Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150051 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deska Natalia
"ABSTRAK
Penggunaan gambar penetapan lokasi dalam transaksi jual beli tanah di Kota
Batam adalah salah satu fenomena yang terjadi di masyarakat Kota Batam.
Gambar Penetapan Lokasi merupakan dokumen tanah yang diterbitkan oleh
Otorita Batam selaku pemegang hak pengelolaan setelah pemohon lahan melunasi
Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) untuk jangka waktu tertentu. Tesis ini
membahas tentang Gambar Penetapan Lokasi merupakan salah satu syarat
kepemilikan tanah di Kota Batam, kekuatan hukum gambar penetapan lokasi (PL)
yang diterbitkan dalam menjamin kepemilikan atas tanah di Kota Batam dan
penggunaan gambar penetapan lokasi (PL) ditinjau dengan peraturan peralihan
hak atas tanah di Kota Batam. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
sistem penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis Normatif dengan
tipologi eksplanatoris dan evaluatif

Abstract
The usage of Location Mapping Image for Land purchase transaction has been
prevalent among Batam community. Location Mapping Image is a document
published by Otorita Batam as the holder of Managing right after the applicant
settled the UWTO Land taxes for the specified period of time. This thesis covers
about the Mapping Image as one of the requirements to obtain the land, about the
kekuatan hukum of location mapping published by local government in securing
the land ownership in Batam, and about the usage of Location Mapping Image in
the perspective of the regulation of land ownership transfer in Batam. This
research uses Normative Juridical as its research methodology system with
Explanatory and Evaluative typolo"
2012
T30373
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arfian
"Penelitian ini membahas mengenai Hak Pengelolaan yang melekat di seluruh wilayah Pulau Batam yang penguasaannya dikelola oleh BP Batam. Faktanya tanah adat kampung tua berdiri di atas Hak Pengelolaan, sedangkan masyarakat adatnya sudah lama mendiami wilayahnya bahkan turun temurun.  Dengan memberikan status hak milik terhadap tanah adat tersebut merupakan bentuk perlindungan dengan diakuinya keberadaan masyarakat adat di kawasan kampung tua tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai masalah yang melatarbelakangi terkait pemberian status hak atas tanah dan peran notaris dalam pemberian status hak atas tanah di wilayah adat kampung tua serta perlindungan hukumnya. Untuk menjawab permasalahan  tersebut, penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan metode analisis secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Terdapat benturan kewenangan antara BP Batam dengan Pemerintah Kota Batam dalam hal pemanfaatan dan penataan tanah adat kampung tua, BP Batam menganggap wilayah kampung tua merupakan bagian dari Hak Pengelolaan, dan Pemerintah Kota Batam menganggap wilayah kampung tua merupakan tanah adat karena masyarakat adatnya sudah terlebih dahulu menduduki wilayahnya sebelum timbulnya Hak Pengelolaan sehingga membuat permasalahan pemberian kepastian hukum status hak atas tanah di kampung tua menjadi berlarut-larut. Kemudian bentuk perlindungan hukumnya yaitu pemberian sertifikat hak milik secara massal secara bertahap dimulai pada titik wilayah dengan kategori clean and clear, Clean yaitu pemukiman dengan penataan rapi, tidak terdapat hutan lindung dan tidak terdapat pihak ketiga pemegang PL. Clear yaitu titik wilayah adat tersebut seluruh masyarakatnya sudah membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) dengan tidak terjadi tunggakan serta sengketa. 

This study discusses the Management Rights inherent in the whole area of Batam Island whose control is managed by BP Batam. The fact is that the customary land of the Kampung Tua stands on Management Rights, while the indigenous people have long inhabited their territory and even hereditary. By giving the status of ownership rights to the customary land is a form of protection with the recognition of the existence of indigenous peoples in the Kampung Tua area. The issues raised in this study are the underlying issues related to the granting of the status of land rights and the role of the notary in granting the status of land rights in the traditional territory of the Kampung Tua and its legal protection. To answer these problems, this study uses normative juridical research forms, using descriptive analysis method of analysis with a qualitative approach. The results of this study are that there is a conflict of authority between BP Batam and the Batam City Government in terms of the utilization and arrangement of the old village's customary land, BP Batam considers the Kampung Tua area to be part of the Management Right, and the Batam City Government considers the Kampung Tua area to be customary land because the community the custom had already occupied its territory before the emergence of Management Rights, making the problem of granting legal certainty to the status of land rights in old villages became protracted. Then the form of legal protection is in the form of granting certificates of ownership in stages gradually starting at the point of the area with the category of clean and clear, Clean is settlement with neat arrangement, there is no protected forest and there is no third party PL holders. Clear that is the point of the customary area, all the people have paid the Authority's Annual Obligation (UWTO) with no arrears and disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Chandrakirana Pramadyastari Kusumomaharani
"Penilitian ini menganalisis mengenai implikasi hukum Perjanjian Pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan di KPBPB Batam, serta keberlakuan Sertipikat Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan. Dikaitkan dengan kewenangan pemegang Hak Pengelolaan (BP Batam) dalam pembatalan perjanjian terkait. Metode penelitian yang digunakan berupa penelitian doktrinal dengan yang dianalisis secara kualitatif. Didukung dengan data primer yang dihasilkan dari wawancara serta data sekunder lainnya. Ditemukan permalasahan hukum dalam Putusan PTUN Tanjung Pinang Nomor: 9/G/2020/PTUN.TPI jo. Putusan PT TUN Medan Nomor: 52/B/2021/PT.TUN-MDN seperti status tanah yang diperjanjikan antara BP Batam (Pemegang Hak Pengelolaan) dan PT ECD (penerima alokasi lahan) belum bersertipikat Hak Pengelolaan. Dasar pertimbangan hukum Hakim tingkat I (PTUN Tanjung Pinang) dan Hakim tingkat banding (PT TUN Medan) juga berbeda terkait aspek prosedural penerbitan Surat Keputusan Pembatalan Perjanjian oleh BP Batam (objek sengketa). Perjanjian pemanfaatan tanah seharusnya wajib dibuat atas tanah yang sudah bersertipikat Hak Pengelolaan sehingga dasar pemberian hak atas tanah di atas Hak Pengelolaan menjadi jelas statusnya. Apabila dilakukan pemberian Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan, harus didahului dengan perjanjian pemanfaatan tanah. Keberlakuan SHGB di atas Hak Pengelolaan sangat bergantung pada pelaksanaan hak dan kewajiban perjanjian pemanfaatan tanahnya, yang lahir dari ketentuan peraturan perundang-undangan.

This research analyzes the legal implications of the Management Rights Land Use Agreement at KPBPB Batam, includes the application of Building Use Rights Certificate on Management Rights land. Linked to the authority of the Management Rights holder (BP Batam) to terminate related agreements. The research method used is doctrinal research with qualitative analysis. Supported by primary data resulting from interviews and other secondary data. It was found that there were legal problems on Tanjung Pinang State Administration Verdict Number: 9/G/2020/PTUN.TPI jo. Medan State Administration High Court Verdict Number: 52/B/2021/PT.TUN-MDN such as the status of the land agreed between BP Batam (Holder of Management Rights) and PT ECD (recipient of land allocation) has not been certified with Management Rights. The legal considerations of the first level judge (PTUN Tanjung Pinang) and the appellate level judge (PT TUN Medan) are also different regarding the procedural aspects of the issuance of a Decree on Cancellation of the Land Use Agreement by BP Batam (the object of the dispute). Land use agreements should be made on land that has been certified as Management Rights. Therefore, the basis for granting land rights over Management Rights becomes clear. If a Building Use Rights is granted over a Management Rights, it must be preceded by a land use agreement. The validity of the Building Use Rights Certificate over the Management Rights is very dependent on the implementation of the rights and obligations of the land use agreement, which arise from the provisions of statutory regulations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita
"ABSTRAK
Skripsi ini menampilkan suatu gambaran yang unik untuk dianalisis dibalik pembangunan ekonomi di Batam, yaitu munculnya suatu dampak dari perkembangan Batam menjadi kota industri dan perdagangan. Dampak tersebutlah yang menjadi permasalahan penelitian ini yang dikaji dengan menggunakan pendekatan sejarah kota dan metode sejarah. Metode sejarah yang digunakan terdiri atas empat tahapan, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi dengan memanfaatkan sumber arsip dan literatur. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperkaya historiografi sejarah kota dan untuk mendeskripsikan bahwa asal mula munculnya kota Batam tidak secara tiba-tiba, melainkan melalui proses industrialisasi yang dilakukan oleh Presiden Soeharto dengan bantuan Otorita Batam. Hal tersebut nantinya akan mendorong suatu pemahaman mengenai hubungan antara perkembangan di bidang ekonomi dengan kondisi sosial yang terjadi di kota Batam. Dengan demikian bisa terlihat bahwa Batam telah mengalami perkembangan ekologi yang kemudian berdampak pada perubahan sosiologi di kota Batam. Penelitian ini membuktikan dua hal yang utama. Pertama, Batam yang dibangun dengan memanfaatkan kedekatan lokasinya dengan Selat Malaka dan Singapura mampu membuat Batam menjadi kota industri dan perdagangan karena adanya tumpahan investasi, perdagangan, wisatawan dan lain-lain dari negeri tetangga tersebut. Kedua, keberhasilan Batam menjadi kota industri memunculkan dampak berupa kemajuan di sektor industri dan perdagangan serta semakin kompleknya problema sosial di kota Batam. Problema sosial tersebut sebagai suatu gejala perkotaan pada umumnya, seperti membanjirnya imigran dan tenaga kerja, munculnya kriminalitas, kemiskinan, perumahan liar dan kumuh, serta berkembangnya prostitusi.

ABSTRACT
This undergraduate thesis shows a unique picture to be analyzed behind economic growth in Batam that is an emergence of an impact of Batam development becoming an industrial and Commerce City. That impact is a case study of this research which is examined by using urban and historical method. Historical method used consists of four stages. They are heuristic, source criticism, interpretation and historiography by harnessing archival sources and literature. The object of this research is to enrich the historiography of urban history and to describe that the background of Batam city does not occur promptly but has undergone industrialization process conducted by President Soeharto aided by Batam authority. It is going to drive to a certain understanding about the relation between the developments in economics and social those exist in Batam. Therefore, it can be recognized that Batam has undergone a change in ecology development which then has an impact on sociological change in Batam city. This research proves two major things. Firstly, Batam built by benefitting the proximity of location between Malaka strait and Singapore enables this city o become an industrial and commerce city due to spill investment, trade, tourism, etc from Singapore as the neighboring country. Second, the success of Batam in becoming an industrial city brings out other impact in the form of progress in industrial and trade sector along with the complexity of social problems. The social problems are perceived as an urban phenomenon generally exists such as immigrants and labors flooding, emergence of criminality, poverty, illegal and slum housing and growing of prostitution."
2016
S64441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hadiyati
"Penelitian ini membahas mengenai penetapan status hukum lahan Kampung Tua Kota Batam. Permasalahan yang dikaji adalah bagimana status hukum lahan Kampung Tua Kota Batam dilihat dari Surat Keputusan Walikota Batam Nomor : KPTS.105/HK/IV/2004 tentang Penetapan Wilayah Perkampungan Tua di Kota Batam, Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam 2004-2014, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan bagaimana penepatan status hukum lahan Kampung Tua Kota Batam berdasarkan Asas Umum Pemerintahan yang Baik sebagai tolak ukur tindakan pemerintah dan upaya melindungi masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, historis, dan konseptual. Jawaban yang diperoleh dari hasil peneltiian : Pertama, Penetapan status hukum lahan Kampung Tua Kota Batam semenjak diterbitkannya Surat Keputusan Walikota Batam Nomor : KPTS.105/HK/IV/2004 tentang Penetapan Wilayah Perkampungan Tua di Kota Batam dan ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014 belum menemui kejelasan yang disebabkan adanya ketidaksesuaian dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Penetapan Kampung Tua bersifat politis tanpa kajian akademis sehingga tidak memenuhi kriteria dan prosedur dalam penetapan kawasan cagar budaya sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan. Kedua, Pemerintah seharusnya menyelenggarakan penetapan status hukum lahan Kampung Tua Kota Batam dengan berbasis Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (Selanjutnya disebut AAUPB) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa setiap keputusan dan/atau tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AAUPB. Namun, praktik dilapangan menunjukkan permasalahan dalam penetapan status hukum lahan Kampung Tua dan belum diselenggarakannya penetapan status hukum lahan Kampung Tua berbasis AAUPB yakni : transparansi, akuntabilitas, kepastian, dan partisipasi. Pemerintah Kota Batam sebagai pihak yang berwenang dalam hal ini harus melakukan persiapan untuk menyesuaikan penetapan status hukum lahan Kampung Tua Kota Batam dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan AAUPB.

This research aims to analyse about establishment of the legal status of ';Kampung Tua'; Batam City. The problem is focused on how the legal status of the 'Kampung Tua' of Batam City was seen from the Decree of the Mayor of Batam Number: KPTS.105 / HK / IV / 2004 concerning the Establishment of 'Kampung Tua' Areas in Batam City, Regional Regulation No. 2 of 2004 concerning Urban Spatial Planning Batam 2004-2014, and Act. Number 11 of 2010 concerning Cultural Heritage and how to adjust the establishment of the legal status of the 'Kampung Tua' based on the General Principles of Good Governance as a benchmark for government actions and efforts to protect the public. This type of research is normative legal research that use a legal, historical, and conceptual approach. The answer of the research is the first one, Establishment of the legal status of the Kampung Tua of Batam City since the issuance of the Decree of the Mayor of Batam Number: KPTS.105 / HK / IV / 2004 concerning the Establishment of 'Kampung Tua' Areas in Batam City and designated as cultural heritage areas in the Regulations Region Number 2 of 2004 concerning the Batam City Spatial Plan for 2004-2014 has not yet met with clarity due to a dissonance with the provisions stipulated in Act. Number 11 of 2010 concerning Cultural Heritage. Establishment of 'Kampung Tua' is political without academic studies so it doesn't match with the criteria and procedures in establishing cultural heritage areas as mandated in legislation. The second one the Government should hold a establishment of 'Kampung Tua'; based on Good Governance General Principles (hereinafter referred to as AAUPB) as mandated in Act. Number 30 of 2014 concerning Government Administration that any mandatory decisions and / or actions are based on provisions legislation and AAUPB. However, the practice in the field shows many problem in establishment of 'Kampung Tua'; and how far implementation of AAUPB in establishment of the legal status of 'Kampung Tua';. Local Government as the authorized party in this matter must make preparations to adjust the legal status determination of 'Kampung Tua' Batam City with the provisions in Act. Number 11 of 2010 concerning Cultural Heritage and AAUPB."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1987
304.62 UNI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarsono
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996
301.095 981 SUM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sendouw, Bernadus
Jakarta: Reka Asa Surya, 2003
R 915.981 3 SEN b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Batam: Batam Industrial Development Authority, 2009
R 338.7095981 BAT b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Batam: Batam Industrial Development Authority, 2009
R 338.95981 BAT d
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>