Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171986 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S7462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8635
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S7665
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Laila Karmila
"Tesis ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penertiban pedagang kaki lima di Pasar Minggu Jakarta Selatan. penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu adanya koordinasi yang intensif antar instansi yang terlibat di dalam penertiban pedagang kaki lima. Tanggung jawab fungsi koordinasi terpusat pada Kepala Kecamatan Pasar Minggu sebagai pihak yang berwenang menerapkan ketertiban umum di wilayahnya. Hal ini terkait dengan usaha mengikis keberadaan oknum-oknum yang melindungi dan memfasilitasi pedagang kaki lima untuk berjualan di tempat-tempat umum. Selain itu, perlu adanya perbaikan internal terkait dengan sumber-sumber (resources) yang melekat pada Satuan Tugas Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Pasar Minggu khususnya peningkatan kuantitas dan kualitas petugas Satpol PP. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlu adanya peningkatan frekuensi sosialisasi kepada masyarakat khususnya pedagang kaki lima sehingga dapat memberikan pemahaman menyeluruh terkait ketertiban umum di DKI Jakarta. Dengan ini maka dapat mengikis penolakan masyarakat terhadap penegakan ketertiban umum.

The focus of this study is factors that influence the policy implementation for Regulating street vendors in pasar minggu jakarta selatan. This type of research is a qualitative descriptive research. The result of this study is that researcher suggests that local government has to improve the coordination amongst working units which regulating street vendors. The responsibility of coordination function is centered in the hand of Head of Pasar Minggu District as the only authorize person in implementing public order in his area. This coordination can eliminate the existence of persons which protect and fasilitate the street vendors existence in public area. Moreover, it needs some improvement in the resources which attach to Civil Servant Police Unit (Satpol PP) Pasar Minggu especially for the personels’ quantity and quality. Another factor that has to be counted too is the improvement of socialization frequency amongst society especially street vendors in order to give holistic perception related to public order in DKI Jakarta. By this condition, it can eliminate the resistent of society about the implementation of public order."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T32956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Rachmat
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S8769
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Widiastyo
"ABSTRAK
Sektor Informal merupakan fenomena yan0 muncul di ba -
nyak kota di negara Dunia ke 3 Sektor mi beikembang, akibat
banyaknya migran yang tidak tertampung pada pekerjaan
di Sektor formal Sektor foimal yiitu pekerjaan bergaji dan
berpensiun dari sektor negara dan swasta* -
Skripsi ini mencoba melihat fenomena Pedagang naki Lima
dan Koperasi, sebagai salah satu pekeijaan di sektor Informal
di sekitar Pasar Jatinegara, dan kebijaksanaan pemerintahan
terhadap dua fenomena tersebut Kesemuanya itu dilihat
dalam kerangka interaksi sosial Peter L Berger untuk melihat
mstitusionalisasi koperasi Pedagang kaki lima Interak
si yang terjadi pada fenomena perdagangan kaki lima, bisa ju
ga dilihat sebagai fenomena pertukaran sosial dan ekonomi
Dalam kerangka Blau, usaha
perdagangan k iki lima dan usaha pembentukan koperasi, bisa
menurut kerangka Peter M Blau
dilihat sebagai usaha mstitusionalisasi untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi oleh institusi yang ]ama (dari
para migran) Hal mi berkaitan dengan Revolusi Hijau yang
terjadi, terutama di pedesaan P Jawa (Tirtosudarmo, 1985)»
sehingga terkait pada masalah pertanahan (Ever, 1982) dan
penjelasan tentang lokasi lingkaran atas dan lingkaran bawah
yang berpengaruh terhadap tingkat produksi dan konsumsi
(Santos 1975)
Penelitian ini mengambil sample survey 5% (90 Orang)
dari populasi (+. 1800 orang) untuk menjelaskan realitas obyektif
Pedagang Kaki Lima, 10% dan sample untuk menjelaskan
realitas subyektif Realitas subyektif pejabat pemerintah,
pengurus koperasi, juga dilihat
Penjelasan tentang "Lokasi11, ternyata cukup menggambar
kan fenomena di sekitar perdagangan kaki lima"
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Boy Febrianto
"Fenomena yang dijadikan objek penelitian adalah Kinerja Penataan Pedagang kaki lima di PD. Pasar Jaya Pasar Minggu Jakarta Selatan. Tujuan penelitian adalah untuk mengungkap dan membahas pengaruh Implementasi Kebijakan Penataan Pasar terhadap Kinerja Penataan Pedagang Kaki Lima di PD. Pasar Jaya Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan asosiastif kausalitas antar variabel. Pengumpulan data sekunder menggunakan Studi Kepustakaan, pengumpulan data primer menggunakan kuesioner penelitian. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 110 orang. Dengan demikian, maka sampel yang diambil sebanyak 110 orang dengan yaitu dengan menggunakan metode sensus.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan yaitu terdapat pengaruh positif dan signifikan implementasi kebijakan penataan pasar terhadap kinerja penataan pedagang kaki lima di pasar minggu Jakarta Selatan. Signifikansi keterpengaruhan tersebut di tunjukan dengan uji hipotesis/uji t dengan nilai t hitung 14,491. Sedangkan ttabel 1,980 atau H0 ditolak dan H1 diterima yang bermakna terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Implementasi Kebijakan Penataan Pasar terhadap Kinerja Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Minggu Jakarta Selatan. Sedangkan besaran pengaruh Implementasi Kebijakan Penataan Pasar terhadap Kinerja Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Minggu Jakarta Selatan adalah sebesar 66 persen, sedangkan sisanya 34 persen disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti atau epsilon. Pengaruh Implementasi Kebijakan Penataan Pasar terhadap Kinerja Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Minggu tersebut bermakna bahwa apabila Implementasi Kebijakan ditingkatkan atau meningkat maka peningkatan tersebut diikuti pula dengan peningkatan Kinerja Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Minggu Jakarta Selatan. Implikasi manajerial dalam peningkatan kinerja penataan pedagang kaki lima di pasar minggu Jakarta Selatan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan Implementasi Kebijakan Penataan Pasar Minggu.

The phenomenon that made the object of research is the arrangement Performance Street vendors in PD. Pasar Jaya, Pasar Minggu, South Jakarta. The research objective is to reveal and discuss the effect of implementation of the Performance Planning Policy Planning Market Street Vendors in PD. Pasar Jaya, Pasar Minggu, South Jakarta. This study uses a quantitative approach asosiastif causality between variables. Secondary data collection using the study literature, primary data collection using the study questionnaire. The population in this study were 110 people. Thus, the samples taken were 110 people with by using census method.
Based on the research results, it is concluded that there is a positive and significant impact on the market structuring policy implementation performance of the arrangement of street vendors in South Jakarta Sunday market. Impact of significance is shown by the hypothesis test / t test t value 14.491. While ttabel 1,980 or H0 is rejected and H1 accepted which means there is a significant and positive effect Implementation Planning Policy to Performance Planning Market Street Vendors in Pasar Minggu, South Jakarta. While the magnitude of the effect of implementation of the Performance Planning Policy Planning Market Street Vendors in Pasar Minggu, South Jakarta is by 66 percent, while the remaining 34 percent are caused by other factors not examined or epsilon. Effect of Implementation Planning Policy to Performance Planning Market Street Vendors at the Sunday Market Policy Implementation means that if increased or increases, the increase is followed by performance improvement Structuring Street Vendor in Pasar Minggu, South Jakarta. Managerial implications in improving the performance of the arrangement of street vendors in South Jakarta Sunday market can be improved by increasing the Pasar Minggu Policy Implementation Arrangement.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Maryam
"Penelitian ini membahas tentang kesesuaian penataan fisik (penyediaan lokasi penampungan) pedagang kaki lima berdasarkan preferensi pedagang kaki lima dengan studi kasus Kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan sebagai salah satu fasilitas yang disediakan oleh Pemda untuk mengakomodir kegiatan usaha kaki lima yang berlangsung di kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1) preferensi pedagang kaki lima terhadap lokasi dan tempat usaha, jenis dagangan, waktu berdagang, sarana fisik dagangan, ukuran ruang usaha, pola persebaran, dan pola pelayanan; 2) kesesuaian antara penyediaan tempat penampungan dengan preferensi pedagang kaki lima.
Penelitian ini lebih merupakan penelitian survey dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menyebarkan kuesioner terhadap 120 yang terdiri dari para pedagang kaki lima yang beraktivitas di kawasan Pasar Minggu. Data tersebut kemudian diolah menggunakan SPSS versi 13, dengan alat analisis Crosstab. Sementara data hasil observasi lapangan diolah melalui metode GIS dengan menggunakan program Arc View SIG 3.3.
Dari hasil olah data diperoleh gambaran tentang : 1) pola persebaran pedagang kaki lima di kawasan Pasar Minggu berdasarkan waktu berdagang; 2) preferensi pedagang kaki lima dalam menentukan kegiatan kaki lima; 3) kesesuaian tempat penampungan pedagang kaki lima berdasarkan preferensi pedagang kaki lima.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pedagang kaki lima yang beraktivitas pada malam sampai dengan pagi hari memiliki potensi untuk dapat memanfaat Tempat Penampungan karena memiliki karakteristik yang dapat menyesuaikan dengan kondisi eksising Tempat Penampungan.

This research studies about the suitable of hawkers physical settlement (providing of relocation place) based on the hawkers preferences at Pasar Minggu area in South Jakarta as one of facilities provided by loval government to accommodate the activities of hawkers in Pasar Minggu area.
The purpose of this reseach is to know: 1) preference of hawkers to location and place, type of merchandise, time of trading, physical medium of merchandise, size of space, disseminating pattern, and service pattern 2) suitable between relocation place and preference of hawkers.
This reseach is survey reseach with the quantitative approach. The data collected by quiestionnaire to 120 hawkers which doing activities in Pasar Minggu area. The collecting data have been analyzed by using SPSS version 13 with Crosstabulation and GIS with Arc View 3.3.
The result of processing data is description of 1) the disseminating pattern of hawkers ini Pasar Minggu based on time of trading 2) preference of hawkers in determining their activities; 3) suitable between relocation place and preference of hawkers.
The conclusion of this reseach is the hawkers which doing activity from night until morning have potency to use relocation place because they are have characteristic which can adaptation with the real condition of relocation place .
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Sulistyanto
"Usaha perdagangan kakilima merupakan salah satu bidang usaha dalam sektor informal yang mampu menyerap tenaga kerja cukup besar, hal ini disebabkan sektor usaha tersebut tidak memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi, modal yang tidak besar dan waktu yang tidak terikat. Sehingga usaha ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai kemauan melakukan usaha dalam sektor ini.
Di Jakarta khususnya di Pasar Minggu usaha ini dilakukan tidak saja oleh warga Jakarta tetapi juga banyak dilakukan oleh para pendatang dari luar Jakarta yang datang ke Jakarta untuk mengadu nasib dengan berjualan sebagai pedagang kakilima. Mereka menempati suatu lokasi tertentu ditempat umum membentuk sebuah lingkungan pasar kakilima, yang didalamnya mempunyai corak masyarakat yang majemuk baik dari jenis kegiatan usaha yang dilakukan maupun daerah asal kedatangan atau kesuku bangsaannya.
Kemajemukan jenis kegiatan usaha ini mewujudkan suatu hubungan sosial yang bersifat komplementer dan simbiotik. Sedangkan kemajemukan suku bangsa mewujudkan suatu pengelompokan pedagang berdasarkan daerah asal atau suku bangsanya yang juga merupakan pengelompokan dari jenis barang dagangan yang diperjual belikan. Adanya pengelompokan kesukubangsaan ini maka timbul suatu ikatan kelompok suku bangsa yang memiliki seorang Ketua Kelompok Suku Bangsa yang dipilih oleh warga suku bangsa tersebut sebagai seorang yang dituakan dan dihormati. Hubungan antara Ketua Kelompok dengan warga dalam kelompoknya tersebut merupakan hubungan patron - klien yang bersifat hubungan bapak - anak.
Dalam kehidupan kelompok tersebut timbul suatu kesepakatan-kesepakatan tentang bagaimana menjalankan usaha perdagangan dengan baik, upaya menghindari persaingan dan perselisihan sesama pedagang serta usaha-usaha mengatasi kesulitan dan meningkatkan kesejahteraan warganya yang dipimpin oleh Ketua kelompoknya. Sehingga dengan berbagai upaya tersebut maka para warga kelompok tersebut merasa bergantung kepada ketuanya. Walaupun terjadi pengelompokan yang demikian namun dalam kegiatan perdagangan mereka tidak menonjolkan kebudayaan sukubangsanya tetapi lebih menggunakan aturan-aturan yang berlaku umum lokal dalam lingkungan pasar kakilima tersebut.
Salah satu sifat pedagang kakilima dalam melakukan usahanya adalah dengan menyongsong pembeli sehingga mereka banyak menempati lokasi di tempat-tempat umum dan dipinggir jalan raya. Keberadaan mereka di tempat tersebut melanggar Peraturan Pemda DKI No.11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum, menimbulkan kemacetan arus lalu lintas, menimbulkan sampah yang mengganggu kebersihan dan menjadi tempat rawan terjadinya tindak kriminalitas. Dengan kondisi yang demikian ini khususnya untuk mengantisipasi tindakan penertiban maka muncul pelindung yang memberikan jasa keamanan kepada para pedagang yang disebut dengan Koordinator Pedagang yang secara tidak resmi ditunjuk oleh aparat setempat untuk mengelola pedagang kakilima. Sebagai Koordinator maka ia membuat aturan-aturan dalam kegiatan perdagangan kakilima yang menyangkut perolehan lokasi, pengaturan posisi berdagang, pembayaran cukai dan sebagai perantara ( brokerage ) bila ada masalah antara pedagang dengan aparat. Hubungan yang terjadi antara pedagang kakilima dengan Koordinator pedagang ini merupakan hubungan patron-klien dimana sebagai klien maka para pedagang merasa tergantung kepada patron mengenai kegiatan usahanya tersebut. Sebagai timbal balik atas jasa patron ini maka para pedagang membayar uang cukai kepada Koordinator pedagang ini.
Dengan adanya aturan-aturan yang terbentuk tersebut baik yang bersumber dari kesepakatan dalam kehidupan kelompok suku bangsa maupun aturan yang diciptakan oleh Koordinator, yang diikuti dan dijadikan pedoman oleh para pedagang dalam melakukan kegiatan berdagangnya, maka mewujudkan suatu tindakan berpola atau pola kegiatan-pola kegiatan dalam kehidupan pedagang kakilima. Dengan adanya pola kegiatan-pola kegiatan tersebut maka hal itu merupakan suatu keteraturan sosial dalam kehidupan pedagang kakilima, yaitu merupakan suatu aturan atau pedoman kegiatan yang berwujud perilaku individu, kelompok atau masyarakat dalam melakukan kegiatan berdagangnya dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya.
Corak keteraturan sosial dalam kehidupan pedagang kakilima di Pasar kota pasar Minggu tersebut adalah adanya ketergantungan klien pada patron baik Koordinator Pedagang maupun ketua Kelompok suku bangsa. Pedagang kakilima sebagai masyarakat yang lemah merasa memerlukan perlindungan agar usahanya dapat berjalan dengan baik dan hal ini mereka dapatkan dengan adanya perlindungan dari Koordinator Pedagang. Sedangkan untuk menjamin kelancaran usaha dan menghindari persaingan yang tidak sehat serta meningkatkan kesejahteraan dan bantuan modal, mereka peroleh dari kegiatan Kelompok Suku Bangsa yang dpimpin oleh Ketua Kelompok Suku bangsa. Keberadaan kedua patron tersebut mampu menghindarkan terjadinya konflik antar suku bangsa dalam lingkungan pasar kakilima karena adanya kesadaran untuk mengikuti aturan-aturan yang berlaku umum dan lokal serta menekan kemenonjolan identitas suku bangsanya.
Corak keteraturan sosial yang berlaku dalam masyarakat berbeda antara masyarakat satu dengan yang lainnya dengan kata lain setiap masyarakat memiliki corak keteraturan sosial masing-masing. Dengan demikian dalam upaya pembinaan kamtibmas yang dilakukan oleh Polri tidak bisa memberlakukan pola yang sama untuk seluruh masyarakat tetapi harus sesuai dengan corak keteraturan sosial yang ada dalam masyarakat tersebut. Oleh karena itu dalam melakukan pembinaan tidak dapat menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Markas Besar Polri yang berlaku seragam secara nasional tetapi harus dijabarkan sesuai dengan situasi dan kondisi serta corak keteraturan sosial yang berlaku dalam masyarakat yang dibina. Sehingga upaya pembinaan yang dilakukan dapat efektif dan efisien dan harus didukung dengan sarana dan prasarana yang mencukupi baik sumber daya manusianya, dukungan materiil dan anggaran yang cukup."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviar Gustriandi
"Dewasa ini kehadiran para pencari kerja migran dalam jumlah yang tinggi di beberapa kota di Indonesia, membuat kota menjadi semakin padat dan tidak terkendali. Sektor formal yang secara umum memerlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu, berproduktivitas tinggi, modal yang besar, dan pemanfaatan teknologi yang serba canggih dan mutakhir, ternyata tidak menyediakan ruang bagi para migran pencari kerja. Para migran tersebut lalu membentuk usaha baru yang disebut sektor informal. Salah satu kegiatan dari sektor informal yang menjadi jenis pekerjaan yang penting adalah pedagang kaki lima. Pada umumnya nasib pedagang kaki lima kurang menguntungkan. Tidak jarang karena karakteristik yang melekat pada jenis pekerjaan ini membuat mereka sering terkena razia dan dikejar-kejar oleh petugas. Namun di sisi lain, sebagaimana yang ditunjukkan oleh besarnya jumlah pedagang kaki lima di Kota Pontianak (10.339 orang) mengindikasikan bahwa sektor ini mampu menjadi katup pengaman bagi meledaknya angka pengangguran. Sektor ini juga akan memberikan pemasukan yang tidak kecil bagi PAD Pemerintah Kota Pontianak, roda perputaran uang setiap harinya relatif cukup besar, yaitu mencapai 5,5 milyar rupiah dengan total omset sebesar 1,7 milyar rupiah. Kapabilitas yang ditunjukkan oleh sektor ini tidak lepas dari aktivitas yang mereka lakukan sehari-hari yang diikat oleh norma-norma informal yang menjadi aturan bagi sikap dan perilaku pedagang kaki lima dengan berbagai pihak sebagai modal sosial. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar kecilnya modal sosial pedagang kaki lima di Kota Pontianak yang dapat dilihat dari bagaimana mereka dapat mengimplementasikan norma-norma informal secara lugas atau dengan kata lain mereka memiliki kepercayaan (trust) dengan berbagai pihak di dalam maupun di luar jaringannya. Jika sebagian besar norma-norma tersebut lebih berlandaskan kepada trust, maka dapat dikatakan pedagang kaki lima di Kota Pontianak memiliki modal sosial yang besar. Sebaliknya, jika sebagian besar norma-norma tersebut kurang berlandaskan kepada trust, maka pedagang kaki lima di Kota Pontianak dapat dikatakan memiliki modal sosial yang kecil. Penelitian ini juga bermaksud untuk mengetahui bagaimana proses terbentuknya suatu jaringan dari kerja sama yang terjadi antara pedagang kakilima dengan berbagai pihak dan norma-norma informal apa saja yang terdapat dalam jaringan pedagang kaki lima tersebut.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Jenis penelitian ini dipandang relevan untuk digunakan dalam mengamati perilaku dan kondisi sosial pedagang kaki lima sehari-hari. Dari metode kualitatif ini akan dapat digambarkan keadaan riil di lapangan berdasarkan dukungan fakta dan informasi yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data studi kepustakaan (library research), observasi, dan wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan (indepth interview). Penulis dengan sengaja memilih informan penelitian melalui teknik pemilihan informan purposive sampling, yaitu memilih pedagang kaki lima, baik yang berjualan di pasar-pasar tradisional maupun di pinggiran-pinggiran jalan, yang pada umumnya mereka menggunakan sebagian dari lahan publik. Dari 6 (enam) orang calon informan penelitian yang telah dipilih, ternyata pedagang kaki lima yang memenuhi beberapa kriteria informan yang telah penulis tetapkan, hanya 2 (dua) orang, yaitu pedagang kaki lima yang berjualan telur di Pasar Flamboyan dan pedagang kaki lima berjualan pakaian bekas (lelang) di Pasar Dahlia. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terbentuknya jaringan pedagang kaki lima dengan berbagai pihak adalah dari kerjasama yang dilandasi hubungan moral kepercayaan. Temuan di lapangan menunjukkan ada 4 (empat) pedagang kaki lima dengan berbagai pihak, yaitu jaringan dengan keluarga, agen, sesama pedagang kaki lima, dan Iangganan. Keempat jaringan tersebut dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) jaringan, yaitu jaringan keluarga, jaringan pertemanan, dan jaringan usaha. Ketiga jaringan pedagang kaki lima ini masing-masing memiliki pola hubungan sosial yang berbeda.
Hasil analisis temuan menunjukkan bahwa kedua pedagang kaki lima memiliki norma-norma informal yang sama, yaitu 16 (enam belas) norma. Hasil analisis trust terhadap norma-norma informal tersebut, memperlihatkan bahwa norma-norma informal yang lebih berlandaskan trust, yaitu sebanyak 11 (sebelas) norma (68,75%), sedangkan yang kurang berlandaskan trust sebanyak 5 (lima) norma (31,25%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa norma-norma informal kedua pedagang kaki lima (penjual telur dan penjual pakaian bekas) memiliki modal sosial yang besar. Hasil analisis temuan menunjukkan bahwa norma-norma informal yang kurang berlandaskan kepada trust, ternyata merupakan norma-norma kunci yang dipegang teguh oleh pedagang kaki lima dalam menjalankan usahanya.
Disarankan dalam penelitian ini agar Pemerintah Kota Pontianak dapat merencanakan pembangunan sosial di daerah dengan mengembangkan potensi pedagang kaki lima yang terbukti memiliki modal sosial yang besar, termasuk memperluas peruntukan lahan pasar bagi pembangunan pasar-pasar tradisional untuk menampung sebagian besar pedagang kaki lima yang masih berada di pinggiran jalan serta memberikan bantuan modal dengan akses yang lebih mudah kepada pedagang kaki lima. Oleh karena hasil penelitian ini belum dapat digeneralisasikan sebagai modal sosial pedagang kaki lima yang berlaku umum, maka disarankan kepada peneliti-peneliti lainnya untuk meneliti modal sosial pedagang kaki lima jenis usaha lainnya, termasuk bagaimana ikatan kekeluargaan dan solidaritas sosial dilihat dari kesukubangsaan pedagang kaki limanya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>