Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1550 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Kamil
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2012
174 AHM f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Arbijoto
"Kode Kehormatan Hakim adalah kode etik dari para hakim, yaitu kaidah-kaidah atau norma-norma bagi para hakim dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Kaidah-kaidah dalam kode tersebut, merupakan norma moral, karena mengikat para hakim dalam menjalankan profesinya. Ikatan itu bukan secara fisik akan tetapi secara psikis, dan karenanya pelaksanaannya secara primer tidak dapat dipaksakan dari luar, akan tetapi harus-timbul dari diri hakim itu sendiri, walaupun secara seconder dimungkinkan adanya penindakan secara fisik.
Apabila dihubungkan dengan tugas sehari-hari hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara yang dihadapkan kepadanya, maka kewajiban hakim tidak hanya sekedar memperhatikan aspek legalitas (Arbitrary Rules) yaitu sekedar menerapkan norma-norma hukum sehubungan dengan perkara (kasus) yang dihadapkan kepadanya, akan tetapi juga harus diperhatikan aspek legitimasi (Ethical Princip_les), yaitu apakah hakim dalam memutuskan telah sesuai dengan prinsip deontologi sebagaimana yang dimaksudkan dalam kode kehormatan tersebut, yaitu apakah putusannya telah sesuai dengan prinsip kejujuran, keadilan, kebijaksanaan, berkelakuantidak tercela dan telah mendasarkan pada ketaatannya terhadap Allah.
Dikatakan bahwa hakim dalam menjalankan profesinya telah memenuhi azas legitimasi (Ethical Principles), apabila hakim dalam menjalankan profesinya berpegang teguh pada prinsip deontologis, sebagaimana dikemukakan di atas. Prinsip itu dapat dicapainya apabila sanggup untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya tanpa pamrih dan mempertanggungjawabkan kepada suara hatinya (transendensi diri) serta kepada Allah (transendensi iman) dan ia hanya dapat mempertanggungjawabkannya apabila ia bebas dalam menjalankan profesinya.
Karena kode kehormatan tersebut memuat ajaran tentang moralitas bagi para hakim dalam melaksanakan profesinya, maka penulis akan meninjau Kode Kehormatan Hakim dengan melakukan suatu refleksi (pemikiran secara kritis), dengan menelusuri pemikiran para filsuf dari zaman Yunani kuno sampai zaman Post-Modern terhadap ajaran moralitas bagi para hakim yang termaktub dalam kode kehormatan."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S16003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arbijoto
"Penulis berusaha melakukan refleksi terhadap hakim dalam kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan secara legalistis, dengan mendasarkan pada Arbitrary Rule (Homo Yuridicus), apakah telah terselenggaranya dengan baik, ataukah masih dipertanyakan lebih lanjut legitimasi yang mendasarinya.
Dengan mendasarkan pada Arbitrary Rule, masih dipertanyakan lebih lanjut legimitasi yang mendasarinya, sehingga secara Deontologi dipertanyakan lebih lanjut mengenai Ethical Principle : suatu keutamaan-keutamaan moral, yang muncul dari usaha manusia sendiri (Homo Ethicus), maupun keutamaan-keutamaan Teologal, yang terutama merupakan anugerah dari Tuhan (Homo Religiosus), sehingga dilihat dari tujuan yang akan tercapai (Teleologi), maka dapat terselenggara negara hukum dengan baik.
Penulis berasumsi bahwa dalarn kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan, tidak dapat terselenggara dengan baik, apabila hanya mendasarkan pada legalitas saja (Homo Yuridicus), karenanya juga mendasarkan pada Ethical Principle, yakni baik dengan mendasarkan pada keutamaan-keutamaan moral (Homo Ethicus) maupun keutamaan-keutamaan teologal (Homo Religiosus).
Penulis membahas tema ini dengan melakukan refleksi kritis secara bertahap, terhadap pemikiran-pemikiran yang berdasarkan pada :
Legalitas (Homo Yuridicus), yang hanya mendasarkan pada norma hukum. Norma hukum adalah merupakan ketentuan hukum positif, yang untuk berlakunya harus ada paksaan dari luar ; karena pada pemikiran yang mendasarkan pada legalitas ini, masih belum mempertimbangkan panggilan suara hati.
- Legitimasietis (Homo Ethicus), disamping mendasarkan pada norma hukum, telah mendasarkan pada keutamaan-keutamaan moral ; yang untuk berlakunya mendasarkan pada sesuatu yang bersifat otonom, setelah mendengarkan suara batin.
Legimitasi Teologal (Homo Religiosus), disamping mendasarkan pada norma hukum dan keutamaan-keutamaan moral, juga telah dapat mentransendensikan dirinya sebagai ciptaan Tuhan, menjawab panggilan Tuhan dalam Rahmatnya, untuk keselamatan jiwanya.
Hakim Sebagi Homo Yuridicus.
Hakim dalam kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan, masih tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum positif saja untuk diterapkan terhadap kasus konkrit, yakni terhadap perkara yang diajukan kepadanya untuk diputus. Maka dipertanyakan, bagaimana kalau hukum yang akan diterapkan dalam kasus konkrit ini temyata bertentangan dengan rasa keadilan, karena disini hakim dituntut untuk mempunyai integritas moral, dalam pengertian tanpa adanya keberanian moral untuk menegasikan hukum positif yang bertentangan dengan rasa keadilan tersebut, justru akan mengakibatkan putusan hakim menjadi Contra Legem Abus de Droit.
Hakim Sebagai Homo Ethicus.
Hakim dalam kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan, disamping memperhatikan ketentuan hukum positif, sudah mempertanyakan apakah ketentuan hukum positif tersebut bertentangan dengan rasa keadilan ; dalam pengertian apakah hukum positif identik dengan hukum yang hidup (Living Law) dari para pencari keadilan (Yustiabelen).
Maka disini hakim dalam menerapkan hukum dalam kasus konkrit, dituntut untuk melaksanakan keutamaan-keutamaan Moral (Ethical Principle) antara lain : Kebijaksanaan Keadilan, Ketangguhan dan Keugaharian.
Hakim Sebagi Homo Religiosus
Hakim dalam kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan disamping dituntut memperhatikan ketentuan hukum positif dan keutamaan moral, juga dituntut untuk melaksanakan keutamaan Teologal. Sehingga juga dipertanyakan mengenai bahwa : Hakim bisa berbuat dalam anti moral, yakni bertindak demi kewajiban semata, tanpa membutuhkan suatu pemahaman mengenai Tuhan.
Bukankah motivasi tindakan moral demi kewajiban semata (moralitas otonom), bukan ketaatan pada perintah Tuhan.
Pertanyaan ini dapat dijawab : bahwa moralitas mengarah kepada agama melalui pemahaman Kebaikan Tertinggi, Summum Bonum. Tuhan adalah yang sempurna secara moral. Maka kehendak dan perintahNya adalah sempurna juga secara moral. Mengingat bahwa tujuan moralitas adalah Kebaikan Tertinggi padahal Kebaikan Tertinggi terdapat pada Tuhan dan dapat dicapai dengan menerima adanya Tulian sebagai postulat, maka kalau kita ingin mencapai Summum Bonum, make kita harus menyelaraskan diri dengan kehendak dan perintah Tuhan yang sempurna secara moral itu. Dengan adanya penyelarasan inilah, kita mengakui kewajiban kita sebagai perintah Tuhan ; dan menurut Immanuel Kant inilah agama, karena dengan demikian kita dapat menghayati pengalaman dalam hidup beragama dengan menerima eksitensi Tuhan.
Menerima eksistensi Tuhan dan kemampuan manusia melakukan transendensi terhadap Tuhan (Homo Religiosus) serta konsep mengenai Kejahatan, Durjana, Evil, Dosa, Fallibilty, Fault ; penulis paparkan dengan menggunakan pemikiran Soren Aabye Kierkegaard, Mirces Eliade, Immanuel Kant, Paul Ricour, Prof.Dr. Toety Heraty, Prof.Dr. Franz Magnis Suseno, Dr. Loren Bagus.
Kebebasan dan Iman Hakim
Hakim dalam kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan, tidak saja telah dapat mentransendensikan diri dalam tindakan moral, akan tetapi juga telah dapat melakukan transendensi dalam iman dan dengan iman yang dihayati kira mengambil bagian dalam hidup Tuhan (Homo Religiosus).
Homo Religiosus adaiah tipe manusia yang hidup dalam suatu alam sakral, penuh dengan nilai-nilai religius dan dapat menikamati sakralitas yang ada, tampak pada alam semesta. Hakim sebagai Homo Religiosus dalam pengalaman religiusnya dapat mengahayati perasaan-perasaan yang dialami, sebagai misteri yang memikat, yang membahagiakan, apabila menerima panggilan Tuhan (Mysterium Fascinosum) dan sebagai misteri yang menakutkan apabila menolak penggilan Tuhan (Mysterium Tremendum).
Kesimpulan
Hakim dalam kebebasannya untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan, terhadap kasus yang dihadapkan kepadanya disamping mendasarkan pada azas legalitas, juga mencasarkan legitimasi putusannya pada prinsip-prinsip keutamaan Moral dan terutama pada prinsip keutamaan teologal.
Hal-hal Yang Erat Relevansinya dengan Keadaan d Indonesia.
Meskipun kebebasan hakim dalam menyelenggarakan hukum dan keadilan secara legalitas telah dalam konstitusi maupun dalam Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, namun tanpa adanya integritas yang dilandasai oleh prinsip-prinsip keutamaan moral dan teologal, maka kebebasan hakim tersebut adalah hanya merupakan suatu yang Abstrud."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Prinsip kebebasan hakim merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dan UUD 1945, demi terselenggaranya negara hukum RI, sebagaimana yang dikehendaki pasal 24 UUD 1945. Prinsip kebebasan hakim dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim, maka dapat memberikan pengertian bahwa hakim dalam menjalankan tugas kekuasaan kehakiman tidak boleh terikat dengan apapun dan atau tertekan oleh siapapun, tetapi leluasa untuk berbuat apa pun. Prinsip kebebasan hakim merupakan suatu kemandirian atau kemerdekaan yang dimiliki oleh lembaga peradilan demi terciptanya suatu putusan yang obyektif dan imparsial. Para hakim di Indonesia memahami dan mengimplementasikan makna kebebasan hakim sebagai suatu kebebasan yang bertanggung jawab, kebebasan dalam koridor ketertiban peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman sesuai hukum acara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa dipengaruhi oleh pemerintah, kepentingan, kelompok penekan, media cetak, elektronik, dan individu yang berpengaruh."
JK 12:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatul Hidayat
"Hakim dan kebebasannya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Dimana hakim memiliki sebuah kebebasan yang sangat luas untuk menjatuhkan sebuah sanksi, meskipun hakim memiliki kewenangan yang besar ia tidak bebas secara mutlak. Kekuasaan memiliki arti penting, sebab kekuasaan tidak saja merupakan instrument pembentukan hukum (law making), tetapi juga merupakan instrument penegakan hukum (law enforcement) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hukum memiliki arti penting bagi kekuasaan karena hukum dapat berperan sebagai sarana legalisasi bagi kekuasaan formal lembaga-lembaga negara dan unit-unit pemerintahan. Dan dalam penegakan hukum, menghendaki agar kekuasaan kehakiman yang merdeka terlepas dari pengaruh pemerintah atau kekuasaan lainnya. Discretionary power yang dimiliki oleh hakim dianggap sedemikian rupa besarnya sehingga terjadi adalah abuse of power yang berujung pada kesewenang-wenangan dalam menjatuhkan hukuman. Pedoman pemidanaan dianggap sebagai jalan terbaik dalam membatasi kebebasan hakim sehingga objektifitas dan konsistensi dalam memutuskan perkara akan tetap terjaga, sehingga dengan pedoman pemidanaan itu juga akan diperoleh sebuh hukuman yang proporsionalitas sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh pelaku tindak pidana.

Judge and independent have been regulating in Under Act No. 48 of 2009 The judge have a extensive independency to give a sanction, although the judge have a extensive authority, but his not absolutely free. The authority have significance, because the authority isn’t just a law-making instrument, but also an instrument of law-enforcement in the life of society, nations and state. Law have significance the authority cause the law could act as a means of formal authority legalization of state institutions and the government units. And in lawenforcement, calls for independent judiciary from the influence of government or other authority. Discretionary power held by judges considered such magnitude that happened was abuse of power that led to the arbitrariness in sentencing. Sentencing guidelines are considered as the best way of limiting the independent of judge so that objectivity and consistency in deciding cases will be maintained, so that the sentencing guidelines would also obtained a proportionality punishment in accordance with what has been done by criminals.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari
"Tesis ini bermaksud mempermasalahkan pemikiran Sartre tentang kebebasan total. Penulis berpendapat bahwa manusia adalah kebebasan tanpa batas seperti dinyatakan Sartre tidaklah tepat. Sebaliknya pernyataan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan juga tidak tepat. Tesis membatasi kajian pada paham Sartre tentang kebebasan manusia, dengan sumber bacaan primer menggunakan buku Being and Nothingness dan buku-buku sekunder yang berkaitan dengan masalah kebebasan.
Masalah pokok yang diangkat adalah: Apakah manusia sungguh-sungguh memiliki kebebasan total seperti yang dinyatakan Sartre? Sejauh mana manusia sungguh-sungguh memiliki kebebasan? Apakah kebebasan dalam pandangan Sartre sesuai dengan realitas manusia atau hanya ada dalam pikiran manusia saja? Dapatkah kebebasan didamaikan dengan determinisme?
Tesis bermaksud mencermati dan memberi makna kebebasan manusia dengan melakukan telaah kritis pemikiran Sartre tentang kebebasan sehingga membuka perspektif baru yang lebih luas tentang makna kebebasan manusia. Hasil kajian diharapkan dapat bermanfaat dalam kerangka korisientisasi dan ajakan untuk terus-menerus merefleksikan apa yang sungguh-sungguh bernilai dan perlu ditingkatkan bagi hidup manusia, yaitu menjadi manusia yang memiliki kesadaran, kebebasan dan tanggung jawab. Metode yang digunakan adalah metode ekploratif, kritis, analitis dan sintesis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musa Asyarie
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1986
102 MUS i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Anggoro
Jakarta: Universitas Indonesia, 2007
T36238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjia, Siauw Jan
"Penelitian ini membahas mengenai mengenai Kebijakan Dualisme Pembinaan Pengadilan Pajak Terhadap Kebebasan Hakim Dalam Memeriksa Dan Memutus Sengketa Pajak. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Hasil dari penelitian ini adalah Undang Undang Pengadilan Pajak tidak sesuai dengan Undang Undang Kekuasaan Kehakiman, oleh karena itu perlu diadakannya perubahan Undang Undang Pengadilan Pajak agar sesuai dengan Undang Undang Kekuasaan Kehakiman sedangkan kebijakan dualisme pembinaan pengadilan pajak tidak berimplikasi pada kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak serta kepastian hukum dan keadilan bagi Wajib Pajak.

This research discuss regarding The Duality of Development Policy And Effect on The Independence of Tax Court Judge Due To Review And Make Final Decision On Tax Dispute Settlement. This research is a qualitative descriptive research type of analysis.
The Results of this study is Tax Court?s Constitution is not rely on Judicial Power Constitution , it is suggested to make amandment of Tax Court Constitution therefore the duality of development Policy do not affect to independence of tax court judge, law enforcement and justice to tax payer due to dispute settlement."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30291
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erdi Rujikartawi
"Pemikiran mengenai cara pembangunan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat telah banyak dikemukakan, sehingga konsep pembangunan memiliki kekhasannya tersendiri dan masing-masing memiliki kelemahan serta kelebihan.
Amartya sen mengungkapkan pemikiran kebebasan untuk mensiasati pembangunan yang dilakukan oleh negara. Kebebasan ini dapat digunakan sebagai tujuan pembangunan (Constitutive Freedom) dan sekaligus sebagai cara pembangunan (Instrumental Freedom). Sebagai tujuan pembangunan kebebasan ini dapat berakibat langsung terhadap pengangkatan hak-hak azasi manusia sehingga terhindarnya masyarakat dari berbagai ketertindasan akibat pembangunan. Sedangkan kebebasan sebagai cara dapat digunakan sebagai penunjang dan mempercepat keberhasilan pembangunan. Terdapat lima cara, pertama kebebasan politik (political freedom), kedua fasilitas ekonomi (economic facilities), ketiga peluang- peluang sosial (social opportunities), keempat jaminan keterbukaan (transparency guarantes), dan kelima perlindungan keamanan (protective security).
Kedua kebebasan ini dapat berakibat langsung bagi kehidupan masyarakat. Masyarakat dapat berpartisipasi atau berperan aktif serta kreatif dalam alam pembangunan. Aktif serta kreatifnya masyarakat dalam kehidupannya disebabkan adanya kebebasan yang diciptakan oleh pemerintah melalui kebijakan pembangunan. Kebijakan pembangunan yang berdasarkan kebebasan akan berdampak masyarakat mampu mengembangkan dirinya serta dapat memberikan sumbangsih langsung bagi pembangunan. Sehingga pembangunan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja akan tetapi melibatkan peran serta masyarakat. Karena pada akhirnya pembangunan ditujukan guna mengangkat nilai serta kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat yang bebas adalah masyarakat yang mampu menentukan segala yang menjadi pilihannya, pilihan yang dilakukannya untuk kepentingan pemenuhan hidupnya. Adanya kebebasan ini menjadikan masyarakat terhindar dari berbagai kekurangan dan bencana yang berakibat lebih fatal. Dengan adanya kebebasan ini pula menjadikan masyarakat dapat memenuhi segala kebutuhan hidup serta memiliki peluang yang lebih besar untuk menentukan segala yang menjadi pilihannya. Dengan demikian kebebasan ini pada akhirnya dapat menjadikan masyarakat lebih peduli terhadap pembangunan dan dapat menjadikan masyarakat lebih mampu untuk menjalankan hidupnya lebih baik."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>