Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131967 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Siti Aminah
"Studi ini mempelajari pola artikulasi kepentingan buruh industri dengan menggunakan pendekatan ilmu politik. Kajian tentang masalah artikulasi kepentingan buruh bisa dibilang cukup banyak, tetapi yang menempatkan buruh sebagai satuan analisis kelompok marjinal (powerless) di perkotaan masih terbatas jumlahnya. Selain itu, studi ini mengaitkan pula dengan studi-studi sebelumnya. Tujuannya adalah memperoleh informasi ilmiah yang memadai mengenai pola artikulasi kepentingan buruh industri.
Mempelajari masalah artikulasi kepentingan buruh sebagai kelompok marjinal dalam masa Orde Baru cukup menarik. Apalagi bila didekati dengan menggunakan perspektif politik, maka persoalan buruh industri dalam mengartikulasikan kepentingan akan memperlihatkan banyak faktor yang terkait didalamnya. Karena itu, penting sekali mengkaji secara ilmiah dengan menggunakan tes yang ada akan banyak membantu dalam memperoleh informasi yang memadai tentang artikulasi kepentingan buruh. Ada tiga permasalahan yang ditelaah dalam studi ini, yaitu pertama, bagaimana pola dan karakteristik artikulasi kepentingan buruh. Kedua, faktor-faktor intern dan ekstern apa yang mempengaruhi pola artikulasi kepentingan buruh. Ketiga, bagaimana hubungan faktor intern dan ekstern terhadap pola artikulasi kepentingan itu. Teori untuk menganalis permasalahan ada dua, yaitu pertama, teori artikulasi kepentingan. Kedua, teori hubungan negara-masyarakat serta konsep korporatisme negara. Instrumen penelitian yaitu kuesioner dan wawancara mendalam.
Dari analisis data terlihat bahwa kemaijinalan buruh berpengaruh terhadap pola arlikulasi kepentingan non-konvensional. Konflik buruh majikan cenderung cukup berpengaruh terhadap pola artikulasi kepentingan non-konvensional. Pengaruh ketidakberfungsian serikat pekerja cenderung menyebabkan buruh tidak dapat mengartikulasikan kepentingan dengan pola konvensional sehingga buruh menggunakan pola non-konvensional. Intervensi negara dalam masalah perselisihan perburuhan menyebabkan buruh mengartikulasikan kepentingan dengan memakai pola konvensional, tetapi apabila buruh sudah berhubungan dengan pihak ketiga (kekuatan LSM/LBH) maka intervensi negara tersebut akan menyebabkan buruh memakai pola non-konvensional untuk mengartikulasikan kepentingannya.
Hasil analisis dan interpretasi data menunjukkan bahwa teori artikulasi kepentingan, hubungan negara masyarakat dan konsep korporatisme negara masih relevan untuk menjelaskan masalah studi ini. Intervensi negara dalam berbagai bidang kehidupan tidak bisa dielakkan dan ini berdampak pada melemahnya kekuatan atau kelompok di luar negara, terutama buruh industri. Negara memiliki otonomi relatif dalam berhadapan dengan kelompok di luar dirinya. Implikasi teoretisnya adalah pola artikulasi kepentingan buruh bersifat campuran, dan itu tergantung kondisi sistem politik. Didukung dengan penggunaan konsep korporatisme maka tampak bahwa penataan kelompok kepentingan secara korporatis menyebabkan buruh semakin marjinal dan buruh semakin kehilangan kekuatan tawar menawarnya dan mencampakkan buruh dari struktur politik. Ini semua tak terpisahkan dari hubungan negara-masyarakat yang menempatkan masyarakat sipil, khususnya buruh industri sebagai pihak yang marjinal (powerless."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karya Budiana
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1981
S16543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhidin Susanto
"Kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor telah berkembang pesat menjadi kawasan perkotaan. Tekanan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi menyebabkan peningkatan kawasan permukiman dan perubahan fungsi lahan. Penelitian bertujuan menganalisis perkembangan kawasan permukiman di kecamatan Ciampea yang meliputi analisis pola sebaran, kesesuaian guna lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi lokasi permukiman. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif ditambah dengan penjelasanpenjelasan dengan metode kualitatif.
Dengan analisis tetangga terdekat didapatkan pola sebaran permukiman perkotaan di Ciampea cenderung mengelompok, sementara pola sebaran permukiman pedesaan menunjukkan pola seragam. Hasil evaluasi guna lahan disimpulkan 98,74% permukiman perkotaan sesuai dengan kebijakan tata ruang kabupaten Bogor, sementara kesesuaian permukiman pedesaan 75,56%. Dari kesesuaian kondisi geografis, permukiman perkotaan dan pedesaan sebagian besar berada dikawasan layak bangun (96,82% dan 90,88%).
Hasil analisis komponen utama diketahui bahwa faktor dan variabel yang mempengaruhi sebaran dan perkembangan lokasi permukiman di kecamatan Ciampea adalah: faktor sosial demografi (kepadatan, kondisi pendatang, kesamaan pendidikan & pekerjaan dan kesamaan suku & budaya); faktor infrastruktur (fasilitas, akses jalan, akses pada pekerjaan, kendaraan, dan moda angkutan); faktor Fisik Lingkungan (kualitas hunian, sumber air dan suasana alam); faktor Ekonomi (harga rumah dan biaya transportasi); dan faktor Kebijakan (kredit bank dan pengetahuan kebijakan tata ruang).

Ciampea district, Bogor regency has rapidly developed into urban areas. Pressures of population growth and urbanization led to an increase in settlement areas and land use change. This study aims to analyze the development of residential areas in the Ciampea district that includes distribution pattern analysis, the suitability of land use and the factors that affect settlement location preferences. This study used a descriptive quantitative approach coupled with explanations with qualitative methods.
With nearest neighbor analysis of the distribution pattern obtained urban settlements in Ciampea tend to cluster, while the distribution pattern of rural settlements is dispered. The results of the evaluation of land use 98.74 % of urban settlements concluded in accordance with the Bogor district land policy, while 75.56 % of rural settlements suitability. Suitability of geography, urban and rural settlements mostly decent wake region ( 96.82 % and 90.88 % ).
The results of principal componen analysis shows that the factors and variables that affect the distribution and development of settlements in the district Ciampea are: socio-demographic factors (density ,entrants conditions , the similarity education & employment and culture & ethnicity); infrastructure factors (facilities, access roads, access to jobs, vehicles, and modes of transportation); Environment Physical factors (residential quality, water resources and natural atmosphere); Economic factors (housing prices and transportation costs), and policy factors (bank credit and knowledge of spatial policy).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Heliana
"Tesis ini menjabarkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kerjasama sub-kawasan di ASEAN dari tahun 1989 hingga 2015. Penelitian ini menjabarkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan empat kerjasama sub-kawasan di ASEAN yaitu Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS GT), Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT GT), Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Phillippines East Asian Growth Area (BIMP EAGA), dan Greater Mekong Sub-region (GMS). Analisis dilakukan menggunakan empat faktor kerjasama sub-kawasan yang dikembangkan oleh Tongzon (2002) yaitu geographical proximity, komplementaritas ekonomi, komitmen politik dan partisipasi sektor swasta, dan katalis. Dalam analisis ditemukan bahwa untuk dapat menjadi kerjasama sub-kawasan termaju di ASEAN dibutuhkan geographical proximity yang memadai, komplementaritas ekonomi, adanya komitmen politik dan partisipasi sektor swasta, dan kehadiran katalis.

This thesis analyzed about the influence factors of ASEAN sub-regional cooperation growth in ASEAN from year 1989-2015. This research analyze about factors which affecting sub-regional cooperation growth in ASEAN, namely Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS GT), Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT GT), Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Phillippines East Asian Growth Area (BIMP EAGA), and Greater Mekong Sub-region (GMS). This research employed four sub-regional cooperation factors from Tongzon (2002) consist of geographical proximity, economic complementarity, politics commitment and privat sector participation, and the presence of catalyst. Through this research, the writer found that to be an advanced sub-regional cooperation in ASEAN, it needs supporting factors consist of geographical proximity, economic complementarity, politics commitment and privat sector participation, and the presence of catalyst."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supit, Dolfie Theopilus
"Perkembangan masyarakat perkotaan telah mengakibatkan perubahan di berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, seperti peningkatan pendapatan. Menurut hukum ekonomi, kenaikan pendapatan akan berakibat pada perubahan pola belanja masyarakat dari pasar tradisional ke pasar swalayan. Skripsi ini menyajikan hasil penelitian yang berkaitan dengan perkembangan omzet pasar swalayan yang sebelumnya menjadi original market leader setelah kehadiran pasar swalayan lain sebagai compelilor, yang dilakukan pada kurun waktu 29 Mei - 28 September 1993.
Pasar swalayan yang dijadikan kasus-penelitian ini adalah ABC. Pasar swalayan ini membuka oullet di Q tahun 1987. Pada tahun 1991 ternyata pasar swalayan ABC sebagai original market kader menghadapi perubahan salah satu wicontro/lable variable-nya yakni hadirnya XYZ sebagai pesaing. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi omzet ABC setelah kehadiran XYZ. Dengan berlandaskan pada teori dan pendapat para pakar, dipilih dua faktor yang menjadi pokok permasalahan untuk dianalisis yakni pertumbuhan niarket share pendatang baru dan kondisi retail mbc.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tipe penelitian eksplanasi (Explanatory rescarch). Khusus untuk variabel kondisi retail mix teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik non-probabilita dengan jenis Occidental sampling. Data primer untuk variabel market share pendatang baru diperoleh dari dokumen yang relevan sedangkan untuk variabel kondisi relai/ mix digunakan kuesioner yang menggunakan semantic differential instiumen pengukuran indikatornya.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian adalah bahwa market share XYZ tidak berpengaruh pada pengujian tiga dimensi sedangkan kenaikan omzet XYZ ternyata berpengaruh terhadap perkembangan omzet ABC. Demikian pula dengan kondisi retail mix ternyata berpengaruh terhadap perkembangan omzet ABC. Terutama untuk variabel convinience, merchandising, dan lokasi. Untuk itu PT.ABC harus memperbaiki kenyamanan berbelanja, kelengkapan barang dan jika kondisi memungkinkan mencari alternatif lokasi yang lebih mudah dijangkau dengan kendaraan umum dari berbagai jurusan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S3804
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didin Wahidin
"Pembangunan perkotaan merupakan hak otonomi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, tetapi sampai saat ini masih banyak ditangani Pemerintah Pusat. Pelaksanaan desentralisasi pembangunan perkotaan dimaksudkan untuk mewujudkan otonomi tersebut yang menuntut terjadinya transformasi organisasi publik di tingkat pusat yang dapat menentukan keberhasilannya.
Fenomena yang diteliti adalah proses transformasi organisasi publik di tingkat pusat dalam pelaksanaan desentralisasi pembangunan perkotaan dengan fokus utama pada temuan faktor-faktor yang mempengaruhi proses transformasi organisasi tersebut. Tinjauan teoritis diarahkan pada keterkaitan antara proses transformasi organisasi publik (dilihat dari dimensi organisasi yang mencakup: kepemimpinan, struktur, proses, dan sumber daya manusia, serta sistem terpengaruhnya (influence systems)) dengan pelaksanaan desentralisasi pembangunan perkotaan (dilihat dari tiga kriteria yaitu: demokratisasi, efisiensi, dan efektivitas). Dari ke dua hat tersebut dapat diketahui besarnya tingkat pelaksanaan desentralisasi pembangunan perkotaan dan ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi proses transformasi organisasi.
Hasil kajian institusional menunjukkan adanya 58 unit kerja pada institusi inti sebagai populasi studi (obyek penelitian) yang berkaitan dengan pembangunan perkotaan. Dan jumlah tersebut ditentukan sebanyak 34 responden (angket dan wawancara) yang dianggap dapat mewakili langsung institusi inti dimaksud. Lamanya pelaksanaan wawancara dan penyebaran angket termasuk kompilasi angket adalah empat belas minggu. Penulisan laporan dilaksanakan selama dua belas minggu, sehingga waktu keseluruhan yang dipergunakan selama dua puluh enam minggu (enam setengah bulan.
Hasil kajian terhadap peraturan perundang-undangan menunjukkan bahwa desentralisasi telah dicanangkan sejak pemerintahan Hindia Belanda dan hampir seluruh peraturan perundang-undangan berikutnya yang dihasilkan Pemerintah Republik Indonesia menekankan perlunya otonomi daerah dan desentralisasi pada Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota). Dari tinjauan empiris mengenai transformasi organisasi publik di tingkat pusat ternyata menunjukkan belum sejalan dengan tuntutan kebutuhan desentralisasi pembangunan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses transformasi organisasi publik dalam pelaksanaan desentralisasi pembangunan perkotaan adalah: (1) power-demokratisasi-kepemimpinan: (2) image-efisiensi-kepemimpinan; (3) image-efektivitas-kepemimpinan; (4) form-demokratisasi-struktur; (5) form-efisiensi-sfruktur; (6) relationship-efektivitas-struktur; (7) planning-demokratisasi-proses; (8) planning-efisiensi-proses; (9) control-efektivitas-proses; (10) skills-demokratisasi-SDM; (11) skills-etisiensi-SDM; (12) skills-efekfivifas-SDM.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat diturunkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip sebagai dasar atau acuan bagi upaya transformasi organisasi publik dalam pelaksanaan desentralisasi pembangunan perkotaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Asaad
"KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) merupakan suatu bentuk kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesejahteraan masyarakat, dan mempercepat pembangunan di daerah melalui usaha peningkatan ekonomi makro, Kawasan yang telah dipilih sebagai KAPET tersebut adalah kawasan yang memiliki potensi untuk cepat tumbuh, memiliki beberapa sektor keunggulan, dan mempunyai peluang pengembalian investasi yang besar. Penetapan kawasan tersebut sebagai KAPET disertai dengan pemberian kemudahan dan fasilitas perpajakan dan non perpajakan yang dapat memberikan ketertarikan dan peluang kepada dunia usaha untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan di kawasan tersebut. Adanya keunggulan geografis dan potensi sumber daya alam yang dimiliki oieh kawasan andalan Parepare, sehingga pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 164 tahun 1998 menetapkan kawasan andalan Parepare sebagai KAPET Parepare yang meliputi Kabupaten Barru, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Enrekang, dan Kota Parepare sebagai pusatnya.
Dengan KAPET diharapkan beberapa permasalahan yang ada di daerah terutama di Kota Parepare dapat diatasi dan minimal dikurangi. Salah satu permasalahan di Kota Parepare adalah keterbatasan berbagai sumber yang di butuhkan untuk pembangunan, baik suprastruktur terlebih infrastrukturnya. Dilain pihak, daerah harus mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal, sehingga untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan pemberdayaan daerah yang terpadu disemua aspek. Dan keberadaan KAPET diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui fmplementasi kebijakannya.
Kurang optimalnya implementasi kebijakan KAPET Parepare yang dirasakan selama ini semakin membuat harapan untuk memberdayakan daerah dan memberikan manfaat terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan akan semakin jauh dari yang diinginkaji. Atas dasar kondisi tersebut, maka keberadaan KAPET diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dan pelaksanaan pembangunan di daerah. Faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan KAPET yang berhasil itulah yang menjadi suatu harapan yang berusaha untuk dikaji dalam penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang analisisnya memadukan hasil temuan yang berasal dari instrument penelitian studi dokumentasi, kuesioner (tabulasi prosentase) dan pedoman wawancara. Metode penelitian ini digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian "apa dan bagaimanakah faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan KAPET".
Pengkajian terhadap faktor-faktor tersebut menghasilkan suatu gambaran penelitian yang mendeskripsikan bahwa baik faktor komunikasi, faktor kualitas sumber daya manusia, faktor potensi sumber daya alam, faktor kemampuan dalam menerapkan kebijakan, dan faktor prosedur yang berlaku dalam struktur organisasi pada umumnya memiliki kondisi yang baik. Hanya saja terdapat beberapa faktor untuk diperhatikan secara seksama, yaitu faktor sumber daya manusia yang pada beberapa aspek perlu untuk ditingkatkan terutama aspek kesulitan yang sering dihadapi oleh pegawai dalam memahami pekerjaanya, aspek untuk menyelesaikan tugas-tugas yang seringkali dikerjakan oleh orang lain, termasuk aspek mengatasi hambatan yang dialami dalam bekerja yang kurang profesional. Perhatian terhadap faktor sumber daya manusia tersebut harus diikuti juga dengan perhatian terhadap potensi sumber daya alam yang ketersediaan dan pengelolaannya dianggap belum optimal.
Mengingat pentingnya implementasi kebijakan KAPET untuk mendukung pelaksanaan dan perkembangan pembangunan di daerah, maka faktor yang juga mendukung keberhasilannya adalah kerjasama antara BP KAPET Parepare dengan pemerintah daerah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang telah dipilih yaitu kebijakan investasi, kebijakan penataan ruang, kebijakan pengembangan sumber daya manusia, dan kebijakan antisipatif kemajuan KAPET Parepare."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulthon Sjahril Sabaruddin
"ABSTRAK
Studi ini mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hubungan perdagangan Indonesia di kawasan Amerika Latin dengan pendekatan model gravitasi. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) variabel yang berpengaruh terhadap kinerja perdagangan yaitu: GDP negara-negara Amerika Latin, negara eks jajahan Belanda (yaitu Suriname), keberadaan KBRI dan Kedubes Amerika Latin di Indonesia, serta jumlah MoU berpengaruh positif terhadap kinerja perdagangan bilateral. Dari hasil analisis dapat disimpulkan dugaan awal bahwa jarak geografis menjadi salah satu faktor hambatan dalam meningkatkan hubungan perdagangan RI-Amerika Latin menjadi kurang tepat. Sebaliknya, faktor kedekatan historis dan emosional tampak berpengaruh positif terhadap hubungan perdagangan RI-Amerika Latin. Hal ini dapat terlihat dari Suriname, sebagai negara eks jajahan Belanda berpengaruh positif terhadap hubungan perdagangan RI-Suriname. Selain itu, keberadaan KBRI di negara-negara Amerika Latin dan Kedubes Amerika LAtin di Indonesia berpengaruh positif terhadap kinerja hubungan perdagangan RI-Amerika Latin"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, 2017
330 AGREGAT
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>