Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116326 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nazla
"The children whom born outside of marriage can become trustworthiness of his/her mother's husband onlv if it has his consent and be noticed at mortal agreement. It has abided by one of contract on Islamic law principles that's recognized as voluntary. In the marital agreement might to be acquiesced that the children whom born outside of marriage will receive funds for his/her education and living costs. But in that agreement does not mention the name of the children to be clearer to who will get the funds giving for. More over the agreement does not say regarding else gifts to be father's responsibility. To anticipate under Islamic law principles which said that the children have no patrimony portions then can be created escrow gramt by last will or gift method's from his/her father."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
HUPE-37-1-(Jan-Mar)2007-119
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nazla
"Perkawinan merupakan suatu ikatan antara dua orang yang berlainan jenis dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga. Akibat hukum dari perkawinan yang sah adalah timbulnya hubungan hukum antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak, antara wall dan anak, dan harta benda perkawinan. sari perkawinan yang sah akan lahir anak sah. Tanggung jawab orang tua terutama bapak adalah wajib membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak. Jika anak dalam perkawinan tersebut merupakan anak luar kawin maka bapak tidak wajib memberi nafkah dan biaya pemeliharaan serta pendidikan anak.
Permasalahan yang dibahas, mengenai akta perjanjian perkawinan, khususnya dapat atau tidak anak luar kawin menjadi tanggungjawab suami seluruhnya yang dimuat dalam perjanjian perkawinan terlebih dahulu, serta menentukan hak anak luar kawin dalam akta perjanjian perkawinan berdasarkan hukum Islam. Metode pendekatan bersifat yuridis normatif menggunakan sumber-sumber perundang-undangan yang berlaku khususnya hukum Islam, pendapat para ulama, dan Kompilasi Hukum Islam. Akta perjanjian perkawinan dapat memuat tanggungjawab suami terhadap anak luar kawin terbatas pada biaya pemeliharaan dan pendidikan anak. Menurut hukum Islam anak luar kawin hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya, namun apabila bapak ingin bertanggungjawab terhadap anak luar kawin, hal demikian dapat diperjanjikan dalam akta."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16331
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laurens Gunawan
"Di masa sekarang ini, di mana manusia semakin berpikir kritis dan maju, perjanjian kawin haruslah dapat dipandang sebagai suatu kebutuhan yang harus diperhitungkan keberadaannya bagi para calon pengantin yang akan menikah. Dalam praktiknya, jika suatu perkawinan harus putus atau terjadi perceraian maka hampir dapat dipastikan menimbulkan berbagai persoalan, terutama mengenai pembagian harta selain persoalan anak dan persoalan-persoalan lainnya.
Dengan dibuatnya perjanjian kawin sebelum dilangsungkannya pernikahan maka setidaknya kita dapat meminimalisir persoalan-persoalan yang mungkin akan timbul jika perkawinan harus putus. Selain itu perjanjian kawin juga memberikan kebebasan bagi para pihak untuk melakukan perbuatan hukum terhadap aset-aset mereka tanpa harus meminta persetujuan pihak lainnya. Perjanjian kawin juga sebaiknya dibuat dengan akta notariil sehingga dapat memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna dan pasti mengikat terhadap pihak ketiga.
Pendaftaran ke Panitera Pengadilan Negeri dan pengesahan perjanjian kawin yang dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan sebaiknya dilakukan walaupun di dalam Undang-Undang Perkawinan tidak disyaratkan melakukan pendaftaran ke Panitera Pengadilan Negeri. Hal ini dimaksudkan agar tidak terdapat celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh para pihak maupun pihak ketiga yang akan melakukan perbuatan hukum dengan pasangan suami isteri bersangkutan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, sedangkan tipologi penelitian yang digunakan adalah evaluatif.
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Metode analisis data dalam penulisan tesis ini adalah kualitatif, dengan demikian hasil penelitian tesis ini berbentuk evaluatif analitis. Pokok permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah bagaimana manfaat perjanjian kawin terhadap harta benda suami isteri khususnya dalam akta Perjanjian Kawin Nomor X, kemudian permasalahan yang kedua adalah dapatkah perjanjian kawin digunakan sebagai alat pembuktian yang kuat bagi pasangan suami isteri khususnya dalam Akta Perjanjian Kawin Nomor X. Dan permasalahan yang terakhir adalah dapatkah perjanjian kawin tidak mendapat pengesahan pegawai pencatat perkawinan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Disriyanti Laila
"Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3) UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa suatu peijanjian perkawinan harus dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan dan mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan untuk mengikat pihak-pihak yang membuatnya, yaitu suami istri dalam perkawinan. Undang-undang mengatur bahwa perjanjian perkawinan juga dapat mengikat pihak ketiga dengan persyaratan bahwa peijanjian perkawinan harus disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Permasalahan yang timbul adalah ketika suatu peijanjian perkawinan yang telah dibuat oleh calon pasangan suami istri sebelum perkawinan dilangsungkan tetapi karena alasan-alasan tertentu, peijanjian perkawinan mereka tidak dicatat oleh pegawai pencatat perkawinan. Ketika perjanjian perkawinan tersebut ditetapkan sah oleh Pengadilan Negeri, bagaimanakah akibat hukum Penetapan Pengadilan Negeri tersebut terhadap perjanjian perkawinan. Persoalan berikutnya adalah mengenai kekuatan hukum atas akta peijanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris, apakah kelalaian tidak dicatatkannya perjanjian perkawinan akan mengakibatkan akta perjanjian perkawinan tersebut kehilangan kekuatannya sebagai akta otentik. Pengertian akta otentik dapat dilihat dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Pada dasarnya suatu akta notaris adalah akta otentik sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata sehingga mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder, sedangkan dalam metode analisis data mempergunakan metode pendekatan kualitatif. Penelitian ini memberikan hasil sifat deskriptif analitis yang memberikan gambaran secara luas terhadap fakta yang melatarbelakangi permasalahan kemudian dengan cara menganalisis fakta dengan data yang diperoleh untuk dapat memberikan alternatif pemecahan masalah melalui analisis yang telah dilakukan.

Article 29 paragraph (1) and paragraph (3) of Law No. 1 of 1974 states that a nuptial agreement must be made on time or before the marriage took place and come into force since the marriage was held to bind the parties who made it, that is husband and wife in marriage. The law also stipulates that a nuptial agreement can bind a third party with the requirement that nuptial agreement must be approved by the Marriage Registrar. The problem that arises is when a nuptial agreement that has been made by the prospective couples before marriage took place but due to certain reasons, their nuptial agreement is not registered by the Marriage Registrar. When the nuptial agreement is determined valid by the Court, how the legal consequences of the Court Decision on that nuptial agreement. The next issue is about the power of the deed of a nuptial marriage law made before a notary, wether to the unregistered nuptial agreement will result in the deed of nuptial agreement is losing its strength as an authentic deed. Definition of authentic deed can be found in Article 1868 Civil Code, a deed is in the form prescribed by law, made by or before the public officials who have power to it in a place where the deed made. Basically a notarial deed is an authentic as long as they meet the requirements set out in Article 1868 Civil Code that has evidentiary value of perfect strength and binding. The method used in this thesis is a normative legal research methods using secondary data, whereas in the method of data analysis methods use a qualitative approach. This study provides descriptive nature of the analytical results that provide broad overview of the facts underlying the problem then by analyzing the facts with data obtained in order to provide alternative solutions to problems through the analysis conducted.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T37689
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Herlina
"Syariat Islam memandang bahwa perkawinan itu adalah ibadah, dalam arti saranaan bentuk pengejawantahan diri dalam mengabdi kepada Allah melalui dan mengikuti sunnah Rasul-Nya. Perkawinan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan tersebut. Pada dasarnya perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketentuan hukum Islam namun, tidak dapat dipungkiri akan timbulnya berbagai hambatan dalam usaha memadukan kepribadian dan keinginan pasngan suami isteri tersebut. Peceraian sebagai salah satu jalan keluar terakhir yang akan ditempuh pasangan suami - isteri apabila hambatan tersebut tidak dapat diatasi, potensial menimbulkan perselisihan menyangkut anak, harta, dan hal lainnya. Dalam penelitia ini, difokuskan pada masalah perjanjian perkawinan dalam perspektif hukum Islam mengenai kedudukan harta dalam perkawinan. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, calon pasangan suami-isteri dapat membuat perjanjian tertulis mengenai kedudukan harta dalam perkawinan. Permasalahan yang timbul dalam perjanjian - perkawinan adalah mengenai kedudukan Perjanjian Perkawinan dalam perspektif hukum Islam. Adalah sangat menarik untuk dibicarakan mengingat masih perkawinan sudah terjadi bahkan ada kecenderungan selain merebak dalam masyarakat Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan membaca buku-buku dalam literatur terlampir, membaca kuliah-kuliah yang ada kaitannya dengan masalah perjanjian perkawinan, mengumpulkan dokumen, majalah, dll, juga akan dilakukan penelitian lapangan dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan masalah perjanjian perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20941
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pelealu, Cinthya Melissa Vina
"Tesis ini membahas mengenai permasalahan perjanjian kawin yang tidak didaftarkan. Yang menjadi permasalahan adalah apakah perjanjian kawin yang tidak didaftarkan berlaku efektif kepada pihak ketiga dan bagaimanakah kedudukan harta benda dalam perkawinan tersebut apabila perjanjian kawin yang dibuat tidak didaftarkan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dalam penulisan ini. Perjanjian Perkawinan adalah perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan dan mengikat kedua belah pihak dan calon mempelai yang akan menikah. Banyaknya angka perceraian yang berujung masalah dalam harta perkawinan dirasakan perlu dibuatnya perjanjian perkawinan. Tidak hanya harta perkawinan, hutang - hutang yang timbul sepanjang perkawinan juga sering dipermasalahkan apalagi jika perjanjian perkawinan mengikat pihak ketiga.Tentunya pembuatan perjanjian perkawinan haruslah dengan prosedur yang berlaku seperti harus dibuat dengan akta notaris dan harus didaftarkan. Undang - Undang mengatur bahwa perjanjian perkawinan haruslah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Penulis dalam penulisan ini mencoba menganalisa perjanjian kawin yang tidak didaftarkan apakah dapat melindungi kepentingan pihak ketiga atau dianggap tidak berlaku sama sekali untuk pihak ketiga serta kedudukan harta benda dalam perkawinan itu sendiri apakah berlaku harta bersama atau berlaku pemisahan harta seperti yang tercantum dalam Perjanjian Perkawinan. Pihak Ketiga akan dirugikan apabila tidak dilakukan pendaftaran, karena Perjanjian Perkawinan dianggap tidak berlaku kepada pihak ketiga apabila tidak diaftarkan. Harta Benda dalam perkawinan dianggap tidak ada pemisahan harta dalam perkawinan tersebut. Pendaftaran perjanjian perkawinan dianggap syarat mutlak sehingga notaris juga bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada kedua belah pihak sebelum pembuatan perjanjian mengenai akibat - akibat yang akan timbul jika perjanjian perkawinan tidak didaftarkan. Penulis ini menyarankan agar notaris memberikan penyuluhan hukum terlebih dahulu kepada klien yang akan membuat perjanjian kawin.

This research talking about prenuptial agreements that not been registered. The problems are whether the unregistered prenuptial agreements can be effective to third party and how the marital property position in unregistered prenuptial agreements. Juridical normative approach was used as method in this research. Prenuptial agreements is a contract entered into prior to marriage by the people intending to marry or contract with each other. Many problems occurs in divorce events, especially about marital property and financial rights. That is why prenuptial agreements is needed, to establishes the property and financial rights of each spouse and also third party, in the event of divorce.Prenuptial agreements should be made with notary deed to be registered. According to laws, prenuptial agreements should be registered to local district court.In this research, writer want to analyze the absent of prenuptial agreements, whether it can protect the third party's interests and also determine how property is handled during marriage based on marital agreement.Third party will be disadvantaged if prenuptials agreement is not been registered because marital agreement considered not valid to third party. It also affect to marital property where it can be considered no separation of property in that marriage. Thus, prenuptial agreement is a must before marriage and notary has responsibility to explain to both parties, the result that can be happened if the prenuptial agreements not been registered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Putri Ridzka Maheswari Djasmine
"Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris sudah seharusnya memberikan penyuluhan hukum terkait pembuatan akta perjanjian perkawinan agar tidak melanggar batas-batas hukum dan agama sebagaimana disebutkan dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan. Jika kemudian pasangan suami-istri yang berbeda agama ingin membuat perjanjian perkawinan (postnuptial agreement) yang isinya tidak hanya mengatur mengenai harta kekayaan para pihak tetapi juga mengenai agama yang akan dianut oleh anak-anak para pihak, apakah sesuai kewenangannya Notaris kemudian dapat membuat perjanjian perkawinan tersebut atau justru Notaris tidak dapat membuat perjanjian perkawinan tersebut. Permasalahan yang diangkat mengenai batasan para pihak dalam membuat perjanjian perkawinan dan akibat hukum pembuatan klausula moralitas dalam perjanjian perkawinan terhadap perkawinan beda agama yang dilangsungkan di luar negeri. Bentuk penelitian ini yuridis-normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis adalah batasan dalam membuat perjanjian perkawinan terdiri dari batasan hukum berupa peraturan perundang-undangan seputar harta kekayaan dan batasan agama berupa hukum agama para pihak. Apabila Notaris membuatkan perjanjian perkawinan antara para pihak yang perkawinannya dilangsungkan di luar negeri akan tetapi perkawinan tersebut merupakan perkawinan beda agama dan kehendak para pihak yang akan dituangkan ke dalam perjanjian perkawinan tidak hanya mengatur mengenai harta kekayaan para pihak tetapi juga mengenai agama yang akan dianut oleh anak-anak para pihak, maka akan memiliki implikasi terhadap tiga pihak, yaitu terhadap Notaris, terhadap para pihak, dan terhadap pihak ketiga. Saran berupa dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang Perkawinan yang memperjelas ketentuan Pasal 29 dan mempertegas larangan perkawinan beda agama serta timbulnya kewenangan PP-INI untuk mengadakan seminar dengan pembahasan mengenai substansi perjanjian perkawinan yang hanya berisikan tentang harta kekayaan.

Notaries as public officials who are authorized to make authentic deeds and have other authorities based on the Notary Office Law should provide legal explanation regarding the formulation of a marriage agreement deed so as not to violate legal and religious boundaries as stated in Article 29 paragraph (2) of the Marriage Law. If then a married couple of different religions wants to make a postnuptial agreement whose contents not only stipulate the assets of the parties but also regarding the religion that will be adhered to by the children of the parties, is it within the Notary's power to draft such an agreement or even the Notary cannot draft the marriage agreement. Issues raised regarding the limitations of the parties in making marriage agreement and the legal consequences of including morality clauses in marriage agreement for interfaith marriage held abroad. The form of this research is juridical-normative with explanatory research type. The results of the analysis are the limitations in making a marriage agreement consisting of legal restrictions in the form of laws and regulations regarding assets and religious restrictions are in the form of religious laws of the parties. If a Notary draws up a marriage agreement between parties whose marriage was held abroad, but it is an interfaith marriage and the will of the parties to be poured into the marriage agreement regulates not only the assets of the parties but also regarding the religion to which the children will adhere, it will have implications for three parties, namely the Notary, against the parties, and against the third party. Suggestions in the form of revising the Marriage Law which clarifies the provisions of Article 29 and reinforces the prohibition on interfaith marriage as well as the emergence of PP-INI's authority to hold seminars with a discussion of the substance of the marriage agreement, which only comprises assets."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirawati Siti Mariam
"Perkawinan lahir dari kesepakatan antara calon suami-istri, dimana undang-undang menetapkan apabila mereka melangsungkan perkawinan maka segala harta benda yang diperoleh dalam masa berlangsungnya perkawinan tersebut menjadi harta bersama. Namun sebelum perkawinan berlangsung undang-undang memungkinkan calon suami-istri untuk membuat perjanjian perkawinan yaitu suatu perjanjian mengenai harta benda suami istri selama perkawinan mereka yang menyimpang dari asas atau pola yang ditetapkan oleh undang-undang.
Maksud dan tujuan dibuatnya perjanjan kawin adalah untuk melakukan penyimpangan dari prinsip harta benda perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukuin Perdata dan Undang-undang Perkawinan.
Perjanjian kawin pada umumnya dibuat dengan akta notaris sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung dan mulai berlaku sejak saat perkawinan ditutup dan mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan di kantor Pengadilan Negeri.
Berkaitan dengan hal tersebut ada beberapa pokok permasalahan yang timbul sehubungan dengan; (1) Syarat-syarat apa saja yang diperlukan untuk sahnya suatu perjanjian kawin?; (2) Hal-hal apa saja yang dilarang dalam isi dari perjanjian kawin?; (3) Sejauh mana tanggung jawab notaris terhadap akta perjanjian kawin yang dibuatnya?;
Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis serta dengan pengumpulan data sekunder, maka penelitiannya dilakukan secara kualitatif dengan mendasari pada aturan hukum yang berlaku, berdasarkan data yang tersedia, baik berupa bahan-bahan yang tersedia, literatur-literatur hukum, buku-buku, ensiklopedia, maka dibuat kesimpulan dalam rangka menjawab pokok permasalahan, antara lain; (1)sahnya suatu perjanjian perkawinan harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian; (2) Isi dari perjanjian kawin umumnya menyangkut hukum harta benda penyimpangan diizinkan sejauh tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum; (3) Notaris hanya bertanggung jawab hanya sebatas akta yang dibuatnya, sedangkan isi dari akta tersebut adalah tanggung jawab para penghadap, dan jika bertentangan dengan Undang-Undang notaris berhak untuk menolaknya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16345
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Julia
"Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur secara tegas mengenai kemungkinan penyimpangan terhadap harta benda suami dan istri di dalam peijanjian perkawinan. Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan kemungkinan kepada calon suami dan calon istri untuk melakukan penyimpangan terhadap ketentuan mengenai pembentukkan harta bersama, penyimpangan tersebut dilakukan dengan membuat suatu peijanjian perkawinan sebelum perkawinan dilangsungkan. Peijanjian perkawinan merupakan persetujuan bersama antara calon suami dan calon istri yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta benda mereka yang menyimpang dari persatuan harta kekayaaan. Dalam hal teijadi perkawinan di luar wilayah Indonesia, yang mana sebelum perkawinan calon suami dan calon istri telah membuat peijanjian perkawinan, maka peijanjian perkawinan tersebut tidak mendapat pengesahan dari Pegawai Pencatat Perkawinan di Indonesia, dengan demikian status peijanjian perkawinan yang demikian tetap berlaku tidak menjadi batal, kecuali dalam proses pembuatannya menyalahi hukum, ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian perkawinan tersebut berlaku sebagai akta otentik bagi para pihak yang membuatnya, akan tetapi akta peijanjian perkawinan tersebut hanya mengikat kedua belah pihak yang membuatnya. Dengan status perjanjian perkawinan tersebut, maka Perlindungan hukum terhadap harta kekayaan suami dan istri adalah apabila terdapat permasalahan atau sengketa yang menyangkut harta kekayaan suami dan istri maka perjanjian perkawinan tersebut hanya berlaku terhadap mereka saja sedangkan terhadap pihak ketiga tetap menganggap mereka melangsungkan perkawinan dengan percampuran harta. Agar peijanjian perkawinan tersebut dapat disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, maka suami dan istri dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin dari Pengadilan Negeri dalam bentuk Surat Penetapan Pengadilan Negeri yang memerintahkan agar Kantor Catatan Sipil bersedia untuk mengesahkan peijanjian perkawinan tersebut.

In the Law Number 1/1974 on Marriage, it doesn?t explicitly provide the possible aberration on a married couple?s property in a marriage contract. Article 29 of Law Number 1/ 1974 on Marriage gives possibility to the prospective husband and prospective wife to commit violation of the provisions on the formation of joint property, such violation is committed by entering into a marriage contract before a marriage takes place. A Marriage Contract forms a joint agreement between prospective husband and prospective wife that is legalized by Marriage Registrar to govern the marriage consequences against their properties that aberrate from the unity of property. If a marriage takes place outside the territory of Indonesia, in which prior to a marriage the prospective husband and wife have entered into a marriage contract, the said marriage contract doesn?t obtain an approval from a Marriage Registrar in Indonesia, thereby such marriage contract status remains in effect and not invalid except, its drafting process violating the law, public order and morality. Such marriage contract shall become effective as an authentic deed for the parties who entered into it; however such marriage contract deed shall only bind on both parties who entered into it. With such marriage contract status, the Legal Protection against a married couple?s property is, in case of any problem or dispute in respect of a married couple?s property then such marriage contract shall be effective for them only while against the third party remains considering them to have solemnized a marriage with the confusion of property. In order that the said marriage contract can be legalized by a Marriage Registrar then a married couple may file an application for obtaining an approval from the District Court in the form of a Stipulation of the District Court instructing the Civil Registration Office is willing to legalize the said marriage contract.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T37368
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>