Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105968 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gardiani Febri Hadiwibowo
"Pada penelitian ini mikrosfer telah dihasilkan dan terbentuk dari hasil reaksi sambung silang antara kitosan suksinat (KS) dan natrium tripolifosfat (STPP) pada pH 6 dengan menggunakan metode semprot kering. Teofilin digunakan sebagai model obat dengan perbandingan polimer dan obat 2:1. Kitosan suksinat yang digunakan merupakan hasil modifikasi kimia kitosan dengan reaksi substitusi gugus suksinat ke dalam gugus amin kitosan.
Modifikasi ini terbukti menambah kelarutan kitosan suksinat pada medium basa dibandingkan dengan kitosan. Reaksi sambung silang dilakukan untuk menghasilkan suatu polimer yang lebih dapat menahan obat dan mengubah profil pelepasan obat.
Dari hasil penelitian diperoleh diameter rata-rata mikrosfer sebesar 22,12 μm dengan efisiensi penjerapan teofilin berkisar antara 79-81%. Indeks mengembang mikrosfer KS-STPP pada medium basa lebih rendah jika dibandingkan dengan pada medium asam selama 2 jam.
Dari hasil penelitian, pelepasan teofilin dari mikrosfer kitosan suksinat-STPP pada medium basa (44,37%) lebih rendah daripada medium asam (51,61%). Selama 8 jam mikrosfer kitosan suksinat-STPP lebih dapat menahan pelepasan teofilin dibandingkan dengan mikrosfer kitosan-STPP dalam medium asam dan basa. Hal ini menunjukkan bahwa mikrosfer kitosan suksinat berpotensi digunakan sebagai matriks dalam sediaan lepas lambat."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S1790
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Adha Yuliani
"Mikrosfer merupakan salah satu bentuk sediaan yang banyak diteliti saat ini karena sifat unik yang dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi mikrosfer kitosan suksinat tersambung silang natrium sitrat. Pada penelitian ini mikrosfer kitosan suksinat yang disambung silang dengan sitrat (KS-S) telah berhasil dibuat dengan metode semprot kering dan perbandingan obat-polimer yaitu 1:2. Polimer kitosan suksinat yang digunakan merupakan hasil modifikasi antara kitosan dengan anhidrida suksinat. Mikrosfer kemudian dievaluasi ukuran partikel, bentuk dan morfologi, efisiensi penjerapan,indeks mengembang, efiseiensi penjerapan, dan pelepasan obat secara in vitro. Dari hasil penelitian diperoleh, diameter rata-rata mikrosfer KS-S 29,29 μm dengan permukaan mikrosfer yang halus dan cekung pada sisinya. Efisiensi penjerapan mikrosfer KS-S sebesar 84,30%. Pelepasan teofilin pada medium asam dari mikrosfer KS-S pada jam ke-2 lebih cepat dibanding pada medium basa dengan nilai masing-masing 82,63% dan 69,24%.

Microsphere is one of the dosage form that is currently widely studied because of its unique properties. This study aims to create and characterize chitosan succinate microspheres crosslinked sodium citrate. In this study, micro-spheres chitosan succinctness cross-linked sodium citrate (CS-S) has been successfully prepared by spray drying method and the drug-polymer ratio 1:2. The used chitosan succinctness polymer was the modified-chitosan with succinct an-hydride. Then, the particle size, shape and morphology, entrapment efficiency, swelling behavior, and in vitro drug release of the microspheres were evaluated. Based on the results, the average volume diameter of CS-S was 29,29 μm with a smooth and concave surface on the side. The entrapment efficiency of CS-S micro-sphere was 84,30%. The release of theophylline from CS-S microsphere in acidic medium during 2h was faster than that in alkaline medium, which were 82,63% and 69,24%, respectively."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1770
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Tirmidzi
"Mikrosfer telah diaplikasikan pada berbagai bidang, salah satunya penyalut dalam pengantaran obat. Obat dalam bentuk mikrokapsul memiliki keuntungan seperti laju pelepasan obat yang dapat terkontrol dan stabilitas obat yang meningkat. Untuk memperoleh laju pelepasan yang optimum, mikrosfer harus memiliki bentuk yang bulat, ukuran tidak melebihi 250mm, dan distribusi ukuran yang sempit. Adapun parameter yang mempengaruhi ketiga sifat tersebut antara lain: jenis surfaktan, konsentrasi surfaktan dan kecepatan pengadukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh variasi komposisi surfaktan Span 80 dan Tween 80, konsentrasi surfaktan, kecepatan pengadukan dispersi terhadap pembentukan mikrosfer polipaduan Poli-L-(asam laktat) dan Polikaprolakton. Hasil dari FTIR menunjukkan sifat mikrosfer polipaduan memiliki sifat yang serupa dengan polimer penyusunnya. Pada variasi komposisi surfaktan diperoleh surfaktan dengan (hydrophilic lipophilic balance) HLB yang bervariasi.
Hasil variasi komposisi surfaktan menunjukkan bahwa perbedaan HLB tidak memberikan perbedaan ukuran mikrosfer yang signifikan, namun menghasilkan bentuk mikrosfer yang berbeda dikarenakan perbedaan hidrofilisitas. Hasil variasi konsentrasi surfaktan menunjukkan bahwa, semakin besar konsentrasi surfaktan, mikrosfer yang dihasilkan semakin kecil dan lebih seragam dikarenakan penurunan tegangan antar muka. Hasil variasi kecepatan pengadukan dispersi menujukkan bahwa semakin besar kecepatan pengadukan, maka mikrosfer yang dihasilkan semakin kecil dikarenakan adanya gaya geser (shear forces), namun kecepatan pengadukan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan perbedaan bentuk dikarenakan droplet menjadi tidak stabil akibat besarnya shear forces.

Microsphere has been applied in many fields, one of them is as a carrier in drug delivery. Drug in microcapsules form have advantages such as controlling drug release rate and enchancing drug stability. To achieve optimum drug release rate, microspheres must have a spherical shape, their size are not greater than 250 nm, and narrow size distribution. There are many parameters that affect those properties such as: type of surfactant, surfactant concentration and stirring rate.
The aim of this study is to observe the effect of surfactant composition between tween 80 and span 80, surfactant concentration, and stirring rate to the properties of polyblend microspheres Poly-L-(lactic acid) and Polycaprolactone formed. FTIR showed microspheres have similar characterisitics to their polymer compositions. On variation in the surfactants composition, hydrophilic lipophilic balance (HLB) value of the surfactants were varied.
The results showed that different HLB do not give significant difference in microspheres size, but produce the different form of microsphere due to difference of hydrophilicity. The results of variation in surfactant concentration showed that the greater surfactants concentration produce smaller microspheres and higher uniformity, due to the decreasing interfacial tension. The results of variation in stirring rate in dispersion step showed that the increase of stirring rate produce smaller microspheres due to the shear forces, but further stirring rate increase can result the different form of microspheres, because droplets becoming unstable due to the big shear forces.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Farhana
"Fitosom adalah nanovesikel yang menggabungkan ekstrak tanaman dan fosfolipid untuk menghasilkan kompleks yang lebih larut dalam lemak dan memiliki kemampuan yang lebih baik dibanding dengan ekstrak herbal dalam penetrasi dan absorbsinya menembus kulit dan membran lipid bilayer usus. Ekstrak daun teh hijau memiliki kandungan polifenol dalam jumlah besar yaitu berupa epigalokatekin galat EGCG . Namun, EGCG terlalu polar untuk dapat menembus membran lipid bilayer usus dan tidak stabil terhadap panas, cahaya, dan pH.
Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasikan dan menghasilkan mikrosfer fitosom dengan karakteristik yang baik sehingga dapat meningkatkan stabilitas vesikel fitosom. Pada penelitian ini fitosom diformulasikan dengan ekstrak yang memiliki konsentrasi setara 3 EGCG, dan konsentrasi lipoid yang berbeda yaitu sebesar 2 F1 ; 3,5 F2 ; dan 4 F3 . Fitosom dibuat dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Fitosom selanjutnya diformulasikan menjadi sediaan mikrosfer menggunakan maltodekstrin dan gum arab dan kontrol berupa serbuk fitosom tanpa maltodekstrin dan gum arab.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa F3 merupakan formula terbaik dan menjadi formula yang digunakan untuk pembuatan mikrosfer karena memiliki bentuk yang sferis, Dmean volume 42,58 nm, indeks polidispersitas 0,276, potensial zeta 48,2 1,78 mV, dan efisiensi penjerapan sebesar 50,61 0,93 . Mikrosfer fitosom ekstrak daun teh hijau yang terbentuk memiliki jumlah pelepasan EGCG kumulatif sebesar 85,21 pada jam ke-4. Hasil uji stabilitas fisikokimia kedua sediaan menunjukan sediaan yang stabil secara fisikokimia melalui hasil analisa pengamatan organoleptis, kadar air, dan aktivitas antioksidan yang dilakukan selama 6 minggu pada berbagai suhu.

Phytosome is a nanovesicle that combines plant extracts and phospholipids to produce more soluble fat complex and provide better penetration and absorption. The green tea leaves extract has an abundant amount of polyphenol containing Epigallocatechin gallate EGCG . However, its penetration and absorption properties are poor due to its high polarity, and it is unstable to heat, light, and pH.
The purpose of this research was to formulate and produce a phytosome loaded microsphere of green tea leaves extract with good physicochemical properties so it can improve the stability of phytosome. In this research, phytosome were formulated with green tea leaves extract equal to 3 of EGCG, and different concentrations of lipoid, i.e. 2 F1 3.5 F2 dan 4 F3 . Phytosome was made using thin layer hydration method. Then, the selected phytosome was formulated into a microsphere using maltodextrin and gum arabic, and a control in form of spray dried phytosome without maltodextrin and gum arabic.
The result showed that F3 was the best formula with spherical shape, Dmean volume 42.58 nm, polydispersity index 0.276, zeta potential 48.2 1.78 mV, and entrapment efficiency 50.61 0.93 . Total cumulative amount of EGCG after 4 hour dissolution test was 85,21 . Furthermore, it shows a good physicochemical stability through organoleptic, water content, and physicochemical properties study which are conducted for 6 weeks at various temperatures.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Givan Andris Tio
"Mikrosfer didefinisikan sebagai struktur yang terdiri dari fase kontinyu dari satu atau lebih polimer bercampur dimana partikel obat didispersikan pada tingkat molekul atau makroskopis. Mikrosfer banyak diaplikasikan pada bidang medis sebagai penyalut obat untuk pengantaran obat terkontrol. Sebagai penyalut obat, mikrosfer harus memliki bentuk bola atau spheric, ukuran kurang dari 125 I¼m, dan distribusi ukuran yang sempit. Parameter yang mempengaruhi ketiga sifat tersebut antara lain: jenis surfaktan, konsentrasi surfaktan, dan penambahan jumlah volume surfaktan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan surfaktan tween 80 dalam pembuatan mikrosfer polipaduan poli(L-asam laktat) dan polikaprolakton dengan metode evaporasi pelarut, lalu mikrosfer yang berhasil dibuat dikarakterisasi dengan instrument FTIR, PSA, dan Mikroskop Optik.
Hasil karakterisasi FTIR menunjukkan bahwa mikrosfer yang dibuat memiliki sifat yang serupa dengan polimer-polimer penyusunnya. Dalam penelitian ini dilakukan dua variasi metode, yaitu variasi konsentrasi surfaktan dan variasi penambahan jumlah volume surfaktan untuk melihat ukuran mikrosfer yang dihasilkan dan distribusi ukuran partikel dari mikrosfer tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan yang digunakan akan menghasilkan distribusi partikel yang lebih seragam. Pada variasi penambahan jumlah volume surfaktan, menunjukkan semakin besar volume surfaktan yang ditambahkan maka keseragaman yang diperoleh semakin berkurang.

Microspheres are defined as structures that consist of a continuous phase of one or more mixed polymers where the drug particles are dispersed at a molecular or macroscopic level. Microspheres are widely applied to the medical field as a drug coating for controlled drug delivery. As a drug coating, the microsphere must have a spherical or spherical shape, a size of less than 125 I¼m, and a narrow size distribution. Parameters that affect the three properties include: type of surfactant, surfactant concentration, and addition of the amount of surfactant volume. The aim of this study was to look at the effect of using tween 80 surfactant in the manufacture of poly (L-lactic acid) and polycaprolactone microspheres using solvent evaporation methods, then the successful microspheres were characterized by FTIR, PSA and Optical Microscope instruments.
The results of FTIR characterization showed that the microspheres made had properties similar to those of the constituent polymers. In this study two variations of the method were carried out, namely variations in surfactant concentration and variations in the amount of surfactant volume added to see the size of the microsphere produced and the particle size distribution of the microsphere. The results showed that the greater the concentration of surfactant used would result in a more uniform particle distribution. In the variation of the addition of the volume of surfactant, the greater the volume of surfactant added, the less uniformity obtained.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Offi Eka Hartisyah
"Kitosan memiliki sifat-sifat yang membuatnya potensial untuk digunakan sebagai eksipien farmasetika. Salah satu keterbatasan penggunaan kitosan adalah sifat mukoadhesifnya berkurang jika diaplikasikan pada pH yang netral atau lebih dari 6,5. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi kitosan menjadi kitosan suksinat. Kitosan suksinat yang diperoleh dikarakterisasi dan digunakan sebagai polimer mukoadhesif untuk sediaan bukal dalam bentuk film. Kitosan suksinat disintesis dari kitosan dan anhidrida suksinat dengan menggunakan metanol sebagai pelarut. Derajat substitusi yang diperoleh adalah 3,65 (mol/gram) dan menunjukkan perbedaan dengan polimer asalnya dari karakteristik fisik, karakteristik kimia, dan karakteristik fungsional. Kitosan suksinat memiliki kelarutan yang lebih baik daripada kitosan di dalam medium basa. Kitosan suksinat yang diperoleh kemudian diformulasikan sebagai film bukal dengan konsentrasi 2% dan 4%, lalu dibandingkan dengan film kitosan dan HPMC. Film kitosan suksinat 2% dan 4 % mempunyai kekuatan bioadhesif yang lebih besar dari kitosan, namun lebih kecil jika dibandingkan dari film HPMC. Selain itu, film kitosan suksinat 2 % dan 4% memberikan waktu mukoadhesif yang lebih lama dari film kitosan dan film HPMC. Hasil ini memperlihatkan bahwa kitosan suksinat yang disintesis dapat dijadikan sebagai polimer mukoadhesif untuk sediaan bukal.

Chitosan has several properties which make it potentially valuable as a pharmaceutical excipient. Despite that, chitosan showed that its mucoadhesive properties would decrease in neutral and alkali solution with pH more than 6,5. In this research, chitosan was modified into chitosan succinate by using anhydride succinate. The obtained chitosan succinate was characterized and used for buccal film dosage form. Degree of substitution of chitosan succinate was 3,65 (mol/gram) and it showed different characterization from unmodified chitosan based on its physical, chemical, and utilities properties. Chitosan succinate had better solubility properties in alkali solution than unmodified chitosan. Then, chitosan succinate was used as film buccal in concentration 2 % and 4 %, and was compared with unmodified chitosan and HPMC as positive and negative blank. The mucoadhesive study showed that bioadhesive strength of film buccal chitosan succinate 2 % and chitosan succinate 4 % were higher than unmodified chitosan but lower than HPMC. It also showed that mucoadhesive time of film buccal chitosan succinate 2 % and chitosan succinate 4 % were longer than chitosan and HPMC. The results demonstrate that chitosan succinate has great potential to be applied as mucoadhesive polymer for buccal dosage form. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S924
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha Dwi Setiastuti
"Kitosan merupakan polimer alam yang digunakan secara luas dalam bidang farmasi. Hal tersebut didukung oleh karakteristik unggul yang dimiliki oleh kitosan, seperti biodegradabel, biokompatibel, dan tidak toksik. Namun, pemanfaatan kitosan seringkali dibatasi oleh kelarutannya. Kitosan larut dalam medium dengan pH < 6,5, tetapi tidak larut dalam pelarut organik, pelarut yang bersifat alkali, maupun pelarut netral. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap kitosan melalui penambahan anhidrida suksinat dalam pelarut piridin untuk memperluas kelarutan polimer tersebut. Derajat substitusi kitosan suksinat ditentukan dengan metode titrasi asam basa. Derajat substitusi yang diperoleh yaitu 1,97 mol/g. Kitosan suksinat yang dihasilkan menunjukkan perubahan sifat fungsional dibandingkan kitosan, yaitu dapat larut dalam medium dengan pH >6,8. Kitosan suksinat tersebut digunakan sebagai polimer pembentuk matriks pada granul. Pembuatan granul menggunakan metode granulasi basah dengan natrium diklofenak sebagai model obat. Granul hasil formulasi memiliki daya mukoadhesif terhadap mukosa usus tikus. Hasil uji pelepasan obat secara in vitro menunjukkan bahwa granul kitosan suksinat dapat mengurangi pelepasan obat dalam medium HCl pH 1,2. Di samping itu, granul kitosan suksinat dapat memperlambat pelepasan obat dalam medium dapar fosfat pH 7,4 hingga 32 jam untuk formula yang mengandung polimer sebanyak 12 kali zat aktif, dengan kinetika pelepasan obat mengikuti persamaan orde nol. Oleh karena itu, granul kitosan suksinat dapat diaplikasikan sebagai sediaan lepas lambat mukoadhesif.

Chitosan is a potential polymer in pharmaceutical field due to the characteristics which are biodegradable, biocompatible, and non toxic. However, chitosan has solubility problem. Chitosan is soluble in acidic solutions where the pH is < 6.5, but it is insoluble in organic, neutral, and alkaline solvents. Hence, chitosan was modified by introducing succinyl groups to chitosan?s amine moieties by using succinic anhydride in organic solvent to expand the solubility. The resulting chitosan succinate was characterized with neutralization titration to determine the degree of substitution. As result, the degree of substitution of chitosan succinate was 1.97 mol/g. The resulting chitosan succinate showed different functional characteristic compared to chitosan. Chitosan succinate could dissolved in solutions, which pH were above 6.8. Furthermore, chitosan succinate was prepared as matrix in granule by wet granulation method. In this research, sodium diclofenac was used as a model drug. Good mucoadhesive properties on rat small intestine were obtained from the granule. The in vitro release study was carried out. Drug release from granule decreased in HCl solution (pH : 1,2). Granule, which contained chitosan succinate twelve-fold of drug, could retain drug release up to 32 hours in phosphate buffer (pH : 7,4). This result showed that this formulation has the best characteristic as sustained release dosage form due to its zero order kinetics. This study suggested that granule could be applied as mucoadhesive sustained release dosage form."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S357
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqa Dhafiningtia
"Mikrosfer dari campuran poli asam laktat PLA dan poli ? ?-kaprolakton PCL disiapkan menggunakan metode penguapan pelarut emulsi air dalam minyak w / o . Campuran PLA / PCL dirumuskan dengan komposisi 60:40 b / b dan Nonidet RK-18 digunakan sebagai emulsifier. Penelitian ini mengamati distribusi ukuran partikel mikrosfer dengan memvariasikan Nonidet RK-18 volume 0,5 ml, 1,0 ml, 1,5 ml, 2,0 ml, dan 2,5 ml , kecepatan pengadukan emulsi 700 rpm, 800 rpm, dan 900 rpm , dan waktu pengadukan dispersi 30 menit, 90 menit, dan 120 menit. Mikrosfer dikarakterisasi menggunakan FTIR dan PSA. Bentuk fisik mikrosfer diamati menggunakan mikroskop optik juga.
Spektra IR campuran PLA / PCL menunjukkan bahwa hanya interaksi fisik yang terjadi di antara mereka. Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketika 2,0 ml Nonidet RK-18 ditambahkan, distribusi ukuran seragam dari mikrosfer yang terbentuk diamati pada 31,50 ? m. Selanjutnya, mikrosfer yang terbentuk melalui kecepatan pengadukan emulsi pada 900 rpm mengungkapkan bahwa mikrosfer yang terbentuk memiliki distribusi ukuran seragam pada 31,50 ? m, sedangkan distribusi ukuran seragam pada 34,58 ? m diamati pada mikrosfer yang terbentuk selama waktu pengadukan dispersi pada 90 menit.

Microspheres of poly lactic acid PLA and poly caprolactone PCL blend were prepared using the water in oil w o emulsion solvent evaporation method. The PLA PCL blend was formulated with the composition of 60 40 w w and Nonidet RK 18 was utilized as an emulsifier. This study observed the distribution of the microspheres particle size by varying the Nonidet RK 18 volumes 0.5 ml, 1.0 ml, 1.5 ml, 2.0 ml, and 2.5 ml , emulsion stirring speed 700 rpm, 800 rpm, and 900 rpm, and dispersion stirring time 30 minutes, 90 minutes, and 120 minutes . The microsphere were characterized using FTIR and PSA. Physical forms of microspheres were observed using an optical microscope as well.
The IR spectra of PLA PCL blend showed that only physical interaction was occured between them. Moreover, the result of this study showed that when 2.0 ml Nonidet RK 18 was added, the uniform size distribution of the formed microspheres was observed at 31.50 m. Furthermore, the microspheres that formed through emulsion stirring speed at 900 rpm revealed that the formed microspheres have uniform size distribution at 31.50 m, while the uniform size distribution at 34.58 m was observed in the microspheres that formed during the dispersion stirring time at 90 minutes.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Andrew Raymizard
"ABSTRACT
Mikrosfer telah diaplikasikan pada berbagai bidang, salah satunya dalam drug delivery, hal ini dikarenakan mikrosfer dapat mengenkapsulasi banyak jenis obat termasuk molekul kecil, protein, dan asam, selain itu juga dapat mengontrol pelepasan obat di dalam tubuh. Untuk memperoleh pelepasan obat yang optimum di dalam tubuh, mikrosfer harus memiliki ukuran tidak melebihi 250 mm, dan distribusi ukuran yang sempit. Adapun parameter yang mempengaruhi hal tersebut antara lain: jenis surfaktan, konsentrasi surfaktan, kecepatan pengadukan, dan waktu pengadukan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi dan optimasi mikrosfer polipaduan Poli (D-asam laktat) dan Polikaprolakton menggunakan surfaktan tween 80 dengan metode penguapan pelarut, kemudian mengkarakterisasi mikrosfer yang telah berhasil dibuat dengan FTIR, PSA, Mikroskop Optik. Penelitian ini melakukan beberapa variasi metode, yaitu variasi konsentrasi tween 80, variasi kecepatan pengadukan dispersi, dan variasi waktu pengadukan dispersi. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi optimum pembuatan mikrosfer dengan menggunakan surfaktan Tween 80 pada konsentrasi 1,5%, dengan kecepatan pengadukan dispersi sebesar 900 rpm, dan lama waktu pengadukan dispersi selama satu jam. Kondisi tersebut menghasilkan % padatan mikrosfer sebesar 71,5%, ukuran mikrosfer 0,451 mm, dan distribusi ukuran yang sempit.

ABSTRACT
Microspheres have been applied to various fields, one of which is in drug delivery systems, this is because the microspheres can encapsulate many types of drugs including small molecules, proteins, and acids, while also controlling drug release in the body. To obtain the optimum drug release in the body, microspheres must have a size not exceeding 250 µm, and a narrow size distribution. The parameters that affect this include: type of surfactant, surfactant concentration, stirring speed, and stirring time. This study aims to characterize and optimize Poly (D-lactic acid) and Polycaprolactone microspheres using tween 80 surfactant with solvent evaporation method, then characterize microspheres that have been successfully made with FTIR, PSA, Optical Microscope. This study carried out several variations of the method, namely variations in the concentration of tween 80, variations in the speed of dispersion stirring, and variations in time of stirring dispersion. In this study showed that the optimum conditions for making microspheres using Tween 80 surfactant at a concentration of 1.5%, with a dispersion stirring speed of 900 rpm, and the duration of stirring dispersion for one hour. This condition produces% microsphere solids of 71.5%, microspheres size of 0.451 µm, and narrow size distribution."
[, ]: 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Ulfah Budhyono
"Pada penelitian ini dilakukan preparasi mikrosfer dengan metode evaporasi pelarut. Mikrosfer dibuat dengan memadukan polimer biodegradable poli(D-asam laktat) dan polikaprolakton, dan span 80 sebagai surfaktan. Optimasi pembentukan polipaduan mikrosfer dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi surfaktan Span 80 (1,2 x 10-2 M, 2,3 x 10-2 M, 3,5 x 10-2 M, 4,6 x 10-2 M, dan 5,8 x 10-2 M), variasi kecepatan pengadukan tahap dispersi (700 rpm, 900 rpm, 1100 rpm dan 1300 rpm) dan variasi lama waktu pengadukan tahap dispersi (30 menit, 60 menit, dan 120 menit). Karakterisasi mikrosfer yang terbentuk dilakukan dengan FTIR, PSA, dan mikroskop optik.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi optimum mikrosfer yang baik adalah dengan menggunakan Span 80 pada konsentrasi 5,8 x 10-2 M, kecepatan pengadukan tahap dispersi sebesar 1300 rpm dan lama waktu pengadukan dispersi 60 menit. Kondisi tersebut menghasilkan mikrosfer dengan persen padatan mikrosfer besar (93 ± 2%) dan ukuran yang seragam.

In this study, microspheres were prepared by solvent evaporation method. Microspheres were prepared by blending two biodegradable polymers; poly(D-lactic acid) and polycaprolactone and using span 80 as surfactant. Microspheres polyblend were optimized at various concentrations of span 80 (1,2 x 10-2 M, 2,3 x 10-2 M, 3,5 x 10-2 M, 4,6 x 10-2 M, dan 5,8 x 10-2 M), various stirring speeds during dispersion (700 rpm, 900 rpm, 1100 rpm, and 1300 rpm), and also at various stirring times during dispersion (30 minutes, 60 minutes, and 120 minutes). Characterizations of microsphere obtained were observed by FTIR, PSA and optical microscope.
The overall results in this study showed that the formula which used 5,8 x 10-2 M span 80, stirring speed at 1300 rpm and stirring time for 60 minutes at dispersion phase produced microsphere with high percentage of microsphere particles (93 ± 2%) and had the most uniform sizes.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>