Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142621 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S6804
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S6821
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilsa Prisanty
"ABSTRAK
Masa dewasa merupakan tahap perkembangan manusia yang memiliki rentang
terpanjang, Salah satu tugas perkembangan yang dianggap penting dalam masa ini
adalah membina keluarga, yang tentunya diawali dengan pernikahan. Karena dianggap
penting, maka tidaklah mengherankan bila kebanyakan masyarakat mengharapkan
seorang individu yang sudah mencapai usia tertentu untuk menikah. Menurut Hogan
(dalam Craig,1986) tugas perkembangan selalu dikaitkan dengan social clock, yaitu
semacam waktu yang seolah-olah memberi tahu apakah seseorang itu lerlalu cepat atau
lambat menyelesaikan tugas perkembangannya. Selain itu Hurlock (1980)
mengemukakan bahwa terdapat ?bahaya? yang bersifat personal dan sosial pada mana
dewasa yang berasal dari kegagalan dalam menyelesaikan atau menguasai tugas
perkembangan, yang mengakibatkan individu tampak belum matang dibandingkan
dengan individu lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bila seorang individu
dewasa belum menjalani tugas perkembangannya sesuai dengan usia (social clock),
maka ia akan cenderung mengalami masalah pribadi dan sosial.
Bila melihat gejala sosial yang ada saat ini, individu-individu yang belum
menyelesaikan salah satu tugas perkembangan masa dewasa (menikah), walaupun sudah mencapai usia 30-aan semakin banyak jumlahnya. Terdapat kecenderungan di
masyarakat Indonesia untuk lebih memperhatikan wanita yang belum menikah
dibandingan pria. Biasanya usia wanita yang sudah diangqap melewati adalah usia 30
tahun. Walaupun sudah terdapat kemajuan pola berpikir masyarakat seiring dengan
meningkatnya pendidikan, tetap saja wanita yang tidak menikah belum dapat diterima
sepenuhnya oleh masyarakat. Adanya anggapan-anggapan yang negatif mengenai wanita
lajang (Stein, 1976, Papalia & Olds, 1992) menunjukkan bahwa masyarakat kurang
menyetujui bila seorang wanita itu tidak menikah. Pkunas (1976) mengemukakan
bahwa individu yang melajang sering mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri.
Menurut Hurlock (1974) agar seseorang dapat memiliki penyesesuaian diri dan sosial
yang baik,maka pertama-tama ia harus merasa nyaman terhadap dirinya sendiri dengan
kata lain adanya penerimaan diri yang positif. Menurut Jahoda (1958) bila seseorang
memiliki penerimaan diri yang baik berarti ia dapat menerima segala kelebihan dan
kekurangan yang ada dirinya.
Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, masalah yang diteliti dalam
penelitian ini adalah bagaimana penerimaan diri wanita lajang Indonesia yang bekerja
?. Penerimaan diri yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah penerimaan diri
terhadap kemampuannya secara intelektual, karir, hubungan sosialnya, fisiknya dan
status lajangnya. Karakteristik sampel yang diambil adalah wanita lajang usia 30
sampai 40 tahun, bekerja, pendidikan minimal SMU. Pengambilan subyek dilakukan
dengan teknik accidental dan pengambilan data dilakukan dengan kuesioner.
Adapun hasil penelitian ini adalah wanita lajang yang bekerja memiliki
penerimaan diri terhdapa aspek kemampuan, akrir, hubungan sosial, status lajang dan
fisik yang cenderung positif. Dengan demikian artinya mereka dapat hidup dengan
nyaman dan menerima segala kelebihan dan kekurangannya dalam aspek-aspek
kehidupannya tersebut."
1997
S2288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinurat, Elsa Meilola
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rini Nur Aini
"Manusia, seiring dengan perkembangan usianya,' menjalani berbagai peranan dan fungsi dalam hidup. Di dalamnya tercakup pelaksanaan tugas-tugas perkembangan. Secara lebih khusus, dalam tahapan usia dewasa muda seseorang dihadapkan pada adanya fenomena seputar karir dan pernikahan. Dua hal tersebut merupakan tahap yang harus dilalui dan hasilnya akan menentukan kehidupan seseorang pada tahap perkembangan hidup selanjutnya.
Kehidupan masyarakat kota identik dengan adanya modernisasi dalam segala bidang. Dalam pelaksanaannya saat ini, tidak hanya pria yang terlibat aktif, melainkan wanita pun turut mempunyai andil yang besar dalam menjalani arus perkembangan modernisasi yang ada. Pekerjaan yang dulunya selalu diidentikkan dengan pria sekarang menjadi bergeser dengan adanya pengakuan terhadap fungsi dan peranan wanita.
Dengan adanya tuntutan yang lebih besar bagi para wanita saat ini di bidang pengembangan karir, sedikit banyaknya berpengaruh pada gaya hidup yang dijalani. Salah satunya adalah gaya hidup melajang yang saat ini sudah banyak ditemukan di hampir semua kota-kota besar. Pilihan untuk tidak menikah atau yang lazimnya disebut hidup melajang rupanya menjadi suatu fenomena yang terjadi dan menarik untuk disimak. Hal ini mengingat kodrat dan pandangan umum yang mengemukakan bahwa selayaknya wanita melakukan pernikahan dan membangun rumah tangga. Tentu saja hal ini menimbulkan pandangan-pandangan yang pro dan kontra dari masyarakat, yang pada akhirnya menimbulkan stereotip bagi yang para wanita yang mengalaminya.
Beberapa tokoh mengemukakan bahwa wanita yang tidak menikah cenderung memiliki well-being yang tinggi, yang ditandai oleh terpenuhinya kebutuhan akan keahlian (yang berasal dari pekerjaan) dan kesenangan (kualitas dari pekerjaan yang diperoleh). Selain itu juga wanita yang tidak menikah dapat lebih memiliki kesempatan yang besar untuk melakukan pengembangan dan perubahan diri, serta lebih memiliki kebebasan dalam hidup. Di sisi lain ada pula tokoh yang mengemukakan bahwa pada wanita yang tid^k menikah, well-being yang dimiliki cenderung rendah terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan akan kesenangan karena tidak terciptanya hubungan yang akrab dengan seseorang. Selain itu mereka juga kadang diidentikkan dengan ketidakbahagiaan dan kecenderungan depresi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut tentang gambaran konsep diri yang dimiliki oleh para wanita yang memutuskan untuk tidak menikah, mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan mereka mengambil tindakan tersebut, dan seberapa besar pengaruh lingkungan terhadap diri mereka sehubungan dengan adanya keputusan untuk tidak menikah.
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, digunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus, di mana dengan pendekatan ini akan memungkinkan penulis untuk mempelajari isu-isu secara mendalam dan mendetil yang dirasakan individu mengenai topik yang akan dibahas.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa gambaran konsep diri pada mereka adalah cenderung positif. Mereka menganggap bahwa dengan tidak menikah mereka menjadi mandiri dan memiliki well- being yang tinggi. Dalam hal ini well-being lebih dikaitkan dengan dimilikinya keahlian tertentu yang diperoleh melalui pekerjaan dan kualitas pekerjaan tersebut. Kebutuhan untuk mendapatkan penilaian positif dari orang lain juga terpenuhi meskipun ada beberapa pihak yang tetap menentang keputusan mereka. Mereka juga memiliki kepuasan diri yang tinggi, setidaknya mereka telah cukup puas menjalani hidupnya hingga saat ini.
Alasan utama yang menyebabkan mereka memutuskan untuk tidak menikah adalah alasan yang lebih bersifat internal, meliputi adanya pengalaman-pengalaman pribadi yang menunjukkan bahwa pernikahan acapkali menampilkan ketidakbahagiaan, dan adanya faktor sifat diri atau kepribadian. Selain itu adanya keinginan untuk merasakan kebebasan hidup tanpa campur tangan dari orang lain dan adanya keinginan untuk membuktikan ketidakbenaran persepsi yang negatif mengenai stereotip wanita yang tidak menikah.
Alasan eksternal yang juga mempengaruhi mereka adalah adanya persepsi mereka terhadap pengalaman-pengalaman orang lain dalam dunia pernikahan yang juga acapkali menampilkan ketidakbahagiaan. Meskipun demikian ada seorang subyek yang hingga saat ini mengalami keraguan akan kondisi dirinya. Sebenarnya ia tidak secara langsung membuat keputusan untuk tidak menikah, namun ia lebih menyerahkan kehidupannya pada Tuhan sehingga pada akhirnya ia menerima kondisinya yang harus hidup melajang dengan pemikiran yang positif bahwa kehendak Tuhan pastilah yang terbaik untuknya.
Secara umum, keputusan mereka untuk tidak menikah berasal dari pengaruh internal. Artinya keputusan mereka benar-benar merupakan keputusan yang diperoleh dari diri sendiri tanpa adanya pengaruh dari orang lain. Dengan demikian faktor ektemal tidak secara signifikan berpengaruh pada kondisi mereka sehubungan dengan keputusan yang mereka pilih.
Dari hasil penelitian ini, diperoleh informasi baru bahwa ternyata semua subyek memiliki konflik dengan ayah. Hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut untuk memperkaya hasil penelitian sehubungan dengan adanya pengaruh kedekatan dengan ayah terhadap keputusan subyek untuk tidak menikah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S6571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S6779
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>