Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79783 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pemahasan masalah usia dewasa dalam Undang_undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkwinan, dimaksudkan sebagai suatu penelitian awal, yang masih perlu ditindaklanjuti. Dan ternyata penulis artikel ini menjumpai bahwa UU No. 1 /1974 tidak mengatur batasan pengertian tentang usia dewasa dan pengertian dewasa. Istilah dewasa memang dijumpai dalam pasal 46 ayat (2) dan pasal 49 ayat (1), tetapi tidak dijumpai penjelasan tentang arti dewasa. Penulis menyarankan agar batas usia dewasa dipatok pada usia 21 tahun sebagaimana diusulkan oleh Prof. Dr. Hazairin, SH."
Hukum dan Pembangunan Vol. 26 No. 4 Agustus 1996 : 300-312, 1996
HUPE-26-4-Agt1996-300
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ricar Soroinda
"Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai suatu perbuatan hukum maka akan menimbulkan akibat-akibat hukum yaitu hak dan kewajiban oleh karena itu Pemerintah bersama-sama dengan DPR RI mensahkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang bertujuan mengadakan unifikasi di bidang hukum Perkawinan dan menjamin adanya suatu kepastian hukum dengan menggantikan ketentuan-ketentuan hukum sebelumnya yang beraneka ragam. Namun, ternyata keaneka ragaman tersebut masih terlihat sebaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu disebutkan bahwa sahnya suatu perkawinan didasarkan kepada hukum menurut agama dan kepercayaannya itu bagi masing-masing pemeluknya. Kebebasan memeluk suatu agama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD 1945 hal tersebut lebih tegas lagi dengan diakuinya keberadaan lima agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu dan Buddha. Akibat adanya kebebasan beragama tersebut tidak mustahil terjadi perkawinan di antara pemeluk agama yang berbeda dan mereka tetap bertahan pada agamanya masing-masing dalam menempuh bahtera rumah tangga. Dengan nenganut Pendapat bahwa perkawinan merupakan hak asasi seseorang maka timbul pertanyaan : 1. bagaimana keberadaan (eksistensi) lembaga perkawinan antar agama sekarang di Indonesia ? 2. dalam menghadapi perkawinan antar agama sebagai suatu kenyataan bagaimana pandangan Hakim ? 3. adakah landasan yuridis perkawinan antar agama ? Terhadap hal-hal tersebut penulis berkesimpulan bahwa dilihat secara materil perkawinan antar agama diakui dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan walaupun secara terbatas yaitu sepanjang ketentuan agama dan kepercayaan yang dianut masing-masing calon suami isteri membolehkan sehingga secara materil ketentuan Peraturan. Perkawinan Campuran S. 1898 No. 158 (Regaling op de Gemengde Huwelijken/GHR) sudah tidak berlaku lagi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S21323
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S.A. Hakim
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
346.016 HAK h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Rahayu
"Perkawinan poligami di Indonesia belakangan terlihat di permukaan dan menjadi wacana dalam pergaulan hidup masyarakat dengan diberikan penganugerahan poligami award kepada pelaku poligami yang dipandang sukses dalam rumah tangga dan pekerjaan, yang tentu saja menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat. Terlepas dari pro dan kontra dengan pemberian award tersebut, hal ini telah membuktikan bahwa sesungguhnya perkawinan poligami ini telah lama terkurung dalam wilayah perdebatan yang tidak ada habishabisnya. Undang-undang telah mengatur syarat-syarat yang telah ditentukan bagi suami yang hendak menikah lagi dengan mempertimbangkan kepentingan isteri. Syarat yang diatur dalam Pasal 4 dan 5 Undang-undang Perkawinan tidak dijalankan sebagaimana mestinya tetapi prakteknya di masyarakat Poligami dapat dilaksanakan. Tidak ada sanksi tegas untuk pelaku poligami yang tetap melaksanakan poligami tanpa izin dari isteri pertama dan tanpa proses Pengadilan Agama yang dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah Bagaimana keabsahan status perkawinan poligami yang dilakukan dengan pemalsuan dokumen atau keterangan palsu menurut UU.NO.1 Tahun 19974 dan bagaimanakah akibat hukum yang ditimbulkan dari perkawinan tersebut. Penelitian tesis ini adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16399
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adina Nurhayatun
"Perkawinan antar warga negara Indonesia dengan warga negara asing banyak terjadi di Indonesia. Pada asasnya perkawinan haruslah berlangsung kekal dan bahagia, namun bagaimana jika terjadi perceraian dalam perkawinan campuran terutama pada saat anak masih di bawah umur, apakah peraturan perundang-undangan yang ada telah melindungi anak dan bagaimana kedudukan anak akibat perceraian dalam perkawinan campuran? Anak sebagai generasi penerus dan tunas harapan bangsa perlu mendapatkan jaminan perlindungan yang merupakan haknya tanpa ada perbedaan status sosial, politik dan agama. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan sewajarnya baik jasmani maupun rohani, maka diperlukan peraturan yg dapat melindungi mereka dari segala kemungkinan yang berakibat buruk. Perlindungan yang diberikan berlaku juga bagi anak dari perkawinan campuran. Adanya perbedaan kewarganegaraan dari orang tuanya (ibunya) menimbulkan persoalan tersendiri bagi kedudukan anak mengingat perbedaan hukum dari orang tuanya. Sebagai contoh kasus perkawinan campuran dalam skripsi ini dimana pengasuhan dan pemeliharan anak diberikan kepada ibunya. Walaupun anak dalam pemeliharaan ibunya tapi ayahnya tetap bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan dan pendidikan anak. Untuk kewarganegaraannya Undang-Undang Perlindungan Anak juga sudah mengatur yaitu demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya maka kewarganegaraan Indonesia bisa diperoleh anak, dengan demikian perlindungan terhadap anak dan kedudukan anak tetap terjamin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diarani Octaria Tamrin
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S21350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dewi Kencanawati
"Perkawinan berbeda warganegara atau biasa disebut Perkawinan Campur sudah sedemikian banyak terjadi di Indonesia, dan sebagai catatan sebagai pelaku mayoritas kawin campur adalah wanita WNI. Berdasarkan hasil survei online yang dilakukan Indonesian Mixed Couple Club (Indo- MC), yaitu suatu organisasi yang para anggotanya adalah istri-istri yang menikah dengan suami yang berbeda kewarganegaraan pada tahun 2002, dari 574 responden yang terjaring, 95,19 persen adalah wanita WNI yang menikah dengan laki-laki WNA, dilain pihak, Kantor Catatan Sipil (KCS) DKI Jakarta mencatat 878 perkawinan selama tahun 2002 sampai tahun 2004 dan 94,4 persennya adalah wanita WNI yang menikah dengan pria WNA (829 pernikahan). Namun hukum di Indonesia yang berkaitan dengan Perkawinan Campuran justru tidak memihak wanita. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan telah menempatkan wanita sebagai pihak yang harus kehilangan kewarganegaraan akibat kawin campur dan kehilangan hak atas pemberian kewarganegaraan bagi anaknya.
Perkawinan Campuran di Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 57 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Dari definisi Pasal 57 Undang-undang Perkawinan tersebut dapat diuraikan unsur-unsur perkawinan campuran sebagai berikut: (1)perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita;(2)di Indonesia tunduk pada aturan yang berbeda;(3)karena perbedaan kewarganegaraan;(4) salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan penelitian normatif yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan solusi atas permasalahan kewarganegaraan terutama adanya pembedaan perlakuan hukum antara laki-laki dan wanita dalam perkawinan antar warganegara yang ditimbulkan dari berbagai Undang-undang dan peraturan yang berdampak langsung pada keluarga perkawinan campur antara lain; hanya Bapak yang dapat menurunkan kewarganegaraannya kepada anak-anaknya; Negara Indonesia tidak memperbolehkan warganegara Indonesia mempunyai dwi kewarganegaraan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, 2006
S21251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naura Niyomi
"Harta Benda Perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Harta Benda Perkawinan ini terdiri dari 2 macam, yaitu Harta Bersama dan Harta Bawaan. Harta Bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung baik karena pekerjaan suami atau pekerjaan istri. Sedangkan Harta Bawaan adalah harta yang diperoleh oleh masing-masing suami atau istri baik sebagai hadiah atau warisan. Di dalam Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sehingga diharapkan terjadinya perceraian dapat dihindari, karena Undang-Undang menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian.
Yang menjadi pokok permasalahan dalam penyusunan tesis ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bersama menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bawaan menurut Undang-Undang Perkawinan; dan bagaimanakah pelaksanaan pembagian Harta Benda Perkawinan (Harta Bersama) apabila terjadi perceraian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research), dimana bahan-bahan yang diperlukan diperoleh dengan mempelajari teori mengenai perkawinan, khususnya mengenai pembagian Harta Bersama Perkawinan apabila terjadi perceraian dari sumber-sumber tertulis, seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, referensi maupun makalah yang terdapat di perpustakaan yang berkaitan dengan judul tesis ini.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa perceraian biasanya membawa akibat hukum terutama terhadap Harta Benda Perkawinan, baik terhadap Harta Bersama maupun Harta Bawaan. Apabila terjadi perceraian, maka menurut Undang-Undang Perkawinan Harta Bersama akan dibagi menjadi 2 banyak yang sama besar, yaitu: ½ bagian untuk suami dan ½ bagian lagi untuk istri.
Sedangkan Harta Bawaan suami istri tersebut akan kembali ke masing-masing pihak yang mempunyai harta tersebut, kecuali jika ditentukan lain, yaitu dengan membuat Perjanjian Perkawinan. Masalah Pembagian Harta Benda Perkawinan inilah yang sampai saat ini masih menjadi pokok perdebatan apabila terjadi perceraian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T14471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>