the process that occurred during this investigation. The research method used is qualitative research methods through data collection techniques, is observation, interviews and document studies. This method was chosen because of the problems examined include the category of action research is a reflection of theory and practice.
The results show that the coordination and control of police investigators to the process of criminal investigations conducted by the Civil Servant investigators in the Law of the Republic of Indonesia Police Region of West Java is not running optimally, and even some that are not appropriate statutory provisions in force.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29688
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Felli Hermanto
"Fenomena obyek penelitian adalah penerapan manajemen penyidikan tindak pidana korupsi pada Direktorat III Pidkor Bareskrim Mabes Polri. Tujuan penelitian mendeskripsikan penerapan manajemen penyidikan tindak pidana korupsi dan membahas SWOT dalam penerapan manajemen penyidikan.
Penerapan Analisis SWOT pada tahapan manajemen penyidikan tindak pidana korupsi pada Direktorat III Pidkor Bareksrim belum dijadikan Standard Operating Procedure penerapan manajemen penyidikan tindak pidana korupsi.
Kelemahan tersebut menyebabkan kinerja Direktorat III Pidkor Bareskrim Polri menjadi kurang efektif dalam menangani perkara korupsi. Sebab itu, penerapan Standard Operating Procedure manajemen penyidikan tindak pidana korupsi menjadi salah satu persyaratan manajerial yang dapat mengefektifkan kinerja Direktorat III Pidkor Bareskrim Polri.

The phenomenon of object of research is the application of management investigation of corruption in the Directorate III Penal Corruption of Crime Investigation. Describe the application of management research objective investigation of corruption and discusses the application of SWOT in investigation management.
Application of SWOT analysis on the management stage of investigation of corruption at the Directorate III Penal Corruption of Crime Investigation Board in Indonesia National Police Headquarter in Standard Operating Procedures have not made the application of management corruption investigations.
The weakness is causing the performance of the Corruption Penal Investigation Management at Directorate III Penal Corruption of Crime Investigation become less effective in dealing with corruption cases. Therefore, the application of Standard Operating Procedure management corruption investigation into one of the managerial requirements that can streamline the performance of the Directorate III Penal Corruption of Crime Investigation.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T30193
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Suryaningsih
"Di tengah pandemi COVID-19, perawat sebagai garda utama dalam menangani wabah virus COVID-19 justru distigma dan didiskriminasi karena konstruksi masyarakat. Konstruksi yang tersebar adalah perawat sebagai pembawa virus. Hal ini terjadi karena perawat adalah kelompok yang paling berdekatan sekaligus memerangi wabah. Studi ini bertujuan menjelaskan bagaimana stigmatisasi terhadap perawat sebagai salah satu bentuk reactive hate crime, yang memiliki dampak terhadap fisik dan psikologis perawat. Metode penulisan yang digunakan dengan cara menganalisis data sekunder berupa 30 artikel berita kasus stigma dan diskriminasi terhadap perawat yang dimuat dalam media berita online Indonesia tahun 2020, dengan menggunakan teori stigmatisasi. Dari hasil analisis uji variabel menunjukan adanya hubungan antara motif pelaku dan bentuk stigma. Ancaman dan rasa takut menjadi pembenaran yang dilakukan pelaku, dan terdapat pola waktu kejadian yang dipicu oleh situasi wabah COVID-19. Selain itu, dari penulisan ini juga menunjukkan bahwa stigma yang dialami perawat terbagi ke dalam dua bentuk. Pertama, stigma power merupakan bentuk stigma yang berbasis pada ketakutan. Kedua, courtesy stigma (Stigma by Association) merupakan stigma yang berbasis dengan kepercayaan atau keyakinan seseorang/kelompok. Lebih lanjut, keterbatasan pada data dalam penulisan ini mendorong penulisan selanjutnya untuk dapat menggunakan sampel data yang lebih besar dan menggunakan uji statistik parametrik.

During the COVID-19 pandemic, the nurses as primary guardians are stigmatized while dealing with the COVID-19 virus outbreak. They are also discriminated against because of the public's construction. The construction which spreads in public is nurses as virus carriers. This notion happens because nurses are the closest group and at the same time fighting the outbreak. This study aims to explain how the stigmatization of nurses as a form of reactive hate crime, which impacts nurses' physical and psychological. The researcher uses the writing method by analyzing secondary data in the form of 30 news articles on cases of stigma and discrimination against nurses published in Indonesian online news media in 2020, also using the theory of stigmatization. Analysis of the variable test shows a relationship between the motives of the perpetrators and the form of stigma. Threats and fear are justifications made by the perpetrators. There is also a time pattern of events triggered by the COVID-19 outbreak situation. In addition, this paper also shows that the stigma experienced by nurses is divided into two forms. First, stigma power is a form of stigma based on fear. Second, courtesy stigma (Stigma by Association) is a stigma based on the beliefs or beliefs of a person/group. Due to the many limitations of the data in this paper, it is highly recommended to use a larger sample of data and also use parametric statistical tests for further writing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Theodora
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22432
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Loemau, Alfons
"Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga dampak negatif (misalnya terjadinya pencemaran). Produsen tidak memasukkan eksternalitas sebagai unsur biaya dalam kegiatannya, sehingga pihak lain yang dirugikan. Hal ini akan merupakan kendala pada era tinggal landas, karena kondisi ini berkaitan dengan perlindungan terhadap hak untuk menikmati lingkungan yang baik dan sehat. Masalah pencemaran ini jika tidak ditanggulangi akan mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Di sepanjang Kali Surabaya terdapat sekitar 70 industri yang punya andil membuang limbah ke badan sungai tersebut. Permasalahan ini menjadi semakin mendapat perhatian dengan dibangunnya instalasi Pengelolaan Air Minum (PAM) di wilayah Karang Pilang yang merupakan proyek peningkatan kapasitas pengelolaan air minum untuk mencukupi kebutuhan air minum di Surabaya atas bantuan Bank Dunia. Pada tahun1988, dua di antara 70 perusahaan/industri yang diduga memberikan kontribusi pencemaran terhadap Kali Surabaya diajukan ke pengadilan. Kedua perusahaan ini adalah PT Sidomakmur yang memproduksi Tahu dan PT Sidomulyo sebagai perusahaan peternakan babi. Limbah dari kedua perusahaan ini dialirkan ke kali Surabaya, dan diperkirakan telah menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup.
Untuk dapat membuktikan bahwa suatu perbuatan telah menimbulkan pencemaran perlu penyidikan, penyidikan ini dilakukan oleh aparat POLRI. Untuk itu di samping diperlukan kemampuan dan keuletan setiap petugas, juga diperlukan suatu model yang dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu perbuatan telah memenuhi unsur pasal (Pasal 22 UU No. 4 Tahun 1982), seperti halnya dengan kasus Kali Surabaya.
Polisi (penyidik) dalam penyidikan berkesimpulan bahwa telah terjadi pencemaran karena kesengajaan, sehingga perkara ini diajukan ke Pengadilan Negeri Sidoardjo, tetapi hakim memutuskan bahwa tidak terjadi pencemaran. Sedangkan pada tingkat Mahkamah Agung menilai bahwa Hakim Pengadilan Negeri Sidoardjo salah menerapkan hukum, selanjutnya MA memutuskan bahwa perbuatan tersebut terbukti secara sah dan menyakinkan mencemari lingkungan hidup karena kelalaian. Perbedaan ini menunjukkan bahwa permasalahan lingkungan hidup merupakan permasalahan kompleks, rumit dalam segi pembuktian dan penerapan pasal, serta subyektivitas pengambil keputusan cukup tinggi, sehingga perlu suatu media untuk menyederhanakan, memudahkan dan meminimalisir unsur subyektivitas.
Tujuan penelitian ini adalah menetapkan model untuk menentukan prioritas teknik penyelidikan, menentukan terjadi tidaknya pencemaran, menentukan pencemaran disebabkan oleh kesengajaan atau kelalaian dan mengidentifikasikan kendala penyidikan.
Penelitian ini diharapkan memberikan masukan dalam upaya penegakan hukum sebagai bagian dari sistem peradilan pidana. Criminal Justice System (CJS) dan lebih memberikan kepastian hukum (jaminan perlindungan hak) pihak yang terlanggar (korban pencemaran) maupun pihak yang melanggar. Sifat dari penelitian ini adalah Studi Kasus, yakni kasus pencemaran kali Surabaya oleh PT Sidomulyo dan PT Sidomakmur. Penentuan kasus ini didasarkan pada pertimbangan bahwa adanya dua putusan yang berbeda, pada tingkat Pengadilan Negeri Sidoarjo dan pada tingkat Kasasi. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, Data primer diperlukan berkaitan dengan aplikasi Proses Hirarki Analitik(AHP)dan kendala penyidikan, sedangkan data sekunder diperlukan untuk mempertajam pembahasan hasil penelitian data primer.
Pengumpulan data dalam aplikasi AHP dilakukan terhadap populasi, yakni sebanyak 6 anggota POLRI (sebagai aparat penyidik pada kasus tersebut) dan 14 orang responden dari 9 instansi yang terlibat. Sedangkan untuk mengidentifikasi kendala penyidikan, di samping dilakukan pada 6 anggota POLRl (sebagai aparat penyidik) juga dilakukan pada 5 orang pemerhati di bidang hukum dan lingkungan.. Pengambilan data terhadap pemerhati di bidang Hukum dan Lingkungan dilakukan dengan metode non random sampling.
Metode analisis data yang dipakai adalah menggunakan Model AHP, proses ini dimulai dengan mendefinisikan situasi dengan seksama, memasukkan atau melengkapi dengan sebanyak mungkin detail yang relevan yang akan digunakan sebagai faktor yang memberikan kontribusi. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka Model AHP dirumuskan dalam 3 kelompok hirarkis, hirarkis pertama adalah menentukan prioritas teknik penyelidikan, hirarkis kedua adalah menentukan terjadi tidaknya pencemaran dan hirarkis ketiga adalah menentukan pencemaran tersebut karena lalai atau sengaja. Sedangkan untuk mengidentifikasikan kendala penyidikan digunakan metode deskriptif analitis.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prioritas pertama (sesuai dengan derajat pentingnya) penggunaan teknik penyelidikan dalam mendapatkan data/informasi awal dalam upaya menentukan tindak pidana pencemaran lingkungan kali Surabaya adalah "teknik Surveillance" dengan nilai 0,344, disusul oleh teknik pemeriksaan dokumen (0,329). Berdasarkan proses AHP menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh PT Sidomulyo dan PT Sidomakmur telah nyata mencemari lingkungan dengan nilai 0,763, dan pencemaran tersebut telah nyata memenuhi unsur sengaja denga nilai 0,815. Kendala utama dalam pelaksanaan penyidikan kasus tersebut adalah pasifnya petugas penyidik lapangan, peran BKKLH dan Advokasi LSM belum efektif, ruang gerak penegak hukum yang terbatas, ketidaksederhanaan perangkat hukum yang ada, kemampuan penguasaan hukum aparat yang belum memadai.

Development activities carried out by Indonesia has not produced positive impact only, but negative impact as well (pollution for instance). The producer has not included externalities as cost element in its activities, so that another party has to bear the burden. This is a constraint in the "take off era", because it is related with the protection towards the right to enjoy a good and healthy environment. This pollution problem, if it is not overcome instantly, it will threaten the everlasting living environmental function.
There are about 70 industries that have their respective shares in disposing waste into the river body along the Surabaya river. This issue has received ever increasing attention with the establishment of the Drinking Water Management Installation (PAM) in the Karang Pilang area, The project is to increase the drinking water management capacity to satisfy the need for drinking water in Surabaya with the aid of the World Bank. In 1988, two out of the 70 enterprises/industries that were suspected of polluting the Surabaya river, were sent to court. They were PT Sidomakmur, which produced tofu and PT Sidomulyo, a pig raising enterprise. The wastes Of the two enterprises were disposed of into the Surabaya river and suspected to have polluted the living environment.
To prove that an act has caused pollution, an investigation need to be carried out. This investigation was undertaken by the police (POLRI). For that purpose, besides the ability and tenacity of each and every officer, a model is also needed that can be used to determine whether or not an act has complied with the provision of an article of law (article 22 Act No 4 year 1982) as was the case of the Surabaya river.
The police (investigator) concluded that pollution did occur intentionally so that the case was brought to the Sidoardjo Court of law. However, the Judge decided that no pollution took place. Whereas the Supreme Court considered that the Sidoardjo Court of Law has mis-applied the Law. Hence, the Supreme Court decided that the act was proven beyond the reasonable doubt that the living environment was polluted due to negligence. This difference showed that living environment is a complex issue, intricate in providing proofs as well as application of the articles of Law. In addition, the subjectivity of the decision maker is reasonably high, so that a medium needs to be invented to simplify, facilitate and minimize the element of subjectivity.
The objective of this study is to formulate a model to determine investigation technique priority, to determine the occurrence or non-occurrence of pollution to determine the pollution was caused intentionally or due to negligence and to identify the constraints of investigation. This study is hoped to provide input towards endeavours of Law Enforcement as part of the Criminal Justice System. What is more, it is hoped to provide a more definite legal certainty (guaranteeing rights protection) to both the affected party (pollution victim) as well as the offender.
The nature of this study is a case study, namely the Surabaya river pollution by PT Sidomulyo and PT Sidomakmur. The determination of this case was based on the consideration that there were two different decisions made, namely at the Sidoardjo Court of Law and at the level of the Supreme Court. The data needed in this study were both, primary data and secondary data. The primary data needed were related to the application of Analytical Hierarchy Process (AHP) and investigation constraints. Whereas, the secondary data needed was to focus the discussion on the results of the primary data. Data collection in the AHP application was carried out towards the population, namely 6 Police Officers (as investigators of the case in question) and 14 respondents of 9 related institutions. Whereas, to identify the investigation constraints, besides the 6 Police Officers, 5 observers in the legal and environmental fields were also included. Data collection of the latter were carried out by using the non-random sampling method.
The method of data analysis used was the Analysis Hierarchy Process (AHP) model. In this process, strict situational definition was the initial step, thence additions or supplementing with as many relevant details as possible to be used as factors that provide contributions. In accordance to the objective of the study, the Alf? model was formulated into 3 hierarchical groups. The first hierarchy is to decide the investigation technique priority, the second hierarchy is to decide the occurrence or non-occurrence of pollution and the third hierarchy is to decide whether the pollution was caused by negligence or intentionally_ Whereas, to identify the investigation constraints, the descriptive analysis method was used.
This study concluded that the first priority (according to the degree of data/information in efforts to determine environmental pollution criminal act of Surabaya river was the "Surveillance Technique" with a value of 0.34-4, followed by documents investigation technique (0.329). Based on the AHP process, it was disclosed that the activities conducted by PT Sidomulyo and PT Sidomakmur were obviously polluting the environment with a value of 0.763. The pollution in question was in fact complying with the intentionally element with a value of 0.815. The main obstacle in the implementation of the case investigation was the passivity of the field investigating officer, the role of BKKLH and NGO advocacy that were not yet effective, the limited law enforcement space to move, the presence of non-simplified legal system, the inadequate and inability of the legal apparatus in the mastery of the trade.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Gismadiningrat Sahid Wisnuhidayat
"Kerugian negara akibat korupsi di Indonesia pada tahun 2022 bernilai signifikan, namun KPK RI sebagai lembaga khusus pemberantasan korupsi dinilai belum maksimal dalam mengembalikan kerugian negara dibandingkan POLRI dan Kejaksaan RI. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pengembalian aset khususnya pada penyidikan tindak pidana korupsi di Direktorat Penyidikan KPK. Melalui penerapan metode penelitian kualitatif dan studi kasus, hasil penelitian ini menemukan bahwa, pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi masih berfokus pada upaya memenjarkan pelaku yang dipengaruhi oleh adanya celah hukum pada Undang-Undang Korupsi, polemik dalam perampasan aset, keterbatasan sumber daya manusia dan menurunnya nilai aset yang telah dirampas. Untuk meningkatkan pelaksanaan pengembalian aset, diperlukan strategi pendekatan perdata (in rem) melalui Kemungkinan (Balanced Probability Principle) dan Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan (Non Conviction-Based Asset Forfeiture) melalui pembaharuan regulasi dan peningkatan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia Direktorat Penyidikan KPK RI.

State’s losses as the result of corruption in Indonesia, 2022, have a significant value, but KPK RI as a special institiution againts the corruption is considered not optimal in it’s efforts to returning the State losses rather than Indonesian National Police and The Office of the Attornety of The Republik of Indonesia. This articels aims to answer the problems regarding the implementation of asset recovery especially in the investigation of corruption at KPK RI Investigation Division. Through qualitative research methods and case studies, the result the results of this study found that the implementation of the investigation was still focused on efforts to imprison the perpetrators who were influenced by legal loopholes in the Corruption Law, polemics over asset confiscation, limited human resources and the decline in the value of assets that had been confiscated. To increase the amount of assets returned, a civil approach strategy is needed through the Balanced Probability Principle and Non-Conviction-Based Asset Forfeiture."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikmah Rosidah
"Penelitian bermaksud melakukan pengkajian mengenai manfaat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penegakan peraturan daerah (perda) dalam kaitannya dengan keberadaan PPNS sebagai suatu subsistem dari sistem peradilan pidana (criminal justice system), kemudian mengadakan perbandingan manfaat PPNS tersebut pada beberapa pemerintah daerah. Permasalahan penelitian ini adalah mengenai manfaat PPNS dalam penegakan hukum terhadap perda dan perbandingannya antara Propinsi Dati I Lampung dengan DI Yogyakarta dan Dati I Jawa Tengah, serta faktor yang mendukung dan menghambat manfaat PPNS dalam penegakan perda. Penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan sosio-legal. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian lapangan dan kepustakaan dengan instrumen daftar pertanyaan (kuesioner), wawancara (intervieu), dan dokumen. Analisis data dilakukan digunakan analisis kualitatif.
Kesimpulan dari penelitian adalah (1) Keberadaan PPNS sangat diperlukan dalam penegakan hukum pidana, khususnya dalam lingkup bidang tugasnya yang bersifat spesifik dan teknis. (2) Manfaat PPNS dalam penegakan perda terlihat dari adanya peningkatan kepatuhan masyarakat terhadap perda serta efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan peradilan pidana. (3) Untuk mencapai manfaat yang optimal dari PPNS, diperlukan adanya dua macam pola pelaksanaan kegiatan PPNS yang meliputi Pola Pelaksanaan Pembinaan dan Operasi Penegakan Perda oleh PPNS di lingkungan pemerintah daerah. Pada Pemerintah Dati I Lampung dan Pemerintah Dati I Jawa Tengah pola pelaksanaan pembinaan dan operasi tersebut kurang diatur sehingga manfaat PPNS kurang berjalan sebagaimana mestinya. Adapun pada Pemerintah DI Yogyakarta diatur kedua pola tersebut, sehingga menghasilkan penegakan perda yang efektif dan efisien. (4) Faktor penghambat penegakan perda oleh PPNS adalah: Adanya keterbatasan wewenang PPNS, kurangnya dukungan atasan terhadap PPNS, kurangnya perencanaan, koordinasi dan petunjuk-petunjuk teknis operasional, kurangnya penguasaan mengenai penyidikan, kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang operasional PPNS, terbatasnya jumlah PPNS, dan PPNS tidak/belum mendapat tunjangan khusus, (5) Faktor pendukungnya adalah adanya legitimasi hukum terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang PPNS dan adanya koordinasi dan pengawasan dari Penyidik Polri terhadap PPNS di lingkungan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penyidikan dalam rangka penegakan hukum pelanggaran perda."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Nian Syafuddin
"Penelitian mengenai Pemeriksaan Tersangka Pelaku Tindak Pidana oleh Penyidik Polri di Polres Metro Jakarta Selatan bertujuan untuk menunjukkan pelaksanaan pemeriksaan tersangka pelaku tindak pidana oleh penyidik/penyidik pembantu Polri selaku aparat penegak hukum. Adapun permasalahan yang diteliti adalah prosedur dan tatacara pemeriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu Polri yang ditunjuk selaku pemeriksa. Disamping itu diteliti juga faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan pemeriksaan tersangka, bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi serta mengapa hal itu terjadi, mekanisme pengawasan dan kontrol yang dilakukan serta pola-pola perilaku yang terbentuk dalam proses pemeriksaan.
Pemeriksaan tersangka adalah salah satu kegiatan dari penyidikan suatu tindak pidana yang sangat bersentuhan dengan hak azasi manusia oleh karenanya pemeriksaan tersangka harus dilakukan sesuai ketentuanketentuan hukum yang berlaku yaitu hukum acara pidana (KUHAP) yang menjadi dasar atau pedoman bagi aparat penegak hukum mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, persidangan di Pengadilan, pelaksana putusan hakim dan penasehat hukum. Sebagai penjabaran lebih lanjut, guna memberi pedoman bagi para penyidik/penyidik pembantu di lingkungan Polri, Kapolri telah mengeluarkan Petunjuk Teknis tentang Pemeriksaan Tersangka dan Saksi yang berisi prosedur dan tatacara dalam melakukan pemeriksaan tersangka dan saksi oleh penyidik/penyidik pembantu. Walaupun telah ada undang-undang yang mengaturnya bahkan telah ada pedoman yang secara teknis mengatur masalah ini, temyata masih saja terjadi berbagai penyimpangan terhadap pelaksanaannya yang sering dilansir oleh berbagai mass media baik media cetak maupun elektronik sebagai kekurangan mampun Polri dalam melaksanakan profesinya.
Dalam pemeriksaan tersangka terjadi interaksi antara pemeriksa dan tersangka serta lingkungannya yang akan mempengaruhi terhadap proses pemeriksaan yang dilakukan. Dalam proses interaksi tersebut terjadi tindakan-tindakan, perilaku-perilaku, sikap-sikap yang cenderung sexing dilakukan karena dianggap dibolehkan dan dibenarkan sehingga cenderung membentuk pola-pola perilaku tertentu yang secara langsung atau tidak langsung atau secara diam-diam disepakati sebagai pola perilaku dan tindakan yang diterima dan dianggap biasa walaupun pada kenyataannya menyimpang dari ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan pelanggaran terhadap hak azasi manusia.
Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penyidik/penyidik pembantu memberikan keyakinan kepada mereka bahwa tersangka terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat dengan motif, modus operandi, jenis kejahatan yang dilakukan, status sosial, latar belakang ekonomi dan budaya yang berbeda yang dapat dikategorisasikan atau digolong-golongkan menurut aspek-aspek tersebut. Pengkategorisasian atau penggolong-golongan yang berisikan sangkaan-sangkaan yang buruk tentang tersangka, merupakan prasangka yang seringkali menimbulkan diskriminasi dan juga digunakan sebagai acuan bertindak dalam memeriksa tersangka tersebut, walaupun tidak harus selalu demikian perwujudan tindakan-tindakannya.
Dalam tesis ini telah ditunjukkan bahwa tindakan penyidik/penyidik pembantu yang ditunjuk selaku pemeriksa tersangka di Palres Metro Jakarta Selatan mengikuti acuan pedoman formal yaitu KUHAP dan Petunjuk Teknis Pemeriksaan Tersangka dan Saksi, aturan-aturan tidak tertulis yang ditetapkan Kapoires dan Kasat Serse serta mengikuti pengetahuan, pengalaman dan keyakinan mereka mengenai pengkategorisasian atau penggolongan tersangka. Telah dapat diidentifisir pula beberapa pola perilaku penyidik yang terbentuk dan cenderung menyimpang dari ketentuanketentuan hukum yang berlaku khususnya hukum acara pidana dan berakibat terjadinya pelanggaran terhadap hak azasi manusia. Untuk dapat melaksanakan penegakan hukum secara benar dan adil serta memberikan perlindungan terhadap hak azasi manusia sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat, maka Polri hares dapat merubah dan menghilangkan pola-pola perilaku yang negatif tersebut. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Sugianto
"Tesis ini tentang Penyidikan tindak pidana bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Salah satu fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah menegakkan hukum, yang tidak dapat dipisahkan dari sistem peradilan pidana (criminal justice system). Sistem ini adalah suatu operasionalisasi atau suatu sistem yang bertujuan untuk menanggulangi kejahatan, salah satu usaha masyarakat untuk mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi yang dapat diterima. Komponen dari sistem peradilan pidana di Indonesia adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Kepolisian merupakan posisi terdepan dalam tugas penegakan hukum untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi, hal tersebut diwujudkan dalam bentuk kegiatan penyidikan.
Kegiatan penyidikan tindak pidana bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti suatu tindak pidana bidang HAKI, dan dengan bukti tersebut membuat terang suatu tindak pidana. Rangkaian tindakan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan penyelidikan, penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Proses penyidikan tindak pidana bidang HAKI yang merupakan satu rangkaian kegiatan dari keseluruhan tahap penanganan suatu peristiwa pidana, terutama pada tahap upaya paksa yang diantaranya meliputi penangkapan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan tersangka guna dituangkan dalam Berita Acara dan penahanan oleh penyidik/penyidik pembantu, merupakan sebagian tahap yang sangat berpeluang bagi penyidik/penyidik pembantu untuk melakukan suatu penyimpangan.
Berkaitan dengan semua aspek yang berhubungan dengan tugas dan wewenang polisi, penyidikan tindak pidana bidang HAKI yang dilakukan oleh Satuan Reserse Polres Metro Jakarta Barat merupakan suatu langkah untuk menekan berkembangnya pelanggaran tindak pidana bidang HAKI yang semakin banyak dilakukan oleh orang yang ingin mencari keuntungan dengan proses mudah dan cepat. Kekayaan intelektual berhubungan dengan permohonan perlindungan atas gagasan-gagasan dan informasi yang mempunyai nilai komersial. Kekayaan intelektual merupakan kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan dialihkan kepada orang lain sebagaimana jenis-jenis kekayaan lainnya termasuk dijual atau dilisensikan.
Penyidikan tindak pidana bidang HAKI yang meliputi pelanggaran bidang Hak Cipta, bidang Paten dan bidang Merek potensi untuk disimpangkan, karena pengaruh kondisi sosial ekonomi, sistem dan mekanisme penyidikan tindak pidana yang memberikan ruang bagi penyidik/penyidik pembantu dan tersangka untuk melakukan itu. Pola penyimpangan yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana bidang HAKI dapat berupa (a). menerima uang setoran; (b). menawarkan bantuan dan melakukan intimidasi; (c). membiarkan barang sitaan di gudang barang bukti; (d).Penyelesaian damai dengan menerima 'uang bantuan'.
Penyimpangan penyidikan ditemui pada tahap dilakukannya upaya paksa yaitu pada tahap penangkapan, penggeledahan dan penyitaan serta pemeriksaan tersangka. Dalam mengantisipasi terjadinya penyimpangan tersebut maka pengaruh pengawasan terhadap penyidikan tindak pidana bidang HAKI dalam bentuk peraturan atau kebijakan dari pimpinan yang merupakan jabaran dari kode etik, sangat menentukan dalam mengontrol terjadinya penyimpangan tersebut."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T7641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhesthi Rarasati
"Tesis ini membahas tentang upaya pemberantasan tindak pidana narkotika dengan pengenaan pasal pencucian uang terhadap pelaku tindak pidana dan dilakukannya perampasan pada aset hasil tindak pidana. Perampasan aset tidak mudah untuk diterapkan karena adanya berbagai kendala. Permasalahan hukum dalam tesis ini adalah cara menentukan suatu aset merupakan hasil dari tindak pidana narkotika sehingga dapat dilakukan perampasan, implementasi perampasan aset terhadap pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang yang berasal dari Tindak Pidana Narkotika, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam hubungannya dengan perampasan aset tanpa tuntutan pidana dalam Tindak Pidana Pencucian Uang yang berasal dari Tindak Pidana Narkotika. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan analisis dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penentuan aset sebagai hasil tindak pidana narkotika dilakukan dengan meneliti jaringan pelaku tindak pidana narkotika, penelusuran aset, dan pembalikan beban pembuktian. Implementasi perampasan aset terhadap pelaku dapat dilihat dari jumlah putusan yang mengenakan perampasan aset terhadap pelaku dan perlindungan hak asasi manusia terhadap perampasan aset tanpa tuntutan pidana dengan adanya hak atas peradilan yang adil, hak untuk memiliki waktu dan fasilitas yang cukup untuk mempersiapkan pembelaan, hak untuk melakukan upaya hukum banding atau kasasi serta hak atas properti.

This thesis discusses efforts to eradicate narcotics crime by imposing money laundering articles on criminal offenders and seizure of assets resulting from criminal acts. Implementation of asset forfeiture is not easy because of various obstacles. The legal problems in this thesis are how to determine an asset from narcotics crime, implementation of asset deprivation from narcotics crime and money laundering, and also human rights protection in NCB Asset Forfeiture concept. This research is a normative juridical research and qualitative analysis. The results are narcotic asset determination carried out by examining the narcotics criminal network theory, asset tracking, and reversal of the burden of proof. The implementation of asset forfeiture determines from the number of narcotics asset forfeiture in court decisions, and human rights protection in narcotics NCB Asset Forfeiture can be observed with the right to a fair trial, the right to have time and facilities to prepare a defense, the right to do appeal and property rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>