Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94719 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
S7184
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Surya Culla
"Hubungan antara Walhi-YLBHI dan negara tidaklah sesederhana di permukaan. Konstalasi politik, interaksi antar-aktor individu dan institusi telah ?menyembunyikan rahasia? di balik dinamika itu yang mungkin tidak bisa dipahami hanya dengan semata melihatnya sebagai konflik atau hubungan dikhotomis antara masyarakat sipil dan niagara. Interaksi yang berlangsung justru ternyata saling terkait, dibangun secara rasional di antara pelaku yang terlibat, tidak hanya antara aktor ornop dan pemerintah, juga sektor internasional dan masyarakat sendiri dalam hubungan kompleks itu. Konteks itulah yang mempengaruhi tumbuhnya Walhi dan YLBHI sebagai masyarakat sipil.
Berdasarkan konteks tersebut, sludi ini mengungkapkan beberapa temuan teoritis. Pertama, berkaitan dengan teori hubungan antara masyarakat sipil dengan ncgara. Menurut teori yang ada, masyarakat sipil dikonstruksi sebagai: (1) organisasi yang dibentuk oleh masyarakat di Iuar sektor negara", dan (2) ?domainnya terpisah dari atau di luar domain niagara. " Konstruksi ini temyata tidak sesuai dengan konteks kasus Walhi dan YLBHI, sehingga perlu dimodifikasi bahwa (1) ?masyarakat sipil merupakan kelompok yang dibentuk masyarakat sendiri atau masyarakat bersama negara dan (2) "domainnya terbentuk dan berkembang karena interaksinya dengan domain negara".
Dengan modifikasi tersebut, studi ini melihat bahwa ?niagara dapat berperan positif dalam pembentukan masyarakat sipil", sedangkan teori yang ada cenderung mengkonstruksi ?peranan negara tidak sebagai faktor positif dan menentukan dalam pembentukam masyarakat sipil."
Kedua, berkaitan dengan karakteristik masyarakat sipil, meliputi: autonomy, self supporting dan say generating Hasil studi ini mengungkapkan berdasarkan kasus spesifik Walhi dan YLBHI, karakteristik aranomy tampakrnya dapat diwujudkan, berbeda dcngan seff supporting dan self generating. Namun demikian, berkembangnya kriteria-kriteria tersebut tampaknya dipengaruhi oleh konstalasi interaksi antara; (1) unsur-unsur negara; (2) lembaga-lembaga intemasional; dan (3) masyarakat sendiri.
Dengan konstruksi tersebut, maka hasil studi ini menambahkan sesuatu yang baru pada teori masyarakat sipil yang ada, bahwa ?(1) kebijakan politik akomodatif negara, (2) keterlibatan Iembaga-Iembaga internasional, dan (3) partisipasi masyarakat sendiri dari segi sumber daya - merupakan faktor faktor yang menentukan bagi proses terwujudnya karakteristik autonomy, self supparting, dan self generating masyarakat sipil?. Temuan ini memodifikasi teori masyarakat sipil yang ada yang cenderung "mengkonstruksi perwujudan ketiga karakteristik maayarakar sipil tersebut berdasarkan pada penekanan kemampuan potensial entitas masyarakat sipil sendiri, tidak melihat urgensi dukungan peranan sektor negara, internasional, dan masyarakat sendiri". "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
D816
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ismi Windaningrum
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S7236
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rini Asriasni
"Isu Bisnis dan Hak Asasi Manusia merupakan isu global yang menjadi perhatian negara dan sektor bisnis dalam melindungi, menghormati, dan remidiasi hak asasi manusia. Oleh karena itu, berbagai aktor baik negara, sektor bisnis, dan organisasi non-pemerintah (NGO) melakukan inisiatif dalam meningkatkan tanggung jawab sosial tentang pemenuhan hak asasi manusia. Indonesia sebagai negara anggota PBB dalam memenuhi hak asasi manusia, mengadopsi Prinsip-prinsip Panduan tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia menjadi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 Tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2015-2019 dan diperbaharui dalam Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021-2025. Namun, inisiatif tersebut tidak bekerja secara efekti sebagai payung dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang disebabkan oleh aktivitas bisnis di Indonesia, khususnya dalam kasus tambang pasir laut oleh Perusahaan asal Belanda (PT. Royal Biskalis) di Perairan Spermonde tahun 2020 yang berdampak pada masyarakat nelayan Pulau Kodingareng di Makassar, Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, kehadiran NGO seperti WALHI Sulawesi Selatan memilki peran penting dalam mengadvokasi isu tersebut. Penelitian ini fokus dalam menganalisis peran WALHI Sulawesi Selatan dalam mengadvokasi kasus penambangan pasir laut di Periaran Spermonde tahun 2020. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi kasus menggunakan pendekatan wawancara dan dokumen. Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan konsep utama Transnational Advocacy Network (TAN) dari Kekck dan Sikkink (1998). Penelitian ini menemukan bahwa peran advokasi yang dilakukan oleh Walhi Sulwesi Selatan dalam kasus tersebut ada tiga, yaitu coordinating roles, enabling roles, dan berperan sebagai lawan. Secara akademis dan praktis, penelitian ini berkontribusi pada kajian hubungan internasional dalam menganalisis inisiatif boomerang pattern dan opportunity structures dalam mengadvokasi kasus secara transnasional. Secara praktis penelitian ini berkontribusi untuk meningkatkan peran advokasi NGO khususnya dalam hubungan transnasional.

Business and Human Rights are global issues that are of concern to countries and the business sector in protecting, respecting and remedying human rights. Various actors, including the state, business sector and non-governmental organizations (NGOs), are taking initiatives to increase social responsibility regarding the fulfilment of human rights. Indonesia as an UN member country in fulfilling human rights, adopted the Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) into Presidential Regulation Number 75 of 2015 concerning the National Human Rights Action Plan for 2015-2019 and updated in Presidential Regulation Number 53 of 2021 concerning National Human Rights Action Plan 2021-2025. However, this initiative does not work effectively as a regulation in cases of human rights violations caused by business activities in Indonesia, especially in the case of sea sand extraction by the Dutch company (PT. Royal Biskalis) in Perairan Spermonde in 2020 which had an impact on fishing communities in Kodingareng Island, Makassar, South Sulawesi. Therefore, the presence of NGOs such as WALHI South Sulawesi has an important role in advocating for this issue. This research focuses on analyzing the role of WALHI South Sulawesi in advocating for the case of sea sand extraction in the Perairan Spermonde in 2020. This research is qualitative research with a case study using an interview and document approach. In analyzing the data, this research uses the main concept of Transnational Advocacy Network (TAN) from Keck and Sikkink (1998). This research found that the advocacy roles carried out by WALHI South Sulwesi in this case were three, namely coordinating roles, enabling roles, and acting as opponents. Academically and practically, this research contributes to international relations studies in analyzing boomerang pattern initiatives and opportunity structures in advocating cases transnationally. Practically, this research contributes to increasing the advocacy role of NGOs, especially in transnational relations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Komunitas dipandang sebagai target pelayanan kesehatan, yang bertujuan mencapai
kesehatan komunitas melalui peningkatan kesehatan dan kerjasama sebagai suatu mekanisme untuk mempermudah pencapaian tujuan bagi komunitas tersebut.
Peran serta komunitas tersebut diartikan sebagai suatu proses dimana individu,
keluarga dan komunitas bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri, dengan berperan
sebagai pelaku kegiatan upaya peningkatan kesehatannya berdasarkan azas kebersamaan dan kemandirian.
Didalam praktek keperawatan komunitas pendekatan ilmiah yang digunakan adalah
proses keperawatan komunitas yang terdiri dari tahapan pengkajian, perumusan diagnosis
keperawatan komunitas, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pada kenyataannya belum semua tenaga keperawatan komunitas memberikan
pelayanan sesuai konsep, hal ini antara Iain karena pemahaman yang belum sama tentang
konsep dasar keperawatan komunitas dan perannya dalam keperawatan komunitas. Dengan makalah ini diharapkan dapat memandu mahasiswa dalam melakukan asuhan keperawatan komunitas."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2007
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aisha Arinqi
"ABSTRAK
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbanyak kedua di dunia. Sedihnya, meskipun menjadi salah satu paru-paru utama dunia, kesadaran akan konservasi hutan di Indonesia masih sangat rendah, terutama di provinsi Kalimantan. Penelitian ini akan mencoba untuk membahas pentingnya mempromosikan program konservasi berbasis masyarakat seperti hutan kemasyarakatan serta manfaatnya bagi Indonesia. karena pendekatan yang lebih regulatif terhadap konservasi telah gagal dalam mencegah deforestasi massal di Kalimantan, program berbasis masyarakat menjadi alternatif pilihan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang masalah ini. pesan dari kampanye ini adalah untuk mendukung program kehutanan sosial yang mendukung wilayah Kalimantan secara lingkungan dan ekonomi. melalui media sosial, tujuan dari kampanye makalah ini adalah untuk menembus pesan kepada audiens yang aktif dalam lanskap media digital.

ABSTRACT
Indonesia boasts the second most biodiversity in the world. Sadly, despite being one of the significant lungs of the world, awareness for forestry conservation in Indonesia is still alarmingly low, especially in the Borneo province. This research will attempt to discuss the importance of promoting community-based conservation programs like social forestry as well as their benefits to Indonesia. As the more regulative approach to conservation has failed in preventing mass deforestation in Borneo, the community-based program becomes the preferred alternative to increase public awareness of the issue. the message of the campaign is to support social forestry programs that support the Borneo region environmentally and economically. through social media, the aim of the paper`s campaign is to penetrate the message to audiences who are active in the digital media landscape."
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hakim
"Provinsi Aceh adalah wilayah dengan otonomi khusus. Sesuai dengan aturan yang bersifat khusus yaitu Qanun Kehutanan Aceh, Pemerintah Aceh menerbitkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk PT Kamirzu. Namun, Pemerintah Aceh mendapat gugatan dari WALHI atas IPPKH yang telah dikeluarkan. Majelis Hakim akhirnya mengabulkan seluruh gugatan sehingga IPPKH yang diterbitkan Pemerintah Aceh harus dicabut. Majelis Hakim tidak mendasari putusannya pada Qanun Aceh selaku aturan khusus yang berlaku di Aceh, melainkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penelitian ini hendak menjelaskan bahwa Peraturan Menteri tidak sesuai dengan Qanun Aceh dan putusan hakim tidak sesuai dengan peraturan penanam modal pada sektor kehutanan. Dengan demikian, penelitian ini berupaya menjawab permasalahan dengan metode penelitian kualitatif yaitu meninjau peraturan perundang-undangan dan melibatkan studi literatur maupun wawancara. Hasil penelitian menyatakan bahwa Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 tentang Kehutanan tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sehingga Peraturan Menteri tidak dapat diterapkan dalam mengatur kewenangan Pemerintah Aceh. Pencabutan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT Kamirzu oleh PTUN Banda Aceh menyalahi aturan penanaman modal dan aturan khusus yang berlaku di Aceh. Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2018 adalah aturan yang mengatur penanaman modal asing, bukan peraturan pusat karena Aceh adalah wilayah otonomi khusus. Hal ini selaras dengan asas lex specialis derogate legi generali. Dengan demikian, Putusan Majelis Hakim mengabaikan kewenangan khusus Aceh. Pemerintah Aceh harus menegaskan bahwa Peraturan Pusat tidak bisa membatalkan Qanun Aceh. Dalam rangka menjaga kepastian hukum, pemerintah pusat harus menerima otonomi khusus Aceh.

Aceh province is a region with special autonomy. In accordance with specific rules, namely the Aceh Forestry Qanun, the Government of Aceh issued a Borrow-to-Use Forest Area Permit (IPPKH) for PT Kamirzu. However, the Government of Aceh received a lawsuit from WALHI over the IPPKH that had been issued. The Panel of Judges finally granted the entire lawsuit so that the IPPKH issued by the Government of Aceh had to be revoked. The Panel of Judges did not base their decision on the Aceh Qanun as a special rule that applies in Aceh, but rather the Regulation of the Minister of Environment and Forestry. This research wants to explain that Ministerial Regulations are not in accordance with the Aceh Qanun and judges' decisions are not in accordance with investment regulations in the forestry sector. Thus, this study seeks to answer the problem with qualitative research methods, namely reviewing laws and regulations and involving literature studies and interviews. The results of the study stated that the Aceh Qanun Number 7 of 2016 concerning Forestry was not in accordance with the Minister of Environment and Forestry Regulation so that the Ministerial Regulation could not be applied in regulating the authority of the Government of Aceh. The revocation of PT Kamirzu's Borrow-to-Use Forest Area Permit (IPPKH) by PTUN Banda Aceh violates investment regulations and special regulations that apply in Aceh. Aceh Qanun Number 5 of 2018 is a rule that regulates foreign investment, not a central regulation because Aceh is a special autonomous region. This is in line with the principle of ex specialis derogate legi generali. Thus, the Panel of Judges' Decision ignores Aceh's special authority. The Aceh government must emphasize that the Central Regulation cannot cancel the Aceh Qanun. In order to maintain legal certainty, the central government must accept Aceh's special autonomy."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>