Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119589 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saari Abdullah
Malaysia: Jabatan Kebudayaan dan Kesenian Negara, 2005
792.5 SAA a;792.5 SAA a (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifa Diba Subandrio
"Persil Empat (4) pada pengembangan TOD Harmoni Kelompok Sudut diperuntukkan sebagai area komersil. Tipologi Bioskop dipilih sebagai magnet penarik massa. Program ruang dimodifikasi dengan menggunakan prinsip disprogramming antara dua tipologi ruang yang berbeda agar penggunaan fasilitas dapat maksimal. Tipologi ruang yang digabung adalah bioskop dan teater seni tampil.

Plot Four (4) in the development of the Sudut Group Harmony TOD is designated as a commercial area. Cinema Typology was chosen as a mass attracting anchor. The space program is modified by using the principle of disprogramming between two different room typologies so that the use of the facilities can be maximized. The combined space typologies are cinemas and performing arts theaters."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bramantoro Abdinagoro
"Peneliti mengembangkan penelitian Johnson & Garbarino (2001) dengan memperluas antesedennya, juga untuk menjawab perlunya klarifikasi penyebab kepuasan (Hume et.al., 2003). Untuk itu, dari sisi penelitian pemasaran terhadap seni pertunjukan, peneliti menggunakan pendekatan konsep flow karena pendekatan ini dalam ranah pemasaran belum pernah diteliti sebelumnya, sedangkan dari sisi penelitian flow, penerapan konsep ini dalam seni pertunjukan teater akan menambah lingkup atau konteks industri yang diteliti. Pendekatan flow diharapkan mampu menjawab fenomena seni pertunjukan teater pada umumnya, dan khususnya fenomena seni pertunjukan di Indonesia.
Peneliti melakukan studi eksplorasi terlebih dahulu untuk mengetahui dan memahami penonton dalam menyaksikan seni pertunjukan teater. Varibel Pertunjukan (play), Reputasi Teater, Atmosfer Teater, Pencapaian Tujuan (Goal Achievement), Flow, Kepuasan, Intensi Menonton Pertunjukan Yang Akan Datang, dan Word of Mouth kemudian muncul dari studi eksploratori ini, untuk membentuk model penelitian. Penelitian dilanjutkan dengan menyebarkan kuesioner pada 365 responden yang baru saja menonton seni pertunjukan teater di gedung-gedung pertunjukan yang ada di Jakarta, yaitu Taman Ismail Marzuki, Teater Salihara dan Gedung Kesenian Jakarta.
Dari model penelitian dapat disimpulkan bahwa Flow memang faktor penting dan sentral bagi penonton dalam mengonsumsi atau menonton seni pertunjukan teater. Terbukti bahwa ketiga anteseden (Pertunjukan, Reputasi Teater dan Atmosfer Teater) mempengaruhi Flow, dan kedua outcomes (Intensi Menonton Pertunjukan Yang Akan Datang dan Word of Mouth) dan Kepuasan semuanya dipengaruhi oleh Flow.
Intensi Menonton Pertunjukan Yang Akan Datang (repurchase intension) tetap pada teori klasik, yaitu dipengaruh oleh Kepuasan. Namun demikian, Kepuasan menjadi mediasi bagi Flow dalam mempengaruhi Intensi Menonton Pertunjukan Yang Akan Datang. Artinya, untuk menimbulkan intensi membeli (repurchase intension), Kepuasan (satisfaction) saja tidak cukup, tetapi harus didahului oleh Flow. Hal ini juga menunjukkan bahwa Flow mampu menjelaskan faktor Kepuasan yang selama ini memerlukan klarifikasi (Hume et.al., 2003).
Penelitian ini juga memberi ruang bagi teori Flow yang berasal dari ranah psikologi untuk masuk ke dalam ranah pemasaran melalui konsep Kepuasan. Penelitian ini sekaligus memperkaya penggunaan teori flow yang tadinya hanya bergerak pada bidang psikologi dan pendidikan, kini dapat masuk ke dalam bidang pemasaran, khususnya pemasaran seni.

Researcher develops of Johnson & Garbarino’s (2001) research by expanding these antecedents. This research also to answer the need for clarification of the causes of satisfaction (Hume et al, 2003). In terms of marketing the performing arts studies, researcher used the flow concept. This approach in the discipline of marketing has never been studied before, while the flow of the research, the application of this concept in the performing arts theater will add to the scope or context of the industry under study. Flow phenomena approach expected to answer the performing arts theater in general, and in particular the performing arts phenomenon in Indonesia.
Researchers conducted an exploratory study in first step to know and understand the audience to attend in the theater performing arts. The variables: Play, Theater Reputation, Theater Atmosphere, Goal Achievement, Flow, Satisfaction, Intention to Attend on Next Performing, and Word of Mouth then emerged from this exploratory study, to establish the research model. Research is continuing to distribute questionnaires to the 365 respondents who had seen theater performing arts performance in Jakarta, as at Taman Ismail Marzuki, Teater Salihara and Gedung Kesenian Jakarta.
From the research model concluded that Flow is important and central factor for the audience to consume or attend to theater performing arts. Proved that the three antecedents (Play, Theater Reputation and Theater Atmosphere) affect Flow, and the two outcomes (Intention to Attend on Next Performing and Word of Mouth) and Satisfaction are all influenced by Flow.
Intention to Attend on Next Performing (repurchase intension) remained on the classical theory, which influences the satisfaction. However, satisfaction is mediation to Flow for influencing the Intention to Attend on Next Performing. So that, Satisfaction is not enough to make Intention to Attend on Next Performing (repurchase intension), but its must be preceded by Flow. It also proved that the flow was able to explain the factors that have satisfaction require clarification (Hume et al, 2003).
This study also provides space for Flow theory from the discipline of psychology to get into the discipline of marketing through the concept of satisfaction. This study and extends the use of flow theory was earlier engaged in the fields of psychology and education, can now be entered into the field of marketing, particularly the art of marketing.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awuy, Tommy
Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2004
709.598 TOM s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ladin Nuawi
Kuala Lumpur: Jabatan Kebudayaan dan Kesenian Negara, 2007
792.0226 LAD n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kaye, Nick
New York: St. Martin’s Press, 1994
792 KAY p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Soedarsono
Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990
792.09598 SOE s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ribut Basuki
Depok: Rajawali Press, 2020
790 RIB p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Wulandari Sasongko
"ABSTRAK
Skripsi ini menyajikan deskripsi tentang tarling sandiwara yang populer di
wilayah Indramayu dan Cirebon. Lakon tarling sandiwara yang dipilih berjudul
Istri Durhaka. Metode kajian yang digunakan adalah deskriptif analisis
penokohan tokoh dari video hasil transkripsi. Telaah kritik sosial juga disajikan
untuk mengetahui permasalahan sosial yang ada pada saat ini melalui dialog yang
disajikan.

ABSTRACT
This thesis presents a description about "taling sandiwara" or theatrical tarling that famous in Indramayu and Cirebon. Tarling theatrical story that selected as the
main data of the study called Istri Durhaka. The method that used in this study is
descriptive analysis and to figure characterization from the video transcript. Study
of social criticism is also presented to determine the social problem that exist
today through dialogues"
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Tiffany Candra
"Tulisan ini membahas mengenai utilisasi tari Waacking di Korea Selatan dan Indonesia. Waacking merupakan genre tari modern yang mulai berkembang pada tahun 1970-an. Lahir dari komunitas klub gay di Los Angeles, Waacking menjadi salah satu media ekspresi diri bagi kaum homoseksual pada masa itu. Para penari menggunakan Waacking untuk mengungkapkan perasaannya melalui gerakan-gerakan yang juga berarti sebagai simbol identitas diri mereka. Melalui gerakan ini, penari menyampaikan makna-makna subjektif mereka kepada para penonton. Seiring berjalannya waktu, Waacking mulai dikenal masyarakat di berbagai negara, tidak terkecuali di Korea Selatan dan di Indonesia. Meski teknik yang digunakan masih sama, terdapat perkembangan fungsi Waacking di kedua negara tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan Waacking sebagai media pengenalan budaya nasional oleh waackers Korea Selatan dan Indonesia. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik studi pustaka. Tulisan ini mengacu pada teori tari sebagai sistem simbol dan tari sebagai sarana komunikasi lalu hasil temuan dianalisis dengan sudut pandang artikulasi budaya. Melalui tulisan ini dapat disimpulkan bahwa meski awalnya Waacking digunakan sebagai sarana ekspresi diri dari penindasan, kini Waacking digunakan sebagai sarana pengenalan identitas budaya nasional.

This paper discusses the utilization of Waacking dance in South Korea and Indonesia. Waacking is a modern dance genre that began to develop in the 1970s. Born from the gay club community in Los Angeles, Waacking became one of the media of selfexpression for homosexuals at that time. Dancers use Waacking to express their feelings through movements that also symbolize their self-identity. Through these movements, dancers conveyed their subjective meanings to the audience. Over time, Waacking began to be recognized by people in various countries, including South Korea and Indonesia. Although the techniques used are still the same, there are developments in the function of Waacking in both countries. The purpose of this study is to analyze the use of Waacking as a medium for introducing national culture by South Korean and Indonesian waackers. The method used is descriptive qualitative method with literature study technique. This paper refers to the theory of dance as a symbol system and dance as a means of communication and then the findings are analyzed from the point of view of cultural articulation. Through this paper, it can be concluded that although initially Waacking was used as a means of self-expression from oppression, now Waacking is used as a means of recognizing national cultural identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>