Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146944 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aliah Lestari Sayuti
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S1560
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Archadius Aldy Rama
"Melalui bukti-bukti sejarah, konflik Palestina-Israel sudah terjadi bertahun-tahun lamanya. Dari perang David melawan Goliath, dan sekarang pertempuran agama di komuniti Israel. Bukti-bukti tersebut merupakan pernyataan bahwa region ini adalah yang terpanas konfliknya di dunia. Turut campurnya beberapa aktor yang tertarik dengan minyak dan pengaruh politik, seperti negara-negara barat sebagai aktor politik yang mewarnai konflik dan menajamkan tensi politik, membuat konflik tersebut menjadi tidak terpecahkan. Oleh sebab itu, masalah tersebut harus dilihat secara fenomena sejarah.
Amerika Serikat mengarahkan ke double standard di dalam politik luar negeri kepada region Timur Tengah, dimaksudkan untuk mempertahankan keinginan mereka di bidang minyak dan membela politik Israel khususnya. Amerika Serikat mempunyai peranan besar dalam menjaga segala pengaruh politik di Timur Tengah, terutama untuk mendukung Israel. Amerika Serikat secara agresif mengontrol permainan ini. Di era perang dingin, Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara super power yang sangat vital dalam mendukung keberadaan Israel. Diplomasi, resolusi dan kegiatan non-perang adalah merupakan usaha dimana sulitnya pemecahan konflik dan perdamaian yang dapat dicapai.
Sebagai anggota Dewan Kearnanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, posisi Amerika Serikat sangat kritis posisinya dalam menangani politik Israel. Sudah banyak resolusi yang di hasilkan untuk eliminasi konflik tersebut dengan persetujuan Amerika Serikat. Segala resolusi dipantau langsung oleh Amerika Serikat untuk keuntungan Israel."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14440
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S5476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Suryade
"Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsa di Yerusalem pada 28 September 2000 menimbulkan gelombang kekerasan Israel-Palestina. Peristiwa tersebut mendorong munculnya gerakan perlawanan Intifadah II yang lebih dikenal dengan sebutan "Intifadah Al-Aqsa". Meskipun terjadi gelombang kekerasan dan memunculkan gerakan Intifadah Al Aqsa, Sharon justru mencapai puncak karirnya dengan menjadi perdana menteri setelah memenangkan pemilu 6 Pebruari 2001.
Selama masa pemerintahannya, Sharon tidak melanjutkan proses perundingan damai dengan Palestina, sebagaimana yang pernah diupayakan perdana menteri sebelumnya, sejak Yitzhak Rabin hingga Ehud Barak. Kebijakan politik luar negerinya dalam menghadapi Palestina bersifat unilateral dan menggunakan kekerasan militer (use of force). Tetapi, dalam pemilu yang dipercepat pada 28 Januari 2003, Sharon kembali mengalahkan kandidat Partai Buruh dalam perebutan jabatan perdana menteri.
Kebijakan unilateral dan penggunaan kekerasan militer yang dilakukan PM Ariel Sharon didukung setidaknya oleh lima faktor, yaitu: pertama, ideologi Zionisme yang mematok target mendapatkan "Eretz Yisrael" dengan Yerusalem sebagai ibukota abadi dan tak terbagi. Kedua, adanya tekanan politik domestik dengan kecendrungan menguatnya kelompok kanan dan bangkitnya fundamentalisme Zionis Yahudi yang tidak menghendaki pemberian konsesi apapun bagi Palestina, termasuk tanah yang diduduki pada perang 1967. Ketiga, adalah efek kampanye "Global War against Terrorism". Kampanye yang dikumandangkan oleh Presiden AS, George W. Bush menjadi legitimasi dan pembenaran yang lebih kuat bagi Israel untuk melakukan tindakan unilateral dan "use of force". Keempat, merupakan faktor politik strategis Israel untuk meningkatkan bargaining politik, dan melemahkan posisi politik Palestina. Dan, faktor kelima adalah adanya hambatan psikologis antara Ariel Sharon dengan Yasser Arafat yang sejak lama terlibat dalam permusuhan politik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dionnisius Elvan Swasono
"Israel pada masa pemerintahan Yitzhak Rabin yang kedua (1992-1995) cukup menarik untuk diamati karena selama tiga tahun masa pemerintahan tersebut Israel banyak mengeluarkan kebijakan yang cukup kondusif bagi perdamaian di Timur Tengah. Salah satu kebijakan Israel tersebut adalah kesediaannya mengadakan perundingan damai secara Iangsung dengan PLO, organisasi yang selama ini dipandangnya sebagai organisasi teroris. Perundingan ini menghasilkan Declaration of Principles (DoP) yang ditandatangani di Washington DC, AS pada ianggal 13 September 1993, Masyarakat dunia berharap DoP dapat menjadi latigkah awal bagi peayelesatan konflik Israel-Palestina secara menyeluruh. Poin penting dari DoP adalah kesediaan Israel memberi otonomi kepada Otoritas Palestina di Jalur Gaza dan kota Jericho. Otonomi ini juga akan diberlakukan di wilayah-wilayah Tepi Barat lainnya. Berdasarkan pada teori kebijakan luar negeri yang mengatakan bahwa faktor pemimpin sangat berperan dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri (foreign policy decision making), maka permasalahan utama yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah faktor-faktor infernal dan ekstemal apa saja yang telah mendorong Yitzhak Rabin sehingga pada masa pemerintahannya yang kedua dia banyak mengeluarkan kebijakan yang cukup kondusif bagi perdamaian di Timur Tengah khususnya dalam konteks penyelesaian konflik Israel-Palestina. Penelitian dalam tesis ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis case studies. Paradigma penelitian ini adalah konstruktivisme. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data primer dan sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi. Data-data tersebut kemudian dianalisa dengan metode hermeneutic interpretative. Dalam penelitian studi hubungan intemasional dikenal tiga tingkatan analisa yaitu reduksionis, korelasionis, dan induksionis. Dalam penelitian ini, tingkat analisa yang dipakai adalah tingkat analisa reduksionis. Dan data-data yang ada, dapat diketahui bahwa terdapat empat faktor penting yang mendorong Yitzhak Rabin memberikan konsesi otonomi kepada pihak Palestina yang merupakan bagian dari kebijakan pro perdamaiannya, yaitu: faktor prinsip tanah untuk perdamaian (land for peace); faktor adanya keiiiginan untuk menjaga kernumian Israel sebagai negara Yahudi yang demokratis; faktor keamanan; dan dukungan publik Israel."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Dharma Setiawan
"Tesis ini menggunakan perspektif realis untuk mengkaji fenomena kebijakan Amerika Serikat dalam Konflik Israel-Palestina di masa Pemerintahan Clinton II (periode 1996-2000). AS menyadari bahwa dunia semakin multipolar dan interdependen, tak ada satu negara mana pun yang mampu sendirian menentukan segala sesuatunya. Mengingat AS selama ini aktif dalam perumusan terms of peace di Timur Tengah sampai pada tingkat tertentu yang dapat diterima oleh negara-negara Arab, dukungan yang aktif terhadap Israel dan disisi lain AS juga menginginkan dukungan dan kerjasama negara-negara sekutu terhadap kepentingan strategis akan kebutuhan minyak di Timur Tengah.
AS mencoba menerapkan empat skenario strategi untuk mengamankan "kepentingan politis" tersebut, yaitu: Pertama, membangun pengaturan bersama di kawasan Teluk. Kedua, memperkuat usaha-usaha untuk mengendalikan proliferasi berbagai senjata pemusnah massal (weapon mass-destruction). Ketiga, meningkatkan pembangunan ekonomi. Keempat, memanfaatkan berbagai kesempatan baru dalam usahanya mencapai situasi damai dan aman dalam proses perdamaian dan keamanan Arab-Israel.
Sebagai negara dengan kekuatan terbesar di dunia dan pemimpin di dalam masyarakat internasional, maka Clinton ingin menciptakan, mendukung dan memimpin persekutuan bangsa-bangsa dan lembaga-lembaga yang memajukan kepentingan nasional AS dan kepentingan bersama para mitra internasional AS.
Akhir dari Perang Dingin menampilkan Clinton kepada adanya suatu peluang bersejarah untuk memperbarui dan meluaskan persekutuan AS dengan membangun Eropa yang damai, tak terpecah-belah, dan demokratis. Yakni, dengan membentuk suatu masyarakat bangsa-bangsa Asia dan Timur Tengah yang lebih stabil, lebih terbuka dan demokratis, seperti yang dilakukan di Eropa. Ditegaskan pula oleh Clinton, bahwa dalam mewujudkan tujuannya lebih di tekankan kepada demokrasi daripada penggunaan kekuatan militer, namun, selalu siap menggunakan kekuatan militer jika diperlukan untuk mempertahankan kepentingan nasional AS.
Namun, sesuatu hal yang tak akan pernah berubah, AS akan terus mempertahankan, bahkan dengan segala cara, hegemoninya di berbagai kawasan, khususnya di kawasan Timur Tengah. Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor; Pertama, minyak, seperti diketahui 25% suplai minyak dunia berasal dari Timur Tengah dan kawasan ini menyimpan 2/3 cadangan minyak dunia. Jika suplai minyak Timur Tengah berhenti, maka tidak hanya memperburuk ekonomi AS sendiri, melainkan dapat mengulang resesi ekonomi dunia di tahun 1930-an. Kedua, faktor geostrategis kawasan Teluk antara Asia Barat, Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika Utara dan Asia Selatan Dimana AS memandang kepentingannya di wilayah ini sudah cukup dalam dan lama, sehingga AS tidak akan dengan mudah mundur dan menyerahkan begitu saja kepada negara lain yang ikut berkepentingan di wilayah tersebut.
Dalam tujuan nasionalnya, AS mempunyai minat serius dalam menyelesaikan perdamaian yang adil, menyeluruh dan kekal dalam konflik Timur Tengah, dalam hal ini memastikan kesejahteraan/kesehatan dan keamanan Israel, membantu negara-negara Arab yang menjadi sekutu AS, dan menjaga kestabilan harga minyak pada harga yang pantas. Strategi AS mencerminkan tujuan yang akan dicapai dan mengadaptasi karakteristik wilayah di Timur Tengah dalam pencapaian tujuan perdamaian dan stabilitas kawasan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Kosasi
"Kehidupan tanpa tanah air (diaspora) bagi bangsa Yahudi adalah kehidupan yang menyakitkan di mana mereka diburu dan dimusnahkan. Kemudian mereka melarikan diri dari ketidakberdayaan ini. Mereka bermigrasi ke Palestina yang merupakan wilayah yang ribuan tahun lamanya telah didiami oleh bangsa Palestina. Migrasi bangsa Yahudi ke tanah Palestina juga tidak lepas dari pengaruh nasionalisme yang mencuat pada abad ke-19. Bangsa Yahudi ingin mempertahankan bahasa dan tradisi mereka. Pada mulanya, intensitas migrasi Yahudi ke Palestina sangat rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan migrasi Yahudi, elite Zionis mengemas taktik mereka dengan memanfaatkan sentimen keagamaan, selain pada saat yang sama migrasi itu juga ditopang oleh keberadaan Inggris selaku pemegang mandat atas Palestina Inggris melegalkan Deklarasi Balfour tahun 1917 yang membuka jalan bagi terjadinya migrasi Yahudi ke Palestina. Mulai saat itu migrasi Yahudi ke Palestina kian meningkat. Migrasi bangsa Yahudi ke Palestina lama-kelamaan menimbulkan reaksi dari bangsa Palestina dan bangsa Arab lainnya sebagai pribumi. Lalu terjadilah konflik Yahudi-Arab mulai tahun 1929 dan mencapai puncaknya tahun 1937. Saat itu orang Arab melakukan protes secara besar-besaran dengan menentang para imigran Yahudi. Inilah aksi yang oleh pemerintah Inggris disebut dengan istilah Arab Rebellion (Pemberontakan Arab). Dalam aksi itu orang Arab dipimpin oleh Alvin Hussein. Ia adalah seorang pemuda yang cerdas. Saat usianya baru 21 tahun ia terpilih menjadi mufti (pemimpin) Yerusalem, yang tugas utamanya ialah menjaga kesucian masjid Al Aqsa. Saat itu, kota suci Yerusalem yang di dalamnya terdapat Masjid Al Aqsa diperebutkan bangsa Yahudi dan bangsa Arab. Untuk meredam reaksi bangsa Arab, pemerintah Inggris kemudian bertindak tegas dengan membunuh dan melukai ratusan orang Arab. Sejak peristiwa itu, kebencian yang muncul dalam konflik Israel-Palestina bukan hanya kebencian antara bangsa Arab dengan bangsa Yahudi saja, tapi juga kebencian antara bangsa Arab dengan pemerintah Inggris."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S13103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinna
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S8105
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Laktamilena
"Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai upaya yang dilakukan pemerintahan Erdogan untuk dapat menstabilkan politik di Turki selama periode tahun 2003-2011. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Adapun hasil penelitian ini menjelaskan bahwa selama periode tahun 2003-2011, pemerintahan Erdogan mencoba untuk menciptakan stabilitas politik melalui stabilisasi ekonomi di Turki. Hal ini dikarenakan, dengan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi, maka diharapkan dapat menekan tingkat protes sipil dan konflik etnis; mencegah kudeta militer; dan pemerintahan mendapat legitimasi untuk tetap dapat bertahan. Dengan demikian, stabilitas politik di Turki dapat terwujud.

Kata Kunci : Pemerintah Erdogan, stabilitas ekonomi, stabilitas politik, Turki.


This paper research focuses on the efforts of Erdogan‟s government in making policies to stabilize the politics in Turkey during 2003-2011. The type of this research is a qualitative research with descriptive design. The result of this research shows that during 2003-2011, Erdogan‟s government attempted to create political stability by stabilizing the economy in Turkey. Because, with the economic stability and economic growth, the rate of civil protest and ethnic conflict will decrease; It would prevent a military coup d‟etat; and government will gain the legitimacy to survive. Thus, political stability can be realized."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aniesah Hasan Syihab
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang imigrasi Yahudi ke Palestina sejak tahun 1882 hingga 1948. Landasan teori yang digunakan sebagai alat analisis ialah teori perpindahan penduduk secara umum dan dalam konteks Yahudi, serta teori Zionisme. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif berdasarkan pada metode sejarah, dan dengan jenis penelitian deskriptif.Sepanjang sejarahnya, umat Yahudi telah mengalami berbagai proses perpindahan, mulai dari diaspora hingga perpindahan kembali menuju Palestina yang dikenal dengan istilah Aliyah. Aliyah sangat berkaitan dengan konsep Zionisme. Sejak berdirinya Organisasi Zionis Dunia pada 1897, kolonisasi wilayah Palestina melalui Aliyah menjadi tujuan utama organisasi tersebut. Bertopeng pada aspek_aspek religius seperti klaim Tanah Yang Dijanjikan, Zionisme sukses menjalankan ideologi potitisnya. Sejak 1882, Aliyah mulai terjadi secara terstruktur. sebab_sebabnya antara lain ialah pogrom dan anti_Semitisme yang berkembang di Eropa Timur, serta munculnya kekuatan Nazi Jerman yang menjadikan anti_Semitisme sebagai peraturan. Melalui imigran_imigran yang tergabung dalam Aliyah, kaum Yahudi mampu menciptakan kekuatan_kekuatan yang menjadi fondasi berdirinya Negara Israel. Berbagai komunitas dan organisasi pun berhasil didirikan. Namun, konflik antara pendatang Yahudi dan pihak Arab setempat tidak dapat dihindari, seperti konflik yang terjadi pada 1920 dan 1921, konflik Tembok Ratapan, Deir Yassin, dan sebagainya. Walaupun terjadi berbagai konflik, pada 14 Mei 1948, kaum Yahudi Palestina, yang berasal dari para imigran Aliyah berhasil memproklasikan pendirian Negara Israel.

Abstract
This thesis discusses about Jewish immigration to Palestine since 1882 until 1948. Theoretical basis which is used as an analysis tool is the theory of population movement in general and in the Jewish context, and the theory of Zionism. This research is qualitative based on historical method, and the type of descriptive research. Throughout history, Jews have experienced a variety of migration processes, ranging from the diaspora to return to the Palestinian movement known as Aliyah. Aliyah is closely associated with the concept of Zionism. Since the establishment of the World Zionist Organization in 1897, the colonization of Palestinian territories through Aliyah became the main purpose of the organization. Masked in religious aspects, such as the claim of The Promised Land, Zionism successfully ran its politic ideology. Since 1882, Aliyah began to occur in a structured way. Its causes, among others is a pogrom and anti_Semitism that developed in Eastern Europe and the emerging power of Nazi Germany which made anti_Semitism as a rule. Through the immigrants who are members of Aliyah, the Jews were able to create the forces that became the foundation of the establishment of the State of Israel. Various communities and organizations were successfully established. However, the conflict between Jewish settlers and the local Arab side could not be avoided, such as the conflicts that occurred in 1920 and 1921, The Wailing Wall conflict, Deir Yassin, and others. Despite the various conflicts, on May 14, 1948, Palestinian Jews, who came from successful Aliyah immigrants proclaimed the establishment of the State of Israel."
2010
S13208
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>