Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58349 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6305
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Kartika Belina
"

Lembaga pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat melaksanakan pembinaan narapidana namun faktanya masih banyak permasalahan umum yang kerap terjadi seperti overcapacity, homoseksualitas, lesbian, pertengkaran antar sesama narapidana dan kerusuhan. Sehingga dibentuklah UU No.12 Th.1995 tentang Pemasyarakatan dan dalam Pasal 12 terdapat pengkategorian lapas berdasar usia, gender, masa pidana, kemudian kejahatan yang dilakukan serta kriteria lain yang bertujuan mengurangi masalah yang kerap terjadi di lapas. Maka itu Kementerian Hukum dan HAM telah membentuk Lapas Wanita dan Lapas Anak di Tangerang serta Lapas khusus Lansia di Serang.

Berdasar data Ditjenpas saat ini total napi lansia berjumlah 4.500 orang dan akan terus bertambah sampai dengan tahun 2025 menurut data Menteri Kesehatan. Namun sampai saat ini belum terbentuk pedoman khusus pembinaan untuk narapidana lansia dan masih dalam tahap perbincangan “The Jakarta Rules” dalam Seminar on Treatment Eldery Prisoners beberapa waktu lalu di Jakarta sehingga masih mengacu pada Permenkumham No.32 Th 2018 tentang Perlakuan bagi Tahanan Lanjut Usia. Narapidana lansia lebih rentan dengan berbagai jenis penyakit dan lebih sensitif sehingga membutuhkan perlakuan yang khusus. Maka dari itu penulis bermaksud meneliti sejauh mana pembinaan yang telah dilakukan kepada narapidana dengan kategori usia lanjut di Lapas Serang.

Metode penelitian yang digunakan studi kasus menggunakan kualitatif deskriptif. Selanjutnya guna mengumpulkan data pihak-pihak terkait seperti Kepala Lapas Serang, petugas Lapas Serang,beberapa narapidana lansia,forum pemerhati pemasyarakatan,observasi dan dokumentasi diwawancarai secara mendalam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mengacu pada Pasal 3 Permenkumham No 32 Th.2018 perlakuan khusus terhadap napi lansia dilakukan dengan memberikan bantuan akses keadilan, pemulihan dan pengembangan fungsi sosial, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dengan menyediakan dokter spesialis, perlindungan keamanan dan keselamatan juga telah dipenuhi bagi narapidana lanjut usia dengan memenuhi hak-hak mereka berdasarkan UU No.13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia kemudian blok lansia juga direnovasi serta dilengkapi dengan peralatan seperti televisi.


Criminal cases that are rampant in Indonesia, especially Jakarta from year to year have caused an increase in the number of prisoners living in prisons (prisons) resulting in overcapacity in most Indonesian prisons. This triggers problems that commonly occur in prisons such as homosexuality or lesbians, fights between fellow inmates, riots and less than optimal coaching. In addition, The Department of Ministry and Law Human Rights saw vulnerability of female also child prisoners to form prisons specifically for women and children, such as the Tangerang Class IIA Women's Lapas and Tangerang Children's Special Guidance Center with guidance systems based on Law No.12 of 1995 and Bangkok Rules but in fact residents prison is also mostly inhabited by elderly prisoners (elderly) which currently number 4,500 people. Elderly prisoners are actually more susceptible to various types of diseases as well as their psychological state is more sensitive as parents with prisoners over 60 years old but until now there have not been established prisons and specific guidance for guidance for elderly prisoners.

Therefore in addition to the UU No 12 Th 1995 and Permenkumham No.32 th 2018 which existed some time ago the Directorate General of Corrections of the Departments Human Rights also held seminar discussing about formation of Jakarta Rules which was attended by the Department Law and Human Right as well as representatives of other delegations the formation of international agreements as specific guidelines regarding the general standard of treatment of elderly prisoners whose purpose is to increase protection regulations based on the principles of upholding human rights for elderly prisoners. Therefore, by looking at it is still quite rare to discuss the efforts to provide guidance for prisoners with advanced age, the author intends to examine the extent to which guidance has been carried out to elderly prisoners in Serang Prison as a prison appointed to pilot the treatment of elderly participants at Seminar on Treatment. of Eldery Prisoners.

"
2019
T52714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Herjana
"Pelaksanaan pembinaan bagi narapidana belum mengklasifikasikan jenis kejahatan dan lamanya pidana, pembinaan dilaksanakan secara umum sesuai dengan pola pembinaan dan prosedur tetap pelaksanaan pembinaan.
Berdasarkan hasil penelitian di Lapas Klas I Sukamiskin, pelaksanaan pembinaan belum berjalan secara optimal karena program pembinaan yang ada sudah tidak relevan diterapkan kepada mereka yang berlatar belakang kehidupan/status sosial dan tingkat intelektual yang berbeda dengan narapidana umum lainnya. Pelaksanaan pembinaan bagi narapidana tindak pidana korupsi memiliki hambatan antara lain: Faktor Manusia, Faktor Peraturan dan Faktor Sarana Prasarana.
Langkah-langkah strategis untuk mengatasi hambatan tersebut antara lain: memprakarsai dan menyepakati proses perencanaan strategis, memperjelas mandat, misi dan nilai-nilai organisasi, menilai lingkungan internal, menilai lingkungan eksternal, mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi, merumuskan strategi untuk mengelola isu, menciptakan visi organisasi yang efektif dimasa depan, diharapkan pelaksanaan pembinaan bagi narapidana tindak pidana korupsi dapat mencapai sasaran pembinaan yang diharapkan yaitu: meningkatnya kualitas kesadaran beragama, kualitas kesadaran berbangsa dan bernegara, kualitas kesadaran hukum, kualitas intelektual dan keahlian profesional.
Melalui program pembinaan yang ideal bagi narapidana tindak pidana korupsi dengan mencapai sasaran pembinaan di atas, maka setelah habis menjalani masa pidananya diharapkan menjadi warga negara yang baik, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat kembali ke masyarakat dan berperan aktif dalam pembangunan secara wajar dan bertanggungjawab.

Implementation of counseling for prisoners has not been classified based on crime types and sentences period but the counseling has been implemented in general in accordance to counseling model and procedures for implementation of counseling.
Based on the field study result conducted at Class I Sukamiskin Prison, the implementation of counseling programs are not optimal yet because those existing counseling programs are not relevant already to be applied to those corruption crime prisoners due to their different social background and intellectual level if compared to those general crime prisoners. Implementation of counseling programs for them has a few obstacles i.e. : Human Factor, Regulation Factor and Infrastructure Factor.
Strategic steps to overcome those obstacles i.e. : consist of initiation and concurrence of strategic planning process, clarification of mandate, mission and organizational values, assessment of internal and external environments, identification of strategic issues faced by the organization, formulation of strategies to manage issues and creation of effective organization's vision in the future are expected to make the implementation of counseling i.e. : increased awareness for religion, awareness of nationhood and statehood, awareness of law and order and increased quality of intelligence and professional skills.
Through an ideal counseling program for corruption crime prisoners to achieve the above counseling objectives, it is expected that after serving their sentences they will become good citizens who realize their wrong doings, repent and will not repeat the same mistakes again so that they can go back to the society and play an active role in development.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toni Kurniawan
"Lembaga Pemasyarakatan merupakan instansi terakhir dari rangkaian sistem peradilan pidana yang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pembinaan yang dilaksanakan di dalam lembaga pemasyarakatan diupayakan agar sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhan narapidana. Hal ini diharapkan agar narapidana dapat mengembangkan potensi dirinya masing-masing agar setelah habis masa pidananya dapat memperoleh bekal berupa keahlian dan kemampuan yang dapat dimanfaatkan pada saat berintegrasi dengan masyarakat. Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah apakah yang diharapkan oleh narapidana untuk dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan dalam rangka pemenuhan hak narapidana guna mengembangkan diri. Hak narapidana untuk mengembangkan diri di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin dapat dikatakan belum sepenuhnya terpenuhi, dapat dilihat melalui indikator ketersediaan fasilitas serta program pengembangan diri yang diberikan oleh pihak Lembaga pemasyarakatan. Sebenarnya pihak lembaga pemasyarakatan telah menyediakan fasilitas-fasilitas dimaksud melalui pengelompokan pada pos-pos kerja yang ada, namun jumlahnya masih sedikit dan tidak semua narapidana dapat terserap. Ketersediaan program pengembangan diri dapat dikatakan relatif sudah tersedia, meskipun demikian pihak Lembaga pemasyarakatan belum dapat mengakomodir semua program pengembangan diri yang sesuai dengan minat dan bakat narapidana. Pelatihan kerja atau keterampilan, seringnya hal itu tidak sesuai dengan karakteristik, mint dan keinginan mereka, atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan kondisi di luar lembaga. Ketertinggalan teknologi dan tidak bervariasinya pemberian keterampilan justru menyebabkan kegiatan menjadi tidak efektif, sehingga biaya produksi yang telah dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil yang tidak diharapkan. Faktor penghambat lain yaitu lemahnya manajemen sumber daya manusia khususnya dalam fungsi kepemimpinan dan pengorganisasian.

Correctional institution is the last institution from criminal judicature system that based on Acts Republic of Indonesia Number 12 year 1995 about Institutional has function as reconstruction place for prison and pupil of institutional. Implemented reconstruction is attempted to adjust their desire, intelligent and necessity of prison. This is accepted in order to depelop them after they finish their punishment can obtain know-how such as skill and used ability when they enter into community.The main problem in this research is what accepted from prisoner so that it provide useful for correctional institution in attempt to right fulfillment to develop them. From obtained conclusion that lack of chance for prison at Class I Correctional Institution Sukamiskin Bandung to develop them during concerned with their phunisment progress. Prisoner right to develop them at Sukamiskin Correctional Institution cannot be fully fulfilled, viewed from facility infrastructure indicator as well as reconstruction program that provided by correctional institution internal line. In fact, they provided such facilities through work posts classification that exist, but insufficient to accommodate the prisoner, nevertheless correctional institution internal line not yet accommodate all development program concerned with their desire and intelligent and willing or inappropriately with situation and condition that they face. Training for them often not suitable with technology and skill so that ineffective where production cost exceeded their hope. Other factor is poor human resources management especially in leadership and organizational function."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sadatu Darwin
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dengan jelas tentang pelaksanaan psiko-religius dengan pertaubatan dan mengetahui pengaruh dalam membina mental pasien pecandu narkotik dan zat adiktif di Pesantren Nurul Jannah Cikarang Bekasi. Konsep taubat digunakan sebagai terapi yaitu dengan meakkukan pendidikan terpadu untuk meningkatlcin kesadaran dan kesungguhan meninggalkan penggunaan napza, sehingga dapat sembula secara fisik dan mental.
Taubat sebagai psiko-religius memiliki tiga indikator umum yaitu: pertama An-Nadamu (penyesalan) yang memiliki ciri-ciri Bari penyesalan antara lain: menagis, takutlkhawtir/cemas {khauf), merenung, mengaharap-harap camas (raja ), mengutarakan kepada orang lain. Kedua keinginan berhenti (berjanji untuk tidak mengulangi doss) dan yang ketiga adalah pembuktian.
Bari penelitian terhadap proses pertaubatan di Pesantren Nurul Jannah Cikarang Bekasi diketahui bahwa proses pertaubatan yang dilakukan adalah sesuai dengan konsep-konsep taubat. Serta dari basil wawancara kepada enam pecandu napza yang telah bertaubat dengan proses pertaubatan di Pesantren Nurul Jannah Cikarang Bekasi diketahui adanya pengaruh dalam upaya membina mental pecandu napza Sehingga dapat dikatsakan dalam studi kasus ini bahwa proses peratubatan yang dilakukan di Pondok Pesantren Nurul Jannah telah sesuai dengan konsep taubat dan sangat berpengaruh terhadap upaya membina mental pecandu napza.

ABSTRACT
The goal of this research is to know well and analyte about the work of psycho-religy by doing forswear method (Konsep Taubat) and to know the influence factor to recover the user of drug and narcotic in Pesantren Nurul Jannah Cikarang Bekasi. Religy therapy which is being an alternative wa to cure the users. And it is more success than others method there are many concepts in Islam to recover the users, One of them is forswear ( Taubat ) method.. This method is using particular education or Islamic curriculum to recover the users from eddicted drug ang get a way from Cher community in order to cure both psycho or mentality.
Forswear method as one of the psycho-religy which are involved into three general indicators, they are: An-Nadamu (Regreting) which has specific indicates such as they are crying, scared, frighteny, anxious (Khan ),they are restless in hoping something, (raja') , they will try to express their feeling to some one else. The second, they really want to quite and promise not to do it again (they will promise not to repeat their sin) and the finally they will prove their promise).
From the research we know that the forswear method which is done in Nurul Jannah is suitable with forswear concept it self. From the interview of six users who has already recovered, they proved that The influences of this method is reality successful to cure the users event psycho or mentality.
"
2007
T20785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Sahat F.
"Narapidana bagaimanapun merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki kontribusi besar bagi ketahanan sosial yang pada gilirannya akan memiliki kontribusi bagi ketahanan nasional. Perubahan pendangan tentang penjara dan pemidanaan dari konsep hukuman menjadi konsep pemasyarakatan menjadikan kelompok masyarakat ini merupakan aset masyarakat yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Mereka bagaimanapun merupakan bagian dari masyarakat kita.
Dengan perubahan konsep tersebut diatas pola pembinaan narapidana di lembaga-lembaga pemasyarakatan menjadi tema yang sangat penting. Pola pembinaan dengan program-program yang menyangkut aspek mentalitas, kecerdasan, ketrampilan kerja dan religiusitas menjadi sebuah tuntutan yang penting. Departemen Kehakiman sejak lama memiliki program rehabilitasi bagi lembaga-lembaga pemasyarakatan dengan tujuan para peserta anak didiknya yang tidak lain adalah para terhukum pelaku tindak pidana bisa kembali ke masyarakat dan diterima masyarakat sekaligus bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya tanpa harus melakukan tindak kejahatan lagi. Program-program pembinaan narapidana juga diharapkan agar para peserta didik yang sudah bebas bisa kembali ke jalan yang benar dan tidak mengulangi perbuatan pidana lagi.
Indikator keberhasilan pembinaan di lembaga-lembaga pemasyarakatan, termasuk Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Jakarta, yang menjadi lokasi penelitian ini, memang belum ada, kendati bisa dilihat dari jumlah pemberian asimilasi, remisi, cuti menjelang bebas dan bebas bersyarat, serta angka residivis yang cukup signifikan. Departemen Kehakiman belum memiliki mekanisme penilaian keberhasilan dan monitoring untuk para alumni anak didiknya yang sudah kembali ke masyarakat.
Penelitian ini ingin mengetahui sejauh mana pola pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Jakarta memberikan implikasi yang signifikan terhadap perubahan perilaku narapidana baik yang masih di dalam lembaga pemasyarakatan maupun yang sudah bebas. Penelitian ini juga ingin mengetahui bagaimana dampak pembinaan narapidana terhadap ketahanan sosial masyarakat dan yang pada gilirannnya memiliki dampak kepada kondisi ketahanan nasional.
Dari penelitian lapangan ditemukan bahwa pola pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang sudah baik kendati ditemukan pula sejumlah hal yang menjadi kelemahan yang bisa mendorong ketidakberhasilan pembinaan. Demikian juga tidak ditemukan mekanisme evaluasi terhadap keberhasilan pembinaan, sebagaimana evaluasi yang dilakukan sekolah-sekolah terhadap anak didiknya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutmainah
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Swastika
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S24131
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joni P. Soebandono
"
Perkembangan olahraga di Indonesia mengalami keterpurukan selama dua
dekade ini, malahan cabang olahraga yang telah mengharumkan nama bangsa
Indonesia, khususnya bulutangkis, juga mengalami kemunduran yang sangat
memprihatinkan dan mengecewakan banyak pihak. Banyak kritik yang telah
dilontarkan terhadap pembinaan atlet, salah satunya adalah yang berkaitan dengan
pembinaan faktor non-teknis atau faktor psikologis. Masalah yang banyak
dipersoalkan adalah pembinaan oleh coach yang berada front terdepan dalam
hubungannya dengan atlet secara langsung.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang hubungan atlet
dan coach, khususnya di cabang olahraga baseball dan softball, dimana persepsi atlet
tehadap perilaku coach sebagai objek utama dibandingkan dengan persepsi coach
terhadap perilaku dirinya sendiri. Pendekatan penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan menggunakan skala persepsi (metode Likert) dengan pilihan lima
skor, dan untuk melengkapi analisis dilakukan dengan pendekatan metode kualitatif.
Sasaran dari pembahasan dikhususkan pada persepsi terhadap aspek kepribadian
(personality) coach dengan merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Percival
(1971) dengan dimensi general attitude, coachingphilospohy, mannerism, mood level
dan leadership, dan mengacu design penelitian yang dibuat oleh Program
Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Superior Coaching / Alhlete
Practices..
Hasil penelitian, dengan responden atlet dan coach dari team baseball dan softball daerah (delapan team, dengan C\atlet=\ 11, dan Ncoac/?=21) yang
dipersiapkan untuk pertandingan Pra-PON 2004, menunjukkan bahwa antara persepsi
atlet dan persepsi coach mempunyai ketidaksamaan atau perbedaan yang besar.
Meskipun coach secara wajar bisa dimengerti akan mempersepsikan dirinya sendiri
lebih tinggi dari persepsi atlet terhadap dirinya, tetapi adanya perbedaan (gap,
discrepancy) tersebut bisa mengarahkan adanya ketidakcocokan (incompatibility)
dalam hubungan atlet dan coach. Incomptabiliy akan menganggu jalannya pembinaan
dan bisa berakibat kegagalan atlet dalam meriah prestasi. Dengan menganalisis item
pernyataan di setiap dimensi akan dapat diketahui intervensi macam apa yang bisa
diprogramkan untuk melakukan perubahan terhadap perilaku coach."
2003
S3258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bratadinata
"Lembaga Pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pembinaan narapidana. Pembinaan yang dilakukan harus didasarkan pada minat, bakat dan kebutuhan narapidana. Kebutuhan pembinaan bagi narapidana residivis dengan narapidana non residivis tentunya berbeda. Namun, dalam pelaksanaannya, pembinaan secara khusus kepada narapidana residivis di Lembaga pemasyarakatan belum dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan di lembaga pemasyarakatan tidak terdapat blok khusus bagi narapidana residivis dan tidak adanya peraturan yang secara khusus mengatur tentang pembinaan narapidana residivis.
Pendekatan penelitian yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif dan menggunakan pedoman wawancara sebagai panduan dalam melakukan wawancara dengan informan. Hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif analisis dengan Iokasi penelitian Lapas Klas. I Sukamiskin maupun Lapas Klas. II A Banceuy Bandung. Data yang dipergunakan dalam penelitian adalah data primer dari wawancara dan pengamatan lapangan, dan data sekunder dari studi pustaka dan studi dokumentasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lapas Klas. I Sukamiskin maupun Lapas Klas. II A Banceuy Bandung belum melakukan klasifikasi tersendiri terhadap narapidana residivis, belum adanya program pembinaan yang terencana yang diperuntukkan bagi, narapidana residivis, kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang bagi kegiatan pembinaan narapidana residivis maupun non residivis.
Program pembinaan narapidana residivis yang penulis ajukan berupa kegiatan pembinaan kemandirian, khususnya pembinaan keterampilan kerja. Program pembinaan yang diberikan kepada narapidana residivis masuk ke dalam kategori pekerjaan industri yang bersifat produktif dan latihan keterampilan, yaitu :
1. Pekerjaan industri yang murni merupakan pekerjaan produktif yang menghasilkan barang dan atau jasa;
2. Pekerjaan industri yang merupakan bagian dari latihan keterampilan yang lebih rnenekankan pada kegiatan latihan keterampilan sebelurn narapidana bekerja produktif;
3. Latihan keterampilan, yang dimaksudkan untuk memberikan keterampilan keahlian bagi narapidana tanpa diberikan beban untuk menghasilkan barang dan atau jasa;
4. Pekerjaan yang dilakukan berdasarkan hobi dan narapidana yang bersangkutan.

Institution of correctional serve as a place the treatment for prisoner. The requirement based on the talent, interest, and the need of prisoner. Requirement of recidivist an non recidivist is different. Especially, however, it is do not implemented yet. It caused by there is no special block in institution of correctional for recidivist and no regulation used for the treatment.
The research method used is qualitative and interview guidance a direction of conference with the informants. The result described in analysis descriptive in both of facilities location. Data used in the research is primary data of interview and field study and the secondary arise from literature and documentation studies related to the problems.
The result shows that both of facilities do not implement classification toward the prisoner, there is no design treatment for them, leakages in facility and infrastructure for support of the activity in treatment of recidivist or non-recidivist.
The treatment of recidivist program presented by author consist of vocational treatment, especially in work skill. The program given to them includes the productive industrial working and skill practice, as follows:
1. The pure industrial working is a resulting good and service.
2. Industrial working is a part of skill practice which it focused on skill practice before they work productively.
3. Skill practice aimed to gives the skill practice of prisoner without loading production.
4. The job implemented according to the hobby of related prisoner."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20799
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>