Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77299 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S7746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Prabowo
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tulus Guritno
"Dengan otonomi daerah maka diharapkan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan di daerah tersebut semakin tinggi karena salah satu hakekat sekaligus tujuan diadakannya otonomi adalah terjadinya peningkatan partisipasi politik masyarakat.
Berbagai hasil studi mengidentifikasi bahwa faktor yang paling mempengaruhi atau berhubungan positip dengan partisipasi politik adalah faktor Status Sosial Ekonomi (SSE) yang terdiri dari variabel tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan.
Penelitian ini pada dasarnya merupakan suatu verifikasi terhadap sebuah teori yang melihat adanya pengaruh yang signifikan antara tingkat Status Sosial Ekonomi dengan tingkat Partisipasi Politik yang mengambil setting pada masyarakat di Kabupaten Banyumas selama menjadi Daerah Percontohan Otonomi.
Dari berbagai teori mengenai partisipasi politik dan hasil-hasil penelitian terdahulu di dapati bahwa untuk meneliti partisipasi politik harus diteliti pada setiap bentuk menurut intensitasnya. Karena partisipasi politik merupakan konsep payung di mana setiap bentuk partisipasi politik yang ada di dalamnya merupakan variabel yang berdiri sendiri.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripftiv/survey, pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling dengan jumlah responden sebanyak 198 orang. Sedangkan analisa data menggunakan analisis regresi logistik dan pengujian hipotesis memakai taraf signifikansi 5 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendidikan dan penghasilan secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap berbagai bentuk partisipasi politik yang diteliti. Namun secara parsial baik variabel pendidikan maupun penghasilan tidak selalu memiliki pengaruh yang signifikan tehadap berbagai bentuk partisipasi politik.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar pemerintah daerah berhati-hati dan cermat dalam mengelola partisipasi politik ini dan secara mandiri mengadakan mobilisasi politik yang positip yang bertujuan menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi politik masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1984
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Wahyu Kartiko
"Mengapa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sering ditetapkan
setelah awal tahun anggaran yang baru? Apakah karena faktor politis? Penelitian
ini ingin mengetengahkan perspektif ekonomi politik divided government sebagai
salah satu faktor penyebab buruknya kinerja penetapan APBD. Hasil Pemilu
Legislatif 2004 dan Pemilihan Kepala Daerah Langsung tahun 2005, 2006 dan
2007 menunjukkan sangat sedikit membentuk pemerintahan yang mayoritas.
Akibatnya, persaingan kepentingan antara eksekutif dan legislatif diduga
mengemuka sehingga pembahasan APBD tahun anggaran 2008 dan 2009
terancam berlarut-larut.
Dengan menggunakan model persamaan regresi logit diperoleh hasil bahwa
formasi pemerintahan berupa single minority party, minority coalition, majority
coalition, dan single majority party mempengaruhi keterlambatan penetapan
APBD sepanjang tahun 2008-2009. Semakin kuat dukungan partai eksekutif di
parlemen semakin cepat penetapan APBD-nya. Namun demikian seberapa lama
delay penetapan APBD yang terjadi tidak dipengaruhi oleh 4 formasi
pemerintahan tersebut yang ditunjukkan melalui estimasi model data panel.
Hasil ini juga menjelaskan bahwa sebelum batas waktu keterlambatan ? 1 Januari
tahun fiskal baru ? ketegangan eksekutif-legislatif dipengaruhi oleh 4 formasi
pemerintahan daerah dan besarnya total belanja APBD. Setelah pemerintahan
daerah tersebut gagal memenuhi ketepatan waktu penetapan APBD sebelum batas
waktu, faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya penetapan APBD antara lain
adalah besarnya total belanja APBD, dan kepemilikan sumber daya alam.
Sedangkan besarnya nilai gaji dan tunjangan anggota DPRD ternyata
mempercepat penetapan APBD. Secara umum, hal ini selaras dengan hasil
penelitian sebelumnya yang memperlihatkan bahwa perilaku indisipliner aktor
politik anggaran seperti memaksimalkan anggaran, konflik kepentingan, dan rent
seeking atas common pool resources berupa anggaran daerah diindikasikan cukup
relevan dengan berlarutnya pembahasan APBD.

Abstract
Why is APBD (Regional Budget) often made after the beginning of the year for a
new budget? Is it because of political factor? The research would like to highlight
the economic and political perspectives of divided government as one of the
factors of the bad performance of the Regional Budget (APBD). The results of the
General Election for the Legislatives 2004 and the Direct Local Elections of the
years 2005, 2006, and 2007 show very few form the majority of the government.
Consequently, the interest competition between the executives and the legislatives
is assumed to appear so that the discussion of APBD of the years 2008 and 2009
is threatened to be delayed.
By using logit regression equation model, a result obtained shows that
government formations, such as single minority party, minority coalition, majority
coalition, and single majority party, influence the Regional Budget delay of the
year 2008-2009. The stronger the support of the executive party in the parliament,
the faster the making of the APBD is. However, the duration of the APBD delay
occuring is not influenced by the 4 government formations shown through the
panel data model estimation.
The result also explains that before the time limit of the delay ? January 1 of the
new fiscal year - the executive-legislative tense is influenced by 4 regional
government formations and the total amount of APBD expenditure. After the
region fails to fulfill the punctuation of the making of APBD before the time limit,
the factors influencing the duration of the making of APBD are, among others, the
total amount of APBD expenditure and the possession of natural resources. On
the other hand, the amount of the salary and benefits of the members of DPRD
(Regional House of Representatives) turn out to accelerate the making of APBD.
Generally, this result is suitable with the previous reseach results showing that
indiscipline behaviour of the budget political actors, such as maximazing the
budget, conflict of interest, and rent seeking on common pool resources in a form
of regional budget, is indicated to be sufficiently relevant with the APBD
discussion delay."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T29328
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Utami
"Pada masa Demokrasi Terpimpin pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Presiden Soekarno tampak berupaya keras untuk mengatasi masalah-masalah politik pada masa itu untuk mewujudkan integrasi bangsa ke dalam satu lan_dasan ideologi Manipol-USDEK dan menempatkan bangsa Indonesia sebagai pemimpin dan mercu suar dari negara_negara Nefo. Kenyataannya, pada perkembangan selanjutnya masalah politik yang dihadapi oleh pemerintahan Soekar_no, yaitu upaya penumpasan pemberontakan DI/TII dan PRRI/Permesta, perjuangan pembebasan Irian Barat, kon_frontasi terhadap Malaysia dan pembangunan proyek-proyek mercu suar seperti Asian Games, Ganefo, Monumen Na-sional, Conefo dan lain-lain menyebabkan terserapnya sebagian besar dana belanja negara (46%) untuk bidang tersebut. Sedangan di sisi lain, pembiayaan untuk pelak_sanaan pembangunan ekonomi hanya mencapai rata-rata 19,9% dari seluruh realisasi (penggunaan dana) belanja negara. jadi pada periode Demokrasi Terpimpin, 1960-1965, alokasi.belanja negara untuk masalah politik dan proyek-proyek politik kurang lebih dua setengah kali lipat daripada alokasi belanja negara untuk pembangunan ekonomi. Jadi jelas bahwa pada masa Demokrasi Terpimpin, kebijaksanaan pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Presiden Soekarno lebih memprioritaskan pada pem_bangunan politik daripada pembangunan ekonomi. Sebagai akibat begitu besarnya realisasi belanja negara untuk pembiayaan politik tanpa memperhatikan asas keseimbangan antara pendapatan negara dan belanja negara, maka pembangunan ekonomi menjadi terbengkalai seiring dengan semakin besarnya defisit keuangan negara dari tahun ke tahun. Hal itu berarti sebagian besar keuangan negara (60%) dibiayai dengan oara inflatoir yaitu dengan Cara meminjam uang dari bank Indonesia dan untuk memenuhi pinjaman pemerintah tersebut, Bank Indonesia mencetak uang baru. Akibatnya inflasi terus meningkat seiring dengan semakin besarnya defisit belanja negara menjadi suatu keadaan yang tak dapat dielakkan lagi hingga tingkat inflasi di tahun 1565 berada di atas 650%. Tingginya tingkat inflasi tercermin dari indeks harga barang-barang kebutuhan pokok yang terus meningkat dengan tajam sehingga pendapatan rakyat tidak mampu mengikuti perkembangan harga tersebut. Akibatnya masyarakat (rakyat umum) mengalami kesulitan untuk memperoleh barang-barang kebutuhan pokok."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Sugiyanto
"In the Indonesia democracy, the multiparty system is used as one of the canal to aggregate the public aspirations. This mechanism is supported by Law No. 25/1999 about fiscal decentralization and a series of related regulations. It is also supported by direct election for regional head (Pilkada). As such, the winning political parties may influence the local government budget allocation which finally transform into the economic growth.
This study estimates the influence of party politic concentration on the local economic growth. The data used is the local government election of 2004 and 2009 from 55 regions (cities). The concentration of political power in regional legislatives is measured by using Herfindahl Hirschman Index (HHI). The results of analysis confirm that the more concentrated political power in the regional legislative results lower economic growth.

Dalam dinamika demokrasi Indonesia, mekanisme multipartai merupakan salah satu cara untuk mengatur aspirasi. Mekanisme ini didukung Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 mengenai desentralisasi fiskal dan dinamika perubahannya. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung pun turut mendukung mekanisme demokrasi di daerah. Partai politik pemenang pilkada akan memengaruhi pola alokasi anggaran daerah yang akhirnya bisa berdampak pada efektivitas pengeluaran pemerintah.
Studi ini mengestimasi seberapa besar pengaruh konsentrasi partai di daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Analisis menggunakan data 55 kabupaten/kota tahun 2004 dan 2009. Konsentrasi partai politik di dalam parlemen di daerah diukur dari proporsi anggota dewan dari masing-masing partai politik menggunakan Herfindahl Hirschman Index (HHI). Data tahun 2004 dan 2009 mengonfirmasi bahwa semakin terkonsentrasinya anggota dewan pada satu partai politik tertentu, maka semakin rendah pertumbuhan ekonomi daerah tersebut."
2016
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Reshanty Tahar
"ABSTRAK
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, Korea Selatan roemperoleh kemerdekaannya setelah kurang lebih 35 tahun dijajah Jepang. Pada saat itu, keadaan Korea Selatan tidak jauh ber.beda dari keadaan negara berkembang lain yang roiskin dan terbelakang. Namun 2 dekade kemudian, Korea Selatan berhasil roeroacu pertumbuhan ekonaminya, sehingga ia dapat diteropatkan ke dalam jajaran negara industri baru "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malau, Christoffel
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S6092
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Heryanto
Universitas Indonesia, 2008
T25266
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>