Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122576 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Seba Silawati
"Tujuan dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta dapat melanjutkan generasi dan memperoleh keturunan. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak sedikit perkawinan yang putus karena terjadinya perceraian. Perceraian dianggap telah terjadi, beserta segala akibat-akibat hukumnya sejak saat pendaftaran pada Kantor pencatat perceraian di Pengadilan Negeri, kecuali bagi yang beragama Islam sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.Putusnya perkawinan karena perceraian menimbulkan berbagai persoalan, bukan hanya mengenai harta benda dalam perkawinan, tetapi juga mengenai tanggung jawab orang tua dalam menjalankan kekuasaannya, khususnya terhadap anak yang masih dibawah umur.
Permasalahan dalam penulisan tesis ini yaitu pelaksanaan hak penguasaan dari orang tua terhadap anak sebagai akibat dari perceraian dan apakah yang dapat dilakukan jika kekuasaan orang tua setelah terjadinya perceraian tidak dapat berlaku effektif. Kemudian dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, dengan data utama yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Sementara itu, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kualitatif, yaitu mengacu pada data penelitian yang diteliti oleh peneliti. Sedangkan kesimpulan berdasarkan permasalahan di atas adalah pelaksanaan hak penguasaan dari orang tua terhadap anak sampai anaknya kawin atau dapat berdiri sendiri yang merupakan kewajiban orang tua meskipun hubungan perkawinan orang tua putus akibat perceraian meliputi sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan merupakan nafkah anak (alimentasi) yang harus dipenuhi orang tua, terutama ayah, baik dalam masa perkawinan atau pun setelah terjadi perceraian. Upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan hak penguasaan dari orang tua terhadap anak sebagai akibat perceraian tidak dapat berlaku effektif, yaitu selagi anak belum berusia 18 tahun atau belum menikah, orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap milik anaknya, Jika orang tua melalaikan kewajibannya atau berkelakuan yang sangat buruk, kekuasaannya terhadap anak dapat dicabut untuk waktu tertentu dan seseorang atau badan hukum yang memenuhi syarat dapat ditunjuk menjadi wali melalui penetapan pengadilan.

The goal of the marriage is happy to found a family on the basis of the belief That the one true God and can continue generations and obtain offspring. But in reality not a bit disheartened because of the occurrence of marital dissolution. Divorce is considered to have taken place, with all its legal consequences since the moment of registration in the Office of the clerk of the District Court of divorce, except for the Muslim Religious Court ruling since the fall have had the force of law. The breakdown in the marriage as divorce raises a variety of issues, not just about material possessions in marriage, but also regarding the responsibility of the parents in the exercise of its powers, especially against children still under age.
Problems in the writing of the thesis is to take the implementation of the rights of parents towards the child as a result of a divorce and whether that can be done if powers of the parents after the divorce was not able to apply effective. Then in doing research, authors use research methods in library which is juridical-normative, with the main data used i.e. secondary data obtained from the materials in library of legal materials, primary and secondary legal materials of tertiary law. In the meantime, the methods of data analysis used in this research was conducted by means of qualitative, i.e. referring to the research data was examined by researchers.
Whereas the conclusion based on the above issue is the implementation of rights of parents towards the child until the child marries or can stand alone which is the duty of the parents even if the parents marital relationship break up due to divorce include textiles, food, education and health is a living child (alimentation) must meet the parents, especially fathers, both during marriage or after divorce. The efforts made in the implementation of rights of parents towards the child as a result of divorce cannot apply effective, i.e. as long as the child is not yet 18 years old or unmarried, parents should not move right or to pawn the goods remain the property of his son, if the parents neglect their obligations or act that was so bad, its power against children can be revoked for a certain time and a person or legal entity that is eligible to be appointed guardians through the establishment of the Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30353
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ruru, Ricardo S.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S26090
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pribadi, Sulistyo
"Perkawinan merupakan suatu lembaga penting dalam kehidupan manusia. Lembaga ini diatur di Undang-undang nomor 1 tahun 1974. Faktor keagamaan adalah hal yang sangat penting dalam undang-undang ini, sehingga bagi yang beragama Islam diberikan ketentuan yang mengatur secara khusus yakni dalam Kompilasi Hukum Islam. Syarat-syarat perkawinan dalam kedua ketentuan tersebut seringkali dilanggar hanya untuk kepentingan sesaat. Hal ini dapat dijadikan alasan dalam suatu perselisihan perkawinan. Permasalahan mengenai pembatalan perkawinan seringkali timbal dari suatu perkawinan antara seorang pria dan wanita yang sebelumnya sudah mempunyai potensi konflik. Potensi konflik tersebut bisa dikarenakan si suami maupun si istri tidak bisa memenuhi rukun maupun syarat perkawinan. Setelah perkawinan berlangsung kemudian para pihak membatalkan perkawinan untuk berusaha mengembalikan hubungan hukum perkawinan menjadi seperti tidak pernah ada. Hal ini menimbulkan kerugian terhadap pihak-pihak yang terkait, misalnya anak yang telah lahir atau ikatan hukum dengan pihak ketiga. Pembatalan dapat dilakukan apabila perkawinan tersebut dianggap pernah ada. Dengan metode penelitian kepustakaan dan wawancara penulis berusaha menguraikan dan menganalisanya. Permasalahannya adalah bagaimana akibat hukum terhadap perkawinan yang dibatalkan tersebut, siapa yang menjadi wall anak yang lahir dalam perkawinan yang dibatalkan tersebut, dan bagaimana tanggung jawab para orangtua terhadap anak yang masih dibawah umur tersebut. Pada putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat nomor 090/Pdt.G/2005/PA.JP yang kemudian dikuatkan dengan putusan Pengadilan Tinggi nomor 76/Pdt.G/2005/PTA.JK., menurut hemat penulis adalah sudah benar yakni dengan membatalkan perkawinan karena tidak terpenuhinya beberapa syarat dan rukun perkawinan. Namun pada Penetapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 87/Pdt.P/2006IPN.Jak.Sel terdapat kekeliruan yakni menetapkan bahwa si anak tidak ada hubungan hukum dengan ayahnya dan tidak berhak menyandang nama ayahnya atau keluarga ayahnya. Karena balk menurut UU no. 1 tahun 1974 pasal 28 maupun Kompilasi Hukum Islam pasal 75, pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak yang telah lahir dalam perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T18678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inka Aita Putri
"Salah satu akibat hukum dari perkawinan yang tidak dicatatkan adalah status dan kedudukan hak waris terhadap anak yang lahir dari perkawinan tersebut atau selanjutnya disebut sebagai anak luar kawin. Hak waris akan timbul apabila seseorang telah dinyatakan meninggal dunia. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan termasuk ke dalam anak luar kawin dalam arti sempit dan mereka tidak memiliki status dan kedudukan yang sama dalam pembagian warisan. Masalah mengenai pembagian waris antara anak sah dan anak luar kawin ada kalanya terjadi di masyarakat yang tidak bisa diselesaikan dengan kekeluargaan, maka dari itu biasanya berakhir di Pengadilan dimana Putusan dari Pengadilan akan menjadi jalan keluar untuk memutuskan dan memberikan keadilan bagi perkara kewarisan anak luar kawin. Penulis dalam melakukan penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif yang datanya dikumpulkan dari studi kepustakaan. Berdasarkan Penulis, anak luar kawin dapat menjadi ahli waris apabila adanya pengakuan dahulu dari Pewaris, tetapi bagian yang didapatkan tidak sama dengan anak sah dimana besar bagian anak luar kawin bergantung pada dengan siapa anak luar kawin tersebut mewaris bersama. Kemudian, status dan kedudukan anak luar kawin hanya diatur dalam KUHPerdata padahal dalam Undang-Undang Perkawinan ada satu pasal yang menyinggung anak luar kawin dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tetapi dalam Peraturan Pemerintah tidak ditemukan mengenai anak luar kawin, sehingga menimbulkan kesimpangsiuran dan permasalahan. Maka dari itu, Penulis menyarankan untuk membentuk suatu peraturan khusus untuk status dan kedudukan anak luar kawin dan juga memberi saran kepada Majelis Hakim yang berperan dalam memutus perkara ini untuk memeriksa dan mengadili secara teliti sengketa status dan kedudukan hak waris anak luar kawin dengan pertimbangan yang seadil-adilnya bagi anak luar kawin tersebut.

One of the legal consequences of an unregistered marriage is the status and position of inheritance rights for children born from the marriage or hereinafter referred to as children out of wedlock. Inheritance rights will arise if someone has been declared dead. Children born from unregistered marriages are included as children out of wedlock in a narrow sense and they do not have the same status and position in the distribution of inheritance. Problems regarding the distribution of inheritance between legitimate children and illegitimate children sometimes occur in society which cannot be resolved by kinship, therefore it usually ends in court where a decision from the court will be the way out to decide and provide justice for cases of inheritance of illegitimate children. In doing this writing, the author used a juridical-normative research method with a qualitative approach in which the data was collected from literature studies. According to the author, children out of wedlock can become heirs if there is prior recognition from the heir, but the portion obtained is not the same as legitimate children where the size of the child out of wedlock depends on who the out of wedlock child jointly inherits. Then, the status and position of children out of wedlock are only regulated in the Civil Code even though in the Marriage Law there is one article which alludes to children out of wedlock and is further regulated in Government Regulations but in Government Regulations there is no mention of children out of wedlock, giving rise to confusion and problems. Therefore, the author suggests establishing a special regulation for the status and position of illegitimate children and also advises the panel of judges who play a role in deciding this case to examine and adjudicate carefully disputes over the status and position of inheritance rights for illegitimate children with the fairest considerations for children out of wedlock."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najla Sofyan
"Di Indonesia hingga saat ini masih banyak orang yang tidak mencatatkan perkawinannya. Banyak yang tidak mengetahui pentingnya mencatatkan perkawinannya. Hal ini paling sering merugikan perempuan dan anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut, karena dengan tidak dicatatkannya perkawinan, maka tidak akan ada akta nikah yang dapat dijadikan bukti oleh perempuan ketika menuntut haknya sebagai istri. Untuk anak, perkawinan yang tidak dicatatkan orangtuanya akan
mengakibatkan tidak adanya nama ayah di akta kelahirannya. Metode penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini merupakan yuridis Normatif, yaitu penelitian hukum dalam pengertian meneliti kaidah-kaidah atau Norma-Norma, Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan juga pendekatan analisis. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode studi Pustaka atau literatur. Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Dalam skripsi ini Penulis menganalisis Penetapan Nomor 69/Pdt.P/2019/PN.Batang, dimana pertimbangan Hakim yang menggunakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tidaklah tepat karena putusan ini mengharuskan adanya pengakuan ayah di Pengadilan untuk memperkuat kedudukan si anak adalah anak sah ayahnya, namun dalam penetapan ini tidak ada kehadiran ayah di pengadilan sehingga tidak memperkuat kedudukan si anak, tapi Hakim menyatakan anak pemohon adalah anak sah ayahnya.

In Indonesia, there are still many people who do not register their marriages. Many people do not know the importance of registering their marriages. This is most often detrimental to women and children born from such marriages, because by not recording the marriage, there will be no marriage certificate that can be used as evidence by women when demanding their rights as wives. For children, a marriage that is not registered by the parents will result in the absence of the father's name on the birth certificate. The research method used in this thesis is a juridical normative, namely legal research in the sense of examining the norms or norms. The approach method used in this research is the statutory approach, the case approach and also the analytical approach. The data collection technique that the writer uses is literature or literature study method. The type of data collected is secondary data. In this thesis, the writer analyzes Stipulation Number 69/Pdt.P/2019/PN.Batang, where the Judge's consideration using the Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010 is not correct because this decision requires the
recognition of the father in court to strengthen the position of the the child is the father's legitimate son, but in this determination the father is not
present in court so that it does not strengthen the child's position, but the judge states that the applicant's child is the father's legitimate son.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Febriana Widya Gunawan
"Pemberian hibah wasiat yang dilakukan oleh pewaris seharusnya dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai bagian mutlak (legitieme portie) ahli waris legitimaris. Namun dalam kenyataannya hak ahli waris tetap saja terlanggar, sebagaimana yang ditemukan dalam kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Kutai Barat Nomor 47/Pdt.G/2020/PN Sdw. Oleh karena itu permasalahan pokok dari penelitian yang dituliskan ke dalam tesis ini adalah mengenai pemberian hibah wasiat yang mengakibatkan adanya hak yang terlanggar terhadap ahli waris golongan satu yaitu istri dan anak luar kawin. Rumusan masalah yang disusun untuk menjawab permasalahan pokok tersebut adalah tentang akibat hukum dari pemberian hibah wasiat kepada ahli waris golongan dua terhadap ahli waris golongan satu (istri dan anak luar kawin) dalam kewarisan dan kedudukan anak luar kawin yang secara hukum tidak mendapat pengakuan namun dalam kenyataannya merupakan anak dari anak dari pewaris. Metode penelitian hukum doktrinal dipergunakan untuk meneliti kedua objek hukum yang distudi yaitu peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Melalui studi dokumen, bahan- bahan hukum relevan yang diinventarisasi selanjutnya dianalisis. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa akibat hukum dari pemberian hibah wasiat kepada ahli waris golongan dua terhadap istri dan anak luar kawin adalah adanya bagian waris yang terlanggar sebagai ahli waris golongan satu. Selain itu, ditemukan bahwa tidak ada pembahasan dan pertimbangan hakim mengenai kejelasan hukum anak luar kawin yang secara hukum tidak mendapatkan pengakuan namun pada kenyataannya merupakan anak dari pewaris yang pada dasarnya dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan yang diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. 

The granting of a will carried out by the heir should be carried out with due observance of the provisions regarding the legitimacy portion (legitieme portie) of the legitimacy of the heirs. However, in reality the rights of heirs are still being violated, as found in the case in the Decision of the Kutai Barat District Court Number (PN Kutai Barat) 47/Pdt.G/2020/PN Sdw. Therefore, the main problem of the research written in this thesis is regarding the granting of a will which results in the violation of the rights of class one heirs, namely wives and children out of wedlock. The formulation of the problem compiled to answer the main problem is about the legal consequences of granting a will to class two heirs to class one heirs (wife and children out of wedlock) in inheritance and the position of children out of wedlock who legally do not receive recognition but in reality is the child of the heir. The doctrinal legal research method is used to examine the two legal objects studied, namely statutory regulations and court decisions. Through a document study, the relevant legal materials that were inventoried were then analyzed. The results of this study reveal that the legal consequence of granting a will to class two heirs to wives and children out of wedlock is that there is a portion of the inheritance that is violated as class one heirs. In addition, it was found that there was no discussion and consideration of judges regarding the legal clarity of illegitimate children who legally do not receive recognition but in fact are children of heirs which basically can be proven by science and technology in accordance with what is stipulated Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46 /PUU-VIII/2010. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Doris Gokdo Ria
"Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Namun pada kenyataannya banyak pasangan suami istri yang bercerai. Korban perceraian selain suami istri yang bercerai, tetapi termasuk juga keturunannya. Meskipun terjadi perceraian, tanggung jawab orangtua kepada anaknya dan hak anak harus tetap dipenuhi. Setelah terjadinya perceraian, pengasuhan anak pada umumnya diberikan kepada ibu. Apabila si ibu yang bercerai menikah lagi dengan pria asing, maka bagaimana status hukum anak-anaknya dan apakah diperlukan surat keterangan mengenai status anak dalam hukum Jepang? Metodologi yang dipakai untuk menganalisa kedua masalah tersebut adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif serta wawancara dengan nara sumber mengenai kasus yang ada. Status hukum anak akibat perceraian yang ibunya menikah lagi dengan pria asing tetap menjadi WNI karena tidak adanya unsur asing dan pengasuhan terhadap anak akibat perceraian orangtuanya diberikan kepada ibunya. Mengenai pengasuhan anak oleh orang asing sebenarnya dapat dilakukan dengan cara pengangkatan anak sesuai dengan prosedur pengangkatan anak yang telah ditetapkan lembaga yang berwenang. Pengangkatan anak dapat menyebabkan putusnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orangtua biologisnya. Selain pengangkatan anak, untuk mengasuh, memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak bagi seorang anak juga dapat dilakukan dengan menjadi orangtua asuh. Hubungan anak asuh dengan orangtua biologisnya tidak menjadi putus. Surat Keputusan Pengadilan tentang pengangkatan anak dalam hukum Jepang memang diperlukan, tetapi dalam kasus ini hanya diperlukan surat pernyataan orangtua biologis si anak yang menyatakan persetujuannya atas pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya yang dilakukan oleh suami mantan istrinya. Pengawasan oleh pemerintah terhadap Perkawinan Campur terutama yang dilakukan di luar negeri hendaknya mendapat perhatian khusus. Perwakilan Indonesia diluar negeri lebih memantau WNI terutama perempuan Indonesia yang menikah dengan WNA. Selain itu, dibutuhkan adanya kesadaran WNI yang ada diluar negeri untuk lapor diri kepada Perwakilan Indonesia setempat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saiful Kamal
"Anak merupakan bagian dari kelompok rentan yang harus dilindungi, terlebih ketika anak dihadapkan pada permasalahan hukum pidana. Sejumlah kebijakan telah ditetapkan pemerintah untuk melindungi Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH). Salah satu kebijakan perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah Perkap Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/ Korban. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana implementasi kebijakan perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum di Polresta Banda Aceh serta menganalisis hambatan dan kendala yang dihadapinya. Penelitian ini menggunakan paradigma constructivist/interpretivist dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan juga studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum di Polresta Banda Aceh, khususnya Perkap Nomor 3 Tahun 2008, belum optimal. Polresta Banda Aceh belum mampu menyediakan ruang pelayanan khusus yang memadai dan kualitas serta kuantitas personel unit PPA Satreskrim masih terbatas. Kemudian masalah yang dihadapi dalam Implementasi Kebijakan Perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Polresta Banda Aceh terdiri dari masalah sumberdaya terutama kurang anggaran, personel dan fasilitas RPK. Hambatan lainnya terletak pada sosialisasi kebijakan, karakteristik organisasi Unit PPA Satreskrim yang memiliki struktur organisasi kecil untuk menanggung beban kerja yang banyak. Kondisi Sosial dan politik yang dinamis juga menjadi kendala dalam implementasi kebijakan di Polresta Banda Aceh, mengakibatkan proses tersebut tidak mencapai tingkat ideal yang diharapkan.

Children are a vulnerable group that must be protected, especially when they face criminal legal issues. The government has established several policies to protect Children in Conflict with the Law (CICL). One such policy is Perkap Number 3 of 2008 concerning the Establishment of Special Service Rooms and Procedures for Examining Witnesses and/or Victims. This study aims to understand how the policy of protecting children in conflict with the law is implemented in Polresta Banda Aceh and to analyze the obstacles and challenges faced. This research uses a constructivist/interpretivist paradigm with a qualitative approach. Data collection techniques include interviews and document studies. The results show that the implementation of the policy for protecting children in conflict with the law in Polresta Banda Aceh, especially Perkap Number 3 of 2008, has not been optimal. Polresta Banda Aceh has not been able to provide adequate special service rooms, and the quality and quantity of personnel in the PPA Satreskrim unit are still limited. The problems faced in implementing the policy for protecting children in conflict with the law in Polresta Banda Aceh consist of resource issues, especially insufficient budget, personnel, and RPK facilities. Other obstacles include policy socialization and the characteristics of the PPA Satreskrim Unit's organization, which has a small structure to handle a significant workload. The dynamic social and political conditions also hinder the policy implementation in Polresta Banda Aceh, causing the process to not reach the expected ideal level."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavia Magdhaniar
"Terjadinya perkawinan antar bangsa di era globalisasi saat ini tidak dapat lagi dihindari mengingat semakin berkembangnya wadah komunikasi dan kegiatan yang melibatkan banyak negara yang membuat masuknya aneka budaya luar yang turut mewarnai perkembangan bangsa ini. Namun demikian hal ini tidak perlu dirisaukan karena Undang-Undang No 1/1974 tentang perkawinan mengatur hal ini.
Pasal yang mengatur mengenai perkawinan campuran adalah terbatas pada perkawinan terhadap mereka yang berbeda kewarganegaraan dan salah satunya adalah Warga Negara Indonesia yang tunduk pada Undang-Undang yang berlaku di Indonesia. Dan bagi mereka yang berbeda warga negara dan hendak melangsungkan perkawinan tidak memiliki kendala kecuali diantara mereka terjadi juga perbedaan agama yang hal ini tentu saja bertentanggan dengan ketentuan yang ada.
Kendala diantara mereka yang melakukan perkawinan campuran ini baru akan timbul pada saat perkawinan tersebut berakhir dengan perceraian, hal ini dikarenakan apabila ada anak-anak yang lahir dalam perkawinan tersebut dimana hak asuh dan kekuasaan orang tua ada pada kedua orang tua anak-anak tersebut, sebagaimana telah diatur didalam Undang-undang No 1/1974 tentang perkawinan, namun tidak demikian dengan masalah kewarganegaraan anak-anak tersebut yang berdasarkan perundangan kewarganegaraan mengikuti kewarganegaraan ayahnya.
Masalah-masalah yang timbul dapat menyebabkan seorang ibu kehilangan anaknya yang secara otomatis menjadi warganegara asing yang apabila tidak memiliki surat-surat resmi dapat terancam deportasi, sedangkan ia tidak dapat melindungi anak tersebut dengan memberikan kewarganegaraannya kecuali anak tersebut telah berusia 18 tahun sebagaimana disyaratkan oleh undang-undang kewarganegaraan. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana undang-undang No. 1/1974 dapat melindungi hak ibu dan seorang anak untuk tinggal bersama ibunya dan seorang ibu dalam memberikan perlindungan dan pengasuhan terhadap anak tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>