Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54761 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bhakti Eko Nugroho
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bhakti Eko Nugroho
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S6473
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Radhitya Wicaksono
"Kegiatan penertiban lahan makam Mbah Priok merupakan pelaksanaan Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 132 Tahun 2009 tentang Penertiban Bangunan yang didirikan di atas Tanah PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Serfitikat Hak Pengelolaan Nomor 1/Koja Utara seluas 1.452.270 m2 yang terletak di Jalan Eks TPU Dobo, Kelurahan Koja, Kota Administrasi Jakarta Utara. Dalam kegiatan proses penertiban lahan makam Mbah Priok yang terjadi pada tanggal 14 April 2010, mendapat perlawanan dari jamaah makam dan masyarakat sekitarnya yang diikuti dengan tindakan kekerasan dan pembakaran, sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda.
Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: (a) Tidak mempertimbangkan masukan dari Muspiko terutama Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok, berkaitan dengan informasi intelejen yang menyatakan bahwa terdapat kekuatan masa yang sudah mempersiapkan perlawanan terhadap kegiatan penertiban; (b) Rencana penertiban yang disusun oleh Satpol PP DKI Jakarta dan pemberitahuan waktu pelaksanaanya terlalu singkat, sehingga tidak memberikan kesempatan yang cukup bagi pelaksana penertiban untuk mendalami rencana dimaksud; (c) Kurangnya pengorganisasian dan pemberian briefieng yang jelas kepada segenap unsur pelaksana penertiban yang melibatkan Satpol PP dari 6 (enam) wilayah kota di Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah yang cukup besar; (d) Tidak disiplinnya anggota Satpol PP, sehingga tidak mengedepankan tindakan yang persuasif humanis, tetapi justru melakukan tindakan kekerasan terhadap massa, sehingga memancing solidaritas massa untuk melawan petugas, dan (e) Lemahnya pengendalian petugas Satpol PP selama pelaksanaan kegiatan penertiban berlangsung, akibatnya menyebabkan penghentian pelaksanaan penertiban tidak segera diikuti dengan penarikan petugas Satpol PP di lokasi kegiatan penertiban.
Selama pelaksanaan kegiatan penertiban yang dilaksanakan oleh Satpol PP, Polres Pelabuhan Tanjung Priok telah melaksanakan pengamanan dan berhasil meminimalisir jatuhnya korban baik pada pihak Satpol PP maupun pihak jamaah makam/masyarakat yaitu dengan cara: (a) Kapolda Metro Jaya koordinasi dengan Gubernur DKI Jakarta, dan menyarankan agar pelaksanaan penertiban dihentikan karena situasi sudah tidak terkendali dan mengakibatkan jatuhnya korban; (b) Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok menindaklanjuti perintah Kapolda Metro Jaya untuk menghentikan jalannya penertiban yang semakin tidak terkendali, dan melaksanakan koordinasi dengan Kasatpol PP di lapangan; (c) Meminta kepada Habib Rizieq untuk menenangkan massa yang berada di lokasi serta bantuan tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya guna mencegah pemberangkatan/peregeseran massa dari wilayah lain menuju lokasi penertiban yang didorong oleh rasa solidaritas; (d) Melakukan evakuasi terhadap Satpol PP dengan bantuan Kapal Ditpolair Polda Metro Jaya ke Pondok Dayung.

Policing activities cemetery land Mbah Priok is the implementation of the Governor of DKI Jakarta No. Instruction. 132 of 2009 on the Control Building is founded on the Land PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Serfitikat Rights Management North 1/Koja No. 1,452,270 m2 area, located at Jalan Ex TPU Dobo, Village Koja, North Jakarta. In the process of policing activities Mbah Priok cemetery land that occurred on April 14, 2010, received resistance from the congregation and the community surrounding the tomb, followed by acts of violence and arson, resulting in loss of life and property loss.
The condition is caused by several factors, including: (a) Not considering input from Police Chief Muspiko especially Tanjung Priok Port, relating to intelligence information stating that there is a future force that is preparing for resistance to the enforcement activities; (b) policing plan prepared by Satpol PP DKI Jakarta and its implementation time was too short notice, so it does not provide sufficient opportunities for administrators to explore policing plan; (c) Lack of organization and administration briefieng clear to all elements of executive policing involving Satpol PP of 6 (six) areas of the city in DKI Jakarta Province with a sizeable amount, (d) No discipline Satpol PP, so it does not put forward a persuasive action humanist, but rather the act of violence against the masses, so that the lure of mass solidarity against the officers, and (e) Lack of official controls Satpol PP during the implementation of policing activity takes place, consequently result in termination implementation of policing is not immediately followed by the withdrawal of personnel on site Satpol PP policing activities.
During the execution of enforcement activities undertaken by Satpol PP, Port of Tanjung Priok Police have been carrying out security and managed to minimize casualties on both sides Satpol PP nor the congregational cemetery/community is by way of: (a) the Metro Jaya police chief in coordination with the Governor of DKI Jakarta, and suggested that the implementation of policing has not stopped because of the situation under control and resulted in casualties, (b) Chief of Police of the Port of Tanjung Priok follow up on the Polda Metro Jaya chief orders to discontinue the course of policing an increasingly uncontrollable, and coordinate with Kasatpol PP in the field, (c) Urge the Habib Rizieq to appease the masses who are in the location and the help of religious leaders and other community leaders to prevent the departure/mass shift from other regions to the location of the control that is driven by a sense of solidarity, (d) evacuation of PP with the help of Ship Satpol Ditpolair Polda Metro Jaya into Rowing.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29910
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wirdhanto Hadicaksono Sik
"ABSTRAK
Tesis ini menggambarkan tentang konflik sosial yang terjadi terkait dengan sengketa lahan antara PT.Pelindo II dengan ahli waris Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad atau yang kemudian dikenal dengan nama ?Mbah Priok?. Konflik sosial yang terjadi kemudian mengalami puncaknya dengan terjadinya bentrokan antara massa dari simpatisan ahli waris makam ?Mbah Priok? dengan petugas Satpol PP dibantu Polisi dan unsur lainnya pada 14 April 2010. Kerusuhan yang terjadi saat pembongkaran makam ?Mbah Priok? ini, kemudian menimbulkan korban meninggal dunia dan luka-luka, selain juga kerugian materil. Maka untuk menyelesaikan konflik seperti ini, diperlukan upaya penanganan agar persitiwa ini tidak meluas, sehingga menimbulkan masalah baru. Sesuai dengan Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, maka Polri dalam kapasitasnya sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat, mempunyai andil untuk menyelesaikan konflik tersebut dalam rangka meredam, dan membantu penyelesaian konflik dengan damai dan tanpa ada pihak-pihak yang dirugikan. Polres Pelabuhan Tanjung Priok kemudian berusaha menjadi mediator untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dengan mengedepankan upaya mediasi yang diwujudkan dalam bentuk dialog yang mempertemukan para pihak yang berkonflik. Proses dialogis tersebut dilandasi oleh 3 (tiga) prinsip utama yang menjadi pijakan Polres Pelabuhan Tanjung Priok, yakni Integritas, Independensi dan kesabaran serta ketulusan. Dengan 3 prinsip utama tadi dan juga kesolitan dari tim kerja yang dibentuk, maka terjadilah kesepatan bersama antara para pihak yang dituangkan dan ditandatangani sebagai bentuk dari resolusi damai yang dikedepankan oleh Polres Pelabuhan Tanjung Priok dalam menyelesaikan konflik yang terjadi.

ABSTRTACT
This Tesis describes the social conflict that arose in relation to the land dispute between PT. Pelindo II with the heirs of Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad or otherwise known as ?Mbah Priok?. The social conflict culminated with a clash that occurred between the massed supporters of the heirs to the tomb of Mbah Priok and the Civil Service Police Unit (Satpol PP) officers assisted by the Police and other elements on April 14, 2010. The riot that took place during the eviction of the Mbah Priok tombstone caused deaths and injuries as well as material damage. Therefore, in resolving such conflict, efforts in handling of clashes are needed to prevent the spreading which in turn leads to a new problem. In accordance with Law Number 2 Year 2002 concerning the State Police of the Republic of Indonesia, the State Police in its capacity as servant, protector, and guardian of the people has a role in resolving the conflict so as to subdue it and assist in resolving the conflict peacefully and without inflicting loss upon any party. The Tanjung Priok Port Resort Police attempted to become a mediator to settle the conflict by putting forward a mediation effort of engaging the conflicting parties in a dialog. The dialog process was based on 3 (three) main principles that serve as the foundation of the Tanjung Priok Port Resort Police, namely Integrity, Independence, and patience as well as sincerity. With these 3 main principles and the solidity of the work group that was formed, a collective agreement was reached between the parties which was put forth and signed as a form of peaceful resolution that was put forward by the Tanjung Priok Port Resort Police in resolving the conflict.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wan Deni Ramona Gusti
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis relasi polisi-masyarakat dalam pengamanan Haul Mbah Priok di era pandemi Covid-19 oleh Polres Pelabuhan Tanjung Priok. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Tipe penelitian yang digunakan peneliti adalah secara deskriptif eksplanatif. Sebagai data primer dalam penelitian berasal dari sumber informasi yang terdiri atas KaPolres, Kasat Binmas, Kasat Reskrim, Kasat Intelkam, Tomas dan Toga, dan masyarakat di wilayah hukum Polres Pelabuhan Tanjung Priok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi polisi-masyarakat dalam pengamanan Haul Mbah Priok di era pandemi Covid-19 oleh Polres Pelabuhan Tanjung Priok merupakan relasi konfliktual. Faktor-faktor dalam relasi polisi-masyarakat pada pengamanan Haul Mbah Priok terbagi atas faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung berasal dari dukungan pemerintah Jakarta Utara, Dandim 0502/JU, dukungan tokoh masyarakat, tokoh agama, kemajuan TIK, ketersediaan fungsi-fungsi yang cukup lengkap yang mendukung, dukungan sarana dan prasarana serta keberadaan SOP. Faktor penghambat terbagi atas perilaku ego sektoral antar stakeholder, media mainstream/online belum intensif di dalam mengedukasi publik, ketidakpercayaan masyarakat, rendahnya literasi digital masyarakat, kurangnya jumlah personil, lemahnya komunikasi, serta evaluasi pimpinan masih belum efektif. Strategi yang dilakukan Polres Pelabuhan Tanjung Priok agar pengamanan Haul Mbah Priok di era pandemi Covid-19 tetap mengedepankan penghargaan terhadap HAM terbagi atas Strategi preemtif, strategi preventif, dan strategi penegakan hukum (represif)

This study aims to analyze police-community relations in securing Haul Mbah Priok during the Covid-19 pandemic by the Tanjung Priok Port Police. The type of research used is qualitative research. The type of research used by researchers is explanatory descriptive. As the primary data in the study came from information sources consisting of the Head of Police, Head of Binmas Unit, Head of Criminal Investigation Unit, Head of Intelligence and Security Unit, Tomas and Toga, and the community in the jurisdiction of the Tanjung Priok Port Police. The results of the study showed that the police-community relationship in securing Haul Mbah Priok during the Covid-19 pandemic era by the Tanjung Priok Port Police was a conflictual relationship. The factors in police-community relations in securing Haul Mbah Priok are divided into supporting factors and inhibiting factors. Supporting factors come from the support of the North Jakarta government, Dandim 0502/JU, support from community leaders, religious leaders, ICT progress, the availability of quite complete supporting functions, support for facilities and infrastructure and the existence of SOPs. The inhibiting factors are divided into sectoral ego behavior among stakeholders, the mainstream/online media is not yet intensive in educating the public, public distrust, low public digital literacy, lack of personnel, weak communication, and evaluation of leaders is still not effective. The strategy carried out by the Tanjung Priok Port Police so that the security of Haul Mbah Priok in the era of the Covid-19 pandemic continues to prioritize respect for human rights, divided into pre-emptive strategies, preventive strategies, and law enforcement (repressive) strategies."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riten Literatur
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2009
927 RIT m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"This research lifts up issues on forced eviction as an impact of green space policy, with the case study of forced eviction in BMW?s Park. The research views forced eviction in Taman BMW through human rights aspect, where the notions of human rights is to make sure that every citizen secures guarantee of human rights from the state. To find data of this research the researcher did the field research by interacted with the subject and interviewed the expert from National Commission of Human Rights and Jakarta?s Law Aid Foundation. This research uses descriptive qualitative approach, where the data were collected by using literature study, interview, observation and interaction to whom are appropriate to this research. In conclusion, this research found that forced eviction happened in BMW?s Park gives a lot of victim of human rights violation and the state is charge, of the human rights violation."
[Departemen Kriminologi. FISIP UI, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agseora Ediyen
"Tesis ini menganalisa proses pemaknaan dari memorialisasi pemerintah kota dalam mengkonstruksi citra Kota Sawahlunto yang diartikulasikan dalam Museum Goedang Ransoem dan Lubang Tambang Mbah Soero. Penelitian memfokuskan pada persilangan pemaknaan dari ingatan masyarakat, memorialisasi pemerintah kota, dan penulisan sejarah. Data diperoleh dari pendekatan etnografi di Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat dari bulan Januari 2016 sampai dengan Februari 2017. Penelitian menggunakan konsep memori kolektif dan warisan budaya.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kompleksitas pemaknaan memorialisasi pemerintah sebagai pemaknaan dominan. Pemerintah membentuk makna dominan melalui penamaan situs pariwisata, dan benda material museum yang ditanggapi secara beragam oleh masyarakat. Masyarakat menggunakan justifikasi kedekatan dengan keseharian dan sejarah lisan. Penulis menemukan pemaknaan dominan pemerintah kota berbeda dengan penulisan sejarah. Pemegang otoritas memiliki kuasa dalam mengkonstruksi memori kolektif menjadi pemaknaan dominan. Kompleksitas dari pemaknaan dominan memperlihatkan bahwa tidak ada wacana dominan yang mutlak. Penelitian ini menunjukkan akan selalu ada pemaknaan berbeda yang terbentuk.

This thesis analyzes the process of how the dominant meaning by the city government in constructing Sawahlunto rsquo s branding articulated in Museum Goedang Ransum and Lubang Tambang Mbah Soero. There are various meanings encoded in the museums, which are the society rsquo s memory, how the government constructs memory, and the writing of history. The data were obtained through ethnographic research in Sawahlunto, West Sumatera Province, from January 2016 to February 2017. Exploring the dynamics of the construction of the dominant meaning reflects how collective memory, representation, and cultural heritage could be further problematized in these case studies.
The results of this study indicate the complexity of how the government constructs memory as a dominant forces in the transformation of Sawahlunto. The government enforce a dominant meaning through, for example, naming of tourism sites and museum representation, which is responded differently by the society. Society uses the justification of stheir daily life and also its oral history. The dominant meaning is increasingly visible when compared to the writing of history and this reveals its position in the construction of the city 39 s branding. The government has the power to construct a particular collective memory as the dominant meaning. The complexity of the chosen studies shows that there is no absolute dominant discourse. This study shows that there will always be other different meanings."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T49109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Mustika Pinilih
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S6456
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Romario
"ABSTRAK
Dalam merealisasikan penggusuran, ada banyak faktor yang terlibat dalam pertimbangan estetika untuk melihat wilayah mana yang akan digusur. Kejadian penggusuran hampir selalu melibatkan hunian informal yang dianggap ugly, kemudian digantikan oleh sebuah rupa baru yang dianggap beautiful. Dalam konteks penggusuran di Jakarta belakangan ini, dikotomi beauty dan ugly dalam pertimbangan estetika membangkitkan rupa arsitektur yang cenderung modernis, dan bagaimana banyak upaya penggusuran akhirnya seolah berusaha untuk melawan ugliness daripada bangunan-bangunan sebelumnya. Salah satu kejadian yang baru saja terjadi adalah penggusuran wilayah Kalijodo. Menurut saya, apabila membandingkan Kalijodo sebelum dan sesudah dibangun RPTRA, akan ada beberapa hal yang cenderung kontras, yang terlihat sebagai upaya untuk melawan ugliness dari rupa arsitektur di Kalijodo sebelumnya.Dalam merealisasikan penggusuran, ada banyak faktor yang terlibat dalam pertimbangan estetika untuk melihat wilayah mana yang akan digusur. Kejadian penggusuran hampir selalu melibatkan hunian informal yang dianggap ugly, kemudian digantikan oleh sebuah rupa baru yang dianggap beautiful. Dalam konteks penggusuran di Jakarta belakangan ini, dikotomi beauty dan ugly dalam pertimbangan estetika membangkitkan rupa arsitektur yang cenderung modernis, dan bagaimana banyak upaya penggusuran akhirnya seolah berusaha untuk melawan ugliness daripada bangunan-bangunan sebelumnya. Salah satu kejadian yang baru saja terjadi adalah penggusuran wilayah Kalijodo. Menurut saya, apabila membandingkan Kalijodo sebelum dan sesudah dibangun RPTRA, akan ada beberapa hal yang cenderung kontras, yang terlihat sebagai upaya untuk melawan ugliness dari rupa arsitektur di Kalijodo sebelumnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67369
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>