Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180259 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Endi Djunaedi
"Konsep Merantau mengacu pada konsep Migrasi Sirkuler, yaitu migrasi tidak tetap. Migrasi Sirkuler didefinisikan sebagai perginya penduduk keluar melewati batas administrasi desa asal pada waktu tertentu untuk mencari pekerjaan tanpa diikuti oleh perpindahan tempat tinggal.
Merantau Masyarakat Dusun Cisayong identik dengan definisi migrasi sirkuler di atas. Merantau masyarakat Dusun Cisayong berkaitan erat dengan tradisi budaya orang Tasik. Tradisi turun temurun dari satu kurun waktu ke kurun waktu lainnya. Seseorang perantau tidak saja akan menambah penghasilan, tetapi juga mendudukkan mereka pada strata yang terpandang.
Kajian ini berusaha menjelaskan faktor-faktor pendorong dan penarik merantaunya masyarakat Dusun Cisayong. Penelitian difokuskan pada satu Dusun (Kampung) dari tiga Dusun yang ada di Desa Cisayong. Penelitian lapangan yang menjadi acuan tesis ini dilakukan di Dusun Cisayong Desa Cisayong Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. Lama Penelitian 12 bulan (Februari 1994 - Februari 1995) dengan efektivitas waktu tinggal 12 minggu (satu minggu per bulan). Melalui Pendekatan partisipasi terlibat dan sensus di satu Rukun Tetangga, dapatlah disimpulkan lima faktor pendorong dan satu faktor penarik. Kelima faktor pendorong tersebut adalah faktor ekologis, faktor ekonomi dan demografi, faktor pendidikan, keresahan politik dan faktor sosial. Sementara faktor penariknya adalah daya tarik kota yang menjanjikan harapan memperoleh nafkah.
Letak Dusun Cisayong secara ekologis mudah dicapai kendaraan umum roda empat ke dan dari daerah tujuan mendukung dorongan mereka untuk merantau. Sawah dan ladang yang menjadi tumpuan utama nafkah keluarga di desa makin menciut baik karena perubahan penggunaan untuk non pertanian maupun pertambahan jumlah penduduk, mendorong penduduk Dusun Cisayong untuk merantau.
Terbatasnya sarana pendidikan hanya sampai sekolah menengah pertama mendorong orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke luar desa. Keresahan politik akibat pemberontakan DI/TII ditahun lima puluhan sampai tahun tujuh puluhan membawa pengaruh terhadap penduduk untuk merantau (perantau pemula) yang kemudian kebiasaan ini diikuti pula oleh generasi selanjutnya kendati secara politik daerah mereka sudah aman. Kedudukan sosial yang berbeda antara yang kaya dengan yang miskin, antara yang memiliki sawah dan tidak memiliki sawah, mendorong penduduk untuk merantau, dan kesiapan istri yang akan menggantikaii sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah selama ditinggal merantau, memperbesar semangat suami pergi merantau.
Keberhasilan perantau secara material menarik perhatian calon-calon perantau. Kekayaan dalam bentuk rumah, sawah, kolam ikan dan ternak domba hasil usaha perantau di kota, dan informasi mudahnya mencari nafkah di kota menarik penduduk untuk merantau."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaimah
"ABSTRAK
Masyarakat adat adalah kelompok yang paling rentan terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup akibat eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang tidak terkendali yang terjadi selama ini di Indonesia, pada hal Indonesia memiliki kearifan lingkungan yang tersebar pada hampir seluruh suku-suku bangsa yang ada di daerah. Kearifan lingkungan atau sering juga disebut kearifan tradisional/lokal telah diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang bangsa Indonesia, seperti yang dimiliki masyarakat Kampung Kuta, Kebupaten Ciamis, ]awa Barat. Mat istiadat dan kearifan lingkungannya masyarakat Kuta dalam menjaga SDA dan lingkungan menjadi daya tarik bagi pendatang (wisatawan budaya dan pendidikan) sehingga dapat menjadi ancaman dan peluang yang dihadapi masyarakat Kuta untuk melestarikan nilai-nilai kearifan ingkungan mereka. Tekanan dad pihak !liar tersebut cenderung akan mengakibatkan terjadi degradasi SDA dan nilai kearifan lingkungan yang selama ini telah dilestarikan masyarakat Kuta, apalagi setelah terbukanya akses transportasi dan informasi. Tujuan penelitian adalah untuk: menganalisis nilainifai kearifan yang dimiliki masyarakat Kuta dalam mengelola SDA; menganalisis ancaman dan peluang yang dihadapi; menganalisis upaya dan peran pemerintah daerah; dan mengevaluasi keberhasilan masyarakat Kuta dalam mengelola SDA.
Kearifan lingkungan Kampung Kuta terlihat dart kepatuhan dan ketaatan rnasyarakatnya dalam menjalankan tradisi leluhur, yaitu: menjaga/melestarikan hutan adat dan mata air, budidaya tanaman di kebun dan pekarangan rumah, pelarangan menggali tanah untuk pembuatan sumur dan penguburan jenaxah, aturan pembuatan rumah panggung (tidak boleh rumah batu), dan meneruskan tradisi gotong royong. Kearifan lingkungan masyarakat Kuta yang didasarkan kepatuhan pada tradisi leluhur, kepercayaan pada kekuatan gaib, dan ketakutan pada sangsi, yang telah ditetapkan menjadi aturan-aturan adat, menyebabkan kelestarian (SDA) dapat dipertahankan sampai saat ini. Hal itu menunjukkan bahwa nenek moyang Kampung Kuta mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang mendalam terhadap gejala alam dan kondisi lingkungannya. Kearifan ingkungan tersebut menunjukkan bahwa sistem pengelolaan SDA yang mereka akukan, secara ekonomi, sosial budaya, dan ekologi telah berlangsung secara seimbang, tanpa merugikan kepentingan generasi mendatang. Masyarakat Kuta telah melakukan pengamanan kekayaan dan keindahan bumi, melindungi keanekaragaman hayati, mencegah kerusakan SDA, dengan tetap melaksanakan kearifan lingkungan yang mereka miliki."
2007
T20490
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
A. Suryana Sudrajat
"ABSTRAK
Media massa berperan dalam membantu mempercepat peralihan Menurut masyarakat tradisional ke masyarakat yang lebih modern. Rogers, perubahan sikap tradisional ke yang lebih modern ini pada tingkat individu merupakan bagian dari apa yang disebut sebagai proses modernisasi, sedang pada tingkat makro ia menyebutnya sebagai pembangunan. Pendidikan, hingga kini, tetap dianggap sebagai salah satu . jawaban utama dalam proses modernisasi. Usaha pemerintah dalam memperluas kesempatan belajar dan perbaikan mutu pendidikan barangkali bisa mendukung anggapan tersebut. Pendidikan di Jawa Barat, khususnya Banten, tergolong rendah dibandingkan dengan daerah lain, Sumatra Barat misalnya. Pada dasarnya hal itu disebabkan oleh kegagalan baik sistem pendidikan pemerintah kolonial Belanda melakukan penetrasi ke pedesaan Jawa Barat, khususnya Banten. Selain itu ada tiga faktor lain yang turut mempengaruhi, yaitu struktur kekerabatan dan pemukiman desa, hubungan desa kota dan tanggapan elite desa, di Jawa Barat lebih merupakan kumpulan dari himpunan Desa rumah-rumah yang kebetulan berdekatan. Faktor ketiga, elite desa di Jawa Barat terus memperlihatkan permusuhan dengan setiap usaha pemerintah Belanda dalam hal apapun, terutama elite ulama tradisionalnya. Media Massa terutama radio dan televisi kini telah memasuki wilayah pedesaan, termasuk desa-desa di Banten. Diduga kehadirannya turut menyumbang bagi tumbuhnya aspirasi penduduk di daerah tersebut, khususnya para petani, mengenai pendidikan. Dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut tingkat aspirasi petani mengenai pendidikan (anak mereka) berkorelasi dengan tingkat pengenaan media mereka. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode survai. Dari sampel yang diperoleh, setelah diolah data kemudian disajikan dalam tabel frekuensi dan .tabel silang. Untuk mengukur kekuatan hubungan antarvariabel digunakan tes statistik menurut C Cramer. Data peneltian mendukung bahwa tedapat hubungan antara pengenaan media dan aspirasi pendidikan. Artinya, tinggi rendahnya pengenaan media berhubungan dengan tinggi rendahnya aspirasi pendidikan. Data juga menunjukan kecenderungan yang relatif tinggi di antara responden dengan tingkat pengenaan media tinggi untuk beraspirasi tinggi mengenai pendidikan anak mereka daripada mereka yang pengenaan medianya sedang dan rendah. "
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simon Priyanto
"Arsitektur tradisional sebagai salah satu prcclak iisik budaya sangat erat hubungammya dengan sistem kepercayaan. Nilai religi pada
produk budaya., yang salah satu di antaranya adalah arsi.aictur.
Mmm pembahan budaya memang nam bisa' diuhat dan .Salah sam sudut pandang saja, karena begitu banyak unsur budaya }a ug berpotensi untuk membah suatu kebudayaan. Pembahan budaya pada dasarnya berasal dari dua macam sumber, yaitu yang herasal dari dalam dan yang berasal dari iuar. Pada pembahasan studi kasus akan teriihat bahwa perubahan nilai religi disebabkan oleh pengaruh dari Iuar.
Sedangkan perubahan budaya yang terjadi di kedua dusun secara umum memiliki faktor pendorong yang berasal dari dalam maupun luar.
Dusun Sungai Ulu Apalin dan Tanjung Kelja diambil sebagai studi kasus karena penulis sempat mengunjungi kedua dusun tersebut dan tinggal selama beberapa waktu di Sana, Keduanya memiliki kondisi yang sangat berbeda, baik dari segi ukuran rumah betang, keadaan betang, dan kemudahan pencapaian Kedua dusun ini menjadi data pembanding yang cukup baik karena keduanya berada di dalam wilayah ketumenggungan yang sama (wilayah adat), dalam desa yang sama (wilayah administrarif pemerintahan), masyarakat da.ri suku yang sama (T amambaloh), letaknya berdekatan, dan mayoritas penduduknya beragama Katolik.
Perubahan nilai religi akan dijadikan fokus pembahasan karena secara spesifik telah merubah beberapa unsur arsitektur, walaupun bukan rumah betang.
Nilai religi berubah sejak agama masuk. Ajaran agama yang masuk pada dasarnya bertentangan dengan kepercayaan tradisional. Namun akhimya agama tersebut bisa diterima dan sampai sekarang berkembang di kedua dusun Perubahan cara pandang masyarakat menyebabkan hal-hal yang pada awalnya dianggap sakral menjadi berlcurang artinya. Hal ini mempengaruhi kondisi iisik bangunan, bahkan menghilangkan beberapa di antaranya. Akibat dari hal tersebut tentu saja secara otomatis tenjadi perubahan pada pola pemukiman. "
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S48350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Daniel Fernandez
"Tentang orang Baduy sudah banyak ditulis oleh banyak pihak baik dari kalangan antropolog maupun pemerintah terutama pemerintah Hindia Belanda.
Di antaranya tulisan Ende (1889), Van Trick (1929), Geise (1992), Garna (1987), Ekadjati (1995), dan sebagainya. TuIisan-tulisan itu berupa laporan ataupun etnografi umum.
TuIisan yang lebih spesifik misalnya dari Johan Iskandar (1992) tentang sistem perladangan. Tulisan studi kasus belum banyak yang dipublikasikan.
Dari semua tulisan itu ditemukan bahwa masyarakat Baduy menolak ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mereka tidak terlibat dalam aktivitas modernisasi. Sementara itu, masyarakat di sekitar Baduy sudah terlibat dalam pembangunan dan modernisasi.
Masyarakat Baduy sengaja menghambat modernisasi di komunitasnya dengan Cara mempertahankan tradisi sistem pewarisan budaya mereka. Masalah yang diteliti adalah bagaimana peranan transmisi pengetahuan di keluarga Baduy terhadap upaya mempertahankan tradisi nenek moyang mereka.
Tujuan penelitian adalah, memahami proses pewarisan budaya atau transmisi pengetahuan melalui studi pola pengasuhan anak di Gajeboh, salah satu dusun di Baduy Luar.
Temuan penelitian antara lain, orang Baduy tidak mengenal sekolah dan media massa sebagai agen sosialisasi. Transmisi pengetahuan terjadi di keluarga dan masyarakat sekitarnya. Hampir semua wujud pengetahuan diperoleh melalui orang tua dengan peranan ibu yang dominan dibandingkan ayah atau kerabat dekat lainnya. Ketika menjelang remaja transmisi pengetahuan dilakukan oleh teman bermain atau masyarakat di sekitarnya.
Transmisi pengetahuan dari luar Baduy mengalami hambatan oleh adat istiadat yang berlaku, meskipun demikian pelanggaran adat sering terjadi. Sanksi terhadap pelanggaran tidak tegas bahkan ada yang tidak diberi sanksi selain pergunjingan. Peluang untuk perubahan tetap ada karena hagi masyarakat Gajeboh, apa yang dianggap baik boleh ditiru, meskipun kemudian dibambat pula oleh adat Sunda Wiwitan.
Orang Baduy yang mendapat transmisi pengetahuan dari keluarga dan masyarakat komunitasnya, memang masih mepertahankan adat istiadat terutama larangan menerima ilmu pengetahuan dan teknologi, bersawah, beternak kecuali ayam, memelihara ikan dan sebagainya. Bagi mereka yang ingin melakukan perubahan tradisi diperbolehkan meninggalkan Baduy dan tidak diakui sebagai orang Baduy lagi secara adat."
2000
T1770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Maulidiansyah
"Penelitian ini mencoba mendeskripsikan upaya pemberdayaan masyarakat melalui sebuah program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang merupakan pendidikan yang berbasis masyarakat (community-based education). Pendidikan regular yang dilaksanakan pemerintah sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi ternyata bukan jaminan akan juga memberikan kesejahteraan secara sosial dan ekonomi kepada warganya. Kurikulum yang kaku dan tidak berorientasi pada pengembangan kreatifitas siswanya agar menjadi orang yang mandiri dan bisa berdaya di masa mendatang, membuat jalur pendidikan sekolah kurang diminati oleh rakyat yang lebih membutuhkan beras dari pada ceramah.
Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah program pemerintah untuk menyatukan dan memadukan seluruh jalur pendidikan luar sekolah yang ada di masyarakat untuk dibina dan diarahkan agar benar-benar dapat melayani kebutuhan dan minat belajar masyarakat yang real, dan benar-benar bisa memberdayakannya. PKBM berupaya memadukan kebutuhan masyarakat akan pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill), bahkan mereka bukan hanya sekedar belajar untuk menguasai pengetahuan baru tetapi juga diarahkan untuk mendapatkan lapangan kerja atau mata pencaharian baru termasuk akses kepada pasar. PKBM adalah media mempertemukan strategi pembangunan dari pemerintah (top down planning) dengan kebutuhan dan permasalahan rakyat (bottom up planning).
Penelitian yang dilaksanakan pada dua buah PKBM, "At-Taqwa" Desa Dewasari dan "17 Agustus" Desa Parnalayan di Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat, merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualititatif.
Setelah dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, serta studi kepustakaan dan dokumentasi dilakukan analisis dengan tiga tahap, yaitu reduksi data, organisasi data, dan interpretasi data untuk mendapatkan jawaban atas tiga permasalahan dalam tesis ini, yaitu; bagaimanakah proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui kegiatan-kegiatan belajar yang ada di PKBM, apakah kegiatan-kegiatan tersebut benar-benar sesuai dengan aspirasi masyarakat, dan apa sajakah kendala-kendala yang dihadapi untuk mengembangkan PKBM.
Dari analisis hasil temuan lapangan, dapat disimpulkan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat belum terwujud dengan baik, program pendidikan yang disusun belum berdasarkan pada proses assessment dan identifikasi yang benar. Di pihak masyarakat masih menaruh ketergantungan yang cukup besar pada bantuan pemerintah, sementara di pihak pemerintah masih belum serius memperhatikan pengembangan PKBM. Semangat masyarakat untuk membekali dirinya dengan pengetahuan dan keterampilan yang bisa membuat dirinya sejahtera sudah cukup tinggi, namun terhalang oleh sulitnya mendapatkan modal atau investasi.
Jika dilaksanakan dengan penuh keseriusan oleh pemerintah dengan mengalokasikan anggaran pendidikan luar sekolah yang lebih besar, maka program PKBM akan mampu menjadi motor penggerak bergulirnya ekonomi kerakyatan sejak di tingkat desa hingga nasional. Ditambah dengan perhatian yang besar dan lembaga keuangan maupun investor dalam bentuk bantuan modal maupun kerja sama pemasaran dan teknologi, PKBM akan mampu mewujudkan masyarakat yang mapan secara ekonomi atau self-sufficient economy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4503
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S7471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>