Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171743 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maharani Afriana Legita
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S7677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Anisa Putri
"Skripsi ini mengkaji tentang pengasuhan anak down syndrome dalam keluarga Jawa dalam upaya dadi wong di masa depan. Dadi wong merupakan konsep kesuksesan yang bersifat totalitas tetapi lentur dan dapat disesuaikan dengan kemampuan maksimal setiap individu. Keterlambatan fisik dan mental yang dimiliki oleh anak down syndrome tidak mematahkan semangat orangtua untuk menjadikan anaknya dadi wong dengan melakukan pelbagai strategi penyesuaian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data melalui pengamatan dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data life history dari keluarga yang memiliki anak down syndrome. Data ini diharapkan dapat menjelaskan cara pengasuhan anak down syndrome dalam keluarga Jawa di Jakarta yang tetap mengupayakan dadi wong di masa depan.

This thesis examines the down syndrome child rearing in the Javanese family who strive to be dadi wong in the future. Dadi wong is a concept of success that is totality but flexible and adjustable according to the maximum ability of each individual. The physical and mental retardation of down syndrome children does not discourage parents to make their children to be dadi wong by performing various adjustment. This thesis used a qualitative approach. Data collected by observation and in depth interview method from families who have down syndrome children. This data is expected to explain how to rear down syndrome children from Javanese family who live in Jakarta and seeking dadi wong in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Eydietha Puspa Arsanty
"Anak-anak dan remaja dengan down syndrome berisiko mengalami overweight dan obesitas dibandingkan populasi umum. Studi ini bertujuan untuk menggambarkan pola asupan energi dan zat gizi, praktik pemberian makan serta perilaku makan mereka. Sebanyak 25 anak dan remaja dilibatkan dalam pengukuran antropometri dan pencatatan riwayat asupan dengan metode 24-hour food recall untuk menilai status gizi dan asupan zat gizi mereka. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk memahami praktik pemberian makan orang tua dan perilaku makan anak. Focus Group Discussion (FGD) dilakukan terhadap sekelompok orang tua anak down syndrome berstatus gizi normal berdasarkan indeks IMT/U. Wawancara mendalam juga dilakukan dengan ahli gizi dan dokter spesialis anak. Ditemukan bahwa walaupun sebagian besar (80%) anak dan remaja berstatus gizi normal, rerata asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak lebih rendah dari rekomendasi AKG yang berpotensi disebabkan oleh upaya orang tua untuk mengontrol asupan kalori anak mereka secara dominan. Hal ini diperkuat dengan temuan kekhawatiran serius terhadap pertumbuhan anak, laporan rendahnya kontrol anak terhadap sinyal kenyang, serta sensitivitas tekstur. Penilaian pemberian makanan pada setiap kunjungan harus dilakukan, dengan mempertimbangkan aspek karakteristik down syndrome yang dapat mempengaruhi penerimaan makanan mereka.

Children and adolescents with down syndrome are at risk of being overweight and obese than the general population. This study aims to assess their energy and nutrient intake, feeding practices and eating behaviour. A total of 25 children and adolescents were included in anthropometric measurements and 24-hour food recall to assess their nutritional status and dietary intake. To understand parents' feeding practices and their child's eating behaviour, a qualitative approach was taken. A focus group discussion (FGD) was conducted with a group of parents of a child with down syndrome and had normal growth status based on BMI-for-age. In-depth interviews were also conducted with a registered dietician and paediatrician. Although the majority (80%) of children and adolescents had normal nutritional status, their average intake of energy, protein, carbohydrates, and fat were lower than the AKG recommendation, which were potentially caused by parents' predominant control of child's calorie intake. This is later confirmed by parents’ great concerns about child’s growth, reports of child’s low satiety responsiveness, and texture sensitivity. Feeding assessment at any visit should be addressed, taking into account down syndrome's characteristics that may influence their food acceptance."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pariury, Dea Shanta
"Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk-bentuk tanggapan anak penyandang down syndrome terhadap pertanyaan, Berita faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tanggapan-tanggapan tersebut. Tujuan penelitian ini bertolak dari anggapan bahwa anak down syndrome memiliki berbagai keterbatasan, khususnya dalam bidang Bahasa, walau demikian mereka tetap dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Penelitian ini merupakan studi kasus seorang anak perempuan berusia 6 tahun penyandang kelainan down .syndrome berbahasa Indonesia yang tergolong ringan. Berdasarkan data, ditemukan bahwa ada senibilan bentuk tanggapan ketika informan menanggapi berbagai pertanyaan, yaitu tanggapan yang sesuai dan berhubungan dengan pertanyaan, tanggapan berupa perintah, tanggapan berupa dramatisasi, tanggapan berupa tindakan nonverbal, tanggapan tidak sesuai, tanggapan tidak berbubungan, tanggapan berupa pengaIihan perhatian, tanggapan berupa ketidakacuhan, dan tanggapan berbentuk sikap diam. Tanggapan-tanggapan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perkembangan kognitif, pengetahuan dan kosakata, perhatian terhadap objek pembicaraan, dan partisipan yang diajak bicara. Aspek-aspek lain kemudian muncul dalam penelitian ini dan memerlukan penelitian lanjutan. Penelitian yang perlu dilakukan lebih lanjut adalah penelitian mengenai: 1) Pengaruh jenis pertanyaan terhadap bentuk tanggapan yang diujarkan oleh penyandang kelainan keterbelakangan mental; 2) Perbandingan kemampuan percakapan anak penyandang DS dengan anak normal yang memiliki urnur mental yang lama; dan 3) Pemahaman konsep yang berhubungan dengan asosiasi semantis pada anak penyandang DS"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S10816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosdiana
"Sindroma Down disebabkan abnormalitas kromosom yaitu nondisjuction kromosom 21 dengan karakteristik tertentu. Anak sindroma Down memiliki resistensi yang baik terhadap karies. sIgA di dalam saliva merupakan tanda diaktivasinya respon imun humoral di dalam rongga mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar sIgA saliva dengan karies anak sindroma Down. Subjek penelitian berusia 15-17 tahun, sebanyak 34 orang yang tediri dari 17 anak sindroma Down dan 17 anak normal. Seluruh subjek penelitian dinilai kadar sIgA saliva menggunakan ELISA tidak langsung. Hasil penelitian menunjukan hubungan negatif kuat bermakna antara kadar sIgA saliva dan karies anak sindroma Down (r=-0.628, p=0.007). Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kadar sIgA saliva dan karies anak sindroma Down.

Down syndrome is caused by chromosomal abnormalities nondisjuction chromosome 21 with particular characteristics. Down syndrome children have a good resistance against caries. sIgA in the saliva is a sign activated humoral immune response in the oral cavity. This study aimed to investigate the relationship of salivary sIgA concentrations with caries Down syndrome children. Subjects aged 15-17 years, a total of 34 people consisting of 17 Down's syndrome children and 17 normal children. All subject of the study assessed the concentratios of salivary sIgA using indirect ELISA. The results showed an significant strong negative correlation was found between salivary sIgA concentration and caries Down syndrome children (r = -0628, p = 0.007). This study established that salivary sIgA concentration and caries Down syndrome children was significant correlation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T35046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiendas, Olivia K.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3260
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezki Viona Rizal
"Latar belakang: Anak penyandang sindroma Down memiliki oral hygiene yang buruk akibat terbatasnya kemampuan kognitif dan motoriknya dalam menyikat gigi, sehingga mereka membutuhkan edukasi kesehatan gigi dan mulut. Terdapat berbagai cara edukasi seperti dengan verbal konvensional ataupun dengan menggunakan alat permainan edukatif seperti busy book. Tujuan: Membandingkan perubahan OHI-S pada anak penyandang sindroma Down sebelum dan sesudah edukasi dengan busy book dan verbal konvensional. Metode Penelitian: 30 anak penyandang sindroma Down dibagi ke dalam dua kelompok masing-masing 15 anak dalam kelompok edukasi dengan busy book dan edukasi secara verbal konvensional. Penilaian oral hygiene dilakukan dengan menggunakan OHI-S yang dilakukan sebelum dan sesudah edukasi. Data statistik dianalisis menggunakan t-tes tidak berpasangan untuk membandingkan perubahan OHI-S antara kelompok edukasi dengan busy book dan verbal konvensional. Hasil: Secara substansi, kelompok edukasi dengan busy book (∆ = -0,72±0,44) lebih baik dari pada kelompok edukasi dengan verbal konvensional (∆ = -0,12±0,28). Secara statistik terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) antara delta OHI-S kelompok edukasi dengan busy book dan verbal konvensional. Kesimpulan: Edukasi dengan busy book pada kelompok anak penyandang sindroma Down lebih efektif dibandingkan dengan edukasi secara verbal konvensional.

Background: Children with Down syndrome have poor oral hygiene due to their limitations in cognitive and motor development of brushing teeth. Therefore a dental health education by conventional verbal or busy book is needed. Busy book Ayo Sikat Gigi is an educated book designed to educate, improve creativity, cognitive, and fine motor skills of young children in tooth brushing. Objective: Comparing the effectiveness of education with busy book and conventional verbal to oral hygiene changes in children with Down syndrome. Methods: Thirty children with Down syndrome are divided into two groups, 15 children respectively busy book group and 15 children conventional verbal group. Assessment of oral hygiene before and after education was performed by using OHI-S. The data were analyzed using independent t-test for comparison OHI-S changes between busy book group and conventional verbal group. Result: There were a significant difference (p<0,05) of OHI-S between the busy book and conventional verbal group. Conclusion: In Down syndrome children, education by busy book is more effective than conventional verbal."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Tati Sumiati
"Anak dengan Down Syndrome (DS) memiliki kemampuan delay of gratification yang rendah. Mereka mengalami kesulitan saat harus menunggu dan menunda kepuasan. Sementara kemampuan delay of gratification diperlukan agar dapat menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah tentang peran scaffolding dalam interaksi ibu-anak, kemampuan bahasa reseptif, atensi, working memory terhadap kemampuan delay of gratification anak dengan DS. Penelitian ini terdiri dari dua tahap penelitian dimana masing-masing tahap menggunakan rancangan penelitian explanatory sequential mixed methods. Penelitian kuantitatif tahap pertama bertujuan untuk membuktikan (1) korelasi waiting time saat anak menjalankan tugas delay dan kemampuan delay of gratification domain makanan, interaksi sosial, dan physical pleasure menurut persepsi ibu (2) hubungan dimensi dan tipe scaffolding dalam interaksi ibu-anak dan kemampuan delay of gratification. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan gambaran kemampuan delay of gratification anak dari ibu dengan skor scaffolding tinggi dan rendah saat bermain lego. Analisis data kuantitatif menggunakan uji korelasi Spearman Rho. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara waiting time saat anak menjalankan tugas delay dengan kemampuan delay of gratification domain makanan, interaksi sosial dan physical pleasure yang dipersepsi ibu. Dimensi scaffolding yang berkorelasi dengan waiting time anak adalah direction maintenance dan frustration control. Tipe scaffolding yang berkorelasi dengan waiting time adalah speech disertai gesture. Hasil penelitian kualitatif terhadap tiga orang ibu dengan skor scaffolding tinggi dan empat ibu dengan skor scaffolding rendah saat bermain lego menggambarkan bahwa ibu dengan skor scaffolding tinggi memiliki anak dengan waiting time yang lebih lama saat menjalankan tugas delay dibandingkan anak dari ibu dengan skor scaffolding rendah. Penelitian tahap kedua bertujuan untuk membuktikan (1) perbedaan waiting time saat bersama ibu, bersama ibu dan orang asing, bersama orang asing dan ketika anak berada sendirian (2) hubungan dimensi scaffolding dengan kemampuan delay of gratification (3) kesesuaian antara model dinamika hubungan antar variabel scaffolding dalam interaksi ibu-anak, kemampuan bahasa reseptif, atensi, working memory dan kemampuan delay of gratification dengan data (model fit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan waiting time secara signifikan antara saat bersama ibu, bersama ibu dan orang asing, bersama orang asing dan saat anak berada sendirian. Dimensi scaffolding yang berkorelasi dengan kemampuan delay of gratification adalah direction maintenance, reduction in degrees of freedom, demonstration. Tipe scaffolding speech disertai gesture berkorelasi positif dengan kemampuan delay of gratification. Model teoritis yang diusulkan fit dengan data. Penelitian kualitatif tahap kedua menggambarkan bahwa ibu dengan skor scaffolding tinggi saat menjalankan tugas delay memiliki anak dengan waiting time yang lebih lama dibandingkan anak dari ibu dengan skor scaffolding rendah. Implikasinya adalah ibu disarankan memberikan scaffolding berupa direction maintenance, reduction in degrees of freedom, demonstration dan frustration control, yang diberikan melalui speech disertai gesture.

Children with Down Syndrome (DS) have a low delay of gratification ability. They have difficulty waiting and delaying gratification. Meanwhile, the delay of gratification capability is needed in order to adapt to environment demands. This study aims to examine the role of scaffolding in mother-child interactions, receptive language skills, attention, working memory and the delay of gratification ability of children with DS. This study consisted of two stages of research where each stage used an explanatory sequential mixed methods research design. The first stage of quantitative research aims to prove (1) the correlation of waiting time when children perform delay tasks and the ability of delay gratification in the food, social interaction, and physical pleasure domain according to mother's perception (2) the relationnship between dimensions and types of scaffolding in mother-child interactions and the delay of gratification ability. The qualitative research aims to get a description of the delay of gratification ability of children from mothers with high and low scaffolding scores when playing lego. Quantitative data analysis used the Spearman Rho correlation test. The results showed that there was no significant correlation between waiting time when the child performed a delay task with the delay of gratification ability in the food, social interactions and physical pleasure domain perceived by mothers. The scaffolding dimensions which correlate with children's waiting time are direction maintenance and frustration control. The type of scaffolding that correlates with waiting time is speech accompanied by gesture. The results of a qualitative study of three mothers with high scaffolding scores and four mothers with low scaffolding scores while playing lego illustrate that mothers with high scaffolding scores have children with a longer waiting time while carrying out delay tasks than mothers with low scaffolding scores. The second stage of research aims to prove (1) the difference in waiting time when with mother, with mother and strangers, with strangers and when the child is alone (2) the relationship between the scaffolding dimension and the delay of gratification ability (3) the suitability dynamic models of the relationship between scaffolding in mother-child interactions, receptive language skills, attention, working memory and delay of gratification ability with data (model fit). The results showed that there was a significant difference in waiting time between with the mother, with the mother and strangers, with strangers and when the child was alone. The dimensions of scaffolding that correlate with the delay of gratification ability are direction maintenance, reduction in degrees of freedom, demonstration. The type of scaffolding speech accompanied by gesture has a positive correlation with the ability to delay gratification. The proposed theoretical model is fit with the data. The second stage of qualitative research illustrates that mothers with high scaffolding scores while carrying out delay tasks have children with a longer waiting time than mothers with low scaffolding scores. The implication is that mothers are suggested to provide scaffolding in the form of direction maintenance, reduction in degrees of freedom, demonstration and frustration control, which is given through speech accompanied by gestures."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisya Putri Nibenia
"Anak down syndrome dengan keterbatasanya mendapatkan perhatian yang lebih banyak dari orang tua dibandingkan sibling. Perbedaan perlakuan antar anak oleh orang tua dapat mempengaruhi hubungan antar saudara dan pola asuh yang dilakukan orang tua juga dapat mempengaruhi dimensi hubungan yang berkaitan dengan kualitas sibling relationships. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pola asuh orang tua dengan sibling relationship pada anak down syndrome. Penelitian menggunakan pendekatan cross-sectional pada 60 responden orang tua yang dipilih melalui teknik cluster sampling menggunakan instrumen Parenting Style and Dimensions Questionnaire (PSDQ) dan Sibling Relationship Questionnaire (SRQ). Hasil penelitian menunjukan 73.9% responden menerapkan pola asuh autoritatif dan 61.67% terbentuk sibling relationship positif antara anak down syndrome dan sibling. Hasil analisis bivariat uji fisher exact memperoleh hasil p value <0.001 (<0.05). Hasil ini menunjukan adanya hubungan pola asuh orang tua dengan sibling relationship pada anak down syndrome. Peneliti merekomendasikan mengikutsertakan sibling dalam penelitian selanjutnya untuk melengkapi data dari sisi sibling.

Children with Down syndrome with their limitations get more attention from their parents than their siblings. Differences in treatment between children by parents can affect the relationship between siblings and parenting style by parents can also affect the dimensions of the relationship related to the quality of sibling relationships. This study aims to identify the relationship between parenting style and sibling relationship in children with Down syndrome. The study used a cross-sectional approach to 60 parent respondents who were selected through a cluster sampling technique using the Parenting Style and Dimensions Questionnaire (PSDQ) and Sibling Relationship Questionnaire (SRQ) instruments. The results showed that 73.9% of respondents adopted authoritative parenting and 61.67% formed a positive sibling relationship between children with Down syndrome and siblings. The results of the bivariate analysis of the Fisher's exact test obtained a p value <0.001 (<0.05). These results indicate that there is a relationship between parenting style and sibling relationship in children with Down syndrome. Researchers recommend including sibling in future research to complete data from sibling side."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rd. Danianti K. P.
"Down Syndrome adalah kelainan yang terjadi pada anak yang mengalami keterbelakangan mental yang disebabkan oleh adanya kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak terdiri dari dua kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21), yang mengakibatkan anak mengalami penyimpangan fisik.
Faktor spesifik yang diduga menjadi penyebab trisomi meliputi pengobatan dan obat-obatan, radiasi, zat-zat kimia, atau virus hepatitis, serta kemungkinan tidak adanya mekanisme kelahiran secara spontan (seperti melalui induksi, vaccum, dll) dan usia ibu waktu hamil dan melahirkan.
Anak dengan down syndrome mudah dikenali karena karakteristik yang dimilikinya, antara lain seperti wajah mirip orang mongol atau datar, telinga kecil dan agak miring (seperti caplang), satu garis telapak tangan melewati telapak tangan, jarak antara ibu jari dan jari kedua terlalu renggang, kelingking hanya sate ruas jari. Selain itu anak dengan down syndrome juga memiliki karakteristik psikologis antara lain cenderung ramah, mudah bergaul, hangat dan memiliki sifat yang menyenangkan. Anak down syndrome biasanya lahir dengan berbagai gangguan medis, seperti gangguan jantung, leukemia, katarak, hypotonia, gangguan pendengaran, dan gangguan wicara. Selain itu, anak down syndrome jugs mengalami kerusakan fungsi otak dan kelainan sensorik dan neuromotor.
Karakteristik anak down syndrome adalah terbatasnya kemampuan kognitif mereka. Dengan kemampuan kognitif yang terbatas, maka akan mempengaruhi akademik mereka. Anak dengan down syndrome ini biasanya mengalami kesulitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan belajar karena kemampuan atensi, metacognition, memory, dan generalisasi yang lambat dibandingkan dengan anak normal. Masalah ini dapat berasal d.ari lemahnya kemampuan persepsi dan menilai (judgement) suatu ingatan yang sudah disimpan dengan keadaan saat ini. Hal ini disebabkan oleh kemampuan dalam menggunakan ingatan jangka pendek yang lemah pada anak down syndrome. Namun demikian anak-anak dengan down syndrome memiliki visual processing skills yang lebih balk. Oleh sebab itu diyakini gambar merupakan metode bagus untuk mengajarkan anak down syndrome belajar, berbicara, dan berinteraksi.
Daya ingat jangka pendek anak dengan down syndrome ini menurut penelitian dapat ditingkatkan melalui pelatihan yang disebut sebagai Memory Skill Training. Pelatihan ini menggunakan dua program, yaitu rehearsal programme dan organisation programme. Pada penelitian yang peneliti lakukan, peneliti menggunakan program organisation, yaitu bertujuan mengajarkan anak untuk mengkategorisasikan dan mengelompokkan sebagai jalan untuk membantu dalam mengingat sesuatu. Pelatihan ini menggunakan gambar-gambar yang memudahlan anak dengan down syndrome untuk mengingatnya.
Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, program Memory Skill Training dapat meningkatkan daya ingat jangka pendek anak dengan down syndrome. Program ini sebaiknya dilakukan dengan jangka waktu yang lebih lama dan dilakukan secara berkelanjutan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>