Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Tohir Effendi
"ABSTRAK
Studi ini pada dasarnya merupakan langkah awal (preliminary) dalam memahami fenomena oposisi di Indonesia pasca 1966. Bahwa kelompok Petisi 50 dijadikan kasus, tidak lain karena berbagai unsur oposisi yang ada dengan aneka warna (spektrum) opini politik tampak di dalamnya. Oleh sebab itu, studi ini difokuskan pada tiga pertanyaan pokok, yakni: Pertama. mengapa Petisi 50 muncul dan apa relevansinya dimunculkan ? Kedua. mengapa kelima puluh orang yang berlain-lainan latar belakang sosial, politik, ideologi dan agama itu yang memunculkannya ? Dan, ketiga. mengapa Petisi 50 lebih diberi perhatian khusus oleh penguasa dibandingkan dengan petisi-petisi lain ? Sebagai jawaban tentatif terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan beberapa asumsi, yang setelah dilakukan penelitian lapangan dan kepustakaan diketahui bahwa: (1) munculnya Petisi 50, sebagaimana halnya juga dengan pidato tanpa naskah Presiden Suharto di Pekanbaru dan Cijantung, tidak terjadi begitu saja melainkan telah didahului oleh serangkaian perbedaan visi politik lain antara para tokoh penanda-tangan Petisi 50 dengan Suharto. (2) penyebab beragamnya unsur yang menjadi penanda-tangan Petisi 50 adalah karena peran serta Lembaga Kesadaran Berkonstitusi di dalamnya, baik dalam proses perumusannya maupun penyampainnya ke DPR. (3) perhatian khusus penguasa terhadap Petisi 50, tidak saja karena isi dan figur-figur penanda-tangannya; juga karena adanya Dokumen pribadi Jend. (pur) M. Jasin. Akhirnya, dengan melihat para figur penandatangan Petisi 50 dan produk-produk tertulis yang dihasilkan Kelompok Kerja Petisi 50 serta kerja-sama dengan pihak-pihak lain, maka dapat disimpulkan bahwa Petisi 50 berserta kelompok kerjanya memenuhi kriteria oposisi faksional dan sektoral. Sedangkan dilihat dari alternatif perubahan yang mereka tawarkan, maka kelompok ini memenuhi kriteria untuk disebut sebagai kelompok oposisi struktural besar yang bersifat demokratis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.Tohir Effendi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Suryadi
"Studi ini bertujuan untuk meneliti permasalahan pokok, yakni eksistensi dan perkembangan Petisi 50 sebagai masyarakat madani dalam politik di Indonesia. Ruang lingkup penelitian dibatasi tahun 1980 - 1998 (era Orde Baru), tepatnya sejak kelahiran Petisi 50 (5 Mei 1980) hingga runtuhnya kekuasaan Soeharto (21 Mei 1998).
Dua pertanyaan utama yang hendak dijawab dalam tesis ini: (1) bagaimana pengaruh politik negara Orde Baru terhadap eksistensi dan perkembangan Petisi 50 sebagai masyarakat madani; dan (1) mengapa Petisi 50 marnpu menunjukkan diri sebagai masyarakat madani yang mandiri?
Dalam membahas pokok permasalahan tersebut, maka dirumuskan titik perhatian pada hubungan variabel multivariat, yaitu antara variabel pengaruh dan variabel terpengaruh. Ada pun variabel pengaruh adalah negara Orde Baru dan kekuatan internal Petisi 50; sedangkan variabel terpengaruh adalah Petisi 50 sebagai masyarakat madani.
Kerangka teoritis yang digunakan adalah konsep masyarakat madani (civil society). Sehubungan konsep tersebut, sebenarnya terdapat sejumlah sudut pandang. Salah satu diantaranya yang digunakan dalam studi adalah perspektif yang melihat masyarakat madani sebagai kelompok-kelompok sosial dan politik yang muncul berdasarkan inisitatif dari masyarakat, dengan ciri utamanya memiliki kemandirian (otonomi) terhadap negara.
Jenis penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah sepenuhnya bersifat kualitatif; dengan mendasarkan diri pada data yang dikumpulkan melalui wawancara dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dad tokoh-tokoh pelaku Petisi 50 sebagai sumber data primer, melalui prosedur wawancara tidak berstruktur atau pertanyaan terbuka. Sedangkan studi kepustakaan mengandalkan data dari sumber-sumber berupa buku, majalah, surat kabar, maupun dokumen-dokumen tertulis lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan pembuktian teoritis dan kesimpulan sebagai berikut :
Pertama, kelompok Petisi 50 dalam eksistensi dan perkembangannya memenuhi kategori secara teoritis untuk dapat disebut sebagai masyarakat madani dengan ciri-ciri yang ditampilkan antara lain: (1) otonomi terhadap pengaruh kekuasaan negara; (2) sifat kesukarelaan dan keswadayaan sebagai kelompok politik; (3) dimilikinya kebebasan berkumpul dan berpendapat; (4) aktivitasnya yang mencerminkan kesesuaian dengan faktor 1, 2, dan 3; dan (5) adanya pluralisme dalam hal spektrum sosial dan politik dalam realitas internalnya. Kesimpulan analisa tersebut diperoleh melalui fakta-fakta yang terungkap dalam melihat hubungan antara Petisi 50 dengan negara Circle Baru dan dinamika internal Petisi 50 sebagai masyarakat madani.
Kedua, perilaku politik negara Orde Baru yang otoriter, represif dan restriktif tidak mempengaruhi eksistensi dan perkembangan Petisi 50 sebagai masyarakat madani. Petisi 50 tetap mampu menunjukkan sikap kritis dan otonominya sebagai masyarakat madani, meskipun negara Orde Baru dengan berbagai cara berupaya menghambat dan menutup ruang publik kelompok ini. Terbukti, Petisi 50 tetap aktif mengadakan pertemuan, menyampaikan protes dan kritik melalui produk produk tertulis mereka; sejak kelompok ini lahir tahun 1980 hingga Iengser-nya Presiders Soeharto tahun 1998.
Ketiga, Petisi 50 mampu mempertahankan eksistensinya sebagai masyarakat madani yang mandiri, disebabkan pengaruh realitas faktor eksternal dan internalnya. Dilihat dari faktor eksternal, dalam konteks hubungannya dengan negara Orde Baru, Petisi 50 lebih banyak mengandalkan aktivitas melalui produk tertulis yang disalurkan ke lembaga-lembaga formal (terutama DPR), sehingga negara Orde Baru tidak memiliki alasan untuk menghambat pertumbuhannya dengan tuduhan sebagai gerakan makar atau inkonstitusional. Strategi ini juga efektif; mengingat sifat negara Orde Baru yang otoriter. Dilihat dari faktor internal, para pelaku Petisi 50 relatif memiliki kemampuan finansial (ekonomi) yang memadai, moralitas (prinsip) individual yang konsisten, dan prestise di mata masyarakat dan pemerintah, sehingga mampu bertahan hidup sebagai kelompok yang mandiri. Namun demikian, dibanding faktor eksternal, kemandirian itu lebih banyak dipengaruhi faktor internalnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Munajat
"Keberadaan Kelompok Petisi 50 sangat tenomenal dalam wacana perpolitikan Indonesia pada masa Orde Baru Kelompok itu "mewakili" kelompok-kelompok lain dalam masyarakat yang merasa tidak serasi dengan pemerintah. Kehadirannya dapat pula dipandang sebagai puncak dari permasalahan ketidakserasian di antara masyarakat demean pemerintahan yang tengah berkuasa. Keberadaannva menumbuhkan dan menyambung kembali mata rantai semangat dan daya serta kekuatan kritis masyarakat yang selama ini selalu dilumpuhkan dan diputuskan oleh pemerintah. Kekuatan kritis yang dimaksud terutama ialah gerakan mahasiswa yang selalu menunjukkan kekuatan massy dengan mengambil bentuk demonstrasi.
Kelompok Petisi 50 terbentuk dari diskusi-diskusi yang meretleksikan kontlik antarelit politik. Ketersingkiran dari perpolitikan nasional dan penghayatan alas praktik,politik yang tidak sesuai dengan pengharapan bercampur menjadi factor yang menjadi sebab kemunculan konflik Demokratisasi adalah tema utama yang dikedepankan dan diperjuangkan untuk diwujudkan oleh Kelompok Petisi 50.
Pemerintah Orde Baru dalam persepsi Kelompok Petisi 50 adalah pemerintahan yang menjalankan demokrasi semu. Kelompok Petisi 50 menghendaki adanva kondisi politik yang lebih bail: setelah menyaksikan penyimpangan yang dilakukan pemerintah Orde Baru. Senarai di atas menunjukkan bahwa peran Kelompok Petisi 50 dalam kehidupan politik Orde Baru cukup strategis sebagai pressure group dalam rangka kontrol politik sejak tahun 1980 hingga jatuhnva pemerintah pada 1998. Oleh sebab itulah aktivitas anggota Kelompok Petisi 50 dikendalikan dengan berbagai cara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T37410
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leny Puspadewi
"Penelitian tentang oposisi di Indonesia masih sedikit jumlahnya. Penelitian ini penting karena sebenarnya berbagai oposisi telah ada sejak awal Orde Baru, tetapi kebanyakan masih gagal membentuk oposisi yang kuat. Ada dua kelompok yang tetap bertahan untuk melakukan oposisi yaitu mahasiswa dan buruh. Sementara peristiwa pendudukan gedung MPR/DPR RI pada bulan Mei 1998 oleh para mahasiswa yang ikut serta menyebabkan Soeharto mundur merupakan peristiwa penting yang menarik untuk diamati. Sejauh ini belum ada penelitian mengenai gerakan mahasiswa 1998 yang berperan sebagai oposisi di Indonesia.
Penelitian ini difokuskan pada gerakan mahasiswa Indonesia khususnya di Jakarta pada tahun 1998 yang melontarkan tuntutan reformasi menyeluruh atau reformasi total. Permasalahan yang diajukan mengenai tipe oposisi yang diperankan oleh gerakan mahasiswa 1998 dan faktor-faktor signifikan yang mendorong munculnya tipe oposisi tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dipinjam teori oposisi yang dikemukakan oleh Robert A. Dahl dan definisi oposisi yang dikemukakan oleh Karel van het Reve untuk melihat gerakan mahasiswa 1998 melakukan oposisi, dan tipe oposisi yang diajukan oleh H. Gordon Skilling digunakan unluk menganalisa tipe oposisi yang dilakukan gerakan mahasiswa 1998.
Dengan menggunakan teknik wawancara dan studi pustaka, dikumpulkan data-data yang kemudian dianalisa dengan menggunakan analisa kualitatif. Dari analisa tersebut penulis menemukan bahwa: tipe oposisi yang dilakukan gerakan mahasiswa 1998 adalah oposisi integral dan dua faktor signifikan yang mendorong gerakan mahasiswa 1998 melakukan oposisi integral adalah (1) kegagalan pemerintah Orde Baru untuk mengatasi krisis ekonomi dan (2) kepastian terlaksananya agenda SU MPR Maret 1998."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T5681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1994
321.8 KOR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muis
"Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi lalu mengelompokkan data jenis jenis oposisi makna leksikal di dalam bahasa Indonesia. Teori tentang oposisi makna leksikal seturut Cruse (1986) dijadikan kerangka acuan di dalam tesis ini. Kajian ini menggunakan metode kualitatif. Data pasangan oposisi makna leksikal diperoleh dari sejumlah terbitan. Di dalam telaah ini dibicarakan sebelas subtipe oposisi makna leksikal, yang mencakupi oposisi makna (1) komplemen, dengan tiga subtipenya: (la) komplemen interaktif. (lb) komplemen satisfaktif, dan (lc) komplemen kontraaktif, (2) antonim--dengan tiga pembagiannya: (2a) antonim berkutub, (2b) antonim seimbanglekuipolen, dan (2c) antonim bertumpang-tindih, yang di dalamnya mencakupi antonim ketunaan/privatif--, (3) tentangan direksional—yang meliputi subtipe (3a) tentangan antipodal, (3b) tentangan timbalan, (3c) tentangan reversif, dengan dua pembagiannya: tentangan reversif takbersandar dan tentangan reversif restitutif—, dan (4) tentangan relasional, yang mencakupi dua subtipe: (4a) konversif langsung dan (4b) konversif taklangsung. Di dalam beberapa pasangan oposisi leksikal itu terdapat pelbagai macam fitur makna. Beberapa fitur makna di dalam pasangan oposisi leksikal itu dideskripsikan di dalam kajian ini. Misalnya, laki-laki : perempuan fitur maknanya adalah fitur jenis kelamin dan pria : wanita berfitur makna fitur usia/umur. Tesis ini juga menjawab persoalan kelas kata apa raja yang mengungkapkan jenis oposisi makna leksikal tertentu. Di dalam bahasa Indonesia diketahui bahwa pasangan jenis oposisi leksikal tidak terdapat pada semua kelas kata. Melalui penelitian ini diketahui bahwa kekomplemenan terdapat pada (1) verba, (2) adjektiva_ (3) nomina, dan (4) adverbia. Keantoniman terdapat pada (1) verba dan (2) adjektiva Tentangan direksional terdapat pada (1) verba, (2) adjektiva, (3) nomina, (4) pronomina penunjuk, dan (5) preposisi. Tentangan relasional terdapat pada (1) verba, (2) adjektiva. (3) nomina, dan (4) konjungtor."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T39167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
KAJ 6:1 (2001)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S5805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1984
S5521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>