Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54776 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S7684
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Rakhmadi
""Vita Sexualis" is Mori Ogai_s Naturalism novel. This work is made with the purpose of showing how naturalism themed novels should be made to Japan society especially Japanese naturalism writers. "Vita Sexualis" is a story about Shizuka Kanai_s sexual life from which he was six years old to 23 years old. Human male sexuality will be explained through Shizuka Kanai psychosexual development. Through analyzing every event that happens in Shizuka Kanai_s life through six years old to 23 years old especially events related to sex, the writer_s got to see that Shizuka Kanai has an asexual symptom in his latent phase and he left a fixation in his infantile-phallic phase which restraining perfection in his genital phase development."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S13610
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bakti
"Among the Minangkabau people who practice a matrilineal kinship system, occurs a change in mens's social role, i.e. from a role as an "uncle" (mamak) to a "father" or "husband". This change is caused by various factors, such as religion, education, migration (merantau), and economics. Further, it leads to another change in the Minangkabau's common law, i.e. in the marriage and heredity properties. A problem, however, still exists in the kinship law. The author raises a question whether a change in men's role may influence the Minangkabau's perspective towards the matrilineal kinship system as a basis for their kinship law. "
1989
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Kaleb Edward Wanane
"Karya tulisan ini membicarakan keseimbangan dari pertambahan penduduk yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah jumlah penduduk dan kekuatan-kekuatan yang berupaya mengurangi jumlah penduduk. Kekuatan-kekuatan yang menambah jumlah penduduk lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah anak (bayi) yang lahir hidup atau pertambahan tingkat fertilitas dan kekuatan-kekuatan yang berupaya mengurangi jumlah penduduk melalui upaya penurunan tingkat fertilitas (kelahiran bayi yang nyata) oleh pemerintah lewat pelayanan program keluarga berencana (KB) dan pelayanan kesehatan.
Dalam konteks upaya pengurangan jumlah penduduk itu dilaporkan tingkat fertilitas sudah turun, tetapi dalam kenyataan penduduk bertambah terus secara alami karena tingkat kelahiran yang masih tinggi. Hal ini mengartikan upaya penurunan fertilitas yang dilakukan itu lebih banyak gagal ketimbang berhasil.
Kajian-kajian dan kebijaksanaan pembangunan keluarga berencana untuk penurunan tingkat fertilitas, umumnya lebih banyak didominasi oleh model-model sosiologi dan ekonomi. Masing-masing model itu di satu sisi berjalan sendiri-sendiri, bahkan terdapat perbedaan yang mendasar dalam model-model tersebut. Di lain sisi juga terdapat upaya penggabungan dari model-model tersebut sehingga terwujud sebagai pendekatan antarbidang. Seperti, misalnya, yang ditunjukan Terence Hull (1976), atau Singarimbun, dkk (1976) yang memfokuskan unit analisis-nya pada preferensi yang memperhitungkan variabel sosial dan ekonomi sebagaimana diduga akan mempengaruhi proses pembuatan keputusan keluarga (individu) sebagai sebuah model pendekatan untuk kajian fertilitas. Dalam model-model pendekatan itu, penekanan sasaran analisisnya terletak pada selera keluarga sebagai individu dalam hal pengambilan keputusan, disamping memperhitungkan variabel harga (price) dan pendapatan (income).
Kebudayaan asal dan sistem kekerabatan sebagai variabel babas yang mengikat keluarga itu tidak diperhitungkan secara sungguh-sungguh, dan atau kalau juga diperhitungkan, hanya diperlakukan sebagai kembangan saja dari model-model kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat Barat [Eropa-Amerika].
Karya tulisan ini bertujuan untuk mau memperlihatkan penting inkorporasi analisis kebudayaan (asal), sistem kekerabatan, dan peranan laki-laki dalam fertilitas patut diperhitungkan secara sungguh-sungguh (utuh) dalam model-model teoritikal fertilitas yang selama ini dilakukan. Perhitungannya, harus dimasukkan sebagai bagian yang integral dari model kajian-kajian dan kebijaksanaan pembangunan keluarga berencana untuk penurunan tingkat fertilitas.
Siatem kekerabatan yang mengikat dan mengatur keluarga itu sebagai suatu model pengetahuan saling berhubungan kait-mengkait dan mempengaruhi model-model pengetahuan lainnya yang terdapat dalam kebudayaannya. Seperti, model-model pengetahuan normatif dan ideal yang ditekankan dalam kebudayaan (asal) dan diterapkan melalui kekerabatan sebagai pedoman (petunjuk) tentang apakah peranan laki-laki, dan atau perempuan dalam fertilitas.
Di dalam kasus keluarga orang Meybrat di daerah Kepala Burung-Irian Jaya yang dideskripsikan ditemukan ditemukan sejumlah premis-premis budaya yang memperlihatkan betapa besarnya peranan laki-laki dalam fertilitas sebagaimana dipengaruhi oleh kebudayaan dan sistem kekerabatan yang mewarnainya. Premis-premis budaya itu,antara lain:
pertama, kebudayaan asal orang Meybrat amat menekankan pentingnya berkembang-biak, memperbanyak keturunan, dan meningkatkan kualitas keturunan untuk meningkatkan martabat nenek moyang. Penekanan itu dioperasionalkan melalui sistem kekerabatan yang menekankan keharusan memperoleh keturunan melalui berbagai petunjuk yang ada dalam kebudayaannya. Petunjuk-petunjuk itu mencakup persetubuhan, perkawinan dan pembayaran harta maskawin, peranan laki-laki dan peranan perempuan, pria atau wanita yang cocok dijadikan pasangan hidup untuk kebahagiaan secara biologis, sosial dan kebudayaan;
kedua, kehamilan dan kelahiran anak (hasil reproduksi) yang nyata dari seorang wanita (isteri) yang disebut fertilitas dalam pengertian demografi itu, dalam konteks kebudayaan orang Meybrat ditanggapi sebagai "regenerasi kosmos" yang terjadi dengan memadukan "tenaga pria (semen atau kejantanan laki-laki)" dan "kesuburan wanita" . Mereka mengatakan bahwa hubungan seksuil (persetubuhan) wanita dengan seorang pria memang merupakan prasyarat yang diperlukan bagi kehamilan dan kelahiran anak, tetapi animasi dari potensi si calon ku-mes(anak bayi) yang dibentuk oleh sintesa dari tenaga pria (semen) dan kesuburan wanita (cairan) merupakan suatu yang jauh lebih luas bersifat "spirituil", dan bukan bersifat "fisik yang nyata". Bandingkan upacara-upacara lingkaran hidup (life cycle), seperti upacara neche-mamas (kematian) yang dilakukan, serentak bersamaan dengan itu juga diselenggarakan serangkaian upacara-upacara kontak perkawinan, peminangan gadis, pembayaran harta maskawin, pemberian kain timur dari laki-laki yang serentak pula dibalas dengan pemberian makanan dari wanita, serta upacara pemberian ru-re yang akan segera dibalas pula dengan upacara transaksi tukar-menukar ka i n t imur antara pihak laki-laki dan pihak perempuan. Perwujudan upacara-upacara kematian yang berlawanan dengan upacara upacara-upacara perkawinan itu merupakan upaya-upaya di dalam rangka orang harus masuk ke dunia bawah guna memperoleh kehidupan atau kelahiran baru (anak, ekonomi, dsb). Di dalam upaya memasuki dunia-bawah (persetubuhan), serentak masuk bersamaan ke dalam kontak perpaduan semen (sperma) dan cairan (kesuburan) itu roh leluhur kepada kehidupan baru atau kelahiran kembali. Dunia-bawah yang ditanggapi sebagai sumber asal kehidupan manusia itu dipandang sama dengan dunia kewanitaan (kesuburan) yang disebut dengan konsep ko (vagina = wanita = ibu-asal) sumber segala kehidupan (anak, ekonomi, sosial, politik, keagamaan).
Jadi orang Meybrat melihat kejadian itu dalam suatu bantuk berpikir dialektika, yang mengacu kepada ajaran Hegel, yang mengatakan bahwa "segala sesuatu yang terdapat di alam semesta itu terjadi dari hasil pertentangan dua hal (unsur) dan menimbulkan hal-hal (unsure-unsur) yang lain. Metaforiknya, manusia sebagai superorganik dari budaya yang dipengaruhi dan yang mempengaruhi keseluruhan jaringan kehidupan. Maksudnya, sebagian dari unsur-unsur budaya berasal dari hasil hubungan antarmanusia dengan lingkungan, dan sebagian lainnya berasal dari proses adaptasi budaya terhadap lingkungan;
ketiga, hubungan kekerabatan yang terwujud di dalam sistem kekerabatan orang Meybrat, yang disebut tafoch ditanggapi sebagai "api" atau "jantung" dari struktur sosialnya. Orang-orang yang menarik diri dari kahidupan kekerabatan yang penting itu, dipandang sebagai penghianat dan tidak bermoral terhadap kesetiaan kerabat. Sikap pengunduran diri seseorang dari hubungan kekerabatan itu merupakan kejahatan besar. Orang-orang (keluarga) bersikap demikian biasanya diharapkan harus segera dibarengi dengan kematian daripada hidup lama di dunia". Kekerabatan diketahui sangat penting sebagai perangkat adaptasi, guna memperoleh sumber-sumber ekonomi, sosial dan politik, kesehatan dan pendidikan di dalam masyarakat umum. Prinsip orientasi keluarga conjugal yang betul-betul mandiri seperti pada masyarakat Barat tidak terdapat di dalam masyarakat sosial orang Meybrat
keempat, sistem kekerabatan sebagai pembawa amanah dari kebudayaan asal menekankan keharusan untuk meneruskan keturunan, dan keharusan itu harus dimainkan oleh seorang laki-laki dalam struktur kekerabatan orang Meybrat yang berdasarkan prinsip patrilineal. Orientasi nilai orang laki-laki dalam kebudayaan asal orang Meybrat dipandang sebagai "makluk tertinggi (Yefoon) dan "tokoh sakti"(taqu) yang memberi benang penghubung (yang hidup) antara janin dan tembuni. Tanpa animasi itu si calon bayi yang dibentuk oleh sintesa dari semen (sperma) dan cairan (kesuburan) tidak akan terjadi sesuatu hubungan antara janin dan tembuni. Lak i - laki merupakan kepanjangan tangan keluarga yang dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang membawa amanah kebudayaan asal untuk memainkan peranan sebagai pejantan yang sangat dibutuhkan oleh seorang wanita untuk mengembangkan kesuburannya menjadi kongkrit dan mendapat status di masyarakat luar. Meskipun wanita merupakan tokoh yang dominan dalam kebudayaan dan kekerabatan orang Meybrat, tetapi dia tetap dapat mengakui bahwa dia sangat membutuhkan seorang seorang laki-laki sebagai animator (pemain lawan) guna mengubah kekuatan-asal (potensi)nya yang abstrak itu menjadi kesuburan yang kongkrit, yaitu hamil dan melahirkan anak-anak bagi kelangsungan keturunan.
kelima, peranan pendidikan modern belum mampu merubah nilai- nilai budaya yang menjadi orientasi keluarga orang Meybrat, khususnya peranan laki-laki dalam fertilitas bagi kelangsungan keturunan. Hal ini terungkap dalam sikap terhadap program KB dan peranan laki-laki di bab VI. Dalam konteks ini, peranan laki-laki dalam pendekatan kajian penurunan fertilitas sangat besar ketimbang wanita yang dijadikan sebagai obyek kajian fertilitas dalam kebijaksanaan program keluarga berencana (KB)."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"The leadership question o male and female in Islam often becomes controversial. It could not happen when Muslims understand the text of Al-Qur'an and Hadist comprehensively. Husband can be a leader in his family because of hos responsibility in searching family needs. The leadership in society is not determined by gender or sex by quality."
297 TURAS 12 (1-3) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Mahendra
"ABSTRACT
Diskursus mengenai seksualitas dan gender telah menjadi hal yang begitu sensitif dan kontroversial di Indonesia. Terlebih lagi mengenai eksistensi individu dengan orientasi seksual yang berbeda. Prasangka atau sikap negatif yang diarahkan kepada individu yang diidentifikasi dengan orientasi seksual non-heteroseksual dalam ruang lingkup ilmu psikologi disebut sebagai prasangka seksual. Berbagai penelitian telah berusaha mengungkap variabel yang memiliki hubungan dengan prasangka seksual. Secara konsisten, kontak interpersonal dan religiositas muncul dalam penelitian-penelitian tersebut. Berangkat dari berbagai penemuan tersebut, penelitian ini berusaha untuk menginvestigasi hubungan kausalitas antara kontak interpersonal terhadap prasangka seksual dengan menggunakan desain eksperimental Solomon four group design. Melibatkan 28 laki-laki yang berada dalam rentang usia dewasa muda, penelitian ini berusaha mengerucutkan populasi penelitian pada laki-laki dalam rentang umur 15 ndash; 35 tahun. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan metode analisis statistik Factorial Analysis of Covariate dan melibatkan religiositas sebagai kovariat. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh kontak interpersonal terhadap prasangka seksual, dengan mengontrol pengaruh religiositas terhadap prasangka seksual. Namun, terdapat pengaruh yang signifikan dari religiositas terhadap prasangka seksual yang dimiliki oleh individu. Pembahasan lebih lanjut mengenai temuan dalam penelitian ini akan didiskusikan secara mendetail di dalam naskah.

ABSTRACT
Discourses on sexuality and gender have been a highly controversial and sensitive subject in Indonesia. Moreover, with the existence of individuals possessing dissimilar sexual orientations. Prejudice or negative attitudes directed to individuals with non heterosexual orientations in the scope of psychology is also known as sexual prejudice. The multitudinous nature of studies reveals variables interconnecting with the phenomenon of sexual prejudice. Interpersonal contacts and religiosity persistently arise from those particular studies. By deriving from those specific researches, this study contrives to investigate the causal relationship between interpersonal contacts towards sexual prejudice by utilizing the lsquo Solomon four group design rsquo experimental design. This study comprises of 28 young adult male specifically focusing on the traversing age group of 15 to 35. Data obtained from this study are then processed using the statistical analysis method of Factorial Analysis of Covariate whilst religiosity is allocated as the covariate. By controlling the element of religiosity as an influence to sexual prejudice, the outcome of the analysis exhibits no effect of interpersonal contact towards sexual prejudice. However, religiosity plays a key role in the individual rsquo s sexual prejudice. This study will emphasize on the aforementioned subject which will be onwardly explored in great detail. "
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurjannah Ismail
Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Studi (LKiS), 2003
297.63 NUR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Norma Juwita
"Penelitian ini membahas penggunaan kosakata oleh laki-laki dan perempuan dalam wacana deskriptif. Penelitian ini bertujuan menjelaskan persamaan dan perbedaan penggunaan kosakata oleh laki-laki dan perempuan serta melihat hubungannya dengan stereotip gender. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif untuk memaparkan penggunaan kosakata oleh laki-laki dan perempuan dalam wacana deskriptif. Teori yang digunakan adalah teori wacana, gambar, persepsi dan gender. Kesimpulan yang didapat adalah perempuan menggunakan kosakata yang lebih bervariasi dan detil daripada laki-laki.

This research discussed about the using vocabulary by men and women in the descriptive discourse. This research?s purpose is to explain the similarity and differences in using vocabulary by men and women and also see the connection with the gender stereotype. The method that used is descriptive method to explain the using vocabulary by men and women in descriptive discourse. Theories that used is the theory of discourse, picture, perception, and gender. The conclusion is women used vocabulary more varied and detail than man.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11042
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Afredite
"Film saat ini tidak lagi hanya berfungsi sebagai sarana hiburan semata, tetapi juga berpengaruh cukup penting dalam kehidupan masyarakat. Film saat ini sarat akan ideologi-ideologi yang dapat mempengaruhi suatu masyarakat, salah satunya adalah ideologi patriarki. Film-film yang mengandung ideologi patriarki seringkali lebih mengutamakan laki-laki dan mensubordinasikan perempuan. Banyak film yang merepresentasikan stereotip citra laki-laki dan perempuan menurut standar budaya patriarki, yang merepresentasikan citra laki-laki sebagai makhluk superior dan perempuan sebagai makhluk inferior. Namun sejak awal tahun 70an, dengan dipengaruhi adanya gerakan feminisme, banyak bermunculan film-film yang disutradarai oleh perempuan dan mengkritik budaya patriarki. Salah satunya adalah film M_nner karya Doris D_rrie yang dibuat pada tahun 1985. Dengan menggunakan analisis semiotika untuk memaknai tanda-tanda yang ada di dalam film, konsep maskulinitas, dan feminisme eksistensialis, skripsi ini berusaha memahami bagaimana citra laki-laki direpresentasikan dalam suatu film feminis, dan bagaimana kajian budaya feminis memandang citra laki-laki dalam film ini. M_nner adalah suatu film yang sarat akan kritik feminis terhadap budaya patriarki. Citra laki-laki dalam film ini ditampilkan secara ironi dan tidak sesuai dengan citra tradisional laki-laki yang berlaku di masyarakat. Dalam film ini, konstruksi citra laki-laki ideal dipandang sebagai usaha laki-laki untuk mempertahankan kekuasaannya atas perempuan.

Nowadays, film is no longer functioned solely as an entertainment. It gives a quite significant influence to the society. Film nowadays is full of ideologies which can influence a particular society. Patriarchal ideology is one of them. The films which are based on patriarchal ideology often put men in the first place and subordinate women. A lot of films which represent a stereotype of men and women's image from patriarchal cultural standard_s point of view represent men's image as a superior human being and women's image as the inferior one. However, a lot of films, affected by the feminist movement, have been directed by women and have criticised patriarchal culture since the early 70s. One of them is a film by Doris D_rrie, Manner, which was produced in 1985. Using semiotic analysis to decode the symbols found in the films, the concept of masculinity and existentialist feminism, this paper is trying to comprehend how men's image is being represented in a feminist film and how feminist culture review look at men's image in the film. Manner is a film full of feminist criticism towards patriarchal culture. Men's image in this film is presented ironically and unsuited for men's traditional image which applies in the society. In this film men's ideal image construction is viewed as men's effort to maintain his power over women."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S14704
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>