Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170224 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Muhammad Desfan K.
"Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan dan membahas partisipasi pedagang dalam pemeliharaan kebersihan Iingkungan Pasar Senapelan dan membahas faktor-faktor yang menghambat pemeliharaan kebersihan lingkungan Pasar Senapelan. Penelitian ini menjadi sangat berarti sebagai tolak ukur dari pelaksanaan program kebersihan yang dilakukan oleh Dinas Pasar Kota Pekanbaru secara khusus dan pemerintahan kota Pekanbaru secara umum.
Penelitian ini menggunakan tipe pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif untuk mendeskripsikan partisipasi pedagang dalam pemeliharaan kebersihan lingkungan Pasar Senapeian. Data yang diperoleh melalui studi pustaka dan wawancara dengan penetapan informan terlebih dahulu. Untuk mendukung data-data yang diperoleh penelitian ini juga dilakukan dengan observasi yang dilengkapi foto-foto Iapangan untuk Iebih menjelaskan data yang ditemukan di Iapangan. Sedangkan informan yang dipilih adalah mereka yang mengetahui dan informasinya sesuai dengan tujuan penelitian, informan mengetahui secara mendalam dan bisa dipercaya serta mempunyai relevansi dengan topik penelitian.
Dari hasil penelitian dan pembahasan diperoleh pokok-pokok kesimpulan sebagai berikut :
Pertama, cara berpartisipasi pedagang dalam pemeliharaan kebersihan Pasar Senapelan antara Iain penyediaan tempat sampah, tidak membuang sampah sembarangan, membantu petugas kebersihan, membayar retribusi kebersihan dan terlibat dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan para pedagang. Berdasarkan cara berpartisipasi pedagang di Pasar Senapelan dapat diketahui bahwa :
a. Bentuk partisipasi aktif meliputi penyediaan tempat sampah, tidak membuang sampah sembarangan, membayar retribusi kebersihan dan terlibat dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan para pedagang. Dikategorikan partisipasi aktif karena pedagang menunjukkan adanya kesadaran memelihara kebersihan Iingkungan pasar, memenuhi hak dan kewajiban sebagai pedagang yang bertanggung jawab seperti membayar retribusi serta kewajiban Iainnya, mentaati berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kerelaan melakukan pengorbanan yang dituntut oleh pembangunan demi kepentingan bersama yang Iebih luas dan Iebih penting. Partisipasi aktif ini tampak pada kelompok pedagang toko. Karena itu, partisipasi aktif para pedagang toko tersebut perlu 'ditularkan' kepada kelompok pedagang kaki lima yang partisipasinya pasif.
b. Bentuk partisipasi pasif adalah tidak membantu petugas kebersihan. Hal ini dapat dilihat dari sikap yang tidak perduli pada masalah kebersihan, perilaku dan tindakan pedagang yang membuang sampah sembarangan, serta melakukan hal-hal yang dapat menghambat upaya peningkatan kebersihan pasar. Sikap, perilaku dan tindakan ini jelas terlihat di kelompok pedagang kaki lima yang partisipasinya sangat pasif.
Kedua, faktor-faktor yang menghambat partisipasi para pedagang dalam pemeliharaan kebersihan pasar adalah kebiasaan para pedagang yang membuang sampah sembarangan dan anggapan para pedagang bahwa dengan membayar retribusi kebersihan maka tanggungjawab kebersihan pasar terletak pada UPTD Pasar: dan yang termasuk juga faktor penghambat dalam pemeliharaan kebersihan Pasar Senapelan adalah keterbatasan sumber daya UPTD Pasar yang meliputi tenaga kerja dan armada pengangkutan sampah serta Iemahnya penerapan sanksi terhadap pembuangan sampah sembarangan.
Ketiga, meskipun teknis pengangkutan sampah dari Pasar Senapelan ke lokasi TPA berlangsung Iancar, namun permasalahan sampah di Pasar Senapelan masih tampak menonjol. Hal ini disebabkan antara Iain karena kelompok pedagang kaki lima masih memiliki kebiasaan membuang sampah sembarangan dan partisipasinya sangat pasif. Permasalahan kebersihan yang tampak jelas di Pasar Senapelan adalah tumpukan sampah di dalam parit, sampah yang berserakan di sekitar TPS, dan sampah yang berserakan di depan kios.
Keempat, peran UPTD Pasar Senapelan dalam peningkatan partisipasi para pedagang adalah sebagai penanggungjawab, pengawasan dan pembina kebersihan pasar. Namun aktualisasi peran tersebut dalam mewujudkan kerjasama UPTD dengan para pedagang dalam pemeiiharaan kebersihan pasar masih lemah. UPTD Pasar Senapelan dapat meningkatkan partisipasi para pedagang dengan cara memotivasi dan melibatkan para pedagang dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan pemeliharaan kebersihan pasar."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22333
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Anwar Mufid
"Dalam Islam, ulama adalah pemimpin umat. Keberadaan mereka dibutuhkan oleh masyarakat Kotamadya Banda Aceh yang 95% penduduknya memeluk Agama Islam. Islam mempunyai konsep bersih yang luas untuk kepentingan ibadah dan kepentingan kebersihan lingkungan.
Namun potensi seperti di atas belum banyak menunjang program kebersihan di Kotamadya Banda Aceh untuk mewujudkan kota bersih sesuai dengan peraturan yang berlaku. Masalah yang diteliti berkisar pada sejauh mana peranan ulama yang berfungsi sebagai motivator dalam sistem pengelolaan kebersihan, pengetahuannya dalam makna konteks tentang bersih yang mendukung pengetahuan bersih dari konsep Islam. Kemudian bentuk-bentuk aktivitasnya, kondisi kebersihan, dan partisipasi masyarakat.
Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui tingkat peranan ulama dalam pelaksanaan program kebersihan, khususnya fungsi mereka sebagai motivator dengan menerapkan konsep agama tentang bersih.
Pada bagian bahasan teoritis memuat beberapa konsep yang mendasari standar penerapannya: (1) Rumusan pengertian bersih dan kebersihan sebagai standar yang dianut; (2) Konsep bersih menurut Islam untuk kepentingan ibadah dan lingkungan; (3) Teori tentang-peranan untuk menetapkan keberadaan peranan ulama dalam sistem pengelolaan kebersihan yang berfungsi sebagai motivator; (4) Pengertian ulama dan konsep kepemimpinannya di Aceh; (5) Rujukan ulama yang bersumber dari Al Qur'an dan Hadis; (6) Kerangka konseptual yang membentuk variabel-variabel sebab, akibat dan permasalahan yang diteliti; (7) Penjelasan variabel-variabel dan hipotesis kerja (Tan 1980 dan baca Moleong 1989) untuk mengarahkan penelitian, penulisan dan pembahasannya.
Selanjutnya dalam metodologi, setelah memilih Kotamadya Banda Aceh sebagai lokasi penelitian, lalu menetapkan jenis sampei utama yaitu ulama secara random sebanyak 28 responder yang akan diteliti peranannya. Sampel unsur pemerintah dan masyarakat sebagai sampel pendukung, masing-masing berjumlah 23 dan 70 responden. Pertimbangannya, pemerintah sebagai pihak penyelenggara program kebersihan, sedangkan masyarakat sebagai sasaran motivasi ulama dan yang berhubungan langsung dengan kebersihan secara operasional.
Data dikumpulkan dengan kuesioner, wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Data diolah dengan tabulasi distribusi persentase relatif, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan analisis deskriptif berdasarkan data kuantitatif.
Adapun hasil penelitian: (1) Penduduk Kotamadya Banda Aceh 95% memeluk Agama Islam dari jumlah penduduk 168.789 jiwa; (2) Kotamadya Banda Aceh belum mencerminkan kota bersih sesuai dengan standar yang dianut karena masih rendahnya partisipasi masyarakat. Hambatannya antara lain masih sulitnya merubah budaya membuang sampah di sembarang tempat yang dilatarbelakangi kurangnya pemahaman pengertian kebersihan lingkungan dan kurangnya motivasi. Pengertian dan penerapan konsep Islam tentang bersih masih terbatas pada kepentingan ibadah yang disebabkan antara lain oleh kurangnya keterlibatan ulama dalam memberikan motivasi tentang kebersihan lingkungan; (3) Sebagai upaya untuk mengatasinya, diperlukan sistem pengelolaan yang terpadu meliputi Perda, pengadaan sarana, partisipasi masyarakat, dan motivasi ulama bersama unsur lain; (4) Ulama Kotamadya Banda Aceh secara kognitif mempunyai pengetahuan konsep Islam tentang bersih. Namun secara kuantitatif sebagian besar mereka belum banyak mengembangkan makna bersih secara kontekstual dalam memberikan motivasi. Atau: secara kualitatif pengembangan makna konstekstual sudah diterapkan, akan tetapi hanya oleh sebagian kecil ulama. Motivasi pengertian dan penerapan konsep Islam tentang bersih pada umumnya masih berkisar pada kepentingan ibadah ritual; (5) Tingkat keterlibatan ulama ternyata masih kurang (6l%) seperti terlihat pada bentuk aktivitasnya. Padahal pilihan terbesar responden masyarakat (43%) mengharapkan kehadiran ulama sebagai motivator bahkan mendapat dukungah dari responden pemerintah.
Ada kecenderungan hubungan antara tingkat kurangnya peranan ulama dalam melaksanakan fungsinya sebagai motivator, dengan kurangnya pengetahuan mereka secara kualitatif (tebel 7) ; (6) Motivasi tentang kebersihan dengan pendekatan agama merupakan materi pendekatan yang tepat. Selanjutnya media mimbar dan teknik ceramah masih dominan dipergunakan. Padahal masyarakat sudah mendambakan media dan teknik yang lebih luas dan bervariasi; (7) Responden masyarakat 98,5% menyatakan partisipasi masyarakat tergantung motivasi ulama dengan alasan masih tingginya kredibilitas masyarakat terhadap ulama, dan ulama diakui sebagai pemimpin terdekat dengan umat (tabel 17); (8) Responden masyarakat 61% menyatakan bersih sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, namun 53 menjawab masih terbatas pada keperluan ibadah. Alasan di atas merupakan faktor lain yang menyebabkan masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam kaitannya dengan pengertian bersih yang hanya mereka terima dari praktek bimbingan ibadah melalui pengajian (54, 5%).
Pembahasan berkisar tentang sejauh mana pengetahuan dan penerapan konsep Islam tentang bersih yang dimiliki ulama itu didukung oleh pengetahuaan bersih dalam pengertian umum.
Selain tuntutan dakwah, tanggung jawab peranannya dalam sistem pengelolaan kebersihan yang fungsinya sebagai motivator, juga karena tuntutan pembangunan berwawasan lingkungan. Di sini ulama diperlukan kesadaran tanggung jawabnya dalam pembangunan berlanjut untuk meningkatkan kualitas umat. Karena tingkat partisipasi masyarakat berkaitan dengan pengetahuan dan penerapan bersih secara luas serta partisipasinya tergantung dari motivasi ulama, maka dituntut menguasai pengetahuan konsep Islam tentang bersih dalam makna kontekstual.
Lingkungan bersih,.partisipasi masyarakat, dan motivasi ulama menjadi satu sistem operasional yang mempunyai hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya.
Akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa peranan ulama telah ada dan diperlukan dalam sistem pengelolaan kebersihan, akan tetapi masih pada tingkat rendah. Rendahnya peranan ulama disebabkan oleh faktor-faktor seperti kurangnya pengetahuan dan penerapan konsep Islam tentang bersih dalam makna kontekstual, bentuk dan frekuensi kegiatan, penggunaan media dan teknik kegiatan.
Kurangnya peranan ulama mempengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat. Rendahnya partisipasi masyarakat bersama faktor lain juga dipengaruhi oleh faktor mendasar yaitu terbatasnya pengertian dan penerapan konsep Islam tentang bersih hanya pada keperluan ibadah ritual yang mereka terima dari pengajian dan bimbingan praktek ibadah.
Mengingat ulama sebagai pemimpin umat yang memiliki kredibilitas tinggi di mata masyarakat Kotamadya Banda Aceh, maka peranan mereka diperlukan dalam sistem pengelolaan kebersihan. Ulama juga sebagai guru umat sehingga dituntut menguasai pengetahuan konsep Islam tentang bersih dalam arti luas.

The Role Of Ulama In The Implementation Of Cleanliness Program: A Case Study in Banda Aceh MunicipalityAccording to Islamic teaching, ulama are leaders of mankind. They are needed by the community members of Banda Aceh Municipality where 95 percent of the population-are Moslems. Is-lam has a broad and comprehensive concept of cleanliness for worship (as ritual washing) and environmental purposes.
However, the above-mentioned concept has not been fully adopted to support the cleanliness program in Banda Aceh Municipality to make the clean city program a complete success, in accordance with the existing regulations. This study deals with the extent of the function of the role of ulama as motivators in the management system of cleanliness, the know-ledge of cleanliness within the contextual sense which sup-ports the knowledge derived from Islamic concept, the types of activities, the condition of the city and the people's participation. The general objective of this study is to assess the potential role of ulama in the implementation of the cleanliness program, especially to identify the extent of the role of ulama as motivators in environmental cleanliness.
In the chapter on the theoretical framework, several concepts supporting the implementation, of cleanliness programs are presented, including: (1) The definitions of clean and cleanliness as standard references; (2) The concept of cleanliness according to Islamic teaching for worship and environmental purposes; (3) Theory of role; in order to specify the position of ulama in their role and their function as motivators; The definition of ulama and the concept of leader in Aceh; The ulama's references which are mostly based on Al Qur'an and Hadits; (6) The conceptual framework which comprises the causality variables and working hypothesis (Tan 1980, and Moleong 1989) directing the study, its writing up and analysis.
Methodology. Banda Aceh Municipality was chosen as the research location because a cleanliness program has been implemented in this city. Using the random sampling method, 28 ulama whose role would be studied, were selected as the main sample, followed by a supporting sample consisting of 23 respondents from the local government officials and community members. The selection of the supporting simple was based on the fact that the government is the implementation of the cleanliness program, while the community members are the target group of the ulama's role as motivators, and at the same time are also directly and operationally involved in the program.
Data were collected using questionnaires, interviews, observations, as well as reviewing the literature related to the study. Later, the data were processed by tabulating the relative percentage distribution, and then qualitatively analyzed by using descriptive analysis, which was based on quantitative data.
Result of the study: (1) The research was conducted in Banda Aceh Municipality, with a total population of 168.7 89, of which 95 per cent are Moslems; (2) The research results indicated that due to people's low participation, so far the Banda Aceh Municipality has. not presented the condition and image of a clean city in accordance with the expected standard. Findings showed that the constraints rest among others on the fact that it is still difficult to change the cultural behavior of these people in disposing of their waste. This stems from lack of understanding and awareness of environmental cleanliness as well as lack of motivation. The under-standing and application of cleanliness based on Islamic concepts so far is still limited to worship purposes (as impurities) indicating that the ulama have not been fully participating in motivating the people to carry out the program; (3) Within the endeavors to implement the cleanliness program, an integrated management system is highly necessary, involving the local Government Regulation, facilities, public participation, and motivation geared by the ulama and other relevant agencies; (4) The ulama of Banda Aceh Municipality possess cognitive knowledge of cleanliness based on their religious concept. However, quantitatively most of these ulama have not developed the contextual meaning of cleanliness when motivating the people. In other words, qualitatively the con-textual notion of cleanliness has only been developed by a very limited number of ulama. In general, the knowledge and application of the concept of cleanliness in Islamic teaching is still mainly focused on fulfilling the call for worship purposes; (5) The extent of the involvement of ulama in their motivating role is still considered low (61 percent), whereas the responses from community members (43 per cent) and government officials (61 percent) expect that the ulama should play a role as motivators. There is high correlation between a weak role for the ulama as motivators and a lack of qualitative knowledge on their part {Table 7);(6) Religious approach is connected with cleanliness, or the other way around, that cleanliness can be used as a standard for motivating the people. Furthermore conventional media and techniques, such as pulpit and talks (ceramah) are still predominantly used. It should be noted that the people now expect wider varieties of media and techniques; (7) Responses from community members (95,5 per cent) indicated that public participation depends on the ulama's role as motivators, due to the ulama's high credibility and the ulama are still regarded as the people's closest leaders; (8) Responses from community members (61 per cent) declared that cleanliness had become part of their community life, however 53 per cent acknowledged that it was only limited to worship. The above reasons are the factors which influence the low public participation which is related to people's perception of the cleanliness concept acquired from worship and religious doctrines (54,5 percent, see Table 27).
The chapter of theoretical discussion deals with extent of the ulama's knowledge of their religion and the application of Islamic concepts, which is also supported by their general interpretation of cleanliness.
The responsibility of the ulama according to their role as motivators in the management of the cleanliness program is not only because of their responsibility to preach (dakwah), but also be issued of the need to implement sustainable development. Therefore, in-order to enhance the quality of life for mankind; awareness of sustainable development on the part of ulama is imperative. Since the level of public participation is significantly related to people's knowledge and under-standing of cleanliness in a broad sense, and their participation depends on the motivation geared by the ulama, hence the ulama should have sufficient knowledge of the Islamic concept of cleanliness within its contextual meaning.
Cleanliness, public participation and motivation generated by the ulama have become an operational system in interaction with one another.
The role of the ulama is needed in the management system of cleanliness, but is still at a low level. This low level is caused by several factors such as minimum knowledge and application of the Islamic concept of cleanliness in the contextual manner, kind and frequency of activities, utilization of media and technique of these activities and forth.
If the role of the ulama is decreased, the public participation is lower as well.
The level of people's participation together with other factors are affected by several basic factors, such as limited understanding and application of-the Islamic concept of cleanliness merely for religious matters which they get through doctrines (pengajian-pengajian), and worship guidance.
Ulama as leaders of mankind have the highest credibility in their society. Therefore an active role in the cleanliness management system on the part of ulama is a must.
Ulama as well as teachers are in demand for their knowledge of the Islamic concept of cleanliness in a broad sense.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1989
T4175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Saputra Sakti
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya yang dilakukan oleh sektor pemerintahan yang terkait dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk di Kelurahan Kota Bambu Selatan dalam mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Upaya yang dilakukan sektor pemerintahan yang terkait dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk di Kelurahan Kota Bambu Selatan sudah cukup baik di antaranya dengan membuat produk hukum yang masih terkait dengan program tersebut, kerjasama dengan pihak swasta, mengadakan sosialisasi masal, mengadakan lomba bebas jentik, inovasi adanya reward dan punishment untuk warga, dan pengadaan anggaran untuk program pemberantasan sarang nyamuk. Selain itu juga dilihat dari adanya upaya sektor pemerintahan yang terkait dengan progam ini membuat partisipasi masyarakat Kelurahan Kota Bambu Selatan cukup tinggi dengan pemahaman dan kesadaran yang dimiliki.

The purpose of this research is to analyze effort to intensifying public participation on Mosquito’s Nest Extermination Program at Kelurahan Kota Bambu Selatan to prevent Dengue Fever. The method use for the research is qualitative. Efforts made by the government sector related Mosquito’s Nest Extermination program in Kelurahan Kota Bambu Selatan has been good enough, they make laws that are still associated with the program, cooperation with the private sector, held a mass socialization, free competitions held larvae, the presence of reward innovation and punishment for citizens, and procurement budgets for Mosquito’s Nest Extermination program. It is also seen from the government sector efforts associated with this program makes participation in Kelurahan Kota Bambu Selatan is quite high with an understanding and awareness which they owned.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Hastuty
"Partisipasi masyarakat dalam penerapan program pemberdayaan masyarakat menarik untuk diteliti karena telah banyak program pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan tetapi belum menunjukkan hasil yang maksimal. Banyak program yang telah dilakukan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan namun belum berperan optimal untuk pemberdayaan masyarakat dan hanya sebagai penonton dan berada di luar sistem yang ada.
Dominannya peranan pihak-pihak di luar masyarakat dalam menjalankan program pembangunan tetapi partisipasi masyarakat belum terlaksana sebagaimana diharapkan. Padahal partisipasi masyarakat merupakan salah satu aspek dari keberhasilan program penanggulangan kemiskinan.
Penelitian ini menagunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Informan yang diwawancarai adalah anak dan dewasa yang dikelompokkan dari 4 wilayah yang mendapatkan dampingan secara intensif dan 3 wilayah yang tidak mendapatkan dampingan secara intensif (non intensif).
Hasil analisis data dari wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut : Pembuatan rencana program di Proyek Susukan relatif sudah cukup baik karena sudah melibatkan masyarakat dalam proses perencanaannya sehingga masyarakat mengetahui peran serta apa yang dibutuhkan dari masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan. Namun, tidak seluruh unsur yang ada di masyarakat turut dalam proses perencanaan.
Adapun dalam pelaksanaan kegiatan lebih banyak lagi masyarakat yang terlibat, tidak hanya sebagai peserta tetapi juga turut andil dalam memberikan sumberdaya yang mereka miliki untuk keperluan program. Sedangkan dalam monitoring dan evaluasi terhadap program, masyarakat juga telah terlibat di dalamnya. Bentuk keterlibatan masyarakat adalah dengan memberikan penilaian terhadap program yang berlangsung di Proyek melalui forum-forum diskusi atau menyampaikan langsung kepada pihak proyek.
Partisipasi masyarakat dalam program proyek dipengaruhi oleh kebijakan Proyek yang mensyaratkan masyarakat untuk terlibat dalam setiap proses pada program yang dilakukannya disamping kesadaran masyarakat untuk memperoleh manfaat dari program yang ada. Selain itu faktor-faktor pendorong masyarakat untuk berpatisipasi adalah karena faktor komunikasi yang baik, faktor kesadaran, faktor penyuluhan dan pelatihan serta faktor kebutuhan dari masyarakat.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, penulis menyarankan mengurangi bantuan yang sifatnya karitatif sehingga akan terlihat motivasi masyarakat yang sesungguhnya apakah karena adanya bantuan atau karena ingin meningkatkan kualitas hidup. Dalam perencanaan juga perlu melibatkan lebih banyak unsur dari masyarakat agar program yang dihasilkan lebih representatif dan menjawab kebutuhan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13352
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Malik
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji partisipasi masyarakat dalam Program Pemberantasan Sarang Nyamuk di Kelurahan Jagakarsa, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan masih rendahnya pemahaman masyarakat Kelurahan Jagakarsa mengenai Program Pemberantasan Sarang Nyamuk, hal ini disebabkan oleh sosialisasi terhadap masyarakat yang belum menyeluruh. Faktor pendukung partisipasi masyarakatnya adalah kepemimpinan dari tokoh masyarakat, kebersamaan, dan keterbukaan ruang partisipasi. Faktor penghambatnya adalah ketersediaan waktu masyarakat yang dinamis, kepedulian masyarakat, dan pemahaman masyarakat yang masih kurang baik mengenai program pemberantasan sarang nyamuk.

The purpose of this research is to study public participation on Mosquito’s Nest Extermination Program at Kelurahan Jagakarsa, Kecamatan Jagakarsa, South Jakarta. The method use for the reasearch is qualitative. the result of this reaserach show that people’s understanding about the mosquito’s nest extermination program, it is caused by uncomprehensive socialization to every people in society. The supporting factor of the participation are leadership, room for participation, and sense of belonging. The inbiting factors are time, people’s consideration, the knowledge of the Mosquito’s Nest Extermination Program, lack of law enforcement, and Jumantik problem.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S53634
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zurjawan Isvandiar Zoebir
"Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa seringkali partisipasi masyarakat dalam pembangunan hanya dipandang sebagai suatu pendekatan (approach) dan bukan sebagai tujuan (objective) (Rifkin,1988).
Sebagai pendekatan maka partisipasi masyarakat hanya dijadikan sarana untuk mencapai tujuan tertentu (as a means), bukan studi mengenai bagaimana menganalisis partisipasi masyarakat itu sendiri, yaitu dengan cara melihat atau menelaah partisipasi masyarakat sebagai tujuannya sendiri (as an end in it self). Akibatnya studi-studi yang dilakukan acapkali berputar-putar disekitar bagaimana menumbuhkan dan melaksanakan partisipasi.
Indikator yang digunakan dalam telaah partisipasi masyarakat pun seringkali hanya mampu menterjemahkan partisipasi masyarakat sebagai wujud pemberian kontribusi tenaga dan finansial masyarakat dalam program pembangunan, sehingga pada akhirnya keterlibatan masyarakat dianggap terbatas hanya pada tahap implementasi pelaksanaan program saja.
Dari hasil penelitian ini diupayakan dibangun suatu persamaan persepsi mengenai arti partisipasi masyarakat dalam wujudnya yang lebih dalam, sehingga pada akhirnya dapat diususun indikator-indikator yang relatif ideal yang dapat dipergunakan sebagai sarana pemantauan dan penilaian perkembangan partisipasi masyarakat dalam program posyandu.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui indikator partisipasi masyarakat pada program posyandu secara menyeluruh. Secara konseptual program posyandu mempergunakan pendekatan partisipasi masyarakat, berbagai kelompok dalam masyarakat ikut terlibat. Program posyandu relatif telah lama dilaksanakan, sehingga besar kemungkinan seluruh komponen partisipasi masyarakat akan teridentifikasi.
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian dengan pendekatan cross-sectional, yaitu dilakukan melalui tahapan eksploratif, yang bertujuan mengidentifikasi indikator partisipasi masyarakat pada program posyandu, yang mencakup dua kegiatan utama, yaitu :
a. telaah dokumen dan kepustakaan, untuk mendapatkan gambaran mengenai program kesehatan dan menentukan variabel-variabel tentatif yang dapat dipakai sebagai indikator dari partisipasi masyarakat; dan
b. studi di lapangan, yang bertujuan untuk mengidentifikasikan apakah indikator tentatif telaah kepustakaan tersebut memang terdapat dalam kegiatan program kesehatan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Bila kegiatan tersebut dilakukan, dalam bentuk apakah wujud kegiatan tersebut. Dari melihat wujud kegiatan, kemudian dapat ditentukan karakteristik dan dimensi tiap indikator.
Arnstein (1969) mengatakan bahwa adanya partisipasi masyarakat dapat ditunjukkan oleh terjadinya pembagian ulang kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia kegiatan dan kelompok masyarakat penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut bertingkat, sesuai dengan gradasi derajat wewenang dan tanggungjawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan.
Uphoff dan Cohen mengemukakan bahwa adanya partisipasi masyarakat ditunjukkan oleh adanya keterlibatan masyarakat setempat termasuk tokoh masyarakatnya pada setiap tahap kegiatan pembangunan kesehatan dalam hal : (1) Proses pengambilan keputusan; (2) Proses pelaksanaan program yang dapat berupa kontribusi sumber daya (resources) dalam wujud tenaga, finansial, serta kegiatan administratif; dan (3) proses pemanfaatan hasil program.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga kelompok anggota masyarakat yang terlibat dalam kegiatan posyandu, yaitu (1) kelompok tokoh masyarakat, sebagai pemimpin dan pembina semua kegiatan pembangunan di wilayahnya, (2) kelompok leader, sebagai pelaksana kegiatan, dan (3) kelompok balita, ibu hamil dan ibu dalam periode menyusui sebagai pemanfaat pelayanan posyandu.
Didapatkan lima indikator yang merupakan komponen partisipasi masyarakat sebagai hasil analisis peran ketiga kelompok tersebut pada program posyandu, yaitu: (1) indikator pengelolaan, yang menilai partisipasi masyarakat pada aspek proses pengambilan keputusan, pembinaan, dan pengorganisasian, (2) indikator administrasi, yang menilai aspek pencatatan dan pelaporan, (3) indikator kontribusi, yang menilai besar kontribusi anggota masyarakat baik kontribusi tenaga, finansial, material dan saran, (4) indikator pemanfaatan, yang menilai tingkat pemanfaatan posyandu oleh kelompok sasaran, dan (5) indikator pendukung kegiatan, yang menilai berbagai kegiatan sebagai pendukung kegiatan yang mengarah pada perkembangan posyandu.
Dari semua uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat merupakan suatu hal yang sangat kompleks, dan untuk melakukan analisis terhadap partisipasi masyarakat tidak cukup hanya dengan melihat ada atau tidak adanya partisipasi tersebut tetapi perlu pula melihat derajat kepartisipasian masyarakat atau kelompok individu atau tiap individu di dalam masyarakat tersebut. Permasalahan partisipasi masyarakat akhirnya bukan hanya pada pentingnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan, tetapi juga pada 'telaah partisipasi' itu melalui pembuatan 'construct' partisipasi. Dengan kesamaan persepsi mengenai partisipasi, akan dapat ditelaah indikator yang dapat dipakai sebagai sarana pemantauan dan penilaian perkembangan partisipasi masyarakat dalam berbagai program kesehatan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Defina
"Program pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk menanggulangi masyarakat miskin sudah banyak dilaksanakan di Kelurahan Klender, seperti IPS, PPK dan In-Gub. Namun program tersebut dianggap belum berhasil dan belum optimalnya partisipasi masyarakat. Jumlah penduduk miskin masih banyak di Kelurahan Klender, malah paling banyak di Jakarta Timur. Pada tahun 2001, Kelurahan Klender menjadi Salah satu pilot project dari 25 kelurahan untuk pelaksanaan PPMK di DKI Jakarta. Tujuan PPMK hampir sama dengan program sebelumnya, namun program ini sangat memerhatikan prinsip partisipasi.
Bagaimana partisipasi masyarakat pada ketiga bina PPMK (bina sosial, fisik, dan ekonomi) dan kendala partisipasi masyarakat dalam PPMK menjadi tujuan penelitian ini. Untuk memperoleh gambaran partisipasi masyarakat dan kendalanya, jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Gambaran partisipasi masyarakat pada PPMK dianalisis dengan definisi partisipasi yang dikemukan oleh Adi yaitu keterlibatan masyarakat dalam pengidentifikasian masalah, proses pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah, pelaksanaan hasil keputusan dan evaluasi pada suatu kegiatan pembangunan.
Partisipasi masyarakat yang besar hanyalah pada tahap assessment dan pelaksanaan pada tahun 2002, 2004 dan 2005. Hal ini terlihat pada ketiga bina yang dilaksanakan dalam PPMK, yaitu: bina sosial, fisik dan ekonomi. Pada tahap perencanaan, peranan masyarakat hanya ada pada dua bina saja, yaitu sosial dan fisik. Sedangkan pada bina ekonomi, masyarakat tidak dilibatkan dalam perencanaan. Partisipasi masyarakat tidak ada sama sekali adalah pada tahap evaluasi. Masyarakat dalam berpartisipasi temyata mengalami kendala. Kendala yang dihadapi tersebut terutama sekali ada dalam diri individu, seperti superego yang kuat, seleksi ingatan dan persepsi, dan sikap ketergantungan. Sedangkan kendala di luar diri individu yang menghambat warga untuk berpartisipasi adalah peraturan PPMK yang telah ditentukan oleh Pemerintah DKI Jakarta, yakni tentang pihak yang bertanggung jawab terhadap evaluasi program, dan mekanisme peminjaman dana bergulir.
Agar partisipasi masyarakat ada pada semua bina dan tahap, pedoman pelaksanaan PPMK perlu direvisi. Masyarakat diberikan pelatihan kewirausahaan sehingga dana bergulir yang digunakan bisa maksimal dan mereka yang terkena musibah banjir sehingga menunggak, dipinjamkan lagi modal melalui seleksi. Memberikan modal kembali kepada korban musibah banjir dan pelatihan kewirausahaan akan membuat masyarakat berpartisipasi dalam bina ekonomi. Hal ini juga membuat masyarakat berpatisipasi dalarn bina sosial dan fisik. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, masyarakat dibatkan dari awal sarnpai akhir, yaitu dari tahap assessment sampai evaluasi program. Masyarakat dilibatkan mulai dari pertemuan tingkat RT sampai pada pertemuan tingkat kelurahan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>