Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164272 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widiastyo
"ABSTRAK
Sektor Informal merupakan fenomena yan0 muncul di ba -
nyak kota di negara Dunia ke 3 Sektor mi beikembang, akibat
banyaknya migran yang tidak tertampung pada pekerjaan
di Sektor formal Sektor foimal yiitu pekerjaan bergaji dan
berpensiun dari sektor negara dan swasta* -
Skripsi ini mencoba melihat fenomena Pedagang naki Lima
dan Koperasi, sebagai salah satu pekeijaan di sektor Informal
di sekitar Pasar Jatinegara, dan kebijaksanaan pemerintahan
terhadap dua fenomena tersebut Kesemuanya itu dilihat
dalam kerangka interaksi sosial Peter L Berger untuk melihat
mstitusionalisasi koperasi Pedagang kaki lima Interak
si yang terjadi pada fenomena perdagangan kaki lima, bisa ju
ga dilihat sebagai fenomena pertukaran sosial dan ekonomi
Dalam kerangka Blau, usaha
perdagangan k iki lima dan usaha pembentukan koperasi, bisa
menurut kerangka Peter M Blau
dilihat sebagai usaha mstitusionalisasi untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi oleh institusi yang ]ama (dari
para migran) Hal mi berkaitan dengan Revolusi Hijau yang
terjadi, terutama di pedesaan P Jawa (Tirtosudarmo, 1985)ยป
sehingga terkait pada masalah pertanahan (Ever, 1982) dan
penjelasan tentang lokasi lingkaran atas dan lingkaran bawah
yang berpengaruh terhadap tingkat produksi dan konsumsi
(Santos 1975)
Penelitian ini mengambil sample survey 5% (90 Orang)
dari populasi (+. 1800 orang) untuk menjelaskan realitas obyektif
Pedagang Kaki Lima, 10% dan sample untuk menjelaskan
realitas subyektif Realitas subyektif pejabat pemerintah,
pengurus koperasi, juga dilihat
Penjelasan tentang "Lokasi11, ternyata cukup menggambar
kan fenomena di sekitar perdagangan kaki lima"
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviar Gustriandi
"Dewasa ini kehadiran para pencari kerja migran dalam jumlah yang tinggi di beberapa kota di Indonesia, membuat kota menjadi semakin padat dan tidak terkendali. Sektor formal yang secara umum memerlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu, berproduktivitas tinggi, modal yang besar, dan pemanfaatan teknologi yang serba canggih dan mutakhir, ternyata tidak menyediakan ruang bagi para migran pencari kerja. Para migran tersebut lalu membentuk usaha baru yang disebut sektor informal. Salah satu kegiatan dari sektor informal yang menjadi jenis pekerjaan yang penting adalah pedagang kaki lima. Pada umumnya nasib pedagang kaki lima kurang menguntungkan. Tidak jarang karena karakteristik yang melekat pada jenis pekerjaan ini membuat mereka sering terkena razia dan dikejar-kejar oleh petugas. Namun di sisi lain, sebagaimana yang ditunjukkan oleh besarnya jumlah pedagang kaki lima di Kota Pontianak (10.339 orang) mengindikasikan bahwa sektor ini mampu menjadi katup pengaman bagi meledaknya angka pengangguran. Sektor ini juga akan memberikan pemasukan yang tidak kecil bagi PAD Pemerintah Kota Pontianak, roda perputaran uang setiap harinya relatif cukup besar, yaitu mencapai 5,5 milyar rupiah dengan total omset sebesar 1,7 milyar rupiah. Kapabilitas yang ditunjukkan oleh sektor ini tidak lepas dari aktivitas yang mereka lakukan sehari-hari yang diikat oleh norma-norma informal yang menjadi aturan bagi sikap dan perilaku pedagang kaki lima dengan berbagai pihak sebagai modal sosial. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar kecilnya modal sosial pedagang kaki lima di Kota Pontianak yang dapat dilihat dari bagaimana mereka dapat mengimplementasikan norma-norma informal secara lugas atau dengan kata lain mereka memiliki kepercayaan (trust) dengan berbagai pihak di dalam maupun di luar jaringannya. Jika sebagian besar norma-norma tersebut lebih berlandaskan kepada trust, maka dapat dikatakan pedagang kaki lima di Kota Pontianak memiliki modal sosial yang besar. Sebaliknya, jika sebagian besar norma-norma tersebut kurang berlandaskan kepada trust, maka pedagang kaki lima di Kota Pontianak dapat dikatakan memiliki modal sosial yang kecil. Penelitian ini juga bermaksud untuk mengetahui bagaimana proses terbentuknya suatu jaringan dari kerja sama yang terjadi antara pedagang kakilima dengan berbagai pihak dan norma-norma informal apa saja yang terdapat dalam jaringan pedagang kaki lima tersebut.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Jenis penelitian ini dipandang relevan untuk digunakan dalam mengamati perilaku dan kondisi sosial pedagang kaki lima sehari-hari. Dari metode kualitatif ini akan dapat digambarkan keadaan riil di lapangan berdasarkan dukungan fakta dan informasi yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data studi kepustakaan (library research), observasi, dan wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan (indepth interview). Penulis dengan sengaja memilih informan penelitian melalui teknik pemilihan informan purposive sampling, yaitu memilih pedagang kaki lima, baik yang berjualan di pasar-pasar tradisional maupun di pinggiran-pinggiran jalan, yang pada umumnya mereka menggunakan sebagian dari lahan publik. Dari 6 (enam) orang calon informan penelitian yang telah dipilih, ternyata pedagang kaki lima yang memenuhi beberapa kriteria informan yang telah penulis tetapkan, hanya 2 (dua) orang, yaitu pedagang kaki lima yang berjualan telur di Pasar Flamboyan dan pedagang kaki lima berjualan pakaian bekas (lelang) di Pasar Dahlia. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terbentuknya jaringan pedagang kaki lima dengan berbagai pihak adalah dari kerjasama yang dilandasi hubungan moral kepercayaan. Temuan di lapangan menunjukkan ada 4 (empat) pedagang kaki lima dengan berbagai pihak, yaitu jaringan dengan keluarga, agen, sesama pedagang kaki lima, dan Iangganan. Keempat jaringan tersebut dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) jaringan, yaitu jaringan keluarga, jaringan pertemanan, dan jaringan usaha. Ketiga jaringan pedagang kaki lima ini masing-masing memiliki pola hubungan sosial yang berbeda.
Hasil analisis temuan menunjukkan bahwa kedua pedagang kaki lima memiliki norma-norma informal yang sama, yaitu 16 (enam belas) norma. Hasil analisis trust terhadap norma-norma informal tersebut, memperlihatkan bahwa norma-norma informal yang lebih berlandaskan trust, yaitu sebanyak 11 (sebelas) norma (68,75%), sedangkan yang kurang berlandaskan trust sebanyak 5 (lima) norma (31,25%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa norma-norma informal kedua pedagang kaki lima (penjual telur dan penjual pakaian bekas) memiliki modal sosial yang besar. Hasil analisis temuan menunjukkan bahwa norma-norma informal yang kurang berlandaskan kepada trust, ternyata merupakan norma-norma kunci yang dipegang teguh oleh pedagang kaki lima dalam menjalankan usahanya.
Disarankan dalam penelitian ini agar Pemerintah Kota Pontianak dapat merencanakan pembangunan sosial di daerah dengan mengembangkan potensi pedagang kaki lima yang terbukti memiliki modal sosial yang besar, termasuk memperluas peruntukan lahan pasar bagi pembangunan pasar-pasar tradisional untuk menampung sebagian besar pedagang kaki lima yang masih berada di pinggiran jalan serta memberikan bantuan modal dengan akses yang lebih mudah kepada pedagang kaki lima. Oleh karena hasil penelitian ini belum dapat digeneralisasikan sebagai modal sosial pedagang kaki lima yang berlaku umum, maka disarankan kepada peneliti-peneliti lainnya untuk meneliti modal sosial pedagang kaki lima jenis usaha lainnya, termasuk bagaimana ikatan kekeluargaan dan solidaritas sosial dilihat dari kesukubangsaan pedagang kaki limanya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Informal sector is one of many characteristics of Jakarta. As a metropolitan area, jakrta fails to provide enough jobs in the formal sector for its labour force...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S33447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Tri Hardjanto
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramudita Darmabrata
"Studi yang membahas masalah pedagang kaki lima telah banyak dilakukan baih oleh negara-negara berkembang maupun oleh para ahli dari negara maju. Namun masih banyak juga kaki lima menjadi masalah sosial perkotaan di negara-negara berkembang, Indonesia termasuk diantaranya mengemban masalah ini.
Permasalahan sesungguhnya oleh para ahli dikemukakan karena kesalahan cara melihat PKL. Mereka dianggap sebagai masalah sosial yang perlu diberantas. Selain itu mereka juga dipisahkan dari sektor perekonomian modern dan di labelkan sebagai sektor ekonomi informal. Mereka adalah komunitas tersendiri yang masih menjalankan sistem perekonomian tradisional, yang mereka jalankan tanpa modal yang besar untuk memulainya. Ini berjalan bukan tanpa sebab. Modus ekonomi tradisional ini berjalan alas dasar latarbelakang kultur adat asal mereka masing-masing. Kedua adalah karena latar belakang ekonomi mereka yang rendah, hanya dapat menyediakan modal kecil, dan dapat mengandalkan sistem kekerabatan mereka yang erat untuk menjalankan usahanya.
Studi ini bertujuan mencari alternatif pemecahan masalah penataan kaki lima dengan perspektif pendekatan sosiologi perkotaan dan planologi perkotaan, dengan memilih lokasi penelitian di Pasar Baru Kota Bekasi. Yang dipelajari, sebagaimana seharusnya untuk tiap proses membuat kebijakan seharusnya diawali dengan assesment seperti berikut, adalah bagaimana karakteristik sosioekonomi PKL, untuk menganalisa apa yang menjadi kebutuhan, hambatan dan potensi mereka Kemudian meninjau, apa konsep yang dimiliki pemda kota, sebagai penyelenggara publik kota, dalam menangani PKL.
Bagaimana strategi, perencanaan tata ruang kota dan pelaksanaan kebijakan-kebijakannya dilapangan?.
Metade yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif, dengan penekanan analisa secara kualitatif. Analisa kuantitatif digunakan sebagai dukungan data profil PKL yang nyata dalam menganalisa temuan-temuan penelitian. Profit PKL dan karakteristik sosioekonominya dalam penelitian ini hanya sebatas untuk menemukan kebutuhan, potensi dan pola kehidupan aktivitas mereka Sedangkan untuk analisa tingkat makro, yaitu. tinjauan perkotaannya, lebih efektif dianalisa dengan metode kualitatif Penelitian kuantitatif dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk 50 pedagang kaki di Pasar Baru Bekasi. Penelitian kualitatif adalah dengan melakukan indept interview dengan beberapa pejabat pemkot Bekasi terkait. Termasuk pula di tingkat camat dan kelurahan. Ditambah wawancara dengan beberapa konsumen pasar dan warga kota untuk mendapatkan opini dan aspirasi mereka.
Dari penelitian ditemukan bahwa karakter pedagang tradisional, termasuk PKL, berasal dari latarbelakang kultural rnereka masing-masing yang embedded dalam kehidupan mereka, bahkan dalam organisasi perniagaan mereka Sedangkan pedagang di Pasar Baru Bekasi berasal dari bermacam etnis. Ini menjadi hal yang unik sekaligus rumit yang menjadikan warna kemasyarakatan di pasar itu. Untuk pengelolaannya diperlukan konsep bottom up untuk efektivitas manajemennya di tingkat mikro maupun makro.
Pola berdagang ekonomi subsisten yang "menjemput" konsumen dengan berdagang di tempat-tempat strategis dan terbuka, mengakibatkan mereka memadati bahu jalan, bahkan sampai sebagian dari badan jalan, menghambat lalu lintas kota dan memperburuk pemandangan kota. Maka perlu strategi untuk dapat mengakomodasi keberadaan mereka disertai dengan regulasi-regulasi yang perlu disepakati stakeholder kota dalam masalah ini.
Hans Dieter Evers memberikan perspektif untuk jalan pemecahan masalah perkotaan dari segi sosiologi perkotaan, yang menjadi problem klasik negara-negara berkembang di Asia Tenggara. Evers memberikan teori Image of the City yang dikemukakan Kevin Lych untuk melihat kembali kepada pikiran mendasar sederhana, yaitu dengan mengurai analisa elemen-elemen dasar kota. Sedangkan di tingkat kebijakan perkotaan penulis merekomendasikan langkah-langkah yang di ajukan oleh John M Bryson untuk menyepakati kembali visi untuk dapat membuat perencanaan strategis untuk mengorganisasi PKL menjadi pedagang tradisional di pasar."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8635
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S6972
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Settlement and construction concept of retailers (PKL) have to develop regulations, construction and protection purposes. Regulation of settlement and construction for PKL have to accommodation sociological, juridical and philosophical principal to enact local ordinance. Neglecting those dimensions has negative implication for the people, especially PKL. It's no relevance with protection of human rights and good regulation principles."
JIPUR 12:21 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Apep Insan Parid AP
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai respon pedagang kaki lima terhadap kebijakan penertiban yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung. Penelitian ini penting mengingat adanya respon pedagang yang mengakibatkan kebijakan penertiban berjalan tidak efektif, bahkan hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Pemerintah Kota Bandung. Padahal kebijakan penertiban bertujuan untuk menata kota dalam rangka menyukseskan Kota Bandung sebagai Kota Jasa yang Genah, Mereunah dan Tumaninah.
Penelitian ini difokuskan di Jl. Merdeka sebagai lokasi yang terkena kebijakan sesuai dengan keputusan Walikota Nomor : 511.23/Kep.1322-huk/2001 Tentang Lokasi Bebas Kegiatan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Bandung.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif melalui proses studi kepustakaan, wawancara dengan informan, dan pengamatan dilapangan. Informan penelitian berasal dari pejabat Pemerintah Kota Bandung dan beberapa pedagang kaki lima sebagai objek kebijakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa operasi penertiban yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung tidak disetujui oleh pedagang kaki lima, penertiban mendapat. perlawanan melalui tindakan anarkhis pedagang dan dalam perkembangannya respon pedagang seolah-olah tidak mengindahkan pelarangan perkembangannya respon pedagang seolah-olah tidak mengindahkan pelarangan berjualan. Mereka tetap menjalankan usahanya seiring dengan ditariknya petugas dari lokasi penertiban.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: tanggapan dan sikap pedagang, pengetahuan pedagang terhadap kebijakan, motivasi, pengalaman, kekompakan pedagang, dan budaya pedagang yang sulit diatur. Sedangkan faktor eksternal meliputi: tidak adanya fasilitas yang disediakan pemerintah, akses informasi yang kurang, perilaku petugas penertiban, situasi yang berkembang, lingkungan dan masyarakat sekitar, serta keberadaan organisasi pedagang.
Merujuk pada kondisi tersebut, perlu adanya suatu mekanisme operasi penertiban yang bisa diterima oleh pedagang dengan memberikan solusi pemecahan masalah sehingga kebijakan yang dijalankan menguntungkan kedua belah pihak, dalam hal ini pihak Pemerintah Kota Bandung dan pihak pedagang kaki lima."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>