Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166073 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yustian Fadji M
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S6030
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"The objective of this study is to analyze the impact of fuel price subsidy on economic performance in Indonesia. The analysis using econometric approach with simultaneous equations model and solved by 2SLS method. The results of this study shows that the abolishment of fuel price subsidy will create, increasing unemployment, appreciation of domestic exchange rate, increasing riil interest rate, decreasing general prices or deflation, and lowering economic growth."
PPEM 15 (1) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Koes Martini S.W.
"Dalam kondisi perekonomian yang belum pulih dari krisis pada tahun 1997, serta situasi politik yang masih tak menentu, Pemerintah mengambil langkah kebijakan yang kurang populer di masyarakat yaitu menaikkan harga jual BBM rata-rata 12% dalam bulan Oktober 2000. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi beban subsidi BBM dalam APBN tahun 2000, yang semula dianggarkan sebesar Rp. 22,5 trilyun (diperkirakan akan membengkak menjadi Rp. 43,5 trilyun), jumlah ini sangat besar bila dihubungkan dengan defisit anggaran tahun 1999/2000 sebesar Rp. 44,1 trilyun. Dengan kenaikan harga BBM tersebut diperhitungkan dapat menurunkan subsidi BBM sebesar Rp. 800 milyar, dan selanjutnya penghematan subsidi ini dikembalikan ke masyarakat sebagai kompensasi. Di sini Pemerintah menghadapi situasi yang dilematis, di satu sisi subsidi BBM harus diupayakan dihapus karena sangat membebani keuangan negara (APBN), di lain pihak keadaan sosial ekonomi masyarakat masih dalam keadaan yang memprihatinkan, sehingga sebagian masyarakat cenderung bereaksi menolak kebijakan tersebut.
Kondisi yang diuraikan tersebut di atas melatarbelakangi penelitian ini, yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan harga BBM dan kompensasi tersebut terhadap distribusi pendapatan rumah tangga masyarakat, dengan menggunakan peralatan analisa Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 1999. Untuk keperluan ini SNSE tahun 1999 perlu dimodifikasi dengan memunculkan Pengilangan Minyak Bumi sebagai sub sektor tersendiri, tidak lagi tergabung dalam sub sektor pertambangan lainnya.
Dari SNSE yang telah dimodifikasi tersebut kemudian dapat diketahui angka-angka pengganda, yang menggambarkan dampak dari kebijakan tersebut terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, dalam bentuk dampak global/keseluruhan, transfer, open loop maupun close loop.
Hasil analisis menunjukkan beberapa hal berikut :
1. Dilihat dari segi kebijakan, penurunan subsidi BBM selama ini hanya ditempuh melalui intervensi terhadap harga BBM, sedangkan variabel lain yang cukup dominan dalam menentukan besarnya subsidi BBM, yaitu volume konsumsi BBM dan biaya pengadaan BBM belum pernah dijadikan alternatif pemecahan.
2. Angka-angka pengganda pada kenaikan harga BBM menunjukkan bahwa:
- Secara keseluruhan kenaikan harga BBM tersebut menurunkan pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 20.839,33 milyar (2,65%), dengan dampak terbesar diatami oleh rumah tangga Golongan Atas dan Golongan Rendah di perkotaan, yaitu dua kelompok rumah tangga yang mendominasi penggunaan BBM sebanyak 43,69% dari konsumsi BBM nasional, dengan meliputi penduduk sebanyak 23,50% dari penduduk Indonesia.
- Secara transfer, kenaikan harga BBM belum menimbulkan dampak pada sektor-sektor pendapatan. Secara open loop, kenaikan harga BBM menurunkan pendapatan rumah tangga pada sektor neraca institusi sebesar 0,74%, dengan dampak terbesar dialami oleh rumah tangga Golongan Atas dan Golongan Rendah di perkotaan.
- Secara close loop kenaikan harga BBM menurunkan pendapatan sektorsektor pada neraca produksi sebesar 1,91%, dengan dampak terbesar dialami oleh rumah tangga Golongan Atas dan Golongan Rendah di perkotaan.
3. Angka Pengganda pada kompensasi sebesar Rp. 800 milyar. Secara keseluruhan, kompensasi Pemerintah tersebut menaikkan seluruh pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 1.624,90 milyar atau 0,21% dari pendapatan rumah tangga semula. Kenaikan pendapatan ini terdiri dari kenaikan secara transfer sebesar Rp. 0,95 milyar (0%), secara open loop Rp. 375, 28 milyar (0,05%) dan secara close loop sebesar Rp. 1.048,67 milyar atau 0,13% dari pendapatan semula.
4. Dari penurunan pendapatan dan kenaikan pendapatan pada butir 2 dan 3 tersebut di atas diperoleh dampak netto berupa penurunan pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 19.214,43 milyar atau 2,44% dari total pendapatan semula.
5. Kenaikan harga BBM dan pemberian kompensasi dari Pemerintah ternyata membawa dampak perbaikan pada kesenjangan pendapatan rumah tangga. Kalau sebelumnya, perbandingan rata-rata pendapatan perkapita dari masingmasing golongan rumah tangga yang terendah dengan tertinggi adalah 1:5,766, maka dengan adanya kebijakan tersebut perbandingan ini menjadi I:5,442. Dari data ini terlihat bahwa penurunan subsidi memperbaiki kesenjangan pendapatan rumah tangga, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa subsidi BBM sebaiknya dihapuskan dan BBM diperjualbelikan dengan harga pasar.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa secara prinsip subsidi BBM perlu dihapuskan karena memperbaiki kesenjangan distribusi pendapatan rumah tangga. Namun mengingat rumah tangga masyarakat kita masih menghadapi permasalahan perekonomian, yang diindikasikan oleh tabungan masyarakat yang negatif di tahun 1999, maka pada kelompok rumah tangga masyarakat tertentu, yakni yang kurang mampu, masih perlu diberikan subsidi BBM secara langsung. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna menentukan target subsidi dimaksud beserta mekanisme pemberian subsidi yang seefektif mungkin."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T4691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dessy Suziana
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah - masalah dalam pengembangan kakao di Kabupaten Padang Pariaman serta menentukan masalah utama yang perlu mendapatkan prioritas penanganan. Disamping itu juga diteliti dampak pengembangan kakao ini terhadap perekonomian daerah. Data utama yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuisioner Analytic Hierarchy Process (AHP) dan data sekunder yaitu Tabel Input Output Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2007 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masalah utama yang perlu mendapatkan prioritas penanganan adalah permodalan. Dampak pengembangan kakao terhadap perekonomian daerah untuk saat ini masih rendah. Namun simulasi kebijakan menunjukkan bahwa investasi yang dilakukan di sektor kakao akan mampu meningkatkan output, Nilai Tambah Bruto (PDRB) dan pendapatan masyarakat Kabupaten Padang Pariaman. Untuk itu disarankan kepada stake holder terkait agar melakukan terobosan untuk mengatasi permodalan, meningkatkan kegiatan pembinaan dan penyuluhan serta pengembangan industri pengolahan kakao.

The objective of the research was to understand both of problems of cocoa development on padang pariaman regency and its priority treatment to solve. Despitefully, this research is also attributed to understand the cocoa development impact on regional economy of padang pariaman regency. The research utilizes the prominent data which consist of primary data and secondary data. The primary data was collected by analytic Hierarchy Process (AHP) quisioner whereas the secondary data was provided by domestic input-output tabel transaction base on producer price of Padang Pariaman regency on year 2007.
The observational result indicates that the capital is the priority treatment which must be performed. Nowadays, the cocoa development impact on regional economy is still contemning. However, the policy simulation shows that the investment which done on the cocoa sector will increase the output, Gross District Product (GDP), and society income of Padang Pariaman Regency. There is several recommendations for relevant stakeholder to increase attainment of cocoa development impact on regional economy such as breakthrough the overcame capital, improving guidance and counseling activities, and development of cocoa processing industry.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T28754
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nasruddin Djoko Surjono
"Tesis ini mengkaji pengaruh kebijakan cukai terhadap permintaan rokok dan dampaknya terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya, Hipotesis penelitian ini adalah diduga kebijakan cukai akan berpengaruh terhadap permintaan rokok serta diduga multiplier sektor rokok akan berpengaruh besar terhadap sektor lainnya.
Untuk menjawab permasalahan di atas dilakukan pendekatan ekonometri dan input-output. Pendekatan ekonometri dilakukan melalui pengolahan data panel dengan metode fixed effect atas tiga model yang pernah dikembangkan oleh Wilkins, Yurekli, dan Hu (2002) yakni model permintaan konvensional, model permintaan adiksi miopik dan model permintaan adiksi rasional. Sedangkan pendekatan input-output dianalisis dari tabel 1-0 175 sektor tahuQ 2000 guna melihat pengaruh perubahan permintaan rokok terhadap output sektor perekonomian lainnya.
Hasil analisis ekonometri menunjukan bahwa antara tahun 1998-2003, model gerrrtintaan rokok yang memiliki variabel signifilkan serta memenuhi syarat uji statistik adalah model permintaan konvensional. Model ini menjelaskan bahwa permintaan rokok dipengaruhi oleh variabel harga, variabel pendapatan perkapita dan variabel dummy kebijakan pembatasan iklan rokok. Variabel harga jual eceran berpengaruh negatif terhadap permintaan rokok secara signifikan (rx=l %) pada periode 1998-2003. Dengan kenaikan harga sebesar Rp. 1,- maka akan terjadi penurunan permintaan rokok sebesar 270.000 batang. Oleh karena harga jual eceran merupakan bagian dari kebijakan cukai maka hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan cukai berpengaruh negative terhadap permintaan rokok.
Output multiplier dan income multiplier pada sektor rokok tidaklah besar dalarn perekonomian nasional, output multiplier sektor ini menduduki peringkat 118 diantara 175 sektor dalam perekonomian nasional. Dernikian pula pada income multiplier sektor rokok mentlu[luki peringkat 167 di antara 175 Setter perekonomian lainnya. Serta sektor ini termasuk dalam sektor yang orientasinya rendah dimana indek BL dan FL <1.
Selanjutnya, analisis ini dikembangkan lagi dengan melihat dampak perubahan permintaan rokok akibat kebijakan cukai dengan model input output. Hasil analisis menunjukan baliwa sembilan peringkat besar persentase perubahan output sektor yang terkena dampak kenaikan cukai adalah sektor rokok itu sendiri, sektor cengkeb, tembakau, tembakau olahan, barang dan jasa yang tidak termasuk dimanapun, barang barang dari kertas dan karton, kertas dan karton, pupuk dan terarkbir adalah sektor bank.

This study examines the effect of excise policy on demand for cigarette and the other economy sectors as well. The hypothesis of this research is that excise policy will effect to the demand for cigarettes and also has the greatest multiplier which will influence to the other sectors.
To answer the above question will be analyzed by econometric and input-output approach. Econometric approach will be carried out by using fixed effect based on three demand model specification which is developed by Wilkins, Yurekli dan Hu (2002) i.e. Conventional demand model, myopic addiction demand model and rational addiction demand model. Whereas input-output approach will be analyzed by input-output table for 175 sectors in the year of 2000 in order to describe the effect of changing demand for cigarettes on the other economy sectors.
The result of econometric analysis in the year of 1998 until 2003 is that the conventional demand model for cigarettes has significant variables and also meets the requirement of statistics test. The conventional demand model explains that the demand for cigarettes is influenced by variable of price, income per capita, and dummy variable of advertising cigarette restriction. Retail price of cigarette has effect negatively on demand for cigarette (a-1%) in 1998-2003. By increasing price of Rp. 1,-, it will decrease demand for cigarette as amount as 270.000 pieces. Because of retail price of cigarette is part excise policy it is indicated that excise policy has influence negatively to the demand for cigarette.
The output multiplier and income multiplier of cigarette sectors are not great enough in national economy, the income multiplier of cigarette sector has ranked number 167 among 175 other economy sectors. The cigarette sector is categorized as a sector which has weakly orientation or has backward linkage and forward linkage <1.
Moreover, the analysis will be carried by using input output model due to explain the demand for cigarette which effected excise policy. The result showed that 9 greatest ranking on percentage of sectors output which is effected by increasing excise policy is cigarette sector it self, cloves sector, tobacco processed product, goods and services which are not include in the other sectors, goods from carton papers, papers and carton, fertilizers and the last sector is banking sector.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T18876
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Barry Dharmawan
"ABSTRAK
Kebijakan subsidi bahan bakar minyak menyebabkan beban anggaran yang cukup
besar bagi pemerintah, terlebih pada saat harga minyak dunia meningkat tajam.
Kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM sampai dengan saat ini terus
memperoleh kritik dikarenakan dampak kebijakan yang diperkirakan dapat
meningkatkan angka kemiskinan. Studi ini meneliti dampak dari pengurangan
subsidi BBM terhadap kemiskinan dan kesenjangan. Studi ini menunjukkan
bahwa kebijakan pemberian subsidi BBM malah menimbulkan kesenjangan
dalam distribusi manfaat subsidi. Namun, pengurangan subsidi BBM tidak sertamerta
memperbaiki kesenjangan pendapatan. Studi ini juga menunjukkan bahwa
pengurangan subsidi BBM dapat meringankan beban anggaran pemerintah yang
timbul dari risiko volatilitas harga minyak dunia. Dengan menerapkan kebijakan
kompensasi yang tepat seperti bantuan kas yang tepat sasaran, stabilisasi harga
bahan pokok, dan realokasi dana ke sektor lain yang menunjang pembangunan
sumber daya manusia, pengurangan subsidi BBM diyakini tidak menyengsarakan
rakyat miskin, tetapi menguntungkan mereka dalam jangka panjang.

ABSTRACT
The fuel subsidy policy creates a strong fiscal burden for the government of
Indonesia, especially when the world oil price increases significantly. A policy
option to reduce fuel subsidies hitherto receives criticism because the policy is
expected to result in the increase of poverty rate. This paper examines the impacts
of fuel subsidy cuts on poverty and inequality. This study has shown that the fuel
subsidy policy has inequality issue. However, reducing fuel subsidies does not
necessarily improve income inequality. The study also found that reducing fuel
subsidies would ease the fiscal burden stemming from the volatility of the
international oil price. By implementing appropriate compensation policies such
as well-targeted cash transfer, commodity price stabilization, and reallocation of
the fund to other sectors supporting human capital development, the fuel subsidy
reduction will not hurt the poor, but benefit the poor in the long-run instead."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T43204
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kajian tentang hambatan perdagangan antar daerah dan dampaknya terhadap perekonomian daerah bertujuan antara lain adalah (1)mengidentifikasi hambatan perdagangan antar daerah khususnya di daerah Strategies Development Region (SDR),....."
330 IKB 5:2 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rini Setyawati
"Krisis ekonomi di Indonesia yang terjadi pada tahun 1997 berdampak terhadap persoalan makro, seperti kemiskinan, penggangguran, juga mempengaruhi mutu hidup manusia, baik dari sisi pendidikan maupun terhadap aspek kesehatan. Akibat krisis tersebut membuat harapan masyarakat umum menjangkau pusat-pusat pelayanan kesehatan milik pemerintah ataupun swasta, untuk mendapatkan jasa pelayanan kesehatan dan obat yang bermutu serta terjangkau semakin jauh. Hal ini disebabkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan semakin meningkat sejalan dengan makin meningkatnya kesadaran mereka akan arti hidup sehat.
Upaya pemerintah untuk dapat menanggulangi berbagai masalah di atas adalah mengambil kebijakan darurat dalam mengurangi berbagai dampak yang ditimbulkan oleh krisis terhadap masyarakat, karena itu pemerintah meluncurkan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Kesehatan (PKPS-BBM Bidkes), yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari program pengurangan subsidi energi bagi masyarakat miskin.
Salah satu rumah sakit yang mendapatkan dana PKPS-BBM Bidkes di propinsi Jawa Tengah adalah RSUD Wonogiri. Pada tahun 2003 penyerapan dana PKPS-BBM Bidkes sebesar 52,2%. Rendahnya penyerapan tersebut menarik penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut. Variabel yang diteliti meliputi input, proses, dan output. Variabel input meliputi persepsi, pengorganisasian, prosedur pelayanan, mutu layanan, sosialisasi. Variabel Proses terdiri dari penetapan sasaran, pencairan, penggunaan dan pertanggungjawaban keuangan, keterbukaan dan keikutsertaan masyarakat. outputnya Gakin yang berobat dan mendapatkan dana PKPSBBM Bidkes serta pengaduan masyarakat.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Data penelitian diambil dengan cara wawancara, pengamatan, dokumen, kesan dan pernyataan orang mengenai kasus tersebut.
Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa pelaksanaan PKPS-BBM Bidkes di kabupaten Wonogiri dilengkapi dengan Surat Keputusan Bupati Wonogiri Nomor: 399 Tahun 2003 tanggal I Oktober 2003 yang didalamnya memuat tujuan, sasaran, jenis pelayanan/kasus, persyaratan pasien Gakin, dan ruang perawatan. Prosedur pelayanan untuk pasien Gakin disusun dalam rangka peningkatan mutu dan cakupan pelayanan, selain itu juga dilengkapi alur pelayanan yang bertujuan mempercepat dan memudahkan pelayanan. Tidak ada perbedaan mutu pelayanan antara pasien Gakin dan umum. Sosialisasi PKPS-BBM Bidkes di Kabupaten Wonogiri berjalan dengan baik. Sosialisasi dilakukan secara lintas sektoral dengan melibatkan aparat terkait dan masyarakat. Jumlah gakin yang berobat di RSUD Wonogiri tahun 2001 sebanyak 208 kasus, tahun 2002 sebanyak 2906 kasus, tahun 2003 sebanyak 750 kasus. Pengaduan dari masyarakat mengenai pelaksanaan PKPS-BBM Bidkes di RSUD Wonogiri karena ketidaktahuan pasien mengenai prosedur pelayanan yang telah ditetapkan.
Daftar bacaan : 45 (1985-2003)

Case Study of Utilization Evaluation for Program of Oil Fuel Subsidy Reduction Compensation in Health Division at RSUD Wonogiri Year 2001-2003Economic crisis in Indonesia that happened in the year 1997 affecting to macro problem such as poverty, unemployed, also influenced the quality of human life, both education and also health aspect. The crisis impacted to the access of government and private health center to get health service and certifiable drug seemed so far. It was caused by the need of society for health care progressively increased in line with the increasing of their awareness about healthy life.
Governmental effort to overcome various problem above is to take an emergency policy in lessening the various impact generated by the crisis to society. In consequence, the government had launched the Program of Oil Fuel Subsidy Reduction Compensation in Health Division (PKPS-BBM Bidkes) that aimed to decrease the negative impact of program of energy subsidy reduction for poor society.
One of the hospitals in which got the fund of PKPS-EBM Bidkes in Central Java Province was RSUD Wonogiri. The absorption of such fund in 2003 was 52.2%. The lower absorption of that fund attracted the writer to conduct the study at that hospital. Variables that included in the study consisted of input, process, and output. Variable of input consisted of perception, organizing, service procedure, service quality, and socialization. Variable of process consisted of determining of target, liquefaction, financial accountability, community participation and openness. Variable of output included the number of poor family in which got health care and fund of PKPS-BBM Bidkes and also condemnation of society.
Analysis that used in this study was case study. Data was taken by conducting interview, observation, document, impressive and statement of people that concerning about the case.
The study resulted hat implementation of PKPS-BBM Bidkes in the District of Wonogiri provided with Decree of Regent of Wonogiri Number: 399 Year 2003, dated October 1, 2003 in which contained objectives, target, type/case of service, requirement of patient from poor family, and treatment room. Service procedure for the poor family patient was made in order to increase service quality and coverage, besides was also equipped by service path that aimed to facilitate the service. There was no difference of service quality between poor family patient and common patient. Socialization of PKPSBBM Bidkes in the District of Wonogiri worked out. It was conducted as inter-sector by involving related government officer and community. Number of poor family in which got the health care in RSUD Wonogiri in 2001, 2002, and 200 respectively were 208 cases, 2906 cases, and 750 cases. Denunciation of community that concerning the implementation of PKPS-BBM Bidkes in RSUD Wonogiri due to the ignorance of patient about service procedure which have been specified.
References: 45 (1985-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>